Prin 93-97, 105-106
BAB I PENDAHULUAN
A. Apresiasi Hukum dan Konvensi Drama
Apresiasi hukum law of drama dan konvensi drama
convention of drama, berarti mempelajari tentang dramaturgi. Apresiasi hukum dan konvensi drama maka berarti mempelajari
dramaturgi, sebab pengertian dramaturgi itu adalah ilmu yang membicarakan tentang hukum dan konvensi drama Harimawan,
1997:64. Mempelajari hukum dan konvensi drama karena berarti
mempelajari tentang dramaturgi, maka buku ini setelah menguraikan pengertian tentang apresiasi sedemikian rupa,
kemudian akan menguraikan dramaturgi meliputi arti secara harfiyah, secara istilah. Setelah menguraikan dramaturgi secara
harfiyah dan istilah, kemudian menguraikan drama, berbagai unsur drama seperti naskah, cerita, dan sebagainya, serta pada
bagian akhir akan menguraikan mengenai operasional penyajian mulai dari latihan sampai dengan pementasan termasuk yang
tidak kalah pentingnya adalah penciptaan. Perlu diketahui walaupun dramaturgi itu merupakan sebuah
ilmu yang asalnya dari barat, tetapi karena bahan material yang benar-benar siap dan memang
setting-nya itu di timur seperti wayang, ketoprak, ludrug dan sebagianya, maka mohon maaf
contoh-contoh yang akan diberikan banyak mengambil dari timur seperti wayang, ketoprak dan sebagainya tersebut.
B. Yang Penting untuk Diperhatikan
Dramaturgi sebagai ilmu yang mempelajari hukum dan konvensi drama, asalnya dari “Barat”. “Barat”, bagaimanapun
filosofinya berbeda dengan “timur”. Barat filosifinya material, sedang timur spiritual. Barat kapital, Timur persaudaraan. Bukti
dari perbedaan filosofi ini, bisa dilihat dalam perkara biasa seperti jalannya peristiwa misalnya. Jalannya peristiwa, untuk barat
pengertiannya adalah alur, tetapi untuk timur balungan. Beda alur
dan balungan, kalau alur peristiwanya disusun sedemikianrupa
atas dasar kausalitas sebab dan akibat, tetapi kalau balungan
peristiwanya disusun sedemikian rupa atas dasar filosofi hidup manusia mulai dari lahir sampai mati: atau
mijil: lahir, manten: menikah
, mati: mati. Implikasi dari pengertian tersebut di atas, jelas dari barat
lebih mementingkan rasio, timur lebih mementingkan rasa. Barat lebih mementingkan estetika, timur etika. Barat lebih
mementingkan materi, timur spirit. Kenyataan itulah menjadikan Mangkunegara IV “berang”, hingga menggantinya drama dengan
istilah sandiwara, maksudnya agar identitas bangsa yang berfilosofi spiritual tidak tergerus, atau masuk dalang jurang
materi belaka, tetapi tetap pada maqomi atau tempatnya sebagai
insan yang merasa diri sebagai hamba Tuhan yang senantiasa “rindu rupa, rindu rasa” Hartoko, 1991:49.
Keterangan tersebut di atas, menyiratkan adanya sebuah keyakinan, bahwa aplikasi drama murni Barat sesuai dengan
konsepnya dalam kehidupan anak bangsa Indonesia Timur akan sangat membahayakan identitasnya. Hal ini bagi yang tidak
merasa memang tidak masalah, tetapi bagi yang merasa, akan cukup resah dan kuwatir. Oleh karena itulah, maka dalam tulisan
ini walaupun dramaturgi, tetapi teraannya akan banyak contoh- contoh sandiwara yang sudah mengakar dalam kehidupan bangsa
terutama wayang. 3
BAB II B. Pengertian Apresiasi