dalam proses pembuatan keputusan tentang tindakan yang dilakukan; 2 bagaimana keterlibatan dalam pelaksanaan program dan keputusan dalam
kontribusi sumberdaya atau bekerjasama dalam organisasi-organisasi atau kegiatan-kegiatan khusus; 3 berbagi manfaat dari program pembangunan; atau 4
keterlibatan dalam evaluasi program.
2.2. Kawasan Konservasi
Istilah konservasi muncul sebagai koreksi atas kekeliruan dasar dalam perlindungan, yang cenderung melihat sumberdaya hayati dari logika arkeologis
sebagai sesuatu yang statis, sehingga aksi-aksi perlindungan hanya bertujuan untuk mengawetkan preservation sumberdaya tersebut. Sedangkan dari logika biologi
melihat hutan dan segala isinya sebagai sesuatu yang dinamis dan terbarui, sehingga memunculkan istilah yang lebih relevan yaitu konservasi conservation,
yang diartikan sebagai perlindungan dengan nuansa yang lebih dinamis. Marsh dalam Wiratno, et al. 2004 mendasarkan konsep pemanfaatan dalam
konservasi, yaitu pendayagunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab agar berguna bagi manusia. Pemanfaatan sumber daya hayati dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup ekonomis manusia, namun di sisi lain diperlukan pemeliharaan eksistensi sumberdaya tersebut demi keberlanjutan hidup ekologis
dan pemanfaatannya. Tarik-menarik antara kepentingan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam inilah yang kemudian memunculkan gerakan
konservasi. Wiratno 2004 menegaskan bahwa konservasi merupakan pengelolaan
kehidupan alam oleh manusia guna memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya secara berkelanjutan bagi generasi saat ini, serta memelihara potensinya guna
menjamin aspirasi dan kebutuhan generasi yang akan datang. Maka konservasi sebenarnya bernilai positif, mencakup pengawetan, pemeliharaan, pemanfaatan
berkelanjutan, pemulihan dan peningkatan kualitas lingkungan alam. Pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk mengusahakan
kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam rangka mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia secara
berkelanjutan. Menurut McKinnon 1993 suatu kawasan konservasi dapat ditetapkan untuk melindungi berbagai ciri berikut: 1 karakteristik atau keunikan
ekosistem, misalnya hutan hujan dataran rendah, fauna pulau endemik dan
ekosistem pegunungan tropika; 2 spesies khusus dengan pertimbangan kelangkaan dan terancam punah; 3 areal yang memiliki keanekaragaman spesies;
4 lansekap atau ciri geofisik yang bernilai estetika atau pengetahuan misalnya mata air panas, air terjun dan lain-lain;5 fungsi perlindungan hidrologi, tanah, air
dan iklim lokal; 6 fasilitas untuk rekreasi alam ataupun wisata alam misalnya danau, pantai, pemandangan pegunungan dan satwa liar yang menarik; dan 7
tempat peninggalan budaya, misalnya candi, kuil dan galian purbakala. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam
hayati dan ekosistemnya, kategorisasi kawasan perlindungan dan pelestarian terbagi menjadi Kawasan Suaka Alam dan Pelestarian Alam. Kawasan Suaka Alam
selain mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, juga berfungsi sebagai wilayah
perlindungan sistem penyangga kehidupan. Kawasan Suaka Alam terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.
Kawasan Cagar Alam hanya diperuntukkan bagi kepentingan penelitian, pendidikan, dan pengembangan ilmu dan budaya. Sedangkan Kawasan Suaka
Margasatwa berfungsi melestarikan keanekaragaman atau keunikan jenis satwa, baik secara alami maupun dengan membina habitatnya, untuk tujuan penelitian,
pendidikan dan juga wisata terbatas.
Kawasan Pelestarian Alam adalah kawasan yang hampir sama dengan kawasan suaka alam dengan fungsi lebih yaitu dapat dimanfaatkan sumberdaya hayati dan
ekosistemnya secara lestari. Tipe kawasan ini terdiri atas Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Taman Nasional adalah mempunyai ekosistem
asli, dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi.
Taman hutan raya adalah kawasan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, untuk tujuan penelitian, pendidikan,
ilmu pengetahuan, menunjang budaya, pariwisata dan rekreasi. Sedangkan taman wisata alam dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi. Selain kedua jenis kawasan
tersebut di Indonesia ada pula hutan lindung, yang berfungsi untuk melindungi sumberdya air, tanah, dan ekosistem yang memberikan penyangga kepada sistem
kehidupan.
Menurut IUCN 1994 kawasan dilindungi protected area didefinisikan sebagai suatu areal, baik darat dan laut yang secara khusus diperuntukkan bagi
perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal
atau upaya-upaya efektif lainnya. Untuk dapat menjabarkan definisi diatas maka IUCN 1994 mengelompokkan kawasan dilindungi terdiri atas 6 enam kategori
yaitu : 1 Strict Nature ReserveWilderness Area, yang meliputi : 1a = Strict Nature Reserve dan 1b = Wilderness Area; 2 National Park; 3 National
Monument; 4
Habitatspesies management
Area; 5
Protected landscapeSeascape; 6 Managed Resources protected Area. Selanjutnya pada
tahun 2004 IUCN mendefiniskan kembali tentang pengelolaan kawasan lindung seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Pergeseran Paradigma Pengelolaan Kawasan Lindung
Topik Paradigma lama
Paradigma baru Tujuan
Khusus untuk tujuan konservasi Untuk perlindungan hidupan liar yang
istimewa, Dikelola khusus untuk pengunjung
wisatawan Nilai utamanya : wild life protection
Mempunyai tujuan sosial dan ekonomi Juga untuk tujuan ilmiah melindungi wild life
dan nilai budaya Dikelola bersama masyarakat lokal
Also about restoration, rehabilitation socio- economic purposes
Pengelolaan Dilakukan oleh pemerintah pusat
Melibatkan berbagai pihak terkait Masyarakat
setempat Perencanaan dan pengelolaan tidak
mempedulikan opini pendapat masyarakat lokal
Dikelola bersama masyarakat lokal Mengakomodasi kepentingan masyarakat lokal
Cakupan pengelolaan
Dikembangkan secara terpisah Dikelola seperti pulau biologi
Direncanakan dan dikembangkan sebagai bagian dari sistem nasional, regional dan
internasional
Dikembangkan dalam bentuk „jaringan’ Protected Area Network
Persepsi Dipandang sebagai aset nasional milik
pemerintah untuk kepentingan nasional
Dipandang sebagai aset publik milik masyarakat dan untuk kepentingan
internasional Teknik
Pengelolaan Pengelolaan kawasan konservasi
sebagai respon jangka pendek Orientasi pengelolaan hanya
difokuskan pada orientasi teknis Pengelolaan diadaptasi menurut perspektif
jangka panjang Orientasi pengelolaan juga mempertimbangkan
aspek politik Pendanaan
Dibayarkan hanya dari pajak taxpayer → pemerintah
Dibiayai dari berbagai sumber keuangan pemerintah, swasta, masyarakat nasional -
internasionalt Kemampuan
manajemen Dikelola oleh ilmuwan dan para ahli
sumberdaya Pemimpin “ahli” Dikelola oleh multi-skilled individual
Dikembangkan dari kearifan lokal local knowledge
Sumber: IUCN 2004
2.3. Taman Nasional dan Pengelolaannya