Sementara itu, menurut Jhon D. Millet, faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh pimpinan adalah sebagai berikut:
1. Pria dan wanita pembagian gender. Pria umumnya bersifat lebih
tegas atau berani dan cepat dalam mengambil keputusan. Sedangkan wanita umumnya relatif lebih lambat dan sering ragu-
ragu.
2. Peranan pengambil pembuat keputusan. Peranan orang yang
mengambil keputusan perlu diperhatikan. Peranan dimaksud mencakup kemampuan mengumpulkan informasi, menganalisis dan
menginterpretasikan serta menggunakan konsep yang cukup luas tentang perilaku manusia secara fisik untuk memperkirakan
perkembangan hari depan yang lebih baik.
3. Keterbatasan kemampuan. Perlu disadari adanya kemampuan yang
terbatas dalam pengambilan keputusan di bidang manajemen baik yang bersifat institusional ataupun yang bersifat pribadi.
CC. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan
Berdasarkan kriteria yang menyertainya, pengambilan keputusan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
1. Berdasarkan programnya, pengambilan keputusan dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yakni: a.
Pengambilan keputusan terprogram, adalah pengambilan keputusan yang sifatnya rutinitas, berulang-ulang dan cara
menanganinya telah ditentukan. Pengambilan keputusan terprogram ini digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
terstruktur melalui hal-hal berikut:
115
1 Prosedur, yaitu serangkaian
langkah yang berhubungan dan berurutan yang harus
diikuti oleh pengambil keputusan;
2 Aturan, yaitu ketentuan
yang mengatur apa yang boleh harus dan apa yang
tidak boleh dilakukan oleh pengambil keputusan;
3 Kebijakan, yaitu pedoman
yang menentukan
parameter untuk membuat keputusan.
b. Pengambilan keputusan tidak terprogram adalah pengambilan
keputusan yang tidak rutin dan sifatnya unik sehingga memerlukan pemecahan yang khusus. Pengambilan keputusan
tidak terprogram ini lazim digunakan untuk menyelesaikan masalah yang tidak terstruktur.
2. Berdasarkan lingkungannya, keputusan dapat dibedakan menjadi
empat kelompok, yaitu sebagai berikut: a.
Pengambilan keputusan dalam kondisi pasti adalah pengambilan keputusan di mana berlangsung hal-hal berikut:
1 Alternatif yang harus dipilih hanya memiliki satu
konsekuensi, jawaban atau hasil. Ini berarti hasil dari setiap alternatif tindakan tersebut dapat ditentukan dengan
pasti.
116
Seorang manajer
pengambilan keputusan
menerima permintaan dari bagian akuntansi berupa 10
lemari arsip. Dalam hal ini telah ada prosedur pengadaan
untuk memenuhi permintaan tersebut. Selain itu, terdapat
aturan bahwa jika nilai pembelian di atas Rp. 15 juta
diperlukan tender, kriterianya tidak menyangkut harga saja,
tetapi juga diberikan kebijakan bagi pemasok lemari arsip
tersebut dengan dukungan pelayanan yang baik.
2 Keputusan yang diambil didukung oleh data dan informasi
yang lengkap, sehingga dapat diramalkan secara akurat atau eksak hasil dari setiap tindakan yang dilakukan.
3 Dalam kondisi ini, pengambil keputusan secara pasti
mengetahui apa yang akan terjadi di masa mendatang. 4
Biasanya selalu dihubungkan dengan keputusan yang menyangkut masalah rutin, karena kejadian tertentu di
masa yang akan datang dijamin terjadi. 5
Pengambilan keputusan seperti
ini dapat ditemui dalam
kasus- kasus atau model-
model yang bersifat deterministik. 6
Teknik penyelesaian atau pemecahannya lazim menggunakan antara lain teknik program liner, model
transportasi, model penugasan, model invetori, model antrian dan model jaringan kerja.
b. Pengambilan keputusan dalam kondisi berisiko adalah
pengambilan keputusan dimana berlangsung hal-hal berikut: 1
Alternatif yang harus dipilih mengandung lebih dari satu kemungkinan hasil.
2 Pengambil keputusan memiliki lebih dari satu alternatif
tindakan. 3
Diasumsikan bahwa pengambil keputusan mengetahui peluang yang akan terjadi terhadap berbagai tindakan dan
hasil. 117
Dalam rangka meningkatkan jumlah pendaftaran untuk siswa baru maka sekolah X
mengambil kebijakan dengan cara menggratiskan biaya formulir, meskipun
sekolah tersebut merupaka sekolah favorit.
4 Risiko terjadi karena hasil pengumpulan keputusan tidak
dapat diketahui dengan pasti, walaupun diketahui nilai probabilitasnya.
5 Pada kondisi ini, keadaan alam sama dengan kondisi tidak
pasti, bedanya ialah dalam kondisi ini ada informasi atau data yang akan mendukung dalam membuat keputusan,
berupa besaran atau nilai peluang terjadinya bermacam- macam keadaan.
6 Peluang pemecahannya menggunakan konsep
probabilitas, seperti model keputusan probabilistik, model inventori probabilistik dan model antrian probabilitik.
c. Pengambilan keputusan dalam kondisi tidak pasti adalah
pengambilan keputusan dimana: 1
Tidak diketahui sama sekali jumlah kondisi yang mungkin timbul serta kemungkinan munculnya kondisi-kondisi itu.
2 Pengambilan keputusan tidak dapat menentukan
probabilitas terjadinya berbagai kondisi atau hasil yang keluar.
3 Yang diketahui hanyalah kemungkinan hasil dari suatu
tindakan, tetapi tidak dapat diprediksi berapa besar probabilitas setiap hasil tersebut.
4 Pengambil keputusan tidak mempunyai pengetahuan atau
informasi lengkap mengenai peluang terjadinya bermacam-macam keadaan tersebut.
5 Hal yang akan diputuskan biasanya relatif belum pernah
terjadi.
118
6 Tingkat ketidakpastian keputusan semacam ini dapat
dikurangi dengan beberapa cara, antara lain, mencari informasi lebih banyak, melalui riset atau penelitian dan
penggunaan probabilitas subyektif. 7
Teknik pemecahannya menggunakan beberapa metode kriteria, yaitu antara lain metode maximin, metode
maximax, metode Laplace, metode minimax regret, metode realisme dan dibantu dengan tabel hasil Pay Off
Table. d.
Pengambilan keputusan dalam kondisi konflik adalah pengambilan keputusan dimana:
1 Kepentingan dari dua atau lebih pengambil keputusan
saling bertentangan dalam situasi persaingan. 2
Pengambil keputusan saling bersaing dengan pengambil keputusan lainnya yang rasional, tanggap dan bertujuan
untuk memenangkan persaingan tersebut. 3
Di sini pengambil keputusan bertindak sebagai pemain dalam suatu permainan.
4 Teknik pemecahannya adalah menggunakan teori
permainan.
DD. Keputusan Dalam Pendidikan 1. Filsafat Pendidikan dan Keputusan Pendidikan
Masalah pendidikan merupakan salah satu problema kehidupan yang dihadapi manusia dan memerlukan pengambilan keputusan. Manusia
harus memutuskan apa yang menjadi dasar dan tujuan pendidikan serta 119
harus merumuskan bagaimana cara mencapai tujuan yang diinnginkan. Oleh karena itu, manusia harus mengenali persoalan substansi kehidupan
dan kebutuhannya terhadap pendidikan serta mampu menentukan alternatif untuk mencapai tujuannya.
Pengambilan keputusan memiliki spektrum kegiatan yang sangat luas sehingga dapat dilakukan oleh individu dan kelompok atau tim dalam
organisasi dan masyarakat. Fitzgibbons 1981 berpendapat bahwa jika suatu keputusan dibuat secara rasional maka keputusan itu didasarkan
atas kepercayaan pengambil keputusan. Pendapat lain menegaskan bahwa setiap keputusan akan tergantung dari si pengambil keputusan dan
setiap decision maker adalah produk dari perkembangan kehidupannya. Dengan kata lain, kemampuan berpikir manusia dalam pengambilan
keputusan secara rasional berpangkal tolak dari kepercayaan sebagai tingkat tertinggi berpikir dalam konfigurasi filsafat.
Salah satu aspek penting yang perlu didalami dalam konteks pengambilan keputusan pendidikan adalah jenis kepercayaan atau filsafat
yang diyakini manusia terhadap pendidikan, sebab kepercayaan biasanya berfungsi sebagai dasar bagi usaha manusia dalam pembuatan keputusan
secara rasional. Kepercayaan tertentu dapat menjadi dasar filsafat bagi seseorang tentang pendidikan. Dengan kata lain, penerapan pemikiran
filosofis dalam memecahkan masalah pendidikan yang bersifat filosofis adalah aktivitas filsafat pendidikan.
Masalah-masalah pendidikan yang dihadapi para manajer, pengelola dan pelaksana kegiatan pendidikan sangat kompleks. Oleh karena itu,
tidak seluruh masalah pendidikan bersifat teknis dan manajerial. Menurut Soltis dkk 1981, masalah yang muncul dalam perumusan tujuan,
kurikulum, organisasi, mengajar-belajar dan metodologi penelitian berkualifikasi sebagai masalah pendidikan. Lebih lanjut dikatakan bahwa
tidak semua masalah pendidikan bersifat filosofis namun ada beberapa masalah bersifat teknis, ada yang bersifat administratif dan ada pula
120
masalah-masalah yang berkenaan dengan fakta. Apabila suatu masalah pendidikan menuntut konsep logika, epistemologi, metafisika, etika dan
etestika maka filsafat menjadi relavan dalam penggunaannya. Menurut Pidarta 1997: 84, filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran
dan perenungan secara mendalam sampai keakar-akarnya mengenai pendidikan. Filsafat pendidikan akan bekerja untuk menjawab pertanyaan
filosofis yang terdiri dari apakah pendidikan itu? Apa yang hendak dicapai dalam pendidikan? Bagaimana cara terbaik merealisasikan tujuan
pendidikan itu. Filsafat pendidikan akan menjawab persoalan pendidikan yang
bersifat filosofis. Oleh karena itu, diperlukan kepercayaan atau pemikiran mendalam mengenai pendidikan dalam melaksanakan aktivitas pendidikan
manusia. Dalam Pidarta 1997 dikemukakan maksud filsafat pendidikan yaitu: 1 menginspirasikan kepada pendidik tentang hakekat pendidikan,
2 menganalisis atau memeriksa elemen atau bagian pendidikan dan validitasnya, 3 mempreskripsikan upaya menjelaskan atau pengarahan
kepada pendidik mengenai tujuan ideal pendidikan, 4 menginvestigasi meneliti dan memeriksa kebenaran teori pendidikan yang berkembang
dan dipraktikkan.
22. Filsafat Pendidikan sebagai Kumpulan Kepercayaan