o. Birokrasi
Birokrasi yang masih dipengaruhi faktor feodalisme dimana para pejabat lebih suka dilayani daripada melayani masih melekat di
lingkugan Dinas Pendidikan. Kebiasaan lain seperti kurangnya prakarsa dan selalu menunggu juklak dan juknis tidak menunjang
bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping itu, dalam lingkungan
sekolah perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang transparan dalam mengelolah sekolahnya. Hal ini menyebabkan
kurang percayanya tenaga kependidikan terhadap kepala sekolah, sehingga dapat menurunkan kinerjanya dalam meningkatkan kualitas
pendidikan di sekolah. Disamping kurang mandiri, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala sekolah adalah kurangnya
kepekaan terhadap krisis sense of crisis, rasa memiliki dan rasa penting terhadap kualitas pendidikan, sehingga menyebabkan
lemahnya tanggung jawab, yang dapat menurunkan partisipasinya dalam kegiatan sekolah. Fenomena tersebut terutama disebabkan
oleh kondisi yang selama bertahun-tahun dimana kepala sekolah kurang mendapat pendidikan dan pelatihan yang mengarah pada
sistem manajemen modern, kalaupun ada pelatihan-pelatihan seringkali kurang memacu prestasi dan potensi kepala sekolah.
p. Rendanya produktivitas kerja
Produtivitas kerja yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya etos kerja dan disiplin. Salah satu indikator dari masalah
ini adalah masih rendahnya prestasi belajar yang dapat dicapai peserta didik, baik prestasi akademis yang tertera dalam buku
laporan pendidikan dan nilai ujian akhir maupun prestasi non- akademis serta partisipasinya dalam kehidupan dan memecahkan
17
berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Lebih dari itu, tidak jarang peserta didik yang justru menambah masalah bagi masyarakat
dan lingkungan, seperti keterlibannya dalam penggunaan obat-obat terlarang, VCD porno dan perkelahian antar-pelajar.
q. Belum tumbuhnya budaya mutu
Kualitas merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Kualitas dipahami pula sebagai apa yang dipahami atau dikatakan oleh
konsumen. Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas mencakup input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan adalah segala
sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya
sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan output pendidikan merupakan kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan
dari proses dan perilaku sekolah. Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS
dan KBK berimplikasi terhadap budaya kualitas, yang memiliki elemen-elemen sebagai berikut: 1 informasi kualitas harus
digunakan untuk perbaikan; 2 kewenangan harus sebatas tanggung jawab; 3 hasil harus diikuti hadiah dan hukuman; 4 kolaborasi,
sinergi bukan kompetisi penuh melainka harus merupakan basis kerja sama, atau diistilahkan coopetition; 5 tenaga kependidikan harus
merasa aman dalam melakukan pekerjaannya; 6 suasana keadilan harus ditanamkan; dan 7 imbas jasa harus sepadan dengan nilai
pekerjaan. Belum tumbuhnya budaya kualitas baik dari segi input, proses
maupun output pendidikan merupakan faktor penghambat tumbuhnya 18
kepala sekolah profesional. Dalam hal ini, sekolah harus selalu menggalakkan peningkatan kualitas, yakni kepuasan pelanggan, baik
internal maupun eksternal.
H. Memanfaatkan Kekuatan dan Peluang serta mengatasi Kelemahan
dan Tantangan
Upaya untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang serta mengatasi kelemahan dan ancaman terhadap paradigma baru kepala sekolah profesional
dapat dilakukan dengan pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah, revitalisasi MGMP dan MKKS, peningkatan disiplin, pembentukan kelompok
diskusi dan peningkatan layanan perpustakaan dengan menambah koleksi.
1. Pembinaan Kemampuan Profesional Kepala Sekolah
Pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah merupakan perjalanan yang cukup panjang. Berbagai wadah yang telah
dikembangkan dalam pembinaan kemampaun profesional kepala sekolah adalah antara lain Musyawarah Kepala Sekolah MKS, Kelompok Kerja
Kepala Sekolah KKKS, Pusat Kegiatan Kepala Sekolah PKKS. Disamping itu, peningkatan kompetensi kepala sekolah dapat dilakukan
melalui pendidikan formal, seperti program sarjana atau pascasarjana bagi para kepala sekolah sesuai dengan bidang keahliannya, sehingga tidak
terlepas dari koridor disiplin ilmu masing-masing. Kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh
dan menentukan kemajuan sekolah harus memiliki kemampuan administrasi, memiliki komitmen tinggi dan luwes dalam melaksanakan
tugasnya. Kepala sekolah juga harus melakukan peningkatan profesionalisme sesuai dengan gaya kepemimpinannya, berangkat dari
niat, kemauan dan kesediaan, bersifat memprakarsai dan didasari pertimbangan yang matang, lebih berorientasi kepada bawahan,
19