148 struktur social dari eksternal yang tidak adil.serta membuat peluang akan adanya
pelatihan-pelatihan dari luar yang mampu membimbing masyarakat sekitar kawasan.
Setelah dilakukannya perbaikan dengan menjalankan beberapa strategi baik dari segi peningkatan taraf ekonomi maupun peningkatan hubungan sosial antar
warga baik inter-desa maupun antar desa, maka tanpa kita sadari lambat laun, masyarakat TNKS akan memi
liki suatu “budaya atau gaya baru” dimana dapat dipastikan akan lebih baik dari keadaan semula. Budaya yang dimaksud adalah
sudah tidak tergantungnya masyarakat TNKS terhadap hutan di TNKS, karena sudah terciptanya perilaku non-pembalakan liar yang berasal dari kesadaran
masyarakat sendiri. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi lingkungan di TNKS, sehingga kelestarian lingkungan hidup TNKS dapat tercapai.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1.
F
aktor-faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap ketidakberdayaan
masyarakat kawasan TNKS wilayah Kabupaten Musi Rawas, yaitu tingkat pendidikan rendah, derajat kesehatan rendah, kondisi infrastruktur minim,
alternatif mata pencaharian terbatas dan tingkat kesejahteraan rendah, akses terhadap kelembagaan ekonomi dan sosial rendah , konflik lingkungan tinggi
dan juga konflik sosial, persepsi masyarakat terhadap TNKS rendah serta partisipasi dalam pengelolaan kawasan TNKS rendah
. Sementara faktor-faktor
SDA, SDM, Sosial budaya dan kearifan local yang cukup tinggi belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat.
2. Faktor-faktor eksternal ber pengaruh terhadap ketidakberdayaan masyarakat, adalah
dukungan peraturan perundangan yang rendah, keberpihakan pemerintah yang rendah, dukungan lembaga keuangan yang rendah, dukungan politik dan
pengalaman politik rendah, terbatasnya ketersediaan pelatihan-pelatihan, pola perencanaan pembangunan yang tidak aspiratif, rendahnya akses informasi,
dan rendahnya jaminan ekonomi .
3. Konsep Pemberdayaan masyarakat kawasan TNKS yaitu Pemberdayaan
Masyarakat secara Terpadu dan Kolaboratif The Integrated-Collaborative
Community Empowerment Concept untuk melepaskan masyarakat dari faktor- faktor yang melemahkannya,
baik faktor-faktor internal maupun eksternal agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang tersedia pada lingkungannya, seperti Jasa
Lingkungan Taman Nasional air bersih, tanaman obat-obatan, penambatan karbon dan wisata alam serta memanfaatkan peluang-peluang yang tersedia di luar
lingkungannya. Saran
1. Perlu peningkatan kapasitas masyarakat capacity building, melalui pelatihan-
pelatihan tentang teknik-teknik manajemen jasa lingkungan dan memberikan peluang kepada anak-anak berprestasi untuk meningkatkan pendidikan formal sampai pada
jenjang pendidikan tinggi. 2.
Perlu peningkatan kapasitas bagi aparatur pemerintah, baik dari Balai TNKS yang terlibat dalam manajemen Taman Nasional, maupun Staf Pemerintah Daerah Musi
Rawas melalui diklat-diklat teknis fungsional pengelolaan jasa lingkungan dan diklat penjenjangan karir, serta peningkatan keuangan manajemen kawasan.
3. Perlu dibentuk Otoritas Khusus yang menangangi koordinasi lintas sektor untuk
mengembangkan kegiatan Integrated-Collaborative Community Empowerment, sehingga memudahkan dalam pelaksanaannya.
4. Perlu diberikan insentif khusus sebagai kawasan konservasi, seperti subsidi daerah
penyangga. 5.
Membuat demplot tentang pengelolaan jasa lingkungan di 3 desa Napal Licin, Napal Melintang dan Pasenan. Untuk Desa Napal Licin perlu dikembangkan kegiatan
ekowisata ecotourism, yang meliputi wisata Goa Napal Licin, Wisata Arung Jeram, Home Stay di suasana Pedesaan serta kegiatan Out Bond, Pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Air Microhydro, Pengembangan Industri kerajinan. Untuk Desa Napal Melintang dan Desa Pasenan perlu dikembangkan Agroecotourism komoditas
perkebunan, Wisata Arung Jeram, Wisata Out Bond, Pengembangan Peternakan, Pembangunan Listrik Tenaga Air microhydro, Pengembangan Industri Air dalam
kemasan, Pengembangan Industri Kerajinan, Pengembangan Industri obat-obatan herbal.
6. Menegaskan kembali Zonasi Kawasan TNKS secara jelas dan meningkatkan
produktifitas Daerah Penyangga Buffer zone kawasan TNKS melalui bidang perkebunan komoditas tahunan sperti Karet, Kopi, Kakao, Aren, perikanan
pengembangan ikan air deras dalam kerambah di sungai dan peternakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas R. 2005. Mekanisme perencanaan partisipasi stakeholders Taman Nasional Gunung Rinjani disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Adimihardja L. 1999. Petani Merajut Tradisi di Era Globalisasi. Bandung: Humaniora Utama Press.
Adimihardja K, Hikmat H. 2004. Partisipatory Research Appraisal dalam pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Pr.
Adimihardja K. 2004. Sistem pengetahuan dan teknologi lokal: dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Bandung: Humaniora Utama Pr.
Adiprasetyo. 2009. Sikap masyarakat lokal terhadap konservasi dan taman nasional sebagai pendukung keputusan dalam pengelolaan Taman Nasional Kerinci Seblat
studi kasus di Kabupaten Kerinci dan Lebong, Indonesia. Jurnal Bumi Lestari 9 : 173-186.
Alikodra HS. 1987. Manfaat taman nasional bagi masyarakat disekitarnya. Bogor: Media Konservasi.
Alikodra HS. 1990. Konsep daerah penyangga Taman Nasional Baluran, suatu studi. Di dalam: Stephen V. Nash. Prosiding seminar nasional pengelolaan kawasan
penyangga. Jayapura 16 – 17 Oktober 1990: Dinas Kehutanan Propinsi Irian Jaya
dan WWF Irian Jaya. Alikodra HS, Syaukani HR. 2004. Bumi Makin Panas Banjir Makin Luas: Menyibak
Tragedi Kehancuran Hutan. Bandung: Nuansa. Alland AJR. 1975. Adaptation, Di dalam: Annual Review of Anthropology, Vol. 4 1975,
59-73. URL: http:links.jstor.orgsici?sici= 0084-6570
. Diakses tanggal 2 Juli 2006.
Agrawal A, Yadama GN. 1997. How do Local Institutions Mediate Market and Population Pressures on Resources? Forest Panchayats in Kumaon, India.
Development and Change 28: 435-465. Institute of Social Studies. Agrawal A. 1998. Indigenous and scientific knowledge: some critical comments, Jurnal
Antropologi Indonesia no 55-th.XXII 1998 hlm: 14-22 Agrawal A. 2005. Environmentaly: community, intimate, government, and the making of
environmental subjects in Komaon, India Current Anthropology, 46-161-90.