Menurut IUCN 1994 kawasan dilindungi protected area didefinisikan sebagai suatu areal, baik darat dan laut yang secara khusus diperuntukkan bagi
perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati dan budaya yang terkait dengan sumberdaya alam tersebut, dan dikelola melalui upaya-upaya yang legal
atau upaya-upaya efektif lainnya. Untuk dapat menjabarkan definisi diatas maka IUCN 1994 mengelompokkan kawasan dilindungi terdiri atas 6 enam kategori
yaitu : 1 Strict Nature ReserveWilderness Area, yang meliputi : 1a = Strict Nature Reserve dan 1b = Wilderness Area; 2 National Park; 3 National
Monument; 4
Habitatspesies management
Area; 5
Protected landscapeSeascape; 6 Managed Resources protected Area. Selanjutnya pada
tahun 2004 IUCN mendefiniskan kembali tentang pengelolaan kawasan lindung seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Pergeseran Paradigma Pengelolaan Kawasan Lindung
Topik Paradigma lama
Paradigma baru Tujuan
Khusus untuk tujuan konservasi Untuk perlindungan hidupan liar yang
istimewa, Dikelola khusus untuk pengunjung
wisatawan Nilai utamanya : wild life protection
Mempunyai tujuan sosial dan ekonomi Juga untuk tujuan ilmiah melindungi wild life
dan nilai budaya Dikelola bersama masyarakat lokal
Also about restoration, rehabilitation socio- economic purposes
Pengelolaan Dilakukan oleh pemerintah pusat
Melibatkan berbagai pihak terkait Masyarakat
setempat Perencanaan dan pengelolaan tidak
mempedulikan opini pendapat masyarakat lokal
Dikelola bersama masyarakat lokal Mengakomodasi kepentingan masyarakat lokal
Cakupan pengelolaan
Dikembangkan secara terpisah Dikelola seperti pulau biologi
Direncanakan dan dikembangkan sebagai bagian dari sistem nasional, regional dan
internasional
Dikembangkan dalam bentuk „jaringan’ Protected Area Network
Persepsi Dipandang sebagai aset nasional milik
pemerintah untuk kepentingan nasional
Dipandang sebagai aset publik milik masyarakat dan untuk kepentingan
internasional Teknik
Pengelolaan Pengelolaan kawasan konservasi
sebagai respon jangka pendek Orientasi pengelolaan hanya
difokuskan pada orientasi teknis Pengelolaan diadaptasi menurut perspektif
jangka panjang Orientasi pengelolaan juga mempertimbangkan
aspek politik Pendanaan
Dibayarkan hanya dari pajak taxpayer → pemerintah
Dibiayai dari berbagai sumber keuangan pemerintah, swasta, masyarakat nasional -
internasionalt Kemampuan
manajemen Dikelola oleh ilmuwan dan para ahli
sumberdaya Pemimpin “ahli” Dikelola oleh multi-skilled individual
Dikembangkan dari kearifan lokal local knowledge
Sumber: IUCN 2004
2.3. Taman Nasional dan Pengelolaannya
Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang paling umum dan dikenal secara populer McKinnon 1993. Kebijakan pengelolaan
Taman Nasional ditujukan untuk melestarikan sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya, memenuhi fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, serta pemanfaatan secara lestari dan optimal IUCN 1994. Undang-
Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya mendefinisikan bahwa Taman Nasional adalah kawasan pelestarian
alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata,
dan rekreasi. Sejak Yellowstone ditetapkan sebagai Taman Nasional pertama di dunia pada
tahun 1872, dalam kurun waktu kurang dari 100 tahun, sudah ada lebih dari 2000 Taman Nasional yang ditetapkan di 136 negara Wiratno,et al.2004. IUCN 1969
menetapkan beberapa prinsip pokok Taman Nasional, sebagai berikut: 1 mempunyai areal yang cukup luas. Karenanya, Taman Nasional sering mencakup
beberapa ekosistem yang rata-rata merupakan kawasan hidupan liar wilderness, yaitu kawasan yang relatif belum terjamah manusia, baik yang berupa hutan
primer, hutan sekunder, semak belukar, padang rumput, pesisir pantai dan laut atau daerah pegunungan. Kawasan-kawasan yang relatif masih alami ini hendaknya
dapat dikelola secara baik agar kondisi alamnya tetap seperti sedia kala, sehingga satwa liar yang ada di dalamnya tetap dapat bertahan hidup dan mampu
berkembang biak dengan baik; 2 Taman Nasional harus mengandung isi yang istimewah, dimana jenis-jenis vegetasi dan binatangnya, habitat dan letak
geomorfologisnya serta keindahan alamnya masih dalam keadaan utuh; 3 terdapat sistem penjagaan dan perlindungan yang efektif, dimana satu atau beberapa
ekosistem secara fisik tidak berubah karena adanya ekploitasi dan permukiman manusia; 4 kebijakan dan manajemen dipegang oleh badan pemerintah pusat yang
mempunyai kompetensi sepenuhnya, yang harus segera mengambil langkah- langkah pencegahan atau meniadakan semua bentuk gangguan atau pengrusakan
terhadap ekosistem dan isi Taman Nasional; 5 kemungkinan pengembangan pariwisata, dimana para pengunjung diperkenankan memasuki Taman Nasional
dengan persyaratan-persyaratan khusus untuk kepentingan mencari inspirasi, pendidikan, kebudayaan dan rekreasi.
Kebijakan pengelolaan Taman Nasional ditujukan untuk melestarikan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelolaan Taman Nasional bertujuan
agar Taman Nasional dapat memenuhi fungsi sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, serta pemanfaatan secara lestari dan optimal IUCN,1994.
Wiratno, et al. 2004 mengusulkan agar pengelolaan Taman Nasional di Indonesia dilakukan dalam bentuk paket-paket pembangunan yang menyeluruh,
yang meliputi sekolah-sekolah, pusat kesehatan, sistem irigasi, sistem komunikasi dan penyuluhan pertanian yang lebih baik. Selain itu, karena Taman Nasional juga
memiliki kepentingan nasional, maka pemerintah pusat harus menyiapkan dana khusus untuk daerah-daerah di sekitar Taman Nasional. Dukungan ini
dimaksudkan sebagai kompensasi bagi masyarakat setempat karena hak-hak tradisional mereka berkurang dalam memanfaatkan sumber daya alam di dalam
kawasan yang kini menjadi Taman Nasional. Masyarakat setempat juga perlu diajak untuk menyadari bahwa dukungan
pembangunan di daerahnya merupakan bagian dari pembangunan Taman Nasional, yaitu manfaat langsung yang diterima daerah di dekat kawasan alami, yang oleh
pemerintah pusat dibuat sebagai zona untuk mengakomodasi kepentingan nonkonsumsi oleh masyarakat. Dilihat dari kedua definisi di atas, maka beberapa
kegiatan pengelolaan dimungkinkan untuk dilakukan pada Taman Nasional. Oleh karenanya diperlukan kehati-hatian karena beberapa kegiatan mempunyai peluang
eksploitatif seperti kegiatan pariwisata dan kegiatan budidaya. Pemanfaatan kawasan Taman Nasional sering menimbulkan konflik
peruntukan, sehingga diperlukan adanya sistem zonasi, yaitu pembagian kawasan Taman Nasional berdasarkan fungsi dan tujuan pengelolaannya. UU No 51990
telah membagi kawasan Taman Nasional menjadi beberapa zonasi yaitu: 1 zona inti adalah bagian dari kawasan Taman Nasional yang mutlak dilindungi dan tidak
diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia; 2 zona pemanfaatan adalah bagian dari Taman Nasional yang dijadikan sebagai pusat
rekreasi dan kunjungan wisata; 3 zona lain adalah zona di luar zona inti dan zona-zona pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona
tertentu seperti zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, zona rehabilitasi dan sebagainya.
Upaya pengembangan Taman Nasional harus disesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat yang bermukim disekitarnya Alikodra 1990. Syarat Taman
Nasional bebas dari okupasi manusia sulit diterapkan di Indonesia karena sebagian besar masyarakat adat dan masyarakat tradisional masih sangat mengandalkan
hidupnya pada sumber daya hutan, pesisir dan laut. Sebagian besar dari masyarakat masih tinggal menetap di dalam kawasan-kawasan yang ditetapkan sebagai Taman
Nasional. Taman Nasional harus mendapat perhatian, khususnya pada otonomi daerah
saat ini. Beberapa aspek pengelolaan yang masih sentralistik akan menjadi lebih baik jika menjadi otoritas yang lebih besar pada daerah. Pembenahan aspek-aspek
yang berhubungan dengan faktor sumberdaya manusia masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan kawasan Taman Nasional sangat
diperlukan. Oleh karena itu pemberdayaan dan partisipasi masyarakat yang baik dalam pengelolaan Taman Nasional yang ditunjang dengan sumberdaya manusia
yang handal harus dilakukan untuk menjawab tantangan ini.
2.4. Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Konservasi di Indonesia