Drama Satire Dari Sisi Fungsinya

c. Sosiodrama

Sosiodrama, berfungsi sebagai persuasi sosial. Berfungsi sebagai persuasi sosial, maksudnya berfungsi sebagai cara untuk memecahkan masalah-masalah sosial seperti: kepadatan penduduk, kebanyak masalah anak, penyakit masyarakat, dan sebagainya. Oleh karena demikian, maka sosiodrama ini misalnya film “Transmigrasi”, film “Keluarga Berencana” KB, film “Narkoba”. Perlu diketahui karena masalah sosial itu adalah masalah Negara, maka selama ini film-film tersebut banyak ditangani oleh Departen Sosial.

d. Drama Satire

Drama satire, berfungsi sebagai kritik atau masukan terhadap pemerintah yang berkuasa. Seperti reog misalnya, adalah drama satire yang sejarahnya mengkritik pemerintah Raja Hayam Wuruk ketika itu zaman Maja Pahit, di mana Raja Hayam Wuruk selalu dikendalikan oleh istrinya Tri Buana Tungga Dewi. Oleh karena itu, kesenian reog bentuknya kepala singa yang ditunggangi oleh burung merak. Kepala singa sebagai simbol daripada Raja Hayam Wuruk, sedang burung merak sebagai simbol daripada istrinya Tri Buana tungga Dewi. Selain reog, drama satire yang sering muncul sekarang ini adalah happening art di zaman orde baru dalam bentuk teatrikal jalanan. Happening art di zaman orde baru ini juga berisi kritikan terhadap pemerintahan dalam hal ini Presiden Suharto, di mana presiden Suharto menurut mereka juga seperti Hayam Wuruk, dikendalikan oleh istrinya ibu Tien. Untuk Happening art di zaman era orde baru ini bentuknya adegan-adegan kesengsaraan rakyat karena merasa ditindas, diperlakukan tidak adil, dan sebagainya. Happening art sekarang tersebut bentuknya adegan-adegan kesengsaraan rakyat karena Bahan Bakar Minyak BBM naik, pajak naik, bahan-bahan pokok atau sembako naik, dan sebagainya. Tentang drama, sandiwara, sosiodrama dan drama satire tersebut sebenarnya sama, yakni sama-sama yang digarap dalam bentuk drama, hanya titik beratnyalah yang berbeda. Untuk drama titik beratnya pada estetika material, makhluk, dan pikir logika, untuk sandiwara titik beratnya pada pendidikan spiritual, moral dan agama, untuk sisiodrama titik beratnya pada persuasi sosial, sedang untuk drama satire titik beratnya pada kritik pemerintah. Khusus untuk drama dan sandiwara tersebut yang perlu disampaikan bahwa masing-masing sesungguhnya juga mempunyai dasar logika, tetapi dasar logikanya berbeda. Untuk drama dasar logikanya manusia atau makhluk, sedang untuk sandiwara dasar logikanya Tuhan atau pencipta.

5. Dari Sisi Cara Dialognya