mengkonkretkan genius loci. Konkretisasi terlihat pada bangunan-bangunan yang mengumpulkan beberapa unsur tempat dan membuatnya dekat dengan manusia.
Tindakan dasar arsitektur dengan demikian adalah memahami wilayah kerja dari tempat. Dengan cara ini manusia melindungi bumi dan menjadi bagian dari
totalitas yang komprehensif. Yang didukung di sini bukanlah jenis determinisme lingkungan. Manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lingkungannya.
2.2 Citra Kota; Kevin Lynch, 1960
Dalam bukunya “Image of the City” 1960, Kevin Lynch di dalam risetnya meminta para penduduk untuk menjelaskan kepadanya suatu gambaran mental
terhadap kota mereka. Apa yang diingat? Di mana letaknya di dalam kawasan? Bagaimana rupanya? Ke mana saya harus pergi dari tempat ini ke tempat yang lain?
Kevin Lynch telah menelusuri peta kognitif pengamat dengan hasil bahwa pemetaan kognitif terjadi karena adanya penangkapan terhadap atribut-atribut kota yang
langsung ‘terbaca’ oleh pengamat. Lynch mengamati dengan baik bahwa rata-rata berbagai jawaban yang diberikan orang agak sama dan sering jauh berbeda dengan
realitas di dalam kawasan. Misalnya, sketsa-sketsa yang dibuat orang dengan tim peneliti sering jauh berbeda dengan peta kota yang sebenarnya. Ia mengamati bahwa
masalah itu terutama tidak disebabkan oleh ketidakbiasaan orang untuk menggambar sketsa, melainkan karena kesulitan mereka untuk mengingat keadaan tempatnya.
Lynch mengamati bahwa di beberapa kota dan di berbagai kawasan masalah tersebut
Universitas Sumatera Utara
lebih sedikit dialami orang. Di dalam riset ini telah diteliti dari mana perbedaan itu berasal dan mengapa di berbagai kota orang memiliki gambaran mental yang lebih
kuat terhadap kawasannya daripada di tempat lain. Berdasarkan analisis tersebut, Lynch 1960: 8 menemukan bahwa citra kawasan yang tergambar dari peta mental
seseorang berkaitan dengan tiga komponen, yaitu: 1.
Identitas; artinya, orang dapat memahami gambaran mental perkotaan identifikasi obyek-obyek, perbedaan antara obyek, perihal yang dapat
diketahui, atau dengan pengertian lain identitas dari beberapa obyekelemen dalam suatu kawasan yang berkarakter dan khas sebagai
jatidiri yang dapat membedakan dengan kawasan lainnya. 2.
Struktur; artinya orang dapat melihat pola perkotaan hubungan obyek- obyek, hubungan subyek-obyek, pola yang dapat dilihat, atau dengan
kata lain yaitu mencakup pola hubungan antara obyekelemen dengan obyekelemen lain dalam ruang kawasan yang dapat dipahami dan
dikenali oleh pengamat, struktur berkaitan dengan fungsi kawasan tempat obyekelemen tersebut berada.
3. Makna; orang dapat mengalami ruang perkotaan arti obyek-obyek, arti
subyek-obyek, rasa yang dapat dialami, atau merupakan pemahaman arti oleh pengamat terhadap dua komponen identitas dan struktur.
Kevin Lynch mengamati bahwa tiga komponen ini lebih mudah ditemukan di beberapa kota misalnya Boston, Amerika Serikat, sedangkan sulit di kota-kota
Universitas Sumatera Utara
lainnya misalnya New Jersey, Amerika Serikat. Jika dibandingkan, perbedaan masing-masing peta kota tidak terlalu besar tetapi ternyata kebanyakan orang akan
memakai kriteria-kriteria lain untuk mengingat identitas, struktur, dan arti kawasan perkotaan daripada peta kota. Kriteria-kriteria umum yang dipakai oleh masyarakat
adala citra terhadap tempatnya. Oleh karena itu Lynch menyatakan pembangunan kota hendaknya berorientasi pada penataan yang mudah ‘dibaca’ highly legible.
Penelitian Lynch mengarah kepada mengidentifikasi elemen-elemen struktur fisik yang membuat kota dapat memberikan kesan. Dia menyimpulkan bahwa
terdapat lima kategori elemen yang digunakan orang untuk menyusun kesadaran atas image kawasan. Elemen-elemen tersebut adalah: paths, edges, districts, nodes, dan
landmarks. Lima elemen citra tersebut hanya merupakan unsur dasar sebuah citra
kawasan secara keseluruhan. Pada kenyataannya, kelima elemen ini di dalam kota tidak dapat terlihat secara terpisah, karena keberadaannya satu dengan yang lain. Jika
hanya dengan cara tersebut gambaran citra terhadap kawasan menjadi kenyataan dan benar, maka perlu diperhatikan interaksi antara kelima elemen citra tersebut. Kelima
elemen akan berfungsi dan berarti secara bersamaan dalam satu jaringan interaksi besar. Sering terjadi bahwa satu elemen berasal dari satu elemen citra lain yang
berbeda. Semua elemen ini berfungsi bersama dalam kawasan yang sama. Dan yang lebih sulit lagi, citra kota secara keseluruhan dapat berbeda pula tergantung luas
daerahnya, posisi subyek dalam daerah, waktu siangmalam, dan musim. Dengan memiliki lima elemen dan campurannya, tidak bararti bahwa sebuah kota langsung
Universitas Sumatera Utara
mempunyai citra yang baik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kualitas formulasi kelima elemen tersebut dengan yang lain. Dalam analisis dan perancangan kota,
kualitas bentuk lima elemen tersebut harus dicari dan ditingkatkan. Sepuluh pola karakteristik yang mempengaruhi kualitas citra kawasan adalah: Lynch, 1960: 85.
1. Ketajaman batas elemen.
2. Kesederhanaan bentuk elemen secara geometris.
3. Kontinuitas elemen.
4. Pengaruh yang terbesar antara elemen.
5. Tempat hubungan antara elemen.
6. Perbedaan antara elemen.
7. Artikulasi antara elemen.
8. Orientasi antara elemen.
9. Pergerakkan antara elemen.
10. Nama dan arti elemen.
Teori citra kota yang diformulasikan Kevin Lynch ini memperhatikan skala makro di dalam kota. Namun demikian, sesuai dengan pandangan Van Eyck 1985
bahwa kota adalah ‘rumah yang besar’ dan rumah adalah ‘kota yang kecil’, maka prinsip-prinsip yang diungkapkan teori ini juga berlaku sampai ke skala mikro, yaitu
gedung. Passini 1984: 112 mengilustrasikan dengan baik bagaimana lima elemen
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat berlaku di dalam sebuah gedung besar, misalnya sebuah gedung pusat perbelanjaan.
Teori Kevin Lynch ini akan digunakan sebagai alat untuk mengkaji elemen- elemen pembentuk citra kawasan melalui temuan karakter fisik kawasan.
2.3 Pemetaan Kognitif; David Stea, 1974