13
4. Penyediaan barang basis aktivitas kreatif
Yaitu tahapan penyediaan ruang basis pengembangan kreativitas. Pembentukan lingkungan kretif ditandai dengan adanya ruang yang
digunakan sebagai basis kegiatn kreatif.
5. Evaluasi penyebaran aktivitas kreatif
Yaitu tahapan evaluasi penyebaran aktivitas kreatif pada lokasi yang diperuntukkan sebagai ruang kreatif. Dalam evaluasi juga membahas apa saja
solusi kreatif yang sudah masyarakat dapatkan dan terapkan.
2.3.3 Lingkungan Kreatif
Menurut Utami 2014 untuk membentuk suatu kota kreatif dibutuhkan adanya
ruang-ruang kreatif
serta kalangan-kalangan
yang mampu
mengekspresikan kekreativitasannya, baik melalui ide-ide kreatif, maupun kegiatan kreatifnya. Menurut Patton dan Subbanu 1988 dalam Utami 2014
wilayah kampung yang dijadikan sebagai ruang pengembangan kreativitas terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Wilayah yang terus menerus mengalami kemiskinan, sangat padat
penduduk, terletak di tengah kota b.
Tidak terlalu padat penduduk, terletak di pinggiran kota, dan masyarakatnya berpendapatan lebih tinggi
A. Kampung Kreatif
Pembentukan ruang-ruang kegiatan kreatif yang saat ini sedang dikembangkan adalah Kampung Kreatif. Makna kata kampung kreatif lebih
kepada bentuk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di area kampung, yang
Universitas Sumatera Utara
14 merupakan bagian dari pengembangan ekonomi wilayah dan juga upaya
penyelesaian yang menghasilkan solusi permasalahan Utami, 2014.
KAMPUNG KREATIF DI KOTA BANDUNG
Kampung Kreatif Dago Pojok, dengan
potensi kesenian tradisional sundanya;
Cicukang dengan potensi sumber daya
bahan baku eksperimen kreatifnya;
Cicadas Bandung, dengan potensi
akustiknya
Gambar 2. 2
Kampung Kreatif Kota Bandung Sumber: Utami, 2014
KAMPUNG KREATIF DI KOTA SURABAYA
Kampung Kreatif Morokrembangan,
dengan potensi industri kreatif
tasnya; Rusun Penjaringan Sari
dengan potensi kulinernya; Pakal
dengan potensi industri pavingnya;
Walingon dengan potensi sendal dan
sepatunya
Gambar 2. 3
Kampung Kreatif Kota Surabaya Sumber: Utami, 2014
Universitas Sumatera Utara
15
B. Morfologi Ruang
Pembentukan ruang kampung dengan pembahasan morfologi ternyata memiliki keterkaitan seperti yang dikemukakan oleh Carmona,dkk 2003 dalam
bukunya yang berjudul “Public Places Urban Spaces” yang mendefenisikan
morfologi sebagai sebuah kajian tentang bentuk dan proses terbentuknya suatu permukiman yang ditinjau dari perkembangan dan perubahan pola kapling pada
suatu permukiman tersebut. Menurut Conzen 1960 dalam Carmona, dkk 2003 ada beberapa elemen
kunci yang dapat digunakan dalam mengkaji morfologi suatu permukiman, yaitu: 1.
Land uses penggunaan lahan
Dibandingkan elemen kunci lainnya, penggunaan lahan lebih bersifat temporer, dapat dijadikan dasar dalam pembangunan kembali dan
merencanakan fungsi-fungsi baru dari suatu bangunan yang akan didirikan Carmona dkk, 2003. Menurut Kaiser 1995 dalam Johannes 2014
penggunaan lahan dianggap sebagai generator sistem aktivitas yang sangat menentukan pola dan arah pertumbuhan kawasan, dan penggunaan lahan
tersebut memiliki temporalitas yang sangat tinggi dalam hal dapat literatur dengan mudah berubah, terutama dikaitkan dengan nilai ekonomi yang
dimilikinya. 2.
Building structures tipe dan massa bangunan
Tipe dan massa bangunan secara simbolis dapat mewakili bahkan merefleksikan suatu kawasan dan membentuk jaringan jalan Carmona dkk,
2003. Komponen ini merupakan representasi dari tipologi dalam analisis morfologi dan dapat dibahas dalam dua aspek, antara lain penataan massa
Universitas Sumatera Utara
16 melalui kepadatan dan intensitas bangunannya dan arsitektur bangunan
melalui perwujudan fisik ruangnya Johannes, 2014. 3.
Plot pattern pola kapling
Pola kapling dapat berubah karena adanya aktivitas jual beli kapling. Pengurangan akibat pembagian kapling, atau penambahan akibat
penggabungan kapling biasa terjadi dalam suatu kawasan Fadhillah, dkk, 2013. Menurut Johannes 2014 pola kapling dapat dibahas dari aspek
ukuran dimensi yang mempengaruhi intensitas pemanfaatan lahannya dan sebaran plot akan mempengaruhi pembentukan jaringan penghubung.
4.
Street pattern pola-pola jalan sirkulasi
Jaringan jalan merupakan elemen morfologi yang cukup mudah terlihat perkembangannya, baik melanjutkan pola yang sudah ada, atau terbentuk pola
baru melalui suatu proses Fadhillah, dkk, 2013 Menurut Priyatmono 2009 dalam Fadhillah 2013 selain keempat
elemen tersebut, perubahan dominasi aktivitas industri ternyata juga berpengaruh terhadap perkembangan morfologi sebuah kampung, yaitu
melalui aspek sosial budaya dan sosial ekonominya.
Universitas Sumatera Utara
17
2.4 Diagram Kepustakaan
Gambar 2.4
Diagram Kepustakaan Literature Map Sumber: Peneliti, 2015
2.5 Studi Kasus Sejenis 2.5.1 Pengembangan Pertanian Organik terpadu di Kawasan Organik
Dusun Serut Setyawan, 2014
Dusun Serut seluas 57,2 hektar ini terletak di Desa Palbapang, Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul. Dusun yang pernah mengalami dampak yang parah
Konsep Kota Kreatif
Landry, 1995; Howkins 2002; Manisyah 2010
Kampung Kreatif
Utami, 2014
Parameter Kota Kreatif
Landry, 2006;
Ekonomi Kreatif
Howkins, 2002;
Kelas Kreatif
Florida, 2005
Lingkungan Kreatif
Utami, 2014
Kajian Potensi Industri Kuliner dalam Membentuk Lingkungan Kreatif
Astri Ningsih, 2015
Proses Pembentukan
Kota Kreatif
Landry, 2008;
Anatomi Kota Kreatif
Cohendet, 2010
Sektor Industri
Kreatif
IK, 2014
Hubungan Ruang,
Aktivitas Kreativitas
Manisyah
2009 Morfologi Ruang
Carmona dkk 2003; Fadhillah 2013;
Johannes 2014.
Universitas Sumatera Utara
18 akibat bencana alam gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006 tersebut saat ini
menjadi salah satu daerah referensi pertanian organik di Indonesia karena pengembangan pertanian organik di dusun ini terbilang baik. Mata pencaharian
sebagian besar warga Dusun Serut adalah petani dan buruh tani. Pengembangan pertanian organik yang berjalan baik di Dusun Serut tidak terlepas dari inisiatif
dan peran Kepala Dusun Serut yang memiliki pemikiran yang maju, kreatif, dan inovatif.
Pertanian organik di Dusun Serut mulai dirintis oleh Kepala Dusun Serut pada tahun 2003 namun sudah diterapkan di Dusun Serut sebelum tahun 1971.
Ketertarikan Kepala Dusun Serut terhadap pertanian organik berawal dari keprihatinannya melihat kondisi ekonomi petani di wilayahnya dan juga kondisi
ekologi sawah setempat. Penerapan pertanian konvensional selama puluhan tahun memberikan efek rusaknya lahan sawah yang ditandai dengan tanah yang
keras dan berkurang kesuburannya sehingga memerlukan asupan pupuk kimia yang semakin tinggi.
Pengembangan pertanian organik di Dusun Serut dilakukan secara bertahap. Pertanian organik diintegrasikan dengan peternakan sapi dan ayam,
penanaman pohon, dan pengolahan sampah organik. Dengan demikian, model pertanian organik yang diterapkan di Dusun Serut dikembangkan dalam bentuk
pertanian terpadu integrated farming sehingga aktivitas pertanian yang satu dapat mendukung aktivitas pertanian lainnya.
Dengan konsep pertanian terpadu ini, maka terjadi keterkaitan antar berbagai aktivitas pertanian dan tercipta zero waste sehingga tidak ada limbah
pertanian yang keluar dari siklus yang berakibat pada timbulnya pencemaran
Universitas Sumatera Utara
19 lingkungan. Kepala Dusun mendorong setiap kepala keluarga untuk memelihara
ternak sapi dan ayam sehingga kotorannya dapat diolah menjadi pupuk kompos yang dapat digunakan untuk memupuk tanaman padi. Di samping itu, setiap
kepala keluarga juga dihimbau oleh Kepala Dusun untuk menanam berbagai tanaman, terutama tanaman buah di lahan pekarangannya sehingga dedaunan
yang gugur dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos, sedangkan buahnya dapat dikonsumsi sendiri atau dijual. Kebijakan tersebut
diambil oleh Kepala Dusun agar pertanian organik di Dusun Serut dapat disuplai dengan pupuk organik dan pestisida organik yang dapat dibuat sendiri secara
mandiri oleh petani dan warga di wilayahnya dan tidak bergantung pada pupuk organik dan pestisida organik dari luar dusun. Padi organik yang dikembangkan
di Dusun Serut adalah varietas lokal yang kualitasnya tidak kalah dengan varietas hibrida. Salah satu varietas lokal yang dibudidayakan adalah pandan
wangi. Dengan konsep pertanian organik terpadu, pengembangan pertanian organik yang semula diawali dari tanaman padi, kini telah meluas pada buah dan
sayuran organik serta sapi dan ayam organik.
Gambar 2.5
Padi organik pandan wangi di Dusun Serut Sumber: Setyawan, 2014
Saat ini di Dusun Serut telah ada dua pabrik pengolahan kompos yang beroperasi yang dibangun secara swadaya oleh warga. Lokasi tempat pabrik
berada telah sesuai dengan rencana tata ruang dusun yang penyusunannya
Universitas Sumatera Utara
20 dibantu oleh lembaga konsultan yaitu Housing Resources Center.Pengolahan
kompos dikoordinir oleh Kelompok Ngudi Mandiri dan dikelola oleh kelompok difabel yang merupakan korban pasca gempa bumi tahun 2007.
Gambar 2.6
Pabrik pengelolaan pupuk kompos oleh kelompok diffable Sumber: Setyawan, 2014
Gambar 2.7
Skema pertanian organik terpadu di Dusun Serut Sumber: Setyawan, 2014
Hasil panen padi organik dari petani Serut tidak seluruhnya dipasarkan, tetapi sebagian diserahkan ke koperasi lumbung pangan dalam bentuk gabah.
Setiap panen, setiap petani dihimbau untuk menyerahkan 5 kg hasil panennya ke
Universitas Sumatera Utara
21 koperasi lumbung pangan. Lumbung pangan ini berguna sebagai penjaga
ketahanan pangan warga Serut dimana persediaan gabah di lumbung pangan dapat digunakan untuk menghadapi musim paceklik. Sebagian gabah organik
digiling menjadi beras organik untuk dipasarkan. Sistem pemasaran beras organik dilakukan dengan dua cara, sebagai berikut.
a Penjualan langsung kepada masyarakat yang umumnya sudah memesan,
baik dilakukan oleh petani langsung maupun melalui Kelompok Tani Harapan.
b Penjualan melalui koordinasi Kelompok Tani Harapan kepada PT MAS
yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasok beras organik. Beras organik ditampung oleh PT MAS untuk dikemas, kemudian
dipasok ke toko-toko sembako, swalayan, dan sebagainya. Keberhasilan pengembangan pertanian organik di Dusun Serut sangat
terkait dengan tata kelola efektif yang melibatkan interelasi antara Kepala Dusun, warga masyarakat, serta berbagai aktor di luar dusun baik pemerintah
maupun non pemerintah. Visi Kepala Dusun rupanya sejalan dengan visi Pemerintah Kabupaten Bantul dan visi para aktor lainnya sehingga
pembangunan pertanian organik di Dusun Serut tidak hanya menjadi visi warga Dusun Serut, tetapi menjadi visi bersama para aktor yang memiliki perhatian
pada pembangunan dan pengembangan pertanian organik. Dengan menjadi visi bersama, warga Dusun Serut memiliki kesadaran,
kemauan, dan partisipasi membangun dan mengembangkan pertanian organik di Dusun Serut. Berbagai kelompok warga yang ada di Dusun Serut diefektifkan
guna mendukung pembangunan dan pengembangan pertanian organik.
Universitas Sumatera Utara
22 Kelompok yang berbeda menjalankan aktivitas yang berbeda tetapi
mendukung visi yang sama. Berbagai kelompok tersebut juga saling berinteraksi secara baik karena adanya keterkaitan antar kelompok dalam mengembangkan
pertanian organik. Kelompok-kelompok yang ada di Dusun Serut, antara lain : 1.
Kelompok Tani Harapan yang menangani pertanian padi organik; 2.
Kelompok Wanita Tani Harapan Subur yang menangani sayur dan buah organik;
3. Kelompok Sidodadi yang menangani peternakan sapi;
4. Kelompok Hanggoro Manis yang menangani peternakan ayam buras;
5. Kelompok Ngudi Mandiri yang menangani pengolahan sampah organik
dan kotoran ternak menjadi pupuk kompos; 6.
Kelompok Harapan Makmur yang menangani lumbang pangan. Pengembangan pertanian organik yang berjalan baik di Dusun Serut tidak
terlepas dari jejaring-jejaring yang dibangun secara aktif oleh Kepala Dusun Serut dengan berbagai aktor, baik pemerintah, swasta, maupun NGO. Beberapa
aktor yang menjadi mitra dalam pengembangan pertanian organik di Dusun Serut antara lain sebagai berikut.
1. PT MAS, perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasok beras organik
yang membantu pemasaran beras organik dari petani Dusun Serut. 2.
INOFICE Indonesia Organic Farming Inspection and Certification lembaga sertifikasi produk organik yang berlokasi di Bogor yang
melakukan sertifikasi terhadap padi organik dari Dusun Serut. 3.
Pemerintah Provinsi DIY dan Pemerintah Kabupaten Bantul yang senantiasa memfasilitasi pengembangan pertanian organik di Dusun Serut.
Universitas Sumatera Utara
23 Pemerintah Bantul memiliki rencana untuk mewujudkan GO ORGANIC
di Kabupaten Bantul. Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas Pertanian melaksanakan program sertifikasi lahan sawah yang salah satu
lokasinya adalah lahan sawah di Dusun Serut. Sertifikasi lahan sawah ini sangat penting bagi petani karena memberikan kepastian hukum atas
kepemilikan lahan sawah sehingga sertifikat dapat memudahkan akses untuk mendapatkan kredit produktif dari lembaga keuangan.
4. MAPORINA Masyarakat Pertanian Organik Indonesia merupakan
organisasi profesi yang berperan sebagai sarana komunikasi, kerja sama, dan menghimpun pemikiran untuk pengembangan dan kemajuan pertanian
organik di Indonesia. MAPORINA memiliki kantor cabang, salah satunya di Yogyakarta. MAPORINA telah memfasilitasi terjalinnya hubungan
antara petani warga Serut dengan INOFICE. 5.
Housing Resource Center Bale Daya Perumahan merupakan lembaga konsultan bidang pembangunan perumahan dan perkotaan berlokasi di
Yogyakarta yang telah memfasilitasi studi banding pembuatan pupuk kompos berbahan baku sampah organik, membantu penyusunan peta tata
ruang pengembangan Kawasan Organik Dusun Serut serta penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Dusun Serut tahun 2006
– 2011 secara partisipatif. Dusun Serut barangkali merupakan dusun satu-satunya
di Indonesia yang telah menyusun rencana tata ruang dan rencana pembangunan jangka menengah sehingga dapat digunakan sebagai
masukan Rencana Tata Ruang Wilayah dan RPJM Kabupaten Bantul.
Universitas Sumatera Utara
24
2.5.2 Morfologi Kampung Kalengan Kelurahan Bugangan Kota Semarang Arief Fadhillah, T. Woro Murtini, dan Bambang Supriyadi, 2013
Kampung Kalengan adalah kampung kota di Semarang, yang masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Bugangan, Kecamatan Semarang Timur
yang sudah dikenal oleh masyarakat sebagai sebuah kumpulan industri rumah tangga dengan kerajinannya yang berbahan kalenglogam. Cikal bakal
Kampung Kalengan ini bermula ketika Mbah Pon dan Mbah Saleh, warga lingkungan Bugangan membuat produk kebutuhan rumah tangga seperti ember,
angklo, dan kompor sumbu Penduduk sekitar sebagian tertarik untuk belajar membuat produk yang sama, dan akhirnya menjadi pengrajin perkalengan
dengan membuka usaha mandiri. Perkembangan pesat Kampung Kalengan ditandai dengan kunjungan wakil presiden Adam Malik pada tahun 1982.
Gambar 2.8
Plang identitas Kampung Kalengan Sumber: Fadhillah, 2013
Keberadaan paguyuban pengrajin Kampung Kalengan, BINA WARGA, hadir sebagai simbol budaya guyub dalam kehidupan bersosial antar pengrajin,
dengan kegiatan rutin arisan setiap bulan secara bergilir di rumah anggota pengrajin. Di arisan tersebut, biasanya membicarakan kegiatan keseharian di
Kampung Kalengan, dan kelangsungan koperasi BIWA KOPIN yang dibentuk oleh anggota paguyuban.
Universitas Sumatera Utara
25
Gambar 2.9
Aktivitas di Kampung Kalengan Sumber: Fadhillah, 2014
Perkembangan Kampung Kalengan dibagi ke dalam 5 fase yang memiliki kekhasan dan pertimbangan masing-masing, yaitu:
Morfologi Fase I 1950-1965
Mbah Pon dan Mbah Saleh sebagai perintis lingkungan kampung kalengan Bugangan.
Morfologi Fase II 1966-1973
Pembongkaran rumah-rumah di tepi Banjir Kanal Timur Semarang yang menyebabkan berubahnya struktur keruangan.
Morfologi Fase III 1974-1987
Pembangunan Jalan Barito 1974 mulai mengubah struktur aktivitas penduduk dan pengrajin.
Gambar 2.10 Sketsa lingkungan, ruang jalan, dan tipe rumah kampung kalengan
Sumber: Fadhillah, 2013
Universitas Sumatera Utara
26
Tabel 2.3 Perkembangan Kampung Kalengan
Sumber: Fadhillah, 2013
Tabel 2.4 Perkembangan sirkulasi dan Penggunaan Lahan
Sumber: Fadhillah, 2013
Universitas Sumatera Utara
27
Morfologi Fase IV 1988-1994 Tahun 1992, terjadinya penertiban unit-unit usaha Kampung Kalengan
sesuai Perda Semarang dengan melakukan pembagian kapling usaha dan pembuatan trotoar sebagai batas kapling usaha dengan jalan.
Morfologi Fase V 1995-2013
Unit-unit usaha tumbuh sampai memenuhi tepi Jalan Barito dengan menyisakan beberapa ruang terbuka untuk beberapa fungsi.
2.6 Penelitian Yang Sudah Dilakukan Tabel 2.5
Penelitian yang sudah dilakukan
Judul, Tahun, Wilayah,
Peneliti Tujuan
Penelitian Metode
Penelitian Pendekatan
Teknik Analisis
Bahan Penelitian
Hasil Penelitian
Creative City: Penelusuran
terhadap Konsep Kota Kreatif
melalui Pendekatan Studi
Kasus 2009.Kota Bandung.
Miranti Manisyah
. -
Untuk mengetahui peran
komunitas kreatif BCCF
- Mengidentifikasi
munculnya BCCF sebagai
kekuatan kolaboratif
- Mengidentifikasi
bagaimana interaksi BCCF
Studi literatur dengan
pendekatan kualitatif-
kuantitatif Metode
Analisis Data Kualitatif
reduksi, Interpretasi
dengan teknik
analisis
isi dan Analisis
Ringkasan BCCF
mampu mendongkrak
perkembangan Kota Bandung
melalui ide- ide kreatif
komunitasnya, maupun
berupa gagasan ide
kreatif
Proses Pembentukan
Kampug Kreatif. 2014. Kota
Bandung. Sekar Utami
Sopfhani, T.F. -
Untuk mengetahui
proses pembentukan
kampung kreatif
- Untuk
mendeskripsikan tahapan
pembentukan kampung kreatif
- Untuk
mendeskripsikan aktor-aktor yang
Pendekatan penelitian,met
aode pengumpulan
data, dan metode
analisis data Metode
Analisis Kualitatif
dengan cara analisis isi
dan Analisis Stakeholder.
- Proses
pembentuka n kampung
kreatif Dago Pojok
dan Cicukang
diperankan oleh
komunitas kreatif
BCCF, pemerintah,
dan
Universitas Sumatera Utara
28 Sumber: Analisa Peneliti, 2015
berperan. masyarakatn
ya. Pengembangan
Kawasan Tangga Buntung sebagai
Creative Cluster Industry di
Kawasan Wisata Tepian Ilir
Sungai Musi Palembang.2014.
Riska Drastini. Untuk
mengidentifikasi faktor-faktor
pendukung pengembangan
industri kreatif dikawasan wisata
tespian ilir sungai musi.
Metode analisis data
kualitatif reduksi,
interpretasi dengan
teknik analisis isi
dan analisis ringkasan.
Konsep perancangan
yang relevan untuk
diterapkan pada
pengembang an
Tanggabuntu ng
Tipologi Lokasi Industri Kreatif
pada Subsektor Kerajinan di
Kota Surabaya. 2013.Lestari,
Rachmanita. Untuk
merumuskan suatu tipologi
persebaran lokasi industri kreatif
agar memudahkan para pembuat
kebijakan dalam menentukan
arahan bagi pengembangan
industri kreatif kedepannya.
Metode penelitian
kualitatif menggunakan
deskriptif kualitatif
Teknik analisis
delphi dan multidimensi
onal scaling Faktor-faktor
yang mempengaru
hi penyebaran
klaster- klaster
industri kreatif di
Surabaya
Kajian Potensi Industri Kuliner
dalam Membentuk
Lingkungan Kreatif Studi
kasus: Jl.Mojopahit
Kecamatan Medan Petisah.
2015. Astri Ningsih.
- Mengidentifikasi nilai ekonomi
pada sektor industri kuliner di
kawasan Jl. Mojopahit.
- Untuk mengetahui
parameter lingkungan
kreatif yang terbentuk di
kawasan Jl. Mojopahit.
- Mengidentifikasi faktor-faktor
pembentuk lingkungan
kreatif. Meode
Penelitiann dengan:
- Pendekatan penelitian
- Pengumpulan data
- Menganalisis data
- Tabulasi ekonomi
kreatif - Analisis
stakeholder kelasgolon
gan kreatif - Analisis
deskriptif kualitatif
lingkungan kreatif
Menghasilkan konsep
lingkungan kreatif melalui
indikator berupa
variabel yang dapatdigunaka
n untuk menciptakan
lingkungan kreatif dengan
potensi kreatif lainnya di
Kota Medan
Tabel 2.5, sambungan
Universitas Sumatera Utara
29
BAB III METODE PENELITIAN
Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi nilai ekonomi industri kuliner serta mengkaji parameter lingkungan kreatif di kawasan
Jl.Mojopahit, dan mengidentifikasi faktor-faktor pembentuk lingkungan kreatifnya, peneliti mendeskripsikan dan mengklasifikasikan suatu fenomena
dengan cara membuat sejumlah variabel yang berhubungan dengan masalah dan unit yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti berusaha mengeksplorasi aspek-
aspek yang yang perlu dikembangkan di kawasan Jl.Mojopahit sebagai
lingkungan kreatif yang memiliki produk unggulan. 3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan cara lebih menggambarkan kondisi lingkungan
kreatif di kawasan Jl.Mojopahit sebagai kawasan pusat industri kuliner Kota Medan kemudian akan dijabarkan secara deskriptif. Berdasarkan teori Sugiono
2009 mengenai metode penelitian kualitatif yang mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif yaitu mengkaji suatu objek yang alamiah dan berkembang
apa adanya dan peran peneliti sebagai instrumen kunci, sehingga dibutuhkan pengetahuan yang luas tentang konsep lingkungan kreatif dan juga kawasan
Jl.Mojopahit sebagai kawasan penelitian, agar mampu bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksikan situasi yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna.
Penjabaran deksriptif dalam penelitian ini lebih kepada penjabaran mengenai lingkungan kreatif yang terbentuk dari aktivitas industri kuliner masyarakatnya
sebagai pelaku home industry, morfologi kawasan Jl.Mojopahit sehingga
Universitas Sumatera Utara
30 terbentuk sebagai kawasan pusat industri kuliner, serta penjabaran tentang
perkembangan ekonomi kreatif di kawasan tersebut.
3.2. Variabel Penelitian
Dari hasil studi pustaka mengenai konsep kota kreatif ada 3 tiga parameter yang akan digunakan dalam mengkaji lingkungan kreatif di
Jl.Mojopahit Medan Petisah, dari ketiga parameter tersebut dapat disimpulkan variabel yang akan diteliti dan metode penelitian yang akan digunakan, yaitu:
Tabel 3.1 Variabel Penelitian
Sumber Variabel
Sub Variabel Indikator
Metoda Pengumpulan
Metoda Analisa
Ekonomi Kreatif
Landry
1995
Nilai Ekonomi
Omset dan tenaga kerja
Observasi Wawancara
Tabulasi Sektor
Industri Industri kuliner
Kelas Kreatif
Utami 2014
Proses Tahapan
Pembentukan Lingkungan
Kreatif - Teori The Cycle of
Urban Creativity Observasi
wawancara Analisis
Deskriptif Kulitatif
Aktor- aktor yang
berperan - Upperground
- Miidleground - Underground
Wawancara Analisis
Stakeholder
Lingkungan Kreatif
Carmona 2003
Land Uses - Guna lahan
Observasi
Analisis Deskriptif
Kualitatif Building
structures - Penataan massa
- Arsitektur Observasi
Plot pattern - Dimensi
pemanfaatan kapling
- Sebaran kapling Observasi
Street pattern - Jalan utama - Jalan lingkungan
Observasi Sumber: Peneliti, 2015
Universitas Sumatera Utara
31
3.3. Populasi dan Sampel a. Populasi
Menurut Sugiono 2009 populasi merupakan suatu wilayah yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang berada di kawasan Jl. Mojopahit Kelurahan Petisah
Tengah tersebut.
b. Sampel
Penggunaan sampel bertujuan agar peneliti mudah memperoleh data yang dapat mencerminkan keadaan populasi. Yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah masyarakat di kawasan Jl. Mojopahit yang merupakan pelaku home industry yang terdiri dari 35 home industry. Dalam penentuan
responden informan peneliti menggunakan teknik purposive sampling yaitu dengan teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu, yaitu para pengusaha kuliner dan pemerintah setempat Kelurahan Petisah Tengah. Kemudian informan dikembangkan jumlahnya dengan
menggunakan metode snowball sampling karena keterbatasan informasi yang diperoleh peneliti sehingga tidak dapat ditentukan jumlah informan dan akan
terus berkembang berdasarkan informasi-informasi yang diperoleh di lapangan.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
32 1.
Observasi Observasi di lapangan dilakukan dengan mendata objek fisik kawasan
Jl.Mojopahit yang berhubungan dengan konsep lingkungan industri kreatif serta mengamati secara langsung aktivitas beserta pelaku yang berperan sebagai pengisi
ruang di kawasan tersebut sehingga tidak hanya gambaran fisik kawasan saja yang diperoleh, namun juga aktivitas warga yang menghuninya. Data fisik kawasan
tersebut akan difoto, kemudian digambar ulang peta eksisting kawasannya. 2.
Wawancara Wawancara dilakukan secara mendalam dengan melakukan tanya jawab
dan bertatap muka langsung dengan para pelaku home indsutry di kawasan Jl.Mojopahit serta pemerintah setempat yaitu Kelurahan Petisah Tengah guna
menggali informasi lebih dalam mengenai seluk beluk terbentuknya kawasan ini sebagai kawasan pusat industri kuliner Kota Medan. Wawancara dilakukan secara
terstruktur dan tidak terstruktur. Teknik tidak terstruktur dilakukan diawal penelitian, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui isu-isu yang sedang
berkembang dikawasan Jl. Mojopahit, sehingga menjadi langkah awal bagi peneliti dalam mengarahkan kajian penelitian ini. Teknik terstruktur dilakukan
secara mendalam dengan narasumber terpilih untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat. Hasil wawancara dituangkan dalam catatan lapangan yang dilakukan
dengan bantuan recorder sehingga proses penggalian informasi bisa lebih fokus tanpa harus mencatat jawaban dari informan.
Universitas Sumatera Utara
33 3.
Dokumentasi Dokumentasiarsip diperoleh dari suatu proses kajian literatur, yaitu buku,
jurnal, hasil seminar, hasil penelitian sebelumnya, website resmi Kota Medan, dan dalam bentuk lainnya yang dapat mendukung kelengkapan penelitian ini.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini berupa: 1.
Data primer berupa data yang dikumpulkan langsung dilapangan yang merupakan hasil observasi dan wawancara untuk mendapatkan informasi
yang akan mendukung penelitian ini. Data tersebut berupa: - Data yang berkaitan dengan kondisi fisik kawasan Jl. Mojopahit yang
terbentuk sebagai kawasan pusat industri kuliner khas Kota Medan. - Data yang berkaitan dengan sejarah kawasan, sosial budaya, dan juga
sosial ekonomi masyarakat di kawasan Jl. Mojopahit. 2.
Data Sekunder berupa arsipdokumentasi sebagai hasil penelitian kepustakaan mengenai lingkungan industri kreatif yang berkaitan dengan topik penelitian
mengenai potensi industri kuliner di Jl. Mojopahit dalam menciptakan lingkungan yang kreatif bagi masyarakatnya. Data tersebut berupa:
- Dokumentasiarsip mengenai RUTRK Kota Medan, serta peraturan Pemerintah tentang UMKM.
- Dokumentasi berupa foto dan gambar mengenai kawasan Jl.Mojopahit Kecamatan Medan Petisah serta aktivitas yang terjadi di dalamnya.
3.5. Kawasan Penelitian
Penelitian dilakukan di kawasan Jl. Mojopahit yang terletak di dalam wilayah Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 3.1
Lokasi Penelitian di Jalan Mojopahit, Petisah Tengah Sumber: Peneliti, 2015
Peta Kecamatan Kota Medan
Universitas Sumatera Utara
35
3.6. Metode Analisa Data
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis.
Tabulasi Tabulasi merupakan data yang disajikan dalam bentuk tabel dengan berisikan
data sesuai dengan kebutuhan analisis. Teknik analisis tabulasi ini digunakan untuk menganalisis seberapa besar perputaran nilai ekonomi di kawasan
Jl.Mojopahit ini, melalui omset dari tiap-tiap home industry per tahun dan jumlah tenaga kerjanya. Setelah data dikumpulkan, maka besarnya omset
akan digunakan untuk mengklasifikasikan industri yang berkembang di kawasan Jl.Mojopahit serta dari sisi jumlah tenaga kerjanya.
Analisis Stakeholder
Analisis stakeholder merupakan teknik analisis yang bertujuan untuk menghasilkan daftar stakeholder yang berperan dalam pembentukan
lingkungan kreatif di kawasan Jl.Mojopahit. Dalam penelitian ini analisis digunakan untuk mengkaji aktor-aktor yang berperan dalam konsep kota
kreatif, dengan melakukan langkah berikut: 1.
Mengidentifikasi stakeholder di koridor Jalan Mojopahit 2.
Mengidentifikasi peran stakeholder, kepentingan, pengetahuan dan tingkat pengaruhnya terhadap pembentukan ruang kreatif di kawasan
tersebut.
Analisis Deskriptif Kualitatif Analisis deskriptif kualitatif yaitu analisis memberikan ulasan terhadap data
yang diperoleh, sehingga menjadi lebih jelasdibandingkan dengan angka- angka. Analisis ini dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
36 1.
Reduksi data Membuat data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari hasil
observasi di sepanjang koridor Jalan Mojopahit, berupa data fisik kawasan maupun kegiatan aktivitas yang berlangsung di kawasan
tersebut. Reduksi data dilakukan secara terus menerus saat melakukan penelitian agar mendapatkan informasi sebanyak mungkin.
2. Penyajian data
Kemudian, setelah data direduksi langkah selanjutnya adalah menyusun informasi kedalam bentuk yang sistematis, data disusun berdasarkan
variabel penelitian yang telah ditentukan, sehingga menjadi selektif dan sederhana, dengan begitu akan mempermudah dalam penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. 3.
Penarikan Kesimpulan Pada bagian tahap akhir ini peneliti akan mengutarakan kesimpulan dari
data-data yang diperoleh melalui observasi, interview, dan dokumentasi.
Universitas Sumatera Utara
37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Kawasan Jl. Mojopahit Medan Petisah
Kecamatan Medan Petisah merupakan salah satu dari 21 kecamatan yang ada di Kota Medan yang terdiri dari 7 kelurahan dan salah satunya adalah
Kelurahan Petisah Tengah. Kelurahan Petisah Tengah lebih tepatnya kawasan Jl.Mojopahit yang terkenal sebagai pusat industri kuliner bika ambon Kota Medan
dijadikan sebagai lokasi dalam penelitian ini. Pemilihan lokasi berdasarkan teori Paton dan Subani 1988 dalam Utami 2014 tentang karakteristik wilayah yang
dapat dijadikan sebagai pengembangan kreativitas dengan ciri kawasan Jl.Mojopahit Medan Petisah sebagai berikut:
a. Kawasan pusat kota dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi
b. Memiliki potensi ekonomi kreatif yang bergerak di sektor kuliner
c. Memiliki ruang lingkungan kreatif yang terbentuk dari aspek historisnya
d. Memiliki potensi yang dapat dijadikan keunggulan dan menjadi ciri khas
kawasan Jl Mojopahit dengan Bika Ambon Selain kawasan Jl. Mojopahit yang terkenal dengan pusat industri kuliner
bika ambonnya, pada kawasan Kecamatan Medan Petisah ini juga memiliki lokasi yang cukup strategis karena berdekatan dengan beberapa bangunan pemerintahan
dan fungsi lainnya seperti kantor Walikota, Mesjid Agung, Kantor pos, Lapangan Merdeka, Merdeka Walk, Kedutaan Besar Republik Singapura dan juga Bank
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
38 Berikut data mengenai kawasan Jl. Mojopahit yang dijadikan sebagai
lokasi dalam penelitian ini: Lokasi
: Jalan Mojopahit Kelurahan
: Petisah tengah Kecamatan
: Medan Petisah Peruntukan lahan
: Komersil Lebar Jalan
: 6 meter GSB
: 4 meter KDB
: 90 Batasan wilayah
Batas Timur
: Pertokoan dan perumahan
Batas Barat : Pertokoan dan perumahan
Batas Selatan
: Jalan Gajah Mada
Batas Utara : Jalan Glugur
Universitas Sumatera Utara
39
Gambar 4.1
Peta kawasan Medan Petisah Sumber: Peneliti, 2015
Lokasi penelitian berada di Jl. Mojopahit Kelurahan
Petisah Tengah Kecamatan Medan Petisah
Peta Kota Medan menunjukkan posisi lokasi kecamatan Medan
Petisah
Lokasi penelitian merupakan kawasan yang
terkenal dengan industri kreatifnya yang bergerak di
sektor industri kuliner
Jl. Glugur Jl. Gajah Mada sebagai akses
utama menuju Jl. Mojopahit
Universitas Sumatera Utara
40
4.2 Ekonomi Kreatif pada Industri Kuliner di Kawasan Jl. Mojopahit
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Howkins 2002 dalam Manisyah 2009 tentang ekonomi kreatif, transisi ide dan ekspresi kreativitas
yang diwujudkan dalam suatu produk yang memiliki nilai komersial dapat dilihat melalui perkembangan industri kuliner di kawasan Jl.Mojopahit yang merupakan
pusat industri kuliner khas Kota Medan khususnya bika ambon yang mulanya diperkenalkan oleh seorang warga tionghoa yang mengkreasikan kue bika khas
Melayu dengan buku resep makanan berbahasa Belanda.
Perkembangan industri kuliner ini semakin menjamur di sepanjang koridor Jl.Mojopahit. Bukan hanya warga tionghoa saja, masyarakat lokal pun mulai
mengembangkan industri kuliner ini. Hal ini dapat dilihat dari ragam kreativitas masyarakatnya dalam mengembangkan industri kuliner lainya, setidaknya kurang
lebih saat ini industri kuliner yang berkembang di Jl.Mojopahit mencapai kurang lebih 30 toko industri kuliner dengan aneka jenis kuliner lainnya. Berikut data
yang diperoleh mengenai industri kuliner di Jl. Mojopahit: Tabel 4.1
Industri kuliner di Jl.Mojopahit Medan Petisah
No Nama Toko
Jenis Produksi Tahun
Berdiri Omzet
Tenaga Kerja
1 Ratna
Bika Ambon 1986
Rp 570 jt 5 orang
2 Ati
Bika Ambon 1986
Rp 1,15 M 4 orang
3 Acai
Bika Ambon 1986
Rp - 4 orang
4 Emmy
Bika Ambon 1988
Rp 99 jt 2 orang
5 Mojopahit
Bika Ambon 1990
Rp 432 jt 4 orang
6 Erna
Bika Ambon 1990
Rp 216 jt 2 orang
7 Yen-Yen
Bika Ambon 1995
Rp 234 jt 3 orang
8 Nikmat
Bika Ambon 1995
Rp 234 jt 3 orang
9 Dinasty
Bika Ambon 2000
Rp 62 jt 2 orang
10 Berastagi
Bika Ambon 2002
Rp 108 jt 2 orang
11 Lia
Bika Ambon 2003
Rp 360 jt 7 orang
12 Zulaikha
Bika Ambon 2003
Rp 2,3 M 50 orang
Universitas Sumatera Utara
41 13
Fatimah Bika Ambon
2004 Rp 270 jt
4 orang 14
Etty Bika Ambon
2005 Rp 144 jt
2 orang 15
Golden Bika Ambon
2005 Rp 32,5 jt
keluarga 16
Bintang Bika Ambon
2005 Rp 790 jt
5 orang 17
Maidani Pancake durian
2005 Rp 126 jt
2 orang 18
Zainuddin Bika Ambon
2005 Rp 450 jt
4 orang 19
Durian Corner Pancake durian
2009 Rp -
4 oang 20
Rujak Aceh llf Rujak buah
2010 Rp 900 jt
9 orang 21
Sidikalang Kopi teh
2010 Rp 1,08 M
3 orang 22
Gogo Risol
2010 Rp 720 jt
5 orang 23
Khadijah Bika Ambon
2011 Rp 1,26 M
12 orang 24
Sari Kue kacang
2011 Rp 72 jt
keluarga 25
Pheng Risol
2012 Rp 144 jt
2 orang 26
Aguan Manisan jambu
2012 Rp 90 jt
keluarga 27
Queen Bika Ambon
2013 Rp 99 jt
3 orang 28
Yammie Brownies cake
2013 Rp 180 jt
2 orang 29
Citra Bika Ambon
2013 Rp 72 jt
2 orang 30
Rajawali Kue kacang
2013 Rp 72 jt
keluarga 31
Yummy Pancake durian
2013 Rp 252 jt
2 orang 32
Rahmat Sate Kerang
2013 Rp 360 jt
2 orang 33
Rania Pancake durian
2013 Rp 540 jt
5 orang 34
Kiki Koko Bika Ambon
2013 Rp 90 jt
2 orang 35
Ima Brownies cake
2013 Rp 162 jt
2 orang 36
Maroon Kue kacang
Off Off
Off 37
Indah Bika Ambon
Off Off
Off 38
Tiara Bika Ambon
Off Off
Off 39
Gajah Mada Bika Ambon
Off Off
Off 40
Metro Bika Ambon
Off Off
Off 41
Majestic Bika Ambon
Off Off
Off 42
Mahkota Bika Ambon
Off Off
Off 43
Cita Rasa Bika Ambon
Off Off
Off 44
Marjani Bika Ambon
Off Off
Off 45
Sejahtera Bika Ambon
Off Off
Off 46
Inti Bika Ambon
Off Off
Off 47
Sumatera Bika Ambon
Off Off
Off 48
Sedap wangi Risol
Off Off
Off Sumber: Peneliti, 2015
Dari tabel 4.1 terlihat bahwa perkembangan industri kuliner di kawasan Jl.Mojopahit dimulai pada era tahun 1980 an lebih tepatnya 1986 yang dipelopori
Tabel 4.1, sambungan
Universitas Sumatera Utara
42 oleh toko bika ambon Ratna dan kemudian bermunculan industri kuliner bika
ambon lainnya dan memuncak di era tahun 2000an. Perputaran ekonomi di kawasan Jl.Mojopahit ini menurun sejak Tahun 2013 saat Bandara Polonia Medan
di pindahkan ke Kuala Namu, yang mengalami penurunan sebesar 60 dari produksi hariannya Wawancara Zulaikha, 2015.
Namun bagi beberapa pemilik toko bika ambon lainnya mengaku pindahnya Bandara Polonia ke Kuala Namu tidak memiliki pengaruh yang begitu
besar karna kawasan ini sudah menjadi pusat industri kuliner khas Kota Medan, dengan begitu pengunjung akan datang dengan sendirinya terkecuali bagi mereka
yang tidak memiliki waktu untuk berbelanja oleh-oleh khas Kota Medan sehingga terdesak membelinya di toko-toko kuliner lainnya ataupun di sekitar kawasan
Bandara Kuala Namu tersebut Wawancara Ratna, 2015. Data mengenai pelaku home industry pada tabel 4.1 belum dapat dilengkapi, hal ini dikarenakan
keengganan para pelaku home industry tersebut dalam memberikan informasi mengenai toko mereka berhubung data yang diperoleh merupakan data di
lapangan karena data pelaku home indutry ini tidak terdaftar di pihak Kelurahan Petisah Tengah.
Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM, industri kuliner di kawasan Jl.Mojopahit dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
43
Tabel 4.2 Klasifikasi industri kuliner di Jl. Mojopahit berdasarkan omzet
Sumber: Peneliti, 2015 Dari tabel 4.2 tersebut, terlihat bahwa sebanyak 60,1 industri yang
berkembang di kawasan Jl. Mojopahit berdasarkan omzetnya didominasi oleh jenis usaha mikro yaitu jenis usaha yang memiliki omzet maks 300 juta ,
sedangkan 39,9 lainnya merupakan jenis usaha kecil. Berdasarkan jumlah ketenaga kerjaannya, industri kuliner di Jl. Mojopahit
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 4.3 Klasifikasi industri kuliner di Jl.Mojopahit Medan Petisah berdasarkan
jumlah tenaga kerja
Jenis industri Kriteria
Jumlah Persentase
Jumlah Tenaga Kerja
Industri Rumah Tangga 1-4 orang
27 toko 77,1
Industri Kecil 5-9 orang
6 toko 17,2
Industri Sedang 10-99 orang
2 toko 5,7
Industri Besar 100 orang
- -
Sumber: Peneliti, 2015 Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jenis industri kuliner yang mendominasi
di kawasan Jl. Mojopahit ini adalah jenis industri rumah tangga sebanyak 77,1 dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 1-4 orang dari total industri kuliner di
kawasan tersebut. Industri rumah tangga ini tetap bertahan selama kurun waktu ± 30 tahun.
Jenis industri Kriteria
Jumlah Persentase
Omzet
Usaha mikro Maks 300 juta
20 tokto 60,1
Usaha kecil 300 jt- 2,5 M
13 toko 39,9
Usaha menengah 2,5 M
– 50 M -
-
Universitas Sumatera Utara
44
Gambar 4.2
Industri kuliner di kawasan Jl. Mojopahit Medan Petisah Sumber : Peneliti, 2015
Keterangan :
Tahun 1986 Tahun 2009
Tahun 2012 Tahun 2003
Tahun 2012 Tahun 2004
Persentase industri kuliner di Jl. Mojopahit tahun 2015
- Bika Ambon 71,1
- Pancake Durian 6,67
- Rujak buah 4,44
- Risol 4,44
- Kue Kacang 4,44
- Brownies 2,22
- Kopi dan teh 2,22
- Sate Kerang 2,22
- Manisan Jambu 2,22
Universitas Sumatera Utara
45
4.3 Kelas Kreatif pada Industri Kuliner di Kawasan Jl. Mojopahit 4.3.1 Anatomi Lingkungan Kreatif
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Cohendet 2010 mengenai anatomi kota kreatif yang didefenisikan dalam tiga lapisan klaster, maka lapisan
atau kalangan yang berperan dalam pembentukan lingkungan kreatif di kawasan Jl.Mojopahit ini diantaranya:
a Upperground
Upperground yang merupakan organisasi formal di kawasan Jl.Mojopahit ini diperankan oleh pihak pemerintah setempat, namun peran pemerintah bagi
pengembangan kawasan ini hanya sebatas mempromosikan industri kuliner bika ambon dalam website resmi milik Pemerintah Kota Medan.
b Middleground
Middle ground sebagai lapisan pengantara diperankan oleh organisasi Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM. Peranan organisasi ini adalah
sebagai penghimpun industri-industri kuliner di kawasan Jl.Mojopahit yang memberikan workshop mengenai cara pemasaran dan juga mengikut sertakan
mereka dalam
event-event milik
pemerintahan sebagai
upaya memperkenalkan Kota Medan melalui industri-industri kulinernya. Namun,
tidak semua kalangan industri kuliner yang ikut serta dalam organisasi ini, hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi tentang organisasi ini sehingga
masyarakat yang merupakan pelaku home industry tersebut tidak mengetahui peran penting organisasi ini. Sedangkan pada tahun 2001 muncul gagasan
ingin membentuk asosiasi bika ambon yang dikordinir oleh Budi pemilik toko
Universitas Sumatera Utara
46
Mengmbangkan potensi kuliner kawasan Jl.Mojopahit melalui pengadaan event-event pemerintahan yang berkaitan dengan kegiatan
UMKM Kota Medan
bika ambon Ratna namun tidak terlaksan karena kurangnya perhatian masyarakat setempat akan pentingnya peranan asosiai tersebut Wawancara
Ratna, 2015.
c Underground
Underground sebagai lapisan atau kalangan yang mengeksplorasi kekreativitasan mereka melalui pengembangan industri kuliner yang mereka
geluti diperankan oleh para pelaku home industry di kawasan Jl.Mojopahit ini. Kegiatan berbagi kreativitas dalam menciptakan inovasi baru bagi kuliner
bika ambon mereka menjadi identitas dan gaya hidup tersendiri bagi masyarakat di sekitar kawasan ini Wawancara Fatimah, 2015
Gambar 4.3 Anatomi Lingkungan Kreatif di Kawasan Jl.Mojopahit
Sumber: Peneliti, 2015
PEMERINTAH KOTA MEDAN
Mempromosikan bika ambon sebagai kuliner khas Kota Medan di website
resmi Kota Medan
UMKM KOTA MEDAN
Perantara penghubung dan juga sebagai penghimpun para pelaku home industry di
kawasan Jl. Mojopahit untuk membantu kembangkan usaha mereka
PELAKU HOME INDUSTRY
Mengkreasikan kuliner bika ambon dengan varian rasa yang berbeda-
beda dan menciptakan inovasi baru lainnya
Pelaku home industry yang terlibat dalam proses produksi
Masyarakat dan kolektif menemukan inspirasi dan anggota
Underground Is
y ar
at m
a sy
ar a
k at
p elak
u h
o me
in d
u str
y
k ep
ad a
p em
er in
ta h
an Ko
ta M
ed an
u n
tu k
m e
m p
er h
ati k
an p
e n
g e
m b
an g
a n
k a
w a
san
ter seb
u t
m e
lalu i p
en y
ed iaa
n i
n fr
astr u
k tu
rn y
a P
en g
e m
b a
n g
a n
m elal
u i k
o m
p etis
i p en
g h
ar g
aa n
ad u
k rea
ti v
itas m
elal u
i k
eg ia
ta n
y a
n g
d ilak
u k
a n
o leh
an tar
P
e m
er in
tah
Universitas Sumatera Utara
47
4.3.2 Proses Pembentukan Lingkungan Kreatif