Konvensi Drama Hukum dan Konvensi Drama 1. Hukum Drama

Pendidikan Seni Tari dalam pembelajaran mahasiswa pengamatan, 2008 adalah ajaran tentang hukum drama the law of drama, dan konvesi drama the convention of drama. Apa itu hukum dan apa itu konvensi, berikut diuraikan lebih lanjut.

B. Hukum dan Konvensi Drama 1. Hukum Drama

Hukum, adalah aturan-aturan yang harus ada atau yang harus dilakukan dalam sebuah drama, artinya kalau hukum atau aturan-aturan itu tidak ada atau tidak dilakukan, maka drama itu tidak akan berjalan Sumaryadi, 2008. Hukum atau aturan-aturan yang harus ada atau yang harus dilakukan dalam sebuah drama itu banyak sekali, antara lain: cerita, tokoh, konflik, panggung, dan sebagainya masih ada yang belum disebutkan di sini. Hukum tersebut agar pengertiannya lebih jelas dan lebih mudah dipahami, bayangkan kalau sutradara akan menyajikan sebuah drama tetapi ceritanya tidak ada , tidak jalan kan ?, karena tidak jalan, maka cerita dalam sebuah drama itu merupakan hukum atau aturan yang harus ada atau yang harus dilakukan. Yang lain bagaimana kalau sutradara akan menyajikan sebuah drama tetapi tokohnya tidak ada, tidak jalan juga kan ?, karena tidak jalan, maka tokoh dalam sebuah drama itu merupakan hukum atau aturan yang harus ada atau yang harus dilakukan. Demikian juga dengan yang lain konflik, panggung, dan sebagainya.

2. Konvensi Drama

Konvensi, adalah aturan-aturan yang disepakati dalam sebuah drama yang sifatnya turun-tumurun Sumaryadi, 2008. Beda konvensi dengan hukum, kalau konvensi atau aturan-aturan 10 yang disepakati itu tidak ada atau tidak dilakukan maka drama tersebut tetap berjalan, tetapi kalau hukum atau aturan-aturan yang harus ada atau yang harus dilakukan itu tidak dilakukan maka drama tersebut tidak bisa berjalan. Bayangkan antara hukum dan konvensi itu adalah sebuah sepeda, maka roda, setang, sedhel itu adalah hukum, sebab sepeda tanpa roda, tanpa setang, sedhel tidak akan berjalan. Tetapi pion, warna hitam, dan asesori macam-macam itu adalah konvensi, sebab sepeda tanpa pion, warna hitam, dan asesori macam-macam itu tetap bisa berjalan. Konvensi atau aturan-aturan yang disepakati dalam sebuah drama yang sifatnya turun-tumurun itu banyak sekali terdapat dalam drama-drama tradisi pada umumnya seperti wayang, ketoprak, ludrug, dan sebagainya. Dalam wayang misalnya, adegan pertama atau jejeran itu haruslah kerajaan, gendingnya Karawitan, suluk-nya pathet nem wantah. Terhadap konvensi tersebut, bisa saja tidak demikian—adegan pertama atau jejeran bukan kerajaan tetapi yang lain—misalnya pertapan, kasatriyan, dan sebagainya, sedang gendingnya ladrang Slamet, suluk-nya pathet jugag, dan sebagainya.

BAB IV D R A M A

Ada beberapa masalah drama yang akan disampaikan dalam bab ini, pertama ihwal drama, kedua berbagai istilah drama, ketiga hakikat drama, dan keempat jenis drama, mudah-mudahan cukup memberikan pemahaman.

A. Asal Drama

Asal drama adalah dari sebuah lakon Depdikbud, 1984:17. Lakon asalnya dari kata laku, laku artinya perbuatan atau tindakan bahasa Jawa atau action bahasa Inggris. Dalam konteks Jawa laku mempunyai pengertian tersendiri, yakni perbuatan yang sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita. Laku ini misalnya seperti puasa hingga beberapa hari, shalat juga hingga sekian banyak rakaat, sedekah sekian banyak Rupiah hingga terasa berat akan kesungguhannya. Bicara tentang lakon lebih lanjut dalam konteks drama, lakon itu adalah cerita yang masih dalam angan-angan. Ceritalakon dalam angan-angan tersebut da0lam perjalananya kemudian ditulis, dan setelah ditulis cerita tersebut namanya naskah. Naskah, dalam perjalanannya kemudian dipentaskan, dan setelah 12