Pemberdayaan Masyarakat melalui peningkatan partisipasi

140 proses perencanaan dan sistem pengelolaan yang dapat meningkatkan sistem perlindungan sumberdaya alam dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan. Prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat kawasan TNKS harus sesuai dengan yang telah digariskan oleh Departemen Kehutanan 2004 adalah: 1 pelestarian lingkungan dan keanekaragaman sumber daya alam hayati dan ekosistemnya; 2 pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam rangka mendukung dan mempromosikan kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian yang berkaitan dengan konservasi keanekaragaman sumberdaya alam hayati serta pembangunan berkelanjutan; 3 pemanfaatan yang proporsional guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengacu kepada Kartasasmita 1996, Sumodiningrat 1996, Departemen Kehutanan RI menguraikan proses pemberdayaan masyarakat di kawasan konservasi melalui tiga strategi, sebagai berikut: 1 proses enabling, yaitu menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Pada tahap ini dilakukan pengembangan aspirasi dan partisipasi masyarakat, memotivasi dan membangkitkan kesadaran masyarakat. Dengan maksud memahami permasalahan dan potensi ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang perlu dikembangkan sesuai aspirasi dan partisipasi masyarakat; 2 proses empowering yaitu memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Upaya pokok pada tahap ini antara lain meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang ada pada masyarakat serta membuka kesempatan untuk memanfaatkan setiap peluang yang ada, mengembangkan kelembagaan masyarakat. Dengan maksud untuk mendorong peranserta masyarakat untuk memahami, merencanakan dan melaksanakan serta pemecahan permasalahannya dengan membangun kelembagaan yang mampu mendorong terselenggaranya pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi. Selain itu dilakukan pengembangan usaha ekonomi masyarakat, pendekatan lintas sektoral dan menerapkan teknologi ramah lingkungan; 3 proses protecting perlindungan, yaitu memberdayakan yang mengandung arti melindungi. Proses ini adalah untuk mencegah terjadinya kecenderungan persaingan yang tidak seimbang serta terjadinya eksploitasi bagi yang lemah oleh yang kuat. 141 Untuk menghindari semakin meluasnya kerusakan hutan TNKS perlu segera dilakukan upaya pelestarian hutan, diantaranya dengan meningkatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat terkait terutama masyarakat sekitar hutan. Hal ini dimaksudkan agar di satu pihak mereka dapat membangun kehidupan yang lebih baik, tetapi di pihak lain dapat melestarikan dan menggunakan sumberdaya alam berupa hutan secara berkelanjutan. Hasil konggres kehutanan Dunia VIII 1978 dengan tema Forest for people menghasilkan sebuah bingkai paradigma Social Forestry, yaitu konsep hutan untuk rakyat sehingga orientasi pembangunan kehutanan tidak lagi dititik beratkan pada penerimaan yang sebesar-besarnya bagi negara, melainkan juga sebagai sumber pendapatan masyarakat melalui perannya baik secara individu maupun dalam bentuk koperasi. Menurut UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, memelihara lingkungan hidup, mencegah kerusakan dan pencemarannya, dan berpartisipasi dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Partisipasi akan terlaksana jika orang diikutsertakan dalam perencanaan serta pelaksanaan dari segala sesuatu yang berpusat kepada kepentingannya dan juga ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangannya atau tingkat kewajibannya. Menurut John W. Newstrom dan Keith Davis, partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional seseorang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu. Dengan demikian, partisipasi memiliki tiga unsur penting, yakni: 1. Keterlibatan, yaitu keterlibatan mental, perasaan, dan fisik, 2. Kontribusi, yaitu kesediaan untuk memberi sumbangan kepada usaha yang akan dilakukan guna mencapai tujuan kelompok, 3. Tanggung jawab. Setidaknya ada tiga alasan penting melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan kelestarian Taman Nasionalhutan; pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program jika mereka dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan. Dan ketiga, mendorong partisipasi umum, karena anggapan bahwa 142 merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Partisipasi masyarakat dalam memelihara dan mengelola kelestarian hutan dapat dilakukan dengan melibatkan mereka dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pemeliharaan, serta pengembangan kelestarian hutan. Bentuk partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pengelolaan kelestarian hutan diantaranya: memberikan masukan, mengidentifikasi masalah, perumusan rencana-rencana, memberikan informasi, pengajuan keberatan terhadap rancangan, kerjasama dalam penelitian dan pengembangan juga bantuan tenaga ahli sehingga partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan dapat membantu pemikiran dan memberikan pertimbangan dalam bentuk teknis dan pengelolaan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian hutan. Dengan diterbitkannya PP No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan diharapkan mampu menjadi landasan dasar dan tolok ukur partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengelolaan hutan di Indonesia. Dinamika persoalan kehutanan di lapangan yang semakin kompleks dan saling berkaitan maka studi tentang Perencanaan Pengelolaan hutan harus semakin digiatkan, tenaga perencanaan di pusat dan daerah harus dibekali IPTEK di bidang perencanaan, sehingga perencanaan tidak hanya bersifat top down instruktif melainkan juga bottom up artikulatif. Kepentingan ekosistem dan sistem produktif seringkali berada pada kondisi trade off sehingga diperlukan kriteria sistem perencanaan yang benar dan tidak sekadar mekanistik. Mashab perencanaan historis by control dan by extrapolation yang bersifat stable untuk kondisi yang normal dan reaktif sudah harus mulai ditingkatkan dan dilengkapi by anticipation and by contingency dan bahkan by strategic. Sedangkan partisipasi masyarakat terhadap pemeliharaan hutan dilakukan dengan melibatkan mereka dalam kegiatan perlindungan dan konservasi. Konsep perlindungan hutan bersifat menjaga hutan dari gangguan, sementara konsep konservasi lebih bersifat pelestarian dan pengawetan alam. Perbedaan tekanan kegiatan meletakkan kegiatan perlindungan terpisah dengan konservasi. Tetapi 143 karena objeknya hampir sama yaitu kawasan hutan, tegakan dan hasil hutan maka dalam setiap pembahasan selalu terkait perlindugan dan konservasi.

5.3.2.8. Stakeholder

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat TNKS Wilayah Kabupaten Musi Rawas melibatkan banyak pihak seperti Pemerintah Pusat yang dalam hal ini adalah Balai TNKS, Pemerintah Daerah Pemkab Musi Rawas, LSM, Perguruan Tinggi peneliti, dan Masyarakat itu sendiri. Berdasarkan pembobotan bahwa stakeholder yang paling penting berperan dalam rangka Pemberdayaan Masyarakat TNKS wilayah Kabupaten Musi Rawas adalah Pemerintah Pusat, dengan skor sebesar 0,3256. Gambar 36. Prioritas Peran Stakeholder Dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat TNKS di Kawasan Kabupaten Musi Rawas Hal ini menunjukkan bahwa peran Pemerintah Pusat khususnya Balai TNKS, Kementrian Lingkungan Hidup, dan Kementrian Pertanian dan Kementrian Dalam Negeri, sangat menentukan dalam pencapaian proses Pemberdayaan Masyarakat TNKS, diikuti oleh Pemerintah Kabupaten Musi Rawas, sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka peran daerah dalam pmberdayaan masyarakat harus dikuatkan serta masyarakat itu sendiri, mereka harus berperan aktif dalam memberdayakan diri mereka sendiri. Prioritas peran stakeholder dalam rangka pemberdayaan masyarakat TNKS wilayah Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Gambar 36. Seiring dengan berkembangnya paradigma baru pengelolaan 144 kawasan Taman Nasional yang mengarah ke kolaborasi pengelolaan Collaborative management, maka pemberdayaan masyarakat kawasan Taman Nasional juga dapat dilaksanakan dengan mekanisme Collaborative Community Empowerment seperti pada Gambar 37. Gambar 37. Konsep Collaborative Community Empowerment Aspek konservasi hutan menjadi unsur penting dari pelestarian hutan berkaitan dengan peranannya untuk mengarahkan pengelolaan hutan pada penanggulangan erosi, pengaturan air, pemeliharaan keragaman hayati, kesinambungan siklus karbon dan estetika wisata alam. Secara operasional kegiatan konservasi meliputi upaya melindungi, mengawetkan dan memanfaatkan secara lestari. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah akan sangat kesulitan melaksanakan kegiatan konservasi hutan tanpa adanya partisipasi langsung dari masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan. Pengurangan luas dan kualitas hutan, tekanan defisit pemenuhan produksi kayu, pertumbuhan populasi, kebakaran hutan dan belum memadainya peraturan dan implementasinya. 1. Segmentasi pengelolaan sumberdaya hutan alam yang berakibat pada eksploitasi berlebihan, sementara konservasi dianggap sebagai beban. 2. Persepsi konservasi belum dimiliki oleh sebagian besar penentu kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan. 145 Saat ini banyak terjadi permasalahan di taman nasional yang disebabkan oleh ketidakcocokan antara pelaksanaan kegiatan dengan kondisi lingkungan. Ketidakcocokan antara lain disebabkan oleh perubahan fungsi hutan akibat mengabaikan prinsip keseimbangan lingkungan, perubahan lingkungan setelah terjadi kegiatan, perubahan sosial dan teknologi akibat kegiatan pengelolaan. Dengan demikian perlu dilakukan inovasi baru dalam perencanaan taman nasional dengan melakukannya secara partisipasif yang berlandaskan optimalisasi partisipasi stakeholder. Tidak dilibatkannya stakeholder dalam pengelolaan taman nasional merupakan penyebab kurang optimalnya pengelolaan taman nasional. Partisipasi masyarakat dan daerah diatur dalam UU no51990 dan UU no 231997. Pemerintah pusat tetap menjadi aktor utama penggerak dalam mengendalikan keputusan pengolahan SDA. Pada klausul partisipasi atau peran serta masyarakat selalu ditulis diikutsertakan, dibina, dan dikelola. Partisipasi masyarakat dilihat sebagai suatu kewajiban bukan sebagai suatu hak asasi manusia. Disini seringkali tamapk kekeliruan pemahaman terhadap peran serta masyarakat. Dalam UU no. 221999 menyatakan bahwa kewenangan konservasi pada tangan pusat. Munculnya konsep pembangunan partisipasif terjadi seiring dengan munculnya isu desentralisasi bottom up dengan penekanan kontekstual yang dikonsentrasikan pada strategi pembangunan yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologi dan sosial secara bersama sehingga dapat menunjang pencapaian pembangunan berkelanjutan. Beberapa alasan pentingnya dilakukan perencanaan partisipasif adalah: 1. Seringnya terjadi konflik kepentingan antar instansi, sehingga pengelolaan ti- dak bersifat saling sinergi. Masalah yang sering terjadi adalah konflik penggu- naan lahan dan SDA, perencanaan partisipasif penting untuk mengurangi kon- flik ini 2. Mencari dukungan lebih luas bagi peranan Taman Nasional dalam konteks pembangunan wilayah 3. Mendapatkan persetujuan bagi pengembangan pengelolaan Taman Nasional dalam paket tata ruang daerah dalam konteks regional. Pembangunan wilayah