Kajian Pengaruh Elemen Perancangan Kota Terhadap Pembentukan Citra Kawasan Mesjid Raya Dan Istana Maimoon

(1)

KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA

TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN

MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON

TESIS

OLEH

DANIEL ABDI SAMPE HAMONANGAN ARITONANG 117020011/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA

TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN

MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH :

DANIEL ABDI SAMPE HAMONANGAN ARITONANG 117020011/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERNYATAAN

KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA

TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN

MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar magister di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 10 Februari 2014

DANIEL ABDI SAMPE HAMONANGAN ARITONANG


(4)

Judul Tesis : KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON

Nama Mahasiswa : DANIEL ABDI SAMPE HAMONANGAN ARITONANG

Nomor Pokok : 117020011

Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR

Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD) (Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)


(5)

Telah diuji pada

Medan, 10 Februari 2014

____________________________________________________________________

Ketua Komisi Penguji : Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT

2. Dr. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc

3. Dr. Achmad Delianur, ST, MT, IAI 4. Ir. Rudolf Sitorus, MLA


(6)

ABSTRAK

Segala kegiatan kehidupan pada kawasan kota cenderung membentuk suatu sifat kawasan, sedangkan sifat kawasan yang spesifik, cenderung membentuk suatu ciri khas suatu kawasan, ciri khas kawasan tersebut menjadi suatu identitas kawasan. Suatu kawasan kota dapat dengan mudah dipahami citranya, bila kawasan kota tersebut mempunyai sifat kawasan, karena karakter kawasan kota diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada.

Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon selain sebagai salah satu Kawasan bersejarah di Kota Medan menjadi salah satu segmen penting dalam perkembangan Kota Medan, Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon yang lebih di kenal sebagai Segmen Maimoon dalam sejarah perkembangan Kota Medan termasuk salah satu kawasan yang memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal ini menyebabkan bangunan dan kawasan tersebut cenderung berubah secara fisik menjadi bangunan/kawasan yang lebih bernilai ekonomis jangka pendek.

Penelitian ini untuk mencari potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk mengembalikan citra kawasan yang mempunyai karakter dan identitas Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon.


(7)

ABSTRACT

Every life activity in a city area tends to from the nature of that area, while the specific nature of that area tends to from a spesific characteristics of that area, and the spesific characteristics of that area becomes a regional identity. The image of a city area can be easily understood if that area has its specific characteristics because the characters of a city area are needed to understand the identity of the city in accordance with its exiting potentials.

Mesjid Raya and Istana Maimoon area is not only and historic district but also an important segment in the development of the City of Medan. Mesjid Raya and Istana Maimoon area which is better known as Maimoon Segment in the history of the development of the City of Medan belongs to one of the areas with very rapid growth. This condition has made this area and the buildings in it tend to change phisycally into the area with a more short-term economic value.

The purpose of this study was to find out the potencial elements of urban design to be used to from the image of Mesjid Raya and Istana Maimoon area. The result of this study is expected to be able to become a guide to restore the image of the area containing the character and identity of Mesjid Raya and Istana Maimoon. Keywords: Potential,Urban Design Element,Image of an Area


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih hanya oleh berkat dan kasih-Nya tesis yang berjudul KAJIAN PENGARUH ELEMEN PERANCANGAN KOTA TERHADAP PEMBENTUKAN CITRA KAWASAN MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON dapat terselesaikan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Arsitektur pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Tesis ini berisi hasil penelitian untuk mengkaji potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra kawasan Mesjid Raya dan Istana Maimoon.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Julaihi Wahid, B.Arch, M.Arch, PhD dan Bapak Ir. Dwi Lindarto Hadinugroho, MT selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc, Bapak Dr. Achmad Delianur, ST, MT, IAI, dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA sebagai pembanding atau penguji yang memberi masukan dan kritik yang begitu berharga dalam proses penulisan tesis ini.

Penulis juga membeikan penghargaan khusus kepada bapak dan ibu dosen Program Studi Magister Teknik Arsitektur yang telah menuntun dan membimbing dalam masa perkuliahan, terutama kepada Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc


(9)

selaku Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur dan saudari Novi yang banyak membantu dalam administrasi.

Akhir kata penulis mempersembahkan tesis ini kepada ibu tersayang Rusmina Marpaung, istri tercinta Julita Adelayda Manihuruk, ketiga anak kami Rachel Alexandria Aritonang, Bertha Laura Aritonang dan Mikha Doli Aritonang, kakak dan adik atas dukungan yang diberikan selama penulis melaksanakan studi, juga rekan-rekan mahasiswa MPK 2011 yang telah memberikan dorongan moral dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk ini penulis mengharapkan saran-saran dan tanggapan yang bersifat membangun untuk perbaikan tesis ini.

Medan, Februari 2014


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 30 Agustus 1973 di Medan, Sumatera Utara, dari pasangan Drs. Paras Aritonang dan Rusmina Marpaung, anak ke 3 dari 5 bersaudara. Telah menikah pada tahun 2003 dengan Julita Adelayda Manihuruk dan dikaruniai tiga orang anak, 2 orang putri Rachel Alexandria Aritonang dan Bertha Laura Aritonang serta 1 orang putra yaitu Mikha Doli Aritonang.

Penulis menjalani masa sekolah dasar di SD Immanuel Medan dan lulus tahun 1986. Setelah itu, penulis menyelesaikan masa sekolah menengah pertama di SMP Immanuel Medan pada tahun 1989 dan sekolah menengah atas di SMA Immanuel Medan tahun 1992. Selanjutnya menyelesaikan kuliah di Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara sejak tahun 1993 sampai tahun 1999.

Sejak tahun 2005 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kota Medan pada Dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………. ABTRACT... i ii KATA PENGANTAR………... RIWAYAT HIDUP……… DAFTAR ISI……….. DAFTAR TABEL……….. DAFTAR GAMBAR……….. iii v vi x xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 PerumusanMasalah ... 4

1.3 Maksud, Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

1.3.1 Maksud Penelitian... 1.3.2 Tujuan Penelitian... 4 4 1.3.3 Manfaat Penelitian... 5

1.4 Lingkup Penelitian ... 5

1.5 Keaslian Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian……….. 1.7 Sistematika Pembahasan ... 10 11 BAB II KAJIAN TEORI... 13


(12)

2.1.1 Tempat (Place) ... 2.1.2 Norberg Schulz (1980) sebuah tempat... 2.1.3 Orientasi Dan Identifikasi...

16 18 21

2.2 Citra Kota; Kevin Lynch, 1960... 24

2.3 Pemetaan Kognitif ; David Stea ,1974... 28

2.4 Kadar Image/ Citra... 30

2.5 Citra Kota ... 33

2.6 Peranan Citra Kota bagi Kota Baru ... 38

2.7 Aspek-aspek yang Dipertimbangkan dalam Mengidentifikasi Citra Kota Baru Berdasarkan Persepsi Masyarakat ... 39

2.8 Dasar-dasar Perancangan Kawasan ... 41

2.8.1 Pendekatan dasar rancang kota ... 2.8.2 Pemahaman kawasan kota ... 42 43 2.9 Elemen Perancangan Kota ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 60 3.1 Jenis Penelitian... 60

3.2 Variabel Penelitian... 3.3 Populasi Sampel……… 3.4 Metode Pengumpulan Data………... 3.5 Kawasan Penelitian………... 3.6 Metode Analisis Data………..…... 62 63 65 68 70 BAB IV GAMBARAN UMUM KAWASAN MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON MEDAN……….. 72


(13)

4.1 Latar Belakang Sejarah Kawasan Mesjid Raya Dan Istana Maimoon Medan... 72

4.2 Rona Fisik Dasar Kecamatan Medan Maimoon Dan

Medan Kota... 77 4.2.1 Kecamatan Medan Maimoon...

4.2.1.1Batas Administrasi dan geografis

Kecamatan Medan Maimoon ... 4.2.1.2 Karakteristik kependudukan Kecamatan

Medan Maimoon... 4.2.1.3 Jaringan Jalan dan Penggunaan Lahan

Kecamatan Medan Maimoon... 4.2.2 Kecamatan Medan Kota...

4.2.2.1 Batas administrasi Dan geografis

Kecamatan Medan Maimoon... 4.2.2.2 Penggunaan lahan Kecamatan Medan Kota

77 77 78 80 83 83 85 4.3 Karakeristik Kawasan Penelitian ... 86

4.2.2 Penggunaan lahan kawasan Mesjid Raya dan

kawasan Istana Maimoon ... 86

4.2.3 Fungsi Bangunan Kawasan Mesjid Raya dan

Kawasan Istana Maimoon ... 87

4.2.4 Sirkulasi dan Parkir Kawasan Mesjid Raya dan

Kawasan Istana Maimoon ... 98

BAB V KAJIAN ELEMEN PERANCANGAN KOTA SEBAGAI

PEMBENTUK CITRA KAWASAN MESJID RAYA DAN ISTANA MAIMOON... 101

5.1 Sifat-sifat Karakter Pembentuk Citra Kawasan ...

5.2 Analisa Land Use Sebagai Potensi Pembentuk Citra

Kawasan... 101

106

5.3 Analisa Bentuk dan Masa Bangunan Sebagai Potensi

Pembentuk Citra Kawasan ... 5.3.1 Ketinggian Bangunan/Skyline masa bangunan... 5.3.2 Material, tekstur dan warna...

110 112 122


(14)

5.4. Analisa Sirkulasi dan Parkir Area sebagai Potensi

Pembentuk Citra Kawasan... 125

5.5. Analisa Pedestrian sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan... 130

5.6. Analisa Open Space sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan... 5.7. Analisa Kegiatan Lokal sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan... 134 140 5.8. Pembahasan... 143

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 152

6.1. Kesimpulan ... 152

6.2. Rekomendasi ... 155 157


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Variabel – variable yang Mempengaruhi Pembentukan

Citra Kawasan...

62

4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan Medan

Maimoon Tahun 2012...

78

4.3 Kelurahan di Kecamatan Medan Kota Menurut Luas

Dan Persentase Terhadap Luas Kecamatan...

83

4.4 Jumlah Penduduk di Kecamatan Medan Kota per

Kelurahan Tahun 2008...

85

4.5 Fungsi Bangunan dan Aktivitas pada Tiap Segmen di

Kawasan Mesjid Raya...

89

4.6 Fungsi Bangunan dan Aktivitas Pada Tiap Segmen Di

Kawasan Istana Maimoon...

93

5.1 Sifat – sifat Pembentuk Elemen Citra Kawasan... 105

5.2 Obyek yang Berpotensi Unggulan Sebagai Pembentuk

Citra Kawasan...


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 1.2

Lokasi Penelitian... Kerangka Pikir Penelitian...

9 10

2.1 Model Pemahaman Kawasan Kota... 44

3.1 Foto Udara Kawasan Penelitian Istana Maimoon dan Masjid Raya Medan... 69

4.1 Istana Maimoon... 75

4.2 Mesjid Raya Al- Mashun... 76

4.3 Situasi Istana Maimoon Terhadap Lingkungannya... 77

4.4 Administrasi Wilayah Kecamatan Medan Maimoon... 79

4.5 Kondisi Jalan Kawasan Istana Maimoon... 80

4.6 Jaringan Jalan Kecamatan Medan Maimun... 81 4.7

4.8 4.9 4.10 4.11

Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Kecamatan Maimun... Peta Batas Administrasi Kecamatan Medan Kota... Penggunaan Lahan Kawasan Mesjid Raya... Kondisi dan Fungsi Bangunan Kawasan Mesjid Raya... Peta Fungsi Bangunan Kawasan Mesjid Raya...

82 84 87 88 97


(17)

4.12

4.13

Area Parkir Jalan Brigjen. Katamso yang Ada di Kawasan Mesjid Raya... ... Peta sirkulasi dan Parkir Liar di Kawasan Mesjid Raya...

99 100 5.1 Land Use di Kawasan Penelitian... 107 5.2 Land Use sebagai Potensi Pembentuk Citra Kawasan di Kawasan

Penelitian... 108 5.3

5.4

Persentase Peruntukan Kawasan... Analisis Spatial Potensi Peruntukan yang Baik...

109 109

5.5 Gambar Bangunan – bangunan yang Masih Memiliki Nilai - nilai

Estetika dengan Mesjid Raya, Istana Maimoon dan Kolam Deli... 111

5.6 Kondisi Skyline Masa Bangunan Kawasan Penelitian Jalan

Sisingamangaraja... 113 5.7 Persentase Material, Tekstur dan Warna... 123

5.8 Gambar Bangunan yang Memberikan Pengaruh Material,

Tekstur dan Warna pada Kawasan Penelitian... 124 5.9 Kondisi Parkir Area di Kawasan Penelitian... 127

5.10 Bangunan pada Kawasan Penelitian yang Memiliki Intensitas

Cukup Tinggi... 127

5.11 Persentase Kondisi Perparkiran yang Baik pada Kawasan


(18)

5.12 Analisis Spatial Kondisi Perparkiran yang Baik... 129 5.13 Kondisi Pedestrian di Kawasan Penelitian... 130

5.14 Kondisi Beberapa Pedestrian yang Baik pada Kawasan Penelitian 131

5.15 Persentase Kondisi Pedestrian yang Baik pada Kawasan

Penelitian... 132 5.16 Analisis Spatial Kondisi Pedestrian yang Baik... 133 5.17 Open Space di Kawasan Penelitian... 135

5.18 Persentase Kondisi Ruang Terbuka yang Baik pada Kawasan

Penelitian... 136 5.19 Analisis Spatial Potensi Ruang Terbuka yang Baik... 137

5.20 Persentase Kondisi Signage yang Baik pada Kawasan Penelitian.. 138

5.21 Analisis Spatial Kondisi Signage... 139

5.22 Kawasan Pusat Kegiatan Lokal di Kawasan Penelitian... 140

5.23 Persentase Pusat Kegiatan pada Kawasan Penelitian yang

Berpotensi sebagai Pembentuk Citra Kawasan...

141


(19)

ABSTRAK

Segala kegiatan kehidupan pada kawasan kota cenderung membentuk suatu sifat kawasan, sedangkan sifat kawasan yang spesifik, cenderung membentuk suatu ciri khas suatu kawasan, ciri khas kawasan tersebut menjadi suatu identitas kawasan. Suatu kawasan kota dapat dengan mudah dipahami citranya, bila kawasan kota tersebut mempunyai sifat kawasan, karena karakter kawasan kota diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada.

Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon selain sebagai salah satu Kawasan bersejarah di Kota Medan menjadi salah satu segmen penting dalam perkembangan Kota Medan, Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon yang lebih di kenal sebagai Segmen Maimoon dalam sejarah perkembangan Kota Medan termasuk salah satu kawasan yang memiliki perkembangan yang sangat pesat. Hal ini menyebabkan bangunan dan kawasan tersebut cenderung berubah secara fisik menjadi bangunan/kawasan yang lebih bernilai ekonomis jangka pendek.

Penelitian ini untuk mencari potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman untuk mengembalikan citra kawasan yang mempunyai karakter dan identitas Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon.


(20)

ABSTRACT

Every life activity in a city area tends to from the nature of that area, while the specific nature of that area tends to from a spesific characteristics of that area, and the spesific characteristics of that area becomes a regional identity. The image of a city area can be easily understood if that area has its specific characteristics because the characters of a city area are needed to understand the identity of the city in accordance with its exiting potentials.

Mesjid Raya and Istana Maimoon area is not only and historic district but also an important segment in the development of the City of Medan. Mesjid Raya and Istana Maimoon area which is better known as Maimoon Segment in the history of the development of the City of Medan belongs to one of the areas with very rapid growth. This condition has made this area and the buildings in it tend to change phisycally into the area with a more short-term economic value.

The purpose of this study was to find out the potencial elements of urban design to be used to from the image of Mesjid Raya and Istana Maimoon area. The result of this study is expected to be able to become a guide to restore the image of the area containing the character and identity of Mesjid Raya and Istana Maimoon. Keywords: Potential,Urban Design Element,Image of an Area


(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perjalanan sejarah, kota mengentalkan fungsinya sebagai pusat peradaban, pusat budaya, pusat pengambilan keputusan, akumulasi kegiatan ekonomi (barang dan jasa) dan tempat konsentrasi beragam manusia, wadah berseminya nilai-nilai kehidupan bangsa yang tinggi yang merupakan jendela budaya bangsa dan sebagainya. Kota kini selain berfungsi untuk kehidupan dan penghidupan dari warganya juga harus mampu mendukung kepentingan fungsi global dan regional dan saling tergantung dengan kota lain, serta melayani wilayah sekitarnya.

Perkembangan kota di Indonesia diawali oleh kota-kota kerajaan, kota pedalaman yang agraris, atau kota-kota pantai. Peran dan fungsi tersebut menarik berbagai suku lain untuk tinggal sementara atau menetap. Kelompok-kelompok suku ini membentuk lingkunganya masing-masing secara terpisah. Dari kondisi inilah kota berkembang berikut lingkungannya, termasuk di dalamnya pola ruang kota sebagai wujud budaya material masyarakat pendukungnya.

Segala kegiatan kehidupan pada kawasan kota cenderung membentuk suatu sifat kawasan, sedangkan sifat kawasan yang spesifik, cenderung membentuk suatu ciri khas suatu kawasan, ciri khas kawasan tersebut menjadi suatu identitas kawasan.


(22)

Suatu kawasan kota dapat dengan mudah dipahami citranya, bila kawasan kota tersebut mempunyai sifat kawasan, karena karakter kawasan kota diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas kota, sesuai dengan potensi yang ada. Dalam hal ini, sifat kawasan merupakan perwujudan watak, baik secara fisik maupun non fisik yang memberikan suatu citra dan identitas kawasan kota (Lynch, 1960). Identitas dan penampilan fisik kawasan yang menarik serta didukung oleh penampilan lingkungan sekitarnya, dapat membedakan identitas yang kuat bagi suatu kawasan kota, yang dapat membedakannya dengan kawasan yang lain.

Citra suatu kawasan merupakan hasil proses dua arah antara pengamat dengan lingkungannya. Lingkungan memberi kesan perbedaan dan keterhubungan, sedangkan pengamat dengan kemampuan adaptasi yang besar serta dalam sudut pandangnya sendiri menyeleksi, mengorganisasi dan memberi dengan pemahaman dari apa yang dia lihat. Persepsi pengamat terhadap apa yang mereka lihat pada kenyataannya berbeda-beda, antara pengamat yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, pengalaman yang dialaminya, suasana batin, waktu dimana saat mengamati, sudut pengamatan dan sebagainya.

Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon selain sebagai salah satu Kawasan bersejarah di Kota Medan menjadi salah satu segmen penting dalam perkembangan Kota Medan, Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon yang lebih di kenal sebagai Segmen Maimoon dalam sejarah perkembangan Kota Medan termasuk salah satu kawasan yang memiliki perkembangan yang sangat pesat.


(23)

Salah satu koridor yang ada di Segmen Maimoon antara lain sepanjang koridor jalan Sisingamangaraja, dimana pada lokasi ini terlihat pertokoan yang menghuni kawasan dan pusat-puat perbelanjaan juga menjadi tempat yang kerap didatangi oleh para pengunjung kawasan ini selain menikmati megahnya bangunan Mesjid Raya.

Permasalahan yang muncul adalah kondisi bangunan dan kawasan bersejarah baik secara kuantitas maupun kualitas semakin menurun ditinjau dari segi arsitektur, segi konstruksi serta segi fungsi bangunan, dimana bangunan dan kawasan tersebut cenderung berubah secara fisik menjadi bangunan/kawasan yang lebih bernilai ekonomis jangka pendek. Nilai lahan yang semakin tinggi sementara nilai bangunan/kawasan bersejarah yang semakin turun akibat penyusutan nilai ekonomis menyebabkan desakan tersebut semakin besar.

Ditinjau dari sudut jangka pendek hanya akan menguntungkan bagi kelompok tertentu saja. Sebenarnya, dari sudut pandang lain dan telah diakui oleh berbagai belahan dunia bahwa bangunan dan kawasan bersejarah yang dilindungi di suatu kota akan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi dalam jangka panjang maupun pendek, baik bagi segi nilai ekonomi kawasan dan lingkungan maupun nilai ekonomi dari kegiatan pariwisata jika ada kebijakan pembangunan yang mendukung dalam pelestarian bangunan dan kawasan bangunan bersejarah ini. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini diperlukan bagi Pemerintah Daerah sebagai masukan dan rekomendasi bagi penataan kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon.


(24)

1.2 Perumusan Masalah

Elemen citra kawasan istana maimoon mengalami penurunan kualitas, selanjutnya menimbulkan pertanyaan antara lain elemen perencanaan kota yang bagaimanakah yang berpotensi sebagai penguat citra kawasan sehingga dapat berpengaruh terhadap pembentukan citra kawasan pada Segmen Kawasan Mesjid Raya dan Istana Maimoon.

1.3 Maksud, Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Maksud penelitian

“Kajian pengaruh elemen perancangan kota terhadap pembentukan citra kawasan Mesjid Raya dan kawasan Istana Maimoon” ini dimaksud: mengungkap potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra kawasan Istana Maimoon dan Mesjid Raya.

1.3.2. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengkaji dan Menentukan elemen-elemen pembentuk citra suatu kawasan

terutama pada Kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon.

b. Mengkaji potensi elemen Perancangan Kota sebagai pembentuk citra


(25)

1.3.3. Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah:

a. Untuk memberikan pedoman dan umpan balik bagi perencana, perancang,

dan pengambil keputusan terhadap pengembangan kawasan Segmen Maimoon terutama pada kawasan Mesjid Raya dan Kawasan Istana Maimoon berdasarkan potensi pembentuk citra kota.

b. Merupakan sumbangan pemikiran penelitian bagi konsep perencanaan

bagi pembangunan kota Medan terutama pada kawasan yang memiliki nilai sejarah.

1.4 Lingkup Penelitian

Adapun lingkup penelitian terbagi 2, yaitu: a. Lingkup penelitian teoritik

Penelitian ini dibatasi oleh teori-teori yang berhubungan dengan elemen perancangan kota dan citra suatu kawasan dengan komponen-komponen pembentuk citra.

b. Lingkup lokasi penelitian

Lingkup lokasi penelitian kawasan ini adalah pada Istana Maimoon terutama pada kawasan Masjid Raya Al Maksum Kota Medan yang


(26)

terletak pada wilayah administrasi Kecamataan Medan Maimun dan Medan Kota. Adapun alasan pemilihan lokasi di kawasan ini karena degradasi kesinambungan bangunan bersejarah dengan bangunan baru, maraknya street furniture yang tidak teratur, kemacetan lalu lintas ,kurangnya jalur pejalan kaki yang tersedia, yang menurunkan citra kawasan ini.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai citra kota pertama kali oleh Kevin Lynch terhadap Kota Boston, New Jersey dan Los Angeles pada tahun 1960. Inti dari penelitian Lynch adalah untuk mengetahui sejauh mana suatu kota dapat dikenali berdasarkan elemen-elemen dasar yang terdiri dari: path, edges, districts, nodes dan landmark. Cara penelitian yang digunakan oleh Lynch adalah dengan membuat sketsa (peta) kota yang dilakukan oleh sejumlah orang.

Penelitian Lynch dilanjutkan oleh Hamid Shirvani (1985) dengan komponen-komponen perancangan kota yang terdiri dari: land use, building form and massing, circulation and parking, open space, pedestrian ways, activity support, signage dan

preservation.

Namun demikian dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, terdapat banyak kelemahan-kelemahan, terutama dalam hal penggalian informasi yang hanya


(27)

mengandalkan kemampuan sketsa responden, karena tidak semua responden mempunyai kemampuan sama (Purwanto, 1996), sehingga perlu adanya penelitian-penelitian lanjutan.

Adapun penelitian lain yang berhubungan dengan citra kota adalah:

1. Thesis S-2 “Kajian Elemen Pembentuk Citra Kawasan Perumahan”, Studi

Kasus: Perumahan Taman Setia Budi Indah, Medan (Achmad Aryanto, 2005), mencoba melihat keberadaan ke-5 elemen citra kota dalam pembentukan citra kawasan perumahan. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif, yaitu menggambarkan dan menganalisa elemen pembentuk citra kawasan perumahan Taman Setia Budi Indah Medan. Adapun responden yang dijadikan pengamat dalam penelitian ini adalah mahasiswa, profesi arsitek, dan masyarakat yang bertempat tinggal di dalamnya dengan cara questioner, wawancara dan pengamatan.

2. Thesis S-2 “Perkembangan Urban Space dan Citra Kawasan Istana

Maimoon Medan” (Arkinova Syahrum, 2004), meneliti perkembangan kawasan Istana Maimoon secara fisik dan non fisik pada 4 periode masa dan faktor-faktor yang berpengaruh pada proses perkembangan ruang kota terhadap Citra Kawasan Istana Maimoon. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif, yaitu menganalisa kualitas citra kawasan Istana Maimoon dengan 3 komponen teori citra: identitas, struktur


(28)

dan makna dengan memperhatikan 5 elemen teori citra kota. Adapun responden yang dijadikan pengamat adalah orang-orang yang ada di sekitar lokasi penelitian, dengan cara observasi partisipatori, wawancara dan penelusuran dokumen.

3. Thesis S-2 “Citra Koridor Jalan Jenderal Sudirman Antara Kawasan Pasar

Gedhe Hardjanagara Dengan Kawasan Kraton Surakarta Hadiningrat” (Prakarsa Yoga, 2004), meneliti serta mengidentifikasi keberagaman elemen citra kota dan menganalisa hubungan dan pengaruh elemen citra kota dengan factor pembentuk citra koridor. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif positivistic, dengan penggunaan teknik analisis korelasi dan regresi untuk mengetahui hubungan dan pengaruh keberagaman elemen citra kota terhadap factor pembentuk citra koridor. Adapun responden yang dijadikan pengamat adalah mahasiswa jurusan arsitektur semester V ke atas Universitas Sebelas Maret.

Sedangkan penelitian: ”Kajian pengaruh elemen perancangan kota terhadap pembentukan citra kawasan Mesjid Raya dan Istana Maioon” adalah mencoba menilai elemen citra kota yang paling berpengaruh pada kawasan Masjid Raya dan kawasan Istana Maimoon dalam menentukan pengembangan komponen citra kota dalam rangka mempertahankan kawasan Masjid Raya dan kawasan Istana Maimoon sebagai Kawasan Bersejarah (Heritage). Untuk lebih jelas lagi perhatikan Gambar 1.1 berikut di bawah ini.


(29)

Gambar 1.1 Lokasi Penelitian (Sumber: Hasil Analisis, 2013)


(30)

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Dalam kerangka pikir penelitian ini, di uraikan dari latar belakang, masalah tinjauan teori, metodologi, analisis hingga kesimpulan dan rekomendasi yang akan disajikan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.2 berikut di bawah.

Gambar 1.2 Kerangka Pikir Penelitian (Sumber: Hasil Analisis, 2013)

Teori pembentukan Citra Kawasan Kevin Lynch (1960) Teori Urban Design Process Hamid Shirvani (1978)

Kesimpulan dan Rekomendasi

Penurunan Vitalitas Kawasan Istana Maimoon dan Masjid Raya sebagai

kawasan beridentitas

Mengenali dan Menentukan Elemen pembentuk citra kawasan

Tinjauan terhadap kondisi eksisting elemen tata ruang kawasan: - Tata Guna Lahan

- Bentuk dan massa bangunan - Sirkulasi dan Parkir Area - Pedestrian dan signage - Ruang Terbuka - Kegiatan Lokal Kebijakan Pmerintah Kota Medan

dalam pembangunan kawasan Istana Maimoon dan Masjid Raya

Medan (RDTRK Kawasan)

Kriteria Pembentuk Citra Kota (Landmark, Edge, Path, Nodes, Distrik)

Analisis Kajian Analisis potensi tata guna lahan terhadap pembentuka n citra kawasan Analisis potensi bentuk dan masa bangunan terhadap pembentukan citra kawasan

Analisis potensi

sirkulasi dan parkir area terhadap pembentukan citra kawasan Analisis potensi pedestrian terhadap pembentukan citra kawasan Analisis potensi ruang terbuka dan signage terhadap pembentukan citra kawasan Analisis potensi kegiatan lokal terhadap pembentukan citra kawasan

Interpretasi dan Pembahasan

Potensi tata guna lahan terhadap pembentuka n citra kawasan Potensi bentuk dan masa bangunan terhadap pembentukan citra kawasan Potensi sirkulasi dan parkir area

terhadap pembentukan citra kawasan Potensi pedestrian terhadap pembentukan citra kawasan Potensi ruang terbuka dan signage terhadap pembentukan citra kawasan Potensi kegiatan lokal terhadap pembentukan citra kawasan


(31)

1.7 Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan laporan penelitian ini nantinya adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, permasalahan dan perumusan masalah, maksud, tujuan dan manfaat penelitian, lingkup penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan. Bagian ini merupakan pengantar dan pendahuluan tentang latar belakang dan uraian keseluruhan program penelitian.

BAB II : KAJIAN TEORI

Bab ini berisi pemahaman mengenai landasan teori dan kajiannya tentang citra lingkungan dengan cara mengetahui peta mental manusia sebagai pengamat. Dalam kajian teori ini juga dikemukakan beberapa pustaka mengenai proses kognitif dan citra (image) yang digunakan untuk memperjelas isi penelitian ini.

BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang uraian metode yang akan digunakan beserta tahap-tahapnya. Dimana didalamnya akan dijelaskan dari awal tahap penelitian yaitu tahan perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap analisa hingga tahap akhir yaitu tahap penulisan rekomendasi.


(32)

BAB III : GAMBARAN UMUM KAWASAN MESJID RAYA DAN KAWASAN ISTANA MAIMOON MEDAN

Bab ini berisi uraian tentang lokasi penelitian yang dijalankan serta mengemukakan alasan pemilihan lokasi penelitian yang dilakukan. Diawali dengan penjelasan tinjauan umum dan tinjauan khusus wilayah kajian. Dilanjutkan dengan identifikasi karakter fisik wilayah kajian dan diakhiri dengan penggambaran peta kognitif dari kawasan Mesjid Raya Medan dan kawasan Istana Maimoon.

BAB V : KAJIAN ELEMEN PERANCANGAN KOTA SEBAGAI PEMBENTUK CITRA KAWASAN ISTANA MAIMOON DAN MESJID RAYA

Bagian analisis merupakan proses kajian elemen pembentuk citra kawasan, kajian mengenai karakter fisik kawasan, dan diakhiri dengan pembahasan mengenai potensi elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra kawasan.

BAB VI : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Penelitian ini akan diakhiri dengan suatu kesimpulan dan rekomendasi tingkatan elemen perancangan kota sebagai pembentuk citra kawasan maupun manfaat lain sesuai yang dinyatakan dalam kontribusi dan tujuan penelitian ini.


(33)

BAB II

KAJIAN TEORI

Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan manusia, dan secara implisit tujuan dari arsitektur melampaui definisi yang diberikan oleh kaum fungsionalis. Untuk mengetahui bagaimana citra kawasan dari suatu kawasan yang telah terbangun maka sebenarnya kita harus terlebih dahulu mengetahui kekuatan makna apa saja yang dimiliki oleh suatu kawasan tersebut. Dalam mencari suatu kekuatan makna yang dimiliki oleh suatu kawasan maka secara umum lingkup yang dapat memecahkan hal tersebut dapat dilakukan melalui pemahaman yang dapat dikaji melalui teori genius loci yang menempatkan arsitektur sebagai sebuah makna untuk memberikan “tumpuan eksistensial” (existensial foothold) bagi manusia, oleh karena itu penelitian ini akan lebih menyelidiki implikasi aspek fisik arsitektur daripada aspek praktis, walaupun sebenarnya terdapat hubungan di antara kedua aspek ini. Dimensi eksistensial tidak mutlak ”ditentukan” oleh kondisi sosio-ekonomi, walaupun faktor ini bisa memfasilitasi atau menghalangi pengertian kita terhadap struktur eksistensial. Kondisi sosio-ekonomi lebih merupakan bingkai gambar, dimana mereka menawarkan ruang tertentu bagi kehidupan agar dapat berlangsung, tetapi tidak menentukan makna eksistensial mereka. Makna eksistensial memiliki


(34)

akar yang lebih dalam, yang ditentukan oleh struktur-struktur keberadaan manusia di dunia.

Setelah mengetahui kekuatan makna yang dimiliki oleh suatu kawasan terbangun dengan sendirinya kita akan mengetahui karakter lingkungan yang merupakan berkah berupa timbulnya kesan kepada manusia yang sering disebut sebagai “perasaan terhadap tempat tertentu” (sense of place). Sepertinya perasaan khusus ini berperan terhadap terbentuknya arsitektur dan urbanisme namun karena perasaan ini sebagian besar merupakan bagian dari diri manusia maka sering luput dari perhatian.

Selanjutnya setelah mengetahui bagaimana kekuatan makna dan sense of

place dari suatu kawasan, maka dapat dilakukan usaha untuk melihat beberapa elemen perencanaan kota yang dapat menentukan pembentukan citra kawasan dan menjadi suatu kekuatan di dalam mengembangkan kawasan tersebut.

2.1 Genius Loci

Pada tahun 1960 telah dikumandangkan peringatan awal tentang keterbatasan fungsionalisme dan pentingnya genius loci dalam arsitektur dalam manifesto yang ditulis oleh dua arsitek Jerman yaitu Reinhart Geiselmann dan Oswald Mathias Unger yang dipublikasikan dalam jurnal arsitektur Der Monad di Berlin:

Arsitektur merupakan sebuah penetrasi yang sangat vital dari sebuah realitas yang berlapis-lapis, misterius, berubah dan berkembang perlahan lahan serta terstruktur. Berulang-ulang menuntut pengakuan kembali terhadap “genius loci” yang merupakan awal pertumbuhan arsitektur. Arsitektur bukan lagi impressi dua dimensi, tetapi sudah menjadi suatu pengalaman (experience) yang bersifat


(35)

corporeal (raga sebagai lawan dari spirit atau sesuatu yang dapat disentuh, material dan fisikal) dan realitas ruang yang terbentuk saat dilalui, dikitari, dimasuki……..hubungan antara subjek dan objek sudah dikesampingkan ….Arsitektur merupakan penutup, pembungkus dan pelindung dari setiap individu sehingga lebih kepada sebuah penyempurnaan suatu kewajiban dan sebuah pendalaman suatu makna.

Norman Crowe (1997:75) menyebutkan bahwa genius loci merupakan

fenomena bangsa Romawi, yang mempercayai bahwa tempat-tempat tertentu memiliki roh atau jiwa. Roh-roh ini, atau genius loci, merefleksikan keunikan dari sebuah tempat, yang membedakan satu tempat dengan tempat yang lain. Roh-roh ini mendiami semua tempat dan memberi makna, menjaga dan mengilhami tempat

tersebut dengan perasaan. Genius loci menyimbolkan kekuatan yang bersifat

perseorangan yang melengkapi suatu tempat dengan kepribadian dan karakter berupa sebuah kualitas yang lebih dari sekedar fakta. Tugas yang diemban oleh genius loci

adalah memelihara suatu perasaan atas sebuah kehadiran yang menjiwai sesuatu.

Tanpa kehadiran genius loci suatu tempat tidak memiliki makna dan akan timbul

kejadian yang tidak bersifat personal tetapi general.

Usaha memperkenalkan kembali dimensi fenomenologi dalam membuat interpretasi atas sebuah lingkungan buatan menjadi penting dalam usaha mengevaluasi modernisme yang telah merupakan suatu tuntutan pada dekade

berikutnya. Norberg-Schulz sangat erat hubungannya dengan kebangkitan

fenomenologi dalam arsitektur sejak awal tahun 1960an dan merupakan salah seorang teoritikus yang mempertahankan ide mulia tentang arsitektur sebagai penelitian dan


(36)

pengertian, dimana tidak ada sesuatupun yang bisa digeneralisasi, kecuali beberapa prinsip dasar, yang memberikan karya manusia sebuah basis yang aman, dengan diperkuat oleh tradisi.

Kenneth Frampton (1980:296) ketika membahas Place, Production and

Architecture menyimpulkan bahwa: “Terdapat saat yang tidak mungkin luput, yaitu ketika tempat dan produksi digabungkan bersama untuk menghasilkan sebuah karakter suatu tempat yang berkualitas sehingga akhirnya manusia menerima perasaan adanya suatu identitas (sense of identity)”.

Identitas merupakan faktor yang penting dalam pendekatan arsitektur. Identitas mengacu kepada lokalitas dan tidak dapat digeneralisasi dan memberikan makna pada sebuah tempat, yang sesuai dengan dasar pemikiran dari tesis ini.

2.1.1 Tempat (place)

Tempat diartikan sebagai sesuatu yang lebih dari hanya sekedar lokasi yang abstraks. Tempat diartikan sebagai sebuah totalitas yang terdiri dari hal-hal konkret yang memiliki substansi material, bentuk, tekstur, dan warna. Bersama hal-hal diatas ini ditentukan sebuah karakter lingkungan, yang merupakan esensi dari tempat. Pada umumnya tempat diberi sebuah karakter atau atmosfir. Sebuah tempat dengan demikian adalah fenomena yang kualitatif dan total, yang tidak bisa diuraikan ke sifat dasarnya, sebagaimana hubungan spasial, tanpa kehilangan sifat konkret alaminya.


(37)

Selain itu pula pengalaman sehari-hari menjelaskan bahwa tindakan yang berbeda membutuhkan lingkungan yang berbeda pula. Oleh karena itu, kota dan rumah terdiri dari kumpulan tempat-tempat tertentu yang khusus.

Sebagai suatu totalitas kualitatif dari alam yang kompleks, tempat tidak bisa digambarkan dengan konsep ilmiah dalam arti analitis. Secara prinsip sains mengabstraksikan dunia kehidupan sehari-hari untuk mencapai pengetahuan objektif yang netral.

Kajian yang dibuat oleh Norberg-Schulz (1980) memberikan beberapa indikasi mengenai struktur dari tempat.

Langkah penting adalah dengan mengambil konsep karakter (character). Karakter ditentukan oleh bagaimana benda itu sendiri, dan memberikan basis bagi pengamatan kita dalam fenomena konkret dunia kehidupan sehari-hari. Hanya melalui cara ini bisa sepenuhnya diungkap genius loci, jiwa/ roh dari sebuah tempat (spirit of place).

Untuk sanggup bermukim (to dwell) manusia harus memahami langit dan bumi. Memahami disini merupakan satu konsep eksistensial yang merupakan pengalaman terhadap nilai-nilai yang mempunyai makna.

Terdapat lima bentuk dasar pengertian mitos yang membentuk tempat buatan manusia. Pertama, mengambil kekuatan yang ada sebagai titik keberangkatan dan menghubungkannya untuk mengkonkretkan mereka dengan elemen-elemen alam atau benda natur (hanya sebuah sistem tempat yang berkaitan dan mempunyai arti yang membuat kehidupan manusia ”yang sebenarnya” bisa terjadi). Kedua, terdiri dari


(38)

hasil abstraksi susunan kosmik sistematis dari perubahan yang terjadi terus-menerus (matahari dan titik mata angin atau struktur geografis). Ketiga, terdiri dari definisi karakter lingkungan natur, menghubungkan mereka dengan sifat dasar manusia. Keempat yaitu cahaya dan yang kelima adalah irama temporal.

Secara konkret alam buatan terdiri dari benda (thing), susunan, karakter, cahaya dan waktu. Struktur tempat buatan manusia dapat pula dideskripsikan dengan

node, jalur (path), dan domain yang memiliki tekstur, warna dan vegetasi.

Kualitas tempat buatan manusia tergantung pada pelingkup (enclosure). Karakter tempat buatan manusia ditentukan oleh tingkat keterbukaan (openness), bagaimana bangunan dikonkretkan dan dihubungkan dengan cara pembangunan yang dapat dideskripsikan dalam hal teknis-formal, bentuk atap, dan bukaan.

2.1.2 Norberg Schulz (1980) Sebuah Tempat

Struktur penjelasan tentang fenomena sebuah tempat menuntun kepada kesimpulan bahwa struktur tempat harus digambarkan dalam istilah lansekap (landscape) dan permukiman (settlement), dapat dianalisa dengan menggunakan kategori ruang (space) dan karakter (character). Ruang berarti organisasi elemen-elemen tiga dimensi yang membentuk satu tempat, dan karakter menunjukkan ”atmosfir” umum yang merupakan sifat paling komprehensif dari tempat tertentu yang dalam hal ini termasuk aktifitas yang dilakukan pengguna. Organisasi spasial yang sama bisa memiliki karakter yang sangat berbeda tergantung dari perlakuan


(39)

konkret pengguna terhadap elemen-elemen pembatas yang menentukan ruang. Sepanjang perjalanan sejarah, bentuk-bentuk spasial dasar terus menerus mengalami perubahan penafsiran dan karakteristik. Pada sisi lain organisasi spasial memberikan batasan tertentu terhadap karakterisasi, dan kedua konsep ini selalu saling berkaitan.

Ruang dibedakan menjadi dua penggunaan yang berbeda: ruang sebagai geometri tiga dimensional, dan ruang sebagai bidang perseptual (Norberg-Schulz, 1980:11). Tak satupun dari kedua pandangan diatas memenuhi tesis ini, sebagai totalitas intuitif tiga dimensional pengalaman setiap hari, yang bisa disebut ’ruang konkret’. Kevin Lynch (1960) menjelaskan ke dalam struktur ruang konkret, yang

memperkenalkan konsep “node, landmark, path, edge, dan district”, untuk

menunjukkan elemen-elemen yang membentuk dasar bagi orientasi manusia dalam ruang. Heidegger (1971) menyebutkan: “ruang-ruang memulai kehadirannya dari lokalitas, bukan dari ruang”. Hubungan luar-dalam (outside-inside) merupakan aspek primer dari ruang konkret, menunjukkan bahwa ruang memiliki tingkat ekstensi (extension) dan pelingkup (enclosure) yang bervariasi.

Karakter merupakan konsep yang lebih umum dan konkret dibandingkan dengan ruang. Pada satu sisi, karakter menunjukkan sebuah atmosfir komprehensif yang bersifat umum, sisi lainnya merupakan bentuk konkret dan substansif dari elemen-elemen pembentuk ruang. Setiap kehadiran yang nyata secara intim selalu dihubungkan dengan suatu karakter.

Telah dijelaskan di depan bahwa aktifitas yang berbeda akan menuntut tempat dengan karakter yang berbeda. Tempat kediaman harus protektif, kantor harus


(40)

praktis, ruang pesta festif, dan rumah peribadatan harus khidmat. Bila mengunjungi sebuah kota asing, seseorang biasanya akan disuguhi oleh karakternya yang khusus, yang akan menjadi bagian penting dari pengalaman pengunjung.

Secara umum setiap tempat memiliki karakter, dan bahwa karakter adalah moda dasar terbentukya dunia. Karakter sebuah tempat merupakan fungsi waktu, berjalannya hari, dan cuaca.

Karakter tempat juga ditentukan oleh material dan konstitusi formal (formal constitution), seperti keadaan lantai dimana manusia berjalan, keadaan langit atau kondisi pembatas-pembatas pembentuk tempat yang tergantung pada artikulasi formalnya (formal articulation), yakni berhubungan dengan cara pembatas tersebut dibangun. Perhatian khusus harus diberikan terhadap batasan lateral, atau dinding, yang juga berkontribusi menentukan karakter internal dan eksternal lingkungan kota.

Tempat menjadi perwujudan struktur totalitas lingkungan yang terdiri dari aspek-aspek karakter dan ruang seperti ”negara, wilayah, lansekap, hunian, dan bangunan”.

Struktur dari sebuah tempat tidak tetap, atau abadi, tetapi senantiasa berubah,

bahkan terkadang dengan cepat. Namun demikian bukan berarti bahwa genius loci

berubah atau hilang. Stabilitas loci adalah kondisi yang perlu untuk kehidupan manusia. Setiap tempat dalam batas-batas tertentu memiliki kemampuan untuk menerima kandungan yang berbeda,. Tempat yang hanya cocok untuk satu tujuan khusus akan lebih cepat usang dan tidak terpakai. Sebuah tempat bisa ditafsirkan


(41)

dengan cara yang berbeda. Untuk melindungi, mempertahankan dan memelihara

genius loci berarti mengkonkretkan esensinya dalam konteks sejarah yang baru.

Sejarah suatu tempat harus merupakan realisasi yang keluar dari tempat itu sendiri, dari sejak awal perkembangan dan kemudian dikonkretkan pada kombinasi arsitektur yang lama dan baru. Dengan demikian sebuah tempat terdiri dari unsur-unsur yang memiliki tingkat variasi arsitektur lama dan baru yang berbeda.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa tempat merupakan titik keberangkatan sekaligus tujuan pengamatan pengguna yang pada awalnya tampil seperti yang terbangun melalui pengalaman totalitas secara spontan, namun pada akhirnya nampak sebagai dunia yang terstruktur, yang diterangi oleh analisis dari aspek ruang dan karakter.

2.1.3 Orientasi dan Identifikasi

Konsep Kevin Lynch (1960) tentang node, jalur (path), dan distrik

mengartikan struktur spasial dasar berupa objek yang menjadi orientasi manusia. Hubungan yang dipersepsikan elemen-elemen ini membentuk imaji lingkungan yang menyeluruh.

Seluruh kebudayaan telah mengembangkan sistem orientasi, yakni struktur spasial yang menfasilitasi pembentukan imaji lingkungan yang baik. Dunia bisa diorganisir di sekeliling serangkaian titik fokal, atau dipecahkan ke dalam beberapa wilayah yang diberi nama, atau dihubung oleh beberapa rute yang bisa diingat. Sering


(42)

sekali sistem orientasi ini berdasarkan atau diperoleh dari struktur alam tertentu. Bila sistem orientasi lemah, penciptaan imaji menjadi sulit, dan manusia akan merasa tersesat.

Tersesat merupakan lawan dari rasa aman yang membedakan kualitas lingkungan binaan. Kualitas lingkungan yang melindungi manusia dari “tersesat”, Lynch (1960) menyebutnya sebagai imajibilitas (imageability), yang berarti bahwa elemen-elemen yang secara struktural membentuk spasial seperti bentuk, warna, atau rangkaian yang menfasilitasi pembuatan kesan mental yang diidentifikasi sebagai hidup yang jika ditata secara kuat akan merupakan imaji mental yang sangat penting dari sebuah lingkungan. Disini Lynch menyatakan bahwa elemen-elemen yang membentuk struktur spasial adalah benda-benda konkret dengan karakter dan makna. Karya Lynch membangun suatu kontribusi yang mendasar terhadap teori tentang tempat.

Dalam masyarakat tradisional detail lingkungan terkecilpun dikenal dan mempunyai makna, dan tersusun dalam struktur spasial yang kompleks. Dalam masyarakat modern, perhatian terutama dipusatkan pada fungsi praktis dari orientasi, sedangkan identifikasi telah ditinggalkan. Oleh karena itu pemukiman yang sesungguhnya, dalam arti psikologis, telah diganti oleh alienasi. Dengan demikian dibutuhkan untuk bisa mencapai pengertian yang penuh dari konsep identifikasi dan karakter.

Identifikasi berarti berteman dengan lingkungan tertentu. Di daerah Utara, manusia harus berteman dengan kabut, es, dan udara dingin, harus menikmati suara


(43)

pecahan salju dibawah kaki ketika berjalan. Sebaliknya orang Arab harus berteman dengan padang pasir yang tidak terbatas dan terik matahari. Secara implisit ini menunjukkan bahwa lingkungan dirasakan sebagai bermakna (meaningful). Bollnow (1956) dengan tepat mengatakan: “setiap karakter terkandung dalam penyesuaian antara dunia luar dan dunia dalam, dan antara tubuh dan jiwa”.

Identitas dan orientasi merupakan aspek primer dari keberadaan manusia, dimana identitas adalah basis untuk rasa memiliki manusia sedang orientasi

merupakan fungsi yang memungkinkan dia menjadi homo viator, yang merupakan

bagian dari kodratnya. Manusia modern menginginkan kebebasan untuk menaklukkan dunia, namun saat ini terpaksa mengakui bahwa kebebasan juga mensyaratkan kepemilikan, dan bahwa bermukim berarti dimiliki oleh sebuah tempat yang konkret.

Manusia disebut berdiam bila mampu mengkonkretkan dunia dalam bangunan dan benda-benda. Konkretitasi merupakan fungsi dari karya seni, yang berlawanan dengan abstraksi sains. Karya seni mengkonkretkan apa yang tertinggal antara objek-objek murni sains. Dunia kehidupan sehari-hari terdiri dari objek-objek-objek-objek perantara tersebut, dan fungsi dasar dari seni adalah mengumpulkan kontradiksi-kontradiksi

dan kompleksitas dunia kehidupan. Menjadi imago mundi, karya seni membantu

manusia untuk bermukim.

Arsitektur merupakan suatu seni yang sulit. Untuk membuat kota dan bangunan praktis saja tidak cukup. Arsitektur hadir bila ”lingkungan total bisa dilihat”, mengambil definisi dari Suzanne Langer (1953). Secara umum ini berarti


(44)

mengkonkretkan genius loci. Konkretisasi terlihat pada bangunan-bangunan yang mengumpulkan beberapa unsur tempat dan membuatnya dekat dengan manusia.

Tindakan dasar arsitektur dengan demikian adalah memahami wilayah kerja dari tempat. Dengan cara ini manusia melindungi bumi dan menjadi bagian dari totalitas yang komprehensif. Yang didukung di sini bukanlah jenis determinisme lingkungan. Manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lingkungannya.

2.2 Citra Kota; Kevin Lynch, 1960

Dalam bukunya “Image of the City” (1960), Kevin Lynch di dalam risetnya meminta para penduduk untuk menjelaskan kepadanya suatu gambaran mental terhadap kota mereka. Apa yang diingat? Di mana letaknya di dalam kawasan? Bagaimana rupanya? Ke mana saya harus pergi dari tempat ini ke tempat yang lain? Kevin Lynch telah menelusuri peta kognitif pengamat dengan hasil bahwa pemetaan kognitif terjadi karena adanya penangkapan terhadap atribut-atribut kota yang langsung ‘terbaca’ oleh pengamat. Lynch mengamati dengan baik bahwa rata-rata berbagai jawaban yang diberikan orang agak sama dan sering jauh berbeda dengan realitas di dalam kawasan. Misalnya, sketsa-sketsa yang dibuat orang dengan tim peneliti sering jauh berbeda dengan peta kota yang sebenarnya. Ia mengamati bahwa masalah itu terutama tidak disebabkan oleh ketidakbiasaan orang untuk menggambar sketsa, melainkan karena kesulitan mereka untuk mengingat keadaan tempatnya. Lynch mengamati bahwa di beberapa kota dan di berbagai kawasan masalah tersebut


(45)

lebih sedikit dialami orang. Di dalam riset ini telah diteliti dari mana perbedaan itu berasal dan mengapa di berbagai kota orang memiliki gambaran mental yang lebih kuat terhadap kawasannya daripada di tempat lain. Berdasarkan analisis tersebut, Lynch (1960: 8) menemukan bahwa citra kawasan yang tergambar dari peta mental seseorang berkaitan dengan tiga komponen, yaitu:

1. Identitas; artinya, orang dapat memahami gambaran mental perkotaan

(identifikasi obyek-obyek, perbedaan antara obyek, perihal yang dapat diketahui), atau dengan pengertian lain identitas dari beberapa obyek/elemen dalam suatu kawasan yang berkarakter dan khas sebagai jatidiri yang dapat membedakan dengan kawasan lainnya.

2. Struktur; artinya orang dapat melihat pola perkotaan (hubungan

obyek-obyek, hubungan subyek-obyek-obyek, pola yang dapat dilihat), atau dengan kata lain yaitu mencakup pola hubungan antara obyek/elemen dengan obyek/elemen lain dalam ruang kawasan yang dapat dipahami dan dikenali oleh pengamat, struktur berkaitan dengan fungsi kawasan tempat obyek/elemen tersebut berada.

3. Makna; orang dapat mengalami ruang perkotaan (arti obyek-obyek, arti

subyek-obyek, rasa yang dapat dialami), atau merupakan pemahaman arti oleh pengamat terhadap dua komponen (identitas dan struktur).

Kevin Lynch mengamati bahwa tiga komponen ini lebih mudah ditemukan di beberapa kota (misalnya Boston, Amerika Serikat), sedangkan sulit di kota-kota


(46)

lainnya (misalnya New Jersey, Amerika Serikat). Jika dibandingkan, perbedaan masing-masing peta kota tidak terlalu besar tetapi ternyata kebanyakan orang akan memakai kriteria-kriteria lain untuk mengingat identitas, struktur, dan arti kawasan perkotaan daripada peta kota. Kriteria-kriteria umum yang dipakai oleh masyarakat adala citra terhadap tempatnya. Oleh karena itu Lynch menyatakan pembangunan kota hendaknya berorientasi pada penataan yang mudah ‘dibaca’ (highly legible).

Penelitian Lynch mengarah kepada mengidentifikasi elemen-elemen struktur fisik yang membuat kota dapat memberikan kesan. Dia menyimpulkan bahwa terdapat lima kategori elemen yang digunakan orang untuk menyusun kesadaran atas image kawasan. Elemen-elemen tersebut adalah: paths, edges, districts, nodes, dan

landmarks.

Lima elemen citra tersebut hanya merupakan unsur dasar sebuah citra kawasan secara keseluruhan. Pada kenyataannya, kelima elemen ini di dalam kota tidak dapat terlihat secara terpisah, karena keberadaannya satu dengan yang lain. Jika hanya dengan cara tersebut gambaran citra terhadap kawasan menjadi kenyataan dan benar, maka perlu diperhatikan interaksi antara kelima elemen citra tersebut. Kelima elemen akan berfungsi dan berarti secara bersamaan dalam satu jaringan (interaksi) besar. Sering terjadi bahwa satu elemen berasal dari satu elemen citra lain yang berbeda. Semua elemen ini berfungsi bersama dalam kawasan yang sama. Dan yang lebih sulit lagi, citra kota secara keseluruhan dapat berbeda pula tergantung luas daerahnya, posisi subyek dalam daerah, waktu (siang/malam), dan musim. Dengan memiliki lima elemen dan campurannya, tidak bararti bahwa sebuah kota langsung


(47)

mempunyai citra yang baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kualitas formulasi kelima elemen tersebut dengan yang lain. Dalam analisis dan perancangan kota, kualitas bentuk lima elemen tersebut harus dicari dan ditingkatkan. Sepuluh pola karakteristik yang mempengaruhi kualitas citra kawasan adalah: (Lynch, 1960: 85).

1. Ketajaman batas elemen.

2. Kesederhanaan bentuk elemen secara geometris. 3. Kontinuitas elemen.

4. Pengaruh yang terbesar antara elemen.

5. Tempat hubungan antara elemen.

6. Perbedaan antara elemen. 7. Artikulasi antara elemen. 8. Orientasi antara elemen. 9. Pergerakkan antara elemen. 10. Nama dan arti elemen.

Teori citra kota yang diformulasikan Kevin Lynch ini memperhatikan skala makro di dalam kota. Namun demikian, sesuai dengan pandangan Van Eyck (1985) bahwa kota adalah ‘rumah yang besar’ dan rumah adalah ‘kota yang kecil’, maka prinsip-prinsip yang diungkapkan teori ini juga berlaku sampai ke skala mikro, yaitu gedung. Passini (1984: 112) mengilustrasikan dengan baik bagaimana lima elemen


(48)

tersebut dapat berlaku di dalam sebuah gedung besar, misalnya sebuah gedung pusat perbelanjaan.

Teori Kevin Lynch ini akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji elemen-elemen pembentuk citra kawasan melalui temuan karakter fisik kawasan.

2.3 Pemetaan Kognitif; David Stea, 1974

Peta mental yaitu satu upaya pemahaman suatu tempat khususnya suatu kota. Istilah peta mental mengacu pada definisi oleh David Stea dan Roger Down, yaitu proses yang memungkinkan kita untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, menyimpan dalam ingatan, memanggil, serta menguraikan kembali informasi tentang lokasi relatif dan tanda-tanda tentang lingkungan fisik (Tolman 1932, Moore dan

Colledge, 1976). Image yang terbentuk termasuk elemen yang diperoleh dari

pengamatan langsung, dari seseorang yang pernah mendengar langsung tentang suatu tempat, dan dari informasi yang telah dibayangkan. Hal ini termasuk pengaruh dari struktur atau penampilan suatu tempat yang kesemuanya bergantung dari lokasi, fungsi dan maknanya. Beberapa image dapat menjadi hal terbaik sebagai tanda penunjuk (Neisser, 1977).

Pemetaan kognitif merupakan aspek utama terhadap tingkah laku manusia

sehari-hari. Roger Downs dan David Stea (1973) menjelaskan:

“Kami memandang pemetaan kognitif sebagai suatu komponen dasar bagi manusia untuk beradaptasi, dan pemetaan kognitif sebagai sesuatu yang


(49)

dibutuhkan untuk manusia bertahan dan tingkah laku sehari-hari. Hal ini mencakup pemikiran dalam menjawab dua permasalahan mendasar yaitu kecepatan dan efisiensi: (1) Dimana benda itu berada; (2) Bagaimana mencapai kesana dari tempat ini.”

Orientasi ruang telah pernah didefinisikan oleh Passini (1984) sebagai “kemampuan orang untuk menentukan posisinya dalam sebuah gambaran lingkungan menjadi memungkinkan melalui pemetaan kognitif”. Orang yang telah besar disuatu kota dan membangun orientasi mereka sendiri sebagai kebutuhan utama dari struktur mereka. Bagian-bagian yang terpenting adalah elemen-elemen yang berkelanjutan seperti sungai, jalur pergerakan, fasade jalan, dan tanda-tanda yang menyolok. Orang yang telah hidup dalam berbagai lingkungan menggunakan sistem orientasi yang berbeda karena beberapa kebutuhan mereka yang berbeda-beda.

Penelitian ini merupakan sebuah proses pemanggilan dan menguraikan kembali informasi yang disimpan manusia (information retrieval) melalui penggambaran peta mental (coqnitive mapping) pengamat mengenai lingkungannya.

2.4 Kadar Image/Citra

Suatu kota yang sangat berkesan, pemukiman, komplek bangunan, atau interior bangunan adalah satu yang dilihat sebagai sebuah sistem dari komponen yang terstruktur dengan baik yang saling berhubungan dengan yang lainnya. Penerapannya


(50)

kepada kedua rancangan dan keperluan bentuk tiga dimensi, seperti hasil kajian Ulrich Neisser (1977), skematik untuk menganalisa dan membentuk image adalah sama.

Image suatu tempat akan terus diperkaya dan disempurnakan sepanjang terus dipergunakan (Steinitz 1968). Jika struktur dari suatu tempat telah berubah, image

orang terhadap tempat tersebut juga akan berubah jika orang tersebut terus mempergunakannya. Hal itu juga dapat berubah jika orang tersebut berbicara mengenai perubahan lingkungan tetapi akan mengakibatkan dampak yang kecil. Sering terdapat suatu hal penting yang tertinggal antara perubahan lingkungan dengan perubahan image, dengan hasil yang dibicarakan mengarah kepada keadaan masa lalu daripada situasi sekarang.

Image mental terdiri dari beberapa kelompok elemen. Porteous (1977) menjelaskan:

“Sebuah pusat perbelanjaan, sebagai contoh, tidak hanya dikenal sebagai daerah yang formal dan berfungsi jelas dari suatu kota, tetapi itu dapat terlihat sebagai sebuah node, tempat pertemuan dari path, diperjelas oleh edges dan di identifikasi oleh karakteristik landmark.”

Pemetaan kognitif menyerupai kepada susunan dari beberapa ciri khas yang

berhubungan dengan path. Tidak semua dari beberapa elemen sama penting dalam

sebuah kawasan yang khas. Pocock dan Hudson (1978) telah menyusun melalui tabel, dimana menunjukkan suatu hubungan yang penting dari kategori setiap elemen


(51)

di dalam image umum dari beberapa kota. Penelitian ini menguatkan penemuan Lynch dan memberikan suatu indikasi dari karakter pribadi dari masing-masing kota. Beberapa kota kaya akan elemen-elemen yang jelas dan kota lainnya minim akan elemen tersebut, beberapa kota telah meberikan sumbangan yang berarti bagi kotanya. Satu hal yang paling banyak dimiliki kota secara umum adalah beberapa

edge yang tidak jelas, meskipun Saarinen (1968) menemukan beberapa edges

menjadi penting dalam penelitiannya di Chicago.

Penelitian selanjutnya sangat dibutuhkan untuk menjelaskan mengapa paths, districts, nodes, landmarks, dan edges menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam image orang yang mendiami suatu kota, yaitu:

1. Berdasarkan teori Gestalt dinyatakan bahwa persepsi manusia hanya bisa dimengerti melalui proses holistik. Menurut teori Gestalt, keseluruhan lebih bermakna daripada penjumlahan bagiannya, yang berarti seseorang mempersepsikan suatu lingkungan sebagai suatu pola holistik (Holistic Pattern), termasuk prinsip-prinsip kedekatan (proximity), kesamaan (similarity), berkelanjutan (continuity), dan pengakhiran (closure). Hukum Gestalt mengenai organisasi visual yang mana dilakukan untuk

menjelaskan observasi Lynch mengenai pemetaan kognitif. Paths dan

edges adalah elemen yang berkelanjutan (continuity). Districts dapat dijelaskan dalam bentuk kedekatan (proximity) dan kesamaan (similarity) dari beberapa elemen termasuk suatu garis batas, lalu landmark terbentuk


(52)

dari elemen yang berbeda dengan sekelilingnya. Nodes sulit untuk dijelaskan dalam pengertian psikologi Gestalt.

2. Christian Norberg-Schultz (1971) telah mengidentifikasi tiga elemen

dasar dalam pemetaan kognitif, yaitu places, paths, dan domain. Places

mengarah kepada Loci, sama dengan nodes dan landmarks yang

dikemukakan Lynch, dimana kegiatan berpengaruh kepada individu yang

mendiami suatu tempat. Paths merupakan elemen yang

berkesinambungan yang membentuk struktur secata keseluruhan,

sedangkan domain merupakan area menyerupai district-nya Lynch, yang

mengandung kesamaan elemen yang tertutup. Domain bertindak sebagai

tempat atau bidang bagi paths dan places. Hubungan antara penjelasan Norberg-Schultz dan teori Gestalt tidak terlihat sama sekali.

3. David Stea (1969) mengidentifikasi empat ciri khas dasar dalam

pemetaan kognitif, yaitu points, boundaries, paths, dan barriers. Points

disini sama dengan nodes, dan boundaries sama dengan edges, sedangkan

barriers sama dengan edges yang melintasi paths.

Telah jelas semua penelitian mengenai pemetaan kognitif dan orientasi manusia di dalam lingkungan buatan dimana hukun Gestalt mengenai organisasi visual menjadi prediksi penting bagi kebutuhan dari sebuah kota atau bangunan yang diperlukan bagi manusia. Lynch, Norman-Schultz, Stea dan lainnya (seperti


(53)

Appleyard, 1970 dan Clay, 1973) mungkin menggunakan terminologi yang berbeda untuk elemen yang mereka identifikasi dan penting dalam menyusun mental dari kota dan bangunan, tetapi kesimpulan mereka memiliki kesamaan.

2.5 Citra Kota

Teori mengenai citra place sering disebut sebagai milestone, suatu teori penting dalam perancangan kota, karena sejak tahun 1960-an teori citra kota mengarahkan pandangan perancangan kota ke arah yang memperhatikan pikiran terhadap kota dari orang yang hidup di dalamnya. Teori-teori berikutnya sangat dipengaruhi oleh teori tokoh ini. Teori ini diformulasikan oleh Kevin Lynch,seorang tokoh peneliti kota (Lynch, Kevin. Image of city. Cambridge, 1969). Risetnya didasarkan pada citra mental jumlah penduduk dari kota tersebut. Dalam risetnya, ia menemukan betapa pentingnya citra mental itu karena citra yang jelas akan memberikan banyak hal yang sangat penting bagi masyarakatnya, seperti kemampuan untuk berorientasi dengan mudah dan cepat disertai perasaan nyaman karena tidak merasa tersesat, identitas yang kuat terhadap suatu tempat, dan keselarasan hubungan dengan tempat-tempat yang lain.

Citra kota dapat didefinisikan sebagai berikut:

“Sebuah citra kota adalah gambaran mental dari sebuah kota sesuai dengan rata-rata pandangan masyarakatnya...”


(54)

Kevin Lynch di dalam risetnya meminta para penduduk untuk menjelaskan kepadanya suatu gambaran mental terhadap kota mereka: Apa yang diingat? Di mana letaknya di dalam kawasan? Bagaimana rupanya? Kemana saya harus pergi dari tempat ini ke tempat yang lain? Lynch mengamati dengan baik bahwa rata-rata berbagai jawaban yang diberikan orang agak sama, dan sering jauh berbeda dengan realitas di dalam kawasannya. Misalnya, sketsa-sketsa yang dibuat orang dengan tim peneliti sering jauh berbeda dengan peta kota yang sebenarnya. Ia mengamati bahwa masalah itu terutama tidak disebabkan oleh ketidakbiasaan orang untuk menggambar sketsa, melainkan karena kesulitan mereka untuk mengingat keadaan tempatnya. Lynch mengamati bahwa di beberapa kota dan di berbagai kawasan masalah tersebut lebih sedikit dialami orang. Di dalam riset ini telah diteliti dari mana perbedaan itu berasal dan mengapa di berbagai kota orang memiliki gambaran mental yang lebih kuat terhadap kawasannya daripada ditempat lain. Berdasarkan analisis tersebut, Lynch (1960) menemukan tiga komponen yang sangat mempengaruhi gambaran mental orang terhadap suatu kawasan, yaitu:

1. Identitas

“Merupakan obyek atau elemen dalam suatu kota yang mempunyai cirri khas sebagai jati diri yang dapat membedakan dengan kota lainnya”.

2. Struktur

“Mencakup pola hubungan antara obyek/elemen dengan obyek/elemen lain dalam kota yang mudah dipahami/dikenali oleh manusia sebagai pengamat. Struktur ini berkaitan erat dengan fungsi kota tersebut”.


(55)

3. Makna

“Merupakan pemahaman arti oleh manusia sebagai pengamat, terhadap dua factor di atas”.

Kevin Lynch mengamati bahwa tiga potensi ini lebih mudah ditemukan di beberapa kota (misalnya Boston, Amerika Serikat), sedangkan sulit di kota-kota lainnya (misalnya New Jersey, Amerika Serikat). Jika dibandingkan, perbedaan masing-masing peta kota tidak begitu besar, tetapi nyatanya kebanyakan orang akan memakai kriteria-kriteria lain untuk mengingat identitas, struktur, dan arti kawasan perkotaan daripada peta kota. Kriteria-kriteria umum yang dipakai oleh masyarakat adalah citra terhadap tempatnya.

Elemen-elemen apakah yang dipakai untuk mengungkapkan citra perkotaan? Menurut Kevin Lynch, citra kota dapat dibagi dalam lima elemen, yaitu path (jalur),

edge (tepian), district (kawasan), node (simpul), serta landmark (tengeran). Setiap elemen citra tersebut akan dijelaskan satu demi satu, serta akan diilustrasikan salah satu contoh keadaannya di dalam satu kota di Indonesia, yaitu Yogyakarta. Oleh karena istilah dari bahasa Inggris untuk lima elemen tersebut sudah begitu umum dipakai di dalam konteks bahasa Indonesia, maka istilah-istilah itu akan dipakai dalam buku ini pula.

1. Path (jalur)

Path (jalur) adalah elemen yang paling penting dalam citra kota. Kevin Lynch menemukan dalam risetnya bahwa jika identitas elemen ini tidak


(56)

jelas, maka kebanyakan orang meragukan citra kota secara keseluruhan. Path merupakan rute-rute sirkulasi yang biasanya digunakan orang untuk melakukan pergerakan secara umum, yakni jalan, gang-gang utama, jalan transit, lintasan kereta api, saluran, dan sebagainya. Path mempunyai identitas yang lebih baik kalau memiliki tujuan yang besar (misalnya ke stasiun, tugu, alun-alun, dan lain-lain), serta ada penampakan yang kuat (misalnya fasad, pohon, dan lain-lain), atau ada belokan yang jelas. 2. Edge (tepian)

Edge (tepian) adalah elemen linear yang tidak dipakai/dilihat sebagai path. Edge berada pada batas antara dua kawasan tertentu dan berfungsi sebagai pemutus linear, misalnya pantai, tembok, batasan antara lintasan

kereta api, topografi, dan sebagainya. Edge lebih bersifat sebagai

referensi daripada misalnya elemen sumbu yang bersifat koordinasi

(linkage). Edge merupakan penghalang walaupun kadang-kadang ada

tempat untuk masuk. Edge merupakan pengakhiran dari sebuah district

atau batasan sebuah district dengan yang lainnya. Edge memiliki identitas yang lebih baik jika kontinuitas tampak jelas batasnya. Demikian pula fungsi batasnya harus jelas:membagi atau menyatukan.

3. District (kawasan)

District (kawasan) merupakan kawasan-kawasan kota dalam skala dua dimensi. Sebuah kawasan district memiliki ciri khas yang mirip (bentuk, pola, dan wujudnya) dan khas pula dalam batasnya, di mana orang merasa


(57)

harus mengakhiri atau memulainya. District dalam kota dapat dilihat sebagai referensi interior maupun eksterior. District mempunyai identitas yang lebih baik jika batasnya dibentuk dengan jelas tampilannya dan dapat dilihat homogen, serta fungsi dan posisinya jelas (introver/ekstrover atau berdiri sendiri atau dikaitkan dengan yang lain).

4. Node (simpul)

Node (simpul) merupakan simpul atau lingkaran daerah strategis di mana arah atau aktivitasnya saling bertemu dan dapat diubah ke arah atau aktivitas lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala makro besar,

pasar, taman, square, dan sebagainya. (Catatan: tidak setiap

persimpangan jalan adalah sebuah node. Yang menentukan adalah citra place terhadapnya). Node adalah satu tempat dimana orang mempunyai

perasaan masuk dan keluar dalam tempat yang sama. Node mempunyai

identitas yang lebih baik jika tempatnya memiliki bentuk yang jelas (karena lebih mudah diingat), serta tampilan berbeda dari lingkungannya (fungsi, bentuk).

5. Landmark (tengeran)

Landmark (tengeran) merupakan titik referensi seperti elemen node, tetapi orang tidak masuk ke dalamnya karena bisa dilihat dari luar

letaknya. Landmark adalah elemen eksternal dan merupakan bentuk


(58)

tinggi, menara, tanda tinggi, tempat ibadah, pohon tinggi, dan sebagainya.

Beberapa landmark letaknya dekat, sedangkan yang lain jauh sampai

diluar kota. Beberapa landmark hanya mempunyai arti di daerah kecil dan dapat dilihat hanya di daerah itu, sedangkan landmark lain mempunyai arti untuk keseluruhan kota dan bisa dilihat dari mana-mana. Landmark

adalah elemen penting dari bentuk kota karena membantu orang untuk mengorientasikan diri di dalam kota dan membantu orang mengenali

suatu daerah. Landmark mempunyai identitas yang lebih baik jika

bentuknya jelas dan unik dalam lingkungannya, dan ada sekuens dari beberapa landmark (merasa nyaman dalam orientasi), serta ada perbedaan skala masing-masing.

2.6 Peranan Citra Kota bagi Kota Baru

Citra kota merupakan kesan fisik yang memberikan ciri khas atau identitas fisik kepada kota sehingga citra kota yang teridentifikasi merupakan identitas fisik bagi suatu kota baru. Menurut Lynch (1982) elemen pembentuk citra kota dapat menstrukturkan identitas kota. Menurutnya semakin nyata atau semakin jelas (secara visual) penempatan elemen-elemen pembentuk citra kota dalam suatu lingkungan tersebut maka semakin mudah bagi seseorang untuk mengenal dan mengingat lingkungan tersebut.

Elemen-elemen tersebut akan menjadi identitas atau ciri khas visual kota melalui penataan elemen-elemen pembentuk citra kota yang baik dapat memunculkan


(59)

identitas kota ataupun memperkuat identitas kota yang sudah ada. Oleh sebab itu citra kota dapat membantu kota baru untuk memunculkan identitas (secara fisik) kota dan membantu dalam hal pemasaran kota.

2.7 Aspek-aspek yang Dipertimbangkan dalam Mengidentifikasi Citra Kota Baru Berdasarkan Persepsi Masyarakat

Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan, maka dalam upaya mengindentikasikan citra kota dengan menstrukturkan elemen dan faktor pembentuk citra kota, perlu dipertimbangkan aspek-aspek berikut:

1. Karakteristik Masyarakat

a. Berdasarkan persepsi personal masyarakat kota baru, karakteristik

masyarakat dibedakan antara penghuni dengan pengunjung.

b. Berdasarkan posisi pengamat kota baru, karakteristik penghuni

dibedakan menurut lokasi tempat tinggal didalam kota baru tersebut.

c. Berdasarkan waktu, karakteristik penghuni dibedakan menurut lama

tinggal sedangkan pengunjung dibedakan menurut pengalaman berkunjung.

2. Kriteria Elemen Pembentuk Citra Kota

Proses pengidentifikasian citra kota baru tidak dapat dilepaskan dari elemen fisik pembentuk citra kotanya. Sesuai dengan konsep citra kota menurut Lynch terdapat lima elemen pembentuk citra kota yaitu


(60)

landmark, district, nodes, edge dan path. Kelima elemen tersebut merupakan elemen fisik akan tetapi citra kota pun dipengaruhi pula oleh elemen non fisik oleh karena itu perlu juga dipertimbangkan elemen-elemen non fisik.

3. Metode Identifikasi Citra Kota

Pengidentifikasian faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dalam pemilihan elemen pembentuk citra kota dan elemen citra kota baru perlu dilakukan dengan mengunakan pendekatan atau metode citra kota yang sudah ada. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan kombinasi dari ketiga metode yang telah diuraikan. Elemen-elemen fisik pembentuk citra kota baru diketahui dengan jawaban pertanyaan responden sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dalam pemilihan elemen pembentuk citra kota diketahui dari karakteristik masyarakatnya yang merupakan bagian dari faktor internal dan juga mengidentifikasi faktor eksternal yang juga ikut mempengaruhi persepsi masyarakat. Dengan demikian dapat diketahui apakah elemen yang berkesan menimbulkan perasaan yang positif lalu responden juga ditanya mengenai elemen-elemen fisik yang mereka sukai beserta alasannya.


(61)

2.8 Dasar-Dasar Perancangan Kawasan

Sebagai suatu usaha penataan lingkungan binaan, maka perancangan kawasan memiliki nilai-nilai tersebut dapat dianut oleh semua orang secara universal (misalnya: keindahan), dan ada pula yang hanya dianut oleh sebagian orang atau kultur tertentu ini dapat kita sebut sebagai nilai lokal. Usaha penataan dilakukan dengan mengikuti suatu proses dan kriteria desain tertentu, dan proses kriteria ini juga ada yang disepakati secara umum dan ada pula yang hanya disepakati oleh masyarakat lokal, bahkan pada masa yang berbeda, suatu masyarakat dapat menganut suatu proses perancangan kawasan yang berbeda pula. Hal ini disebabkan mungkin karena terjadi pergeseran paradigma (cara pandang terhadap kebenaran).

Dalam proses perancangan kawasan, dilakukan langkah-langkah yang dapat didukung oleh metode dan teknik tertentu. Dalam khasanah pengetahuan bidang perancangan kota, telah dikembangkan banyak metode dan teknik untuk mendukung proses perancangan kawasan.

Dasar-dasar perancangan kawasan berupa produk Rancangan Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) yang disusun berdasarkan pola penanganan penataan bangunan yang ditetapkan sebelumnya (oleh pemda setempat) dan harus dapat menjadi panduan pelaksanaan kegiatan fisik penataan bangunan untuk suatu lingkungan (district).


(62)

1. Lingkungan yang telah terbangun, dalam rangka pembangunan parsial, peremajaan, pembangunan kembali, revitalisasi atau regenerasi suatu lingkungan.

2. Lingkungan bangunan yang dilestarikan.

3. Pembangunan lingkungan baru yang potensial berkembang.

4. Campuran dari ketiga pola di atas.

Menurut Lang (1994), disebutkan kegunaan panduan ini adalah:

1. Mendefinisikan dan merancang kebutuhan publik .

2. Mengkhususkan dan atau membatasi fungsi dan bentuk bangunan.

3. Memperkirakan tipe-tipe khusus pembangunan.

4. Melakukan upaya preservasi terhadap lingkungan terbangun yang sudah

ada.

5. Menentukan peruntukan atau lokasi public art sebagai penunjang nilai-nilai estetis.

2.8.1 Pendekatan dasar rancang kota

Dua elemen pendekatan dasar rancang kota menurut Lang yaitu:

1. Elemen substantif (substantive element), merupakan elemen yang bersifat fisik maupun non fisik yang membentuk kualitas lingkungan. Lingkungan


(63)

yang bersifat sosiogenik maupun biogenik. Produk perancangan ini harus mampu mengakomodasi elemen sosiogenetik yang memperhatikan aspek kultural masyarakat, aspek tata nilai yang berlaku umum (cognitive) dan aspek perilaku (behavioural).

2. Elemen prosedural (procedural element), merupakan elemen yang memuat

proses rancang kota yang melibatkan berbagai pelaku dan kebijakan yang berlaku.

2.8.2 Pemahaman kawasan kota

Kota merupakan tempat tinggal dan tempat bekerja bagi sebagian penduduk

dunia, merupakan tempat yang dapat memberi peluang atau harapan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik bagi sekelompok orang, dan merupakan tempat yang menarik penduduk dari pinggiran kota dari waktu ke waktu (Wilsherrdalarri Branch, 1996). Pemahaman terhadap suatu kota diawali dengan pemahaman terhadap lingkungan kota atau kawasan kota yang dapat diartikan sebagai keseluruhan proses yang berputar dari pembentukan kognisi, schemata serta peta mental (Haryadi, 1995). Sedangkan kawasan kota adalah merupakan suatu

lingkungan kota yang mempunyai fungsi tertentu (Ditjen Cipta Karya Dep. PU,

1979).

Menurut Rapoport (1977), hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 dimana menunjukkan bahwa pemahaman lingkungan kota meliputi proses pemahaman yang


(64)

menyeluruh dan menerus tentang suatu lingkungan oleh seseorang. Untuk lebih jelas lagi perhatikan Gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Model Pemahaman Kawasan Kota (Sumber: Rapoport, 1977)

Dari Gambar 2.1 tersebut di atas, menjelaskan bahwa kognisi mengenai suatu kawasan kota merupakan suatu pengetahuan, pemahaman dan pengertian yang dinamis dan berputar. Setiap menjumpai suatu kawasan yang baru, seseorang berusaha membentuk kognisinya terhadap kawasan tersebut berdasar latar belakang pendidikan, kultur, serta pengalamannya. Proses ini menghasilkan apa yang disebut kawasan yang terkognisikan pada tahap awal atau kognisi sementara. Kognisi sementara ini kemudian diuji dengan informasi yang muncul dari kawasan lain, serta

Lingkungan Baru Yang Nyata Perilaku Individu Dengan Latar Belakang Budaya, Pengalaman Dan Informasi Tertentu Lingkungan Yang Terekam (Kognisi Sementara) Test Dengan Informasi Dari Lingkungan Kognisi Filter


(65)

pengalaman yang berkembang dari manusia tersebut. Hasilnya merupakan suatu kognisi baru terhadap kognisi sementara yang telah muncul sebelumnya. Kognisi baru ini yang kemudian mempengaruhi pola perilaku manusia. Secara berputar, perilaku ini kemudian kembali berpengaruh terhadap proses kognisi manusia tersebut terhadap kawasan baru yang dikunjungi atau ditempati. Dengan demikian gambar tersebut menegaskan bahwa pemahaman kawasan seseorang sangat bersifat subjektif dan dinamis.

Pembentuk kawasan kota di berbagai tempat pada dasarnya relatif sama, tetapi susunannya selalu berlainan, sehingga urutan dan tata jenjang isyarat lingkungan yang dapat dipahami dan dimanfaatkan manusia pada lingkungan senantiasa berbeda-beda. Dibandingkan dengan lingkungan binaan yang lain, ciri khas kota sebagai karya arsitektur terletak pada konstruksi keruangannya yang berskala luas dan rumit. Kota, selain tampil sebagai medan penyerapan (obyek persepsi) dan medan perilaku keruangan warganya yang beraneka ragam, juga merupakan sasaran tindakan para perencana dan perancang yang secara langsung ataupun tak langsung mengubah struktur kota berdasarkan alasan masing-masing, sehingga meski lingkungan perkotaan secara garis besar nampak selalu mantap dan utuh, dalam kenyataan senantiasa mengalami perubahan di dalamnya.

Menurut Sudrajat (1984), bahwa pemahaman dan pengetahuan menusia tentang lingkungan kota tidak diperoleh dengan sendirinya secara sepihak, tetapi melalui suatu rangkaian proses timbal balik yang dinamis. Namun tidak menyatakan dirinya sebagai pengamat yang pasif, tetapi sebagai tokoh penting yang berperan aktif


(1)

3. Kawasan manakah yang menurut anda tatanan lahannya kurang menarik bahkan merusak keindahan wajah kawasan ini?

a. Kawasan Istana Maimoon b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit `

4. Menurut anda baik atau burukkah pembangunan ruko yang merubah fungsi bangunan (dari rumah menjadi ruko) jika ditinjau dari penataan lahan kota di wilayah kajian ini?

a. Baik sekali b. Baik

c. Cukup baik d. Cukup buruk e. Buruk

5. Kawasan dagang manakah yang anda kenal di wilayah kajian ini ? (jawaban boleh lebih dari satu)

a. Kawasan penjual bunga b. Kawasan penjual besi tua c. Kawasan penjual rujak

d. Kawasan penjual makanan kaki lima Masjid Raya e. Kawasan kuliner Gelora

f. Kawasan kuliner ruko g. Kawasan penjahit

6. Di manakah anda sering untuk berjajan makan minum di kawasan kajian ini ? a. Kawasan Istana Maimoon

b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit

7. Di wilayah manakah di sekitar kawasan maimoon sampai menara air anda biasa dan nyaman berjalan kaki untuk mencapai tujuan berpergian anda ? (terakan pada peta)


(2)

b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit

8. Dimanakah anda sering parkir di kawasan sekitar kajian ini? (terakan pada peta) a. Kawasan Istana Maimoon

b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit

9. Manakah pedestrian yang menurut anda cukup baik di sepanjang wilayah istana maimoon sampai menara PDAM? (terakan pada peta)

a. Kawasan Istana Maimoon b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit

10.Kegiatan masyarakat setempat apakah yang menarik bagi anda di kawasan Istana Maimoon?

a. Kegiatan kesenian b. Kegiatan turisme

c. Kegiatan bazaar / pameran d. Kegiatan kuliner

e. Kegiatan jualan kaki lima f. Kegiatan olah raga

11.Kegiatan masyarakat setempat apakah yang menarik bagi anda di kawasan Masjid Raya dan Kolam Sri Deli?

a. Kegiatan kesenian b. Kegiatan turisme

c. Kegiatan bazaar / pameran d. Kegiatan kuliner


(3)

e. Kegiatan jualan kaki lima f. Kegiatan olah raga

12.Kegiatan masyarakat setempat apakah yang menarik bagi anda di kawasan sepanjang jalan Sisingamangaraja?

a. Kegiatan parkir

b. Kegiatan jualan kaki lima c. Kegiatan olah raga pagi

d. Kegiatan lain, sebutkan ………..

13.Kegiatan masyarakat setempat apakah yang menarik bagi anda di kawasan Menara air PDAM?

a. Kegiatan parkir

b. Kegiatan jualan kaki lima c. Kegiatan olah raga pagi

d. Kegiatan lain, sebutkan ………..

14.Bangunan apakah yang menarik bagi anda di sekitar wilayah kajian dan bagian apakah dari bangunan tersebut yang menarik?

a. Bangunan Istana Maimoon b. Bangunan Masjid raya c. Bangunan Mall

d. Bangunan hotel e. Bangunan ruko

f. Bangunan Rumah Sakit g. Bangunan PDAM h. Bangunan menara air

15.Dimanakah usulan anda mengenai pembangunan trotoar / jalur pejalan kaki supaya kawasan menjadi baik ?

a. Kawasan Istana Maimoon b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit

16.Apakah anda sering melakukan kegiatan di lapangan / ruang terbuka yang ada di wilayah kajian ini, jelaskan tempatnya dimana?

a. Kawasan Istana Maimoon b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall


(4)

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit

17.Menurut anda di tempat manakah yang terbaik untuk memasang ikaln dan baliho sekitar wilayah kajian ? (terakan pada peta)

a. Kawasan Istana Maimoon b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit

18.Bagaimana pendapat anda mengenai baik buruknya pemasangan iklan dan baliho di wilayah kajian ini ?

a. Iklan sangat banyak jumlahnya, tidak teratur b. Iklan sangat banyak jumlahnya, teratur c. Iklan memadai, tidak teratur

d. Iklan memadai, teratur

19.Bagaimana anda mencapai ke kawasan ini, bagaimanakah baik buruknya kondisi fasilitas jalan dan pencapaian menuju kawasan ini?

a. Pencapaian mudah, nyaman b. Pencapaian mudah, tidak nyaman c. Pencapaian sukar, nyaman

d. Pencapaian sukar, tidak nyaman

20.Jika anda akan memperbaiki kondisi wilayah ini, apakah yang akan menjadi prioritas pembangunan menurut anda ?

a. penataan lahan, bangunan b. jalan

c. iklan d. trotoar

e. ruang terbuka f. penataan kaki lima


(5)

21.Jelaskan mana sajakah tempat wisata menarik yang akan anda kunjungi di seputaran wilayah kajian ini.

a. Kawasan Istana Maimoon b. Kawasan Masjid raya c. Kawasan Kolam Sri Deli d. Kawasan Mall

e. Kawasan Hotel

f. Kawasan pertokoan ruko g. Kawasan pendidikan h. Kawasan PDAM i. Kawasan Rumah Sakit


(6)

LAMPIRAN QUESTIONAIR PETA KAWASAN KAJIAN