Analisa Pusat Kegiatan Lokal Sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan Pembahasan

5.7 Analisa Pusat Kegiatan Lokal Sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan

Secara teoritis pusat kegiatan lokal pada suatu kawasan dianggap sebagai sebuah pengaruh yang dapat membentuk citra kawasan. Ada beberapa pusat kegiatan yang terdapat pada kawasan penelitian diantaranya kawasan penjualan makanan kuliner khas yaitu Rujak Kolam Sri Deli, kawasan penjual bunga, kawasan kuliner kaki lima, pedagang kaki lima, kawasan tukang jahit, kawasan Ramadhan Fair dan kawasan kegiatan wisata. Agar dapat lebih jelas lagi perhatikan Gambar 5.22. Gambar 5.22 Kawasan Pusat Kegiatan Lokal di Kawasan Penelitian Sumber: Hasil Analisa, 2014 Universitas Sumatera Utara Hasil wawancara kepada responden mengenai beberapa beberapa Kawasan Pusat Kegiatan Lokal yang memiliki potensi sebagai pembentuk citra yang ada pada kawasan penelitian antara lain: 15 responden mengatakan bahwa pusat kegiatan penjualan Rujak Kolam Sri Deli sebagai pembentuk citra kawasan, 10 responden mengatakan bahwa pusat kegiatan penjualan Bunga sebagai pembentuk citra kawasan, 20 responden mengatakan bahwa pusat kegiatan penjualan Kuliner sebagai pembentuk citra kawasan, 25 responden mengatakan bahwa pusat kegiatan pedagang kaki lima sebagai pembentuk citra kawasan, 9 responden mengatakan bahwa pusat kegiatan tukang jahit sebagai pembentuk citra kawasan, 9 responden mengatakan bahwa pusat kegiatan kesenian sebagai pembentuk citra kawasan dan 12 responden mengatakan bahwa pusat kegiatan pariwisata sebagai pembentuk citra kawasan. Agar dapat lebih jelas lagi perhatikan Gambar 5.23 dan Gambar 5.24. Gambar 5.23 Persentase Pusat Kegiatan pada Kawasan Penelitian yang berpotensi sebagai Pembentuk Citra Kawasan Sumber: Hasil Analisa, 2014 15 10 20 25 9 9 12 potensi kegiatan lokal yang baik Rujak Kolam Jual Beli Bunga Kuliner PKL Tukang jahit Universitas Sumatera Utara Gambar 5.24 Analisis Spatial Potensi Kegiatan Lokal yang Baik Sumber: Hasil Analisa, 2014 15 9 10 20 25 12 9 Universitas Sumatera Utara

5.8 Pembahasan

Genius loci terdiri dari ruang dan karakter yang berlapis-lapis dan saling berhubungan membentuk sebuah totalitas. Faktor-faktor ini tidak bisa dilepas satu persatu dan akan kehilangan maknanya jika hanya didekati dari aspek tertentu saja. Keadaan ini yang sering terjadi pada pembentukan citra kawasan dimana pendekatan terhadap satu aspek saja tanpa memikirkan kesatuannya dalam totalitas tadi dapat mengaburkan makna ruang kota yang beridentitas. Agar dapat lebih jelas lagi perhatikan Tabel 5.2 berikut ini. Tabel 5.2 Obyek yang berpotensi unggulan sebagai pembentuk citra kawasan Potensi Obyek Peruntukan tata guna lahan Bentuk massa bangunan Sirkulasip arkir Pedestrian signage Kegiatan lokal Ruang terbuka Istana Maimoon Masjid raya Kolam Sri Deli Mall Hotel PDAM Sekolah Penjahit Rumah Sakit Sumber: Hasil Analisa, 2014 Universitas Sumatera Utara Dari hasil penalaran pelapisan potensi masing masing obyek tersebut diatas dalam pembentukan citra kota terlihat bahwa masjid raya mempunyai potensi yang lengkap sebagai pembentuk citra kawasan. Sementara Istana Maimoon dan Kolam Sri Deli juga cukup potensial namun masih memerlukan dukungan peningkatan potensi dalam hal pengadaan sistem sirkulasi dan perparkiran. Untuk kawasan mall perlu peningkatan fasilitas pedestrian dan penataan signage yang teratur guna peningkatan potensi sebagai panambah citra kawasan. Sementara kawasan pendidikan tidak cukup kuat sebagai suatu potensi pembentuk citra kawasan dengan menampilkan hanya potensi bentuk bangunanmassa bangunan. Pembahasan berikut adalah interpretasi dan penalaran hasil kajian yang disandingkan terhadap peraturan tata bangunan dan lingkungan di kawasan penelitian dan RDTRK kawasan Medan Maimoon dan Medan Kota. Sejalan dengan tujuan akhir dari penelitian ini, dimana genius loci dan citra kawasan dari Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon diharapkan dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat suatu guideline pengembangan kawasan, maka dibawah ini disampaikan beberapa pemikiran yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon kedepannya. Berkaitan dengan tata guna lahan, maka rencana penggunaan lahan ini bertujuan untuk memberi ketegasan optimalisasi ruang wilayahnya, disusun untuk menyiapkan dan mengantisipasi perkembangan Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon dimasa mendatang serta perwujudan ruang dalam pelaksanaan program dan Universitas Sumatera Utara pengendalian pembangunan wilayah, sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam tata guna lahannya. Sejalan dengan itu diharapkan pada rencana penggunaan lahan yang terdapat di wilayah perencanaan diharapkan mampu mengakomodir beberapa rencana pengembangan antara lain: 1. PermukimanPerumahan. Kawasan perumahan atau permukiman di kawasan penelitian termasuk dalam katagori perumahan kepadatan tinggi. Hampir seluruh blok peruntukan termasuk dalam katagori ini karena kepadatan bangunannya sudah sangat tinggi. Blok peruntukan yang bukan perumahan kepadatan tinggi adalah blok dengan fungsi utama kegiatan perdagangan dan jasa. Pemahaman rumah toko yang ambigu rumah sebagai fungsi suatu hunian dan toko sebagai fungsi komersial menjadikan penataan tata guna lahan kawasan ini memerlukan kearifan khusus terutama pengaturan sempadan, fungsi peruntukan dan fasilitas parkir yang disyaratkan atas blok tersebut. 2. Penggunaan Lahan Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial. Penyebaran fasilitas seperti fasilitas umum perkantoran seperti kantor Lurah, Kantor Camat, kantor pemerintahan dan kantor swasta dan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang tidak teratur atas dasar penetapan peruntukan campuran sebagaimana ditetapkan pada kawasan ini menjadikan kerumitan dalam pengawasan dan pengendalian pembangunan. Universitas Sumatera Utara 3. Penggunaan Lahan Perdagangan dan Jasa. Kawasan perdagangan dan jasa yang terbentuk saat ini demikian pesat pembangunannya sehingga memerlukan guide lines khusus terutama ketika terjadi perubahan fungsi peruntukan dari peruntukan hunian menjadi peruntukan komersial. Hal ini demikian penting mengingat prasyarat pendukung misalnya jumlah parkir, ruang terbuka hijau dan aturan sempadan bangunan demikian berbeda antara kedua fungsi peruntukan tersebut. 4. Kawasan Perlindungan Setempat. Kawasan seperti sempadan sungai, termasuk sungai-sungai kecil atau tali airparit, dan sempadan rel kereta api. Sempadan sungai terdiri atas sungai-sungai yangmelewati Kecamatan Medan Maimun khususnya Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon seperti Sungai Deli. Sempadan sungai dan parit yang ada memerlukan penanganan mengingat peruntukan sekarang dimanfaatkan oleh hunian tepi sungai membentuk kawasan kumuh yang berpotensi merusak wajah kota. Adapun bantaran rel kereta api dengan karakter path yang kuat memerlukan penguatan law enforcement sehingga tidak dijadikan lahan hunian bagi pemukiman kumuh. 5. Kawasan Cagar Budaya. Kawasan cagar budaya di Kecamatan Medan Maimun adalah bangunan Istana Maimun yang merupakan peninggalan Kerajaan Sultan Deli dan bangunan Mesjid Raya yang ditetapkan sebagai node dan landmark dari Kawasan Mesjid Universitas Sumatera Utara Raya dan Kawasan Istana Maimoon. Kawasan ini selayaknya memeperoleh penguatan mengingat perubahan fisik arsitektur sekitar yang cenderung menenggelamkan ketinggian landmark dan karakter distrik cagar budaya tersebut. 6. Ruang Terbuka Hijau. Penggunaan lahan untuk ruang terbuka hijau di Kecamatan Medan Maimun terutama pada Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon terdiri dari beberapa jenis RTH seperti Taman Kota, tempat pemakaman umum TPU, fasilitas olahraga. Lahan terbuka demikian hendaknya tidak dimaknai sebagai sekedar lahan yang tidak terbangun namun dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lokal mengembangkan identitas kegiatan sebagai bagian dari potensi pembentuk citra kawasan sebagai distrik dan landmark horisontal. Selanjutnya usulan pengembangan Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon yang berkaitan dengan Elemen Perancangan Kota dalam usaha untuk mempertahankan Citra Kawasan Mesjid Raya dan Istana Maimoon, dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Kepadatan Bangunan Arahan kepadatan bangunan diidentifikasikan dari Koefisien Dasar Bangunan KDB pada masing-masing blok peruntukan pemanfaatan ruang. Prinsip yang digunakan dalam menetapkan kepadatan bangunan adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Kepadatan bangunan perlu memperhatikan ruang kota yang tercipta akibat adanya bangunan-bangunan. 2. Pemanfaatan ruang dengan fungsi yang berbeda akan menghasilkan kepadatan bangunan yang berbeda. 3. Kawasan perumahan yang dibangun dengan kepadatan bangunan yang rendah, dimaksudkan untuk mengurangi resiko polusi sumber-sumber air alami, mengurangi resiko gangguan dan bahaya kesehatan, serta memperbesar daya serap tanah terhadap air permukaan. 4. Kepadatan bangunan diatur untuk suasana asri dan alamiah dengan menciptakan ketenangan, kenyamanan dan kesehatan. b. Ketinggian Bangunan Arahan yang berkaitan dengan Koefisien Lantai Bangunan yang dihitung berdasar rasio perbandingan luas lahan terbangun dengan luas unit secara keseluruhan. Atas dasar kondisi penelitian dan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka hasil analisa kesesuaian untuk Koefisien Lantai Bangunan tersebut sebagai berikut: 1. Blok peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah adalah blok dengan bangunan bertingkat maksimum dua lantai KLB maksimum = 2 x KDB dengan tinggi puncak bangunan maksimum 12 m dari lantai dasar; yaitu tepat untuk kawasan permukiman kepadatan rendah dan menengah dan fasilitas umum yang tersebar hampir diseluruh kawasan; Universitas Sumatera Utara 2. Blok peruntukan ketinggian bangunan rendah adalah blok dengan bangunan bertingkat maksimum 4 lantai KLB maksimum = 4 x KDB dengan tinggi puncak bangunan maksimum 20 m dan minimum 12 m dari lantai dasar; kami nilai hal ini masih dapat diterapkan di koridor jalan kolektor serta di pemukiman. 3. Blok peruntukan ketinggian bangunan sedang adalah blok dengan bangunan bertingkat maksimum 8 lantai KLB maksimum = 8 x KDB dengan tinggi puncak bangunan maksimum 40 m dari lantai dasar; kami nilai hal ini masih dapat diterapkan di koridor jalan arteri serta di fasilitas umum. 4. Blok peruntukan ketinggian bangunan sangat tinggi adalah blok dengan bangunan bertingkat minimum 20 lantai KLB maksimum = 20 x KDB dengan tinggi puncak bangunan minimum 80 m dari lantai dasar. c. Arahan Garis Sempadan Garis Sempadan Bangunan GSB adalah jarak yang dipersyaratkan untuk pengembangan bangunan dihitung antara dinding muka bangunan utama dengan batas perkerasan terdekat. Garis sempadan dimaksudkan untuk fungsi pengawasan jalan dan kenyamanan lalu-lintas serta keindahan estetika lingkungan kota. Garis sempadan yang akan diatur bersifat umum dan berlaku pada pengembangan bangunan baru, sedangkan kondisi yang telah terjadi dapat dipertahankan sebelum ada pelaksanaan pelebaran jalan. Universitas Sumatera Utara 1. Sempadan Muka Bangunan Garis sempadan muka bangunan seringkali diartikan sebagai garis maya dengan fungsi Garis Jarak antara as jalan dengan bangunan maupun dengan pagar halaman, dan jaringan bangunan dengan batas persil. Tetapi pada ketentuan di Kota Medan garis sempadan dihitung dari batas persil atau batas tanah diluar rencana pelebaran jalan ke dinding terluar bangunan utama. Standar umum yang digunakan untuk GSB muka bangunan adalah GSB = 12 n +1  n = Lebar Damija. Dalam ketentuan penyusunan RDTR berbagai garis sempadan harus dirinci sampai dengan blok peruntukan untuk tiap penggal jalan. Adapun analisa yang digunakan untuk menentukan lebar garis sempadan adalah berdasarkan beberapa pendekatan antara lain aspek teoritis dan historis. 2. Sempadan Samping dan Belakang Bangunan Garis sempadan samping dan belakang bangunan untuk Kawasan Perkotaan di Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon diatur dengan ketentuan: a. Pada peruntukan perumahan tunggal diterapkan garis sempadan samping kedua sisi minimal selebar 2 meter dengan pertimbangan akses masuk dan cucuran atap serta sempadan belakang minimal 1,5 meter. b. Pada peruntukan perumahan kopel diterapkan garis sempadan samping salah satu sisi minimal selebar 1,5 meter dengan pertimbangan akses udara dan penyinaran masuk dan cucuran atap serta sempadan belakang minimal 2 meter. Universitas Sumatera Utara c. Pada peruntukan perumahan deret tidak diterapkan garis sempadan samping pada kedua sisi atau GSB 0 meter, sedangkan sempadan belakang minimal 1,5 meter. d. Untuk peruntukan perdagangan non ruko diterapkan ketentuan untuk bangunan tunggal. e. Untuk peruntukan perdagangan berbentuk ruko tanpa GSB samping, sedangkan GSB Belakang digantikan dengan ketentuan rencana gang kebakaran selebar 3 meter. f. Pada peruntukan lain seperti bangunan umum diterapkan garis sempadan samping kedua sisi minimal selebar 2 meter untuk pencahayaan dan udara serta sempadan belakang minimal 2 meter. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULANDANREKOMENDASI