Morfologi Fase III HASIL DAN PEMBAHASAN

55 tidak terlaksana dengan baik 2003 - Zulaikha menjadi bika ambon tersohor di Kota Medan - Toko industri kuliner bika ambon mencapai 42 toko 2005 - Isu minyak babi yang digunakan pada bika ambon merugikan pelaku home industry keturunan tionghoa - Para pelaku industri kuliner menggunakan label halal dari MUIdan Badan POM 2009 - Toko-toko industri rumahan dengan aneka jenis kuliner lainnya mulai bermunculan - Durian corner menjual pancake durian 2010 - Rujak Aceh llf menjual rujak buah khas aceh - Kopi Sidikalang menjual kopi dan aneka teh khas Kota Medan - Gogo menjual risol ayam spesial 2013 - Bandara Polonia Medan dipindahkan ke Kualanamu 2015 - Toko industri kuliner bika ambon dan aneka jenis kuliner lainnya sebanyak 35 toko. Sumber: Peneliti, 2015 Dari data diatas, maka perkembangan Jl. Mojopahit sebagai pusat industri kuliner Kota Medan dibagi dalam 3 fase berdasarkan peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi, diantaranya sebagai berikut: a. Morfologi Fase I sebagai masa embrio lahirnya Jl. Mojopahit sebagai kawasan pusat bika ambon 1986-1989 b. Morfologi Fase II sebagai masa pertumbuhan dan perkembangan kawasan Jl.Mojopahit sebagai kawasan pusat bika ambon 1990-2004

c. Morfologi Fase III

sebagai masa eksisting Jl.Mojopahit sebagai kawasan pusat industri kuliner 2005-2015 Berdasarkan teori Conzen 1960 dalam Carmona 2003 tentang morfologi ruang, ada beberapa elemen kunci yang harus diperhatikan dalam mengkaji morfologi kawasan Jl.Mojopahit terkait pertumbuhan kawasan tersebut Tabel 4.4, sambungan Universitas Sumatera Utara 56 sejak awal mula industri kuliner ini mulai berkembang hingga akhirnya menjadi kawasan pusat industri kuliner bika ambon, yaitu diantaranya:

1. Land Uses penggunaan lahan

Pada era tahun 1980 an, penggunaan lahan di kawasan Jl.Mojopahit diperuntukkan sebagai area hunian dengan kepadatan bangunan yang masih rendah dan sebagaian besar kawasan tersebut berupa rawa-rawa Wawancara Ratna, 2015. Tipikal bangunan di kawasan ini merupakan hunian tunggal satu lantai yang memiliki ruang terbuka berupa halamanperkarangan pada setiap bangunannya. Gambar 4.8 Rumah asli pada tahun 1980an yang berada diantara bangunan baru yang menunjukkan transformasi fungsihunian-hunian campuran Sumber: Peneliti, 2015 Berdasarkan teori Carmona, dkk 2003 mengenai morfologi ruang, penggunaan lahan lebih bersifat temporer dibandingkan komponen morfologi lainnya. Hal ini terlihat sejak awal industri kuliner bika ambon berkembang pada tahun 1986 fase I 1986-1989 bahwa penggunaan lahan di kawasan Jl.Mojopahit tersebut masih didominasi fungsi hunian hingga akhirnya pada fase Universitas Sumatera Utara 57 II 1990-2004 kawasan Jl. Mojopahit lebih didominasi oleh fungsi hunian campuran. Gambar 4.9 Penggunaan lahan di Jl. Mojopahit pada fase I Sumber : Peneliti, 2015 Perubahan fungsi penggunaan lahan tersebut sebagai wujud lingkungan kreatif yang terbentuk dari kegiatan kreativitas masyarakatnya. Awalnya fungsi bangunan hanya sebagai hunian, namun dengan adanya aktivitas kreatif tersebut masyarakatnya membutuhkan ruangwadah bagi mereka untuk dapat mengeksplorasi kegiatan mereka dengan cara merenovasi hunian menjadi fungsi hunian campuran dengan aktivitas produksi dan pemasaran yang dilakukan dalam bangunan yang sama. Sesuai dengan teori Utami 2014 mengenai kampung kreatif maka pada kawasan penelitian ini lingkungan kreatif yang terbentuk berupa koridor yang diartikan sebagai lingkungan dengan bentuk kegiatan dari masyarakat sekitarnya sebagai pelaku home industry yang memproduksi aneka jenis kuliner khususnya bika ambon sebagai pengembangan Pada fase I morfologi penggunaan lahan di kawasan Jl.Mojopahit didominasi oleh hunian rumah tinggal dan fungsi area komersil. Keterangan : Rumah tinggal Area Komersil Pendidikan Hunian campuran Universitas Sumatera Utara 58 ekonomi wilayah di kawasan tersebut dan juga sebagai solusi dari permasalahan perekonomian masyarakat di kawasan tersebut. Gambar 4.10 Kegiatan produksi pada kawasan Jl.Mojopahit Sumber: Peneliti, 2015 Gambar 4.11 Kegiatan pemasaran pada kawasan Jl.Mojopahit Sumber: Peneliti, 2015 Gambar 4.12 Penggunaan lahan di Jl. Mojopahit pada fase II Sumber : Peneliti, 2015 Pada fase II morfologi penggunaan lahan di kawasan Jl.Mojopahit terlihat dari beralihnya fungsi hunian menjadi fungsi hunian campuran. Keterangan : Rumah tinggal Area Komersil Pendidikan Hunian campuran Universitas Sumatera Utara 59 Penggunaan lahan di kawasan Jl.Mojopahit pada fase II 1990-2004 didominasi oleh fungsi hunian campuran oleh para pelaku home industry yang saat itu mencapai 42 toko industri kuliner yang memproduksi jenis produk yang homogen berupa bika ambon. Dampak dari adanya pertumbuhan industri kuliner di kawasan ini terlihat dari meningkatnya kepadatan bangunan, pemanfataan lahan yang mencapai KDB 90-100 dan meningkatnya nilai ekonomi yang dimiliki kawasan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada morfologi penggunaan lahan di kawasan Jl. Mojopahit pada fase III 2005-2015 yang menunjukkan fungsi komersil yang semakin meningkat. Gambar 4.13 Kepadatan bangunan sebagai fungsi hunian campuran dan komersil Sumber: Peneliti, 2015 Gambar 4.14 Penggunaan lahan di Jl. Mojopahit pada fase III Sumber : Peneliti, 2015 Pada fase III morfologi penggunaan lahan mulai didominasi kembali dengan hunian Keterangan : Rumah tinggal Area Komersil Pendidikan Hunian campuran Universitas Sumatera Utara 60

2. Building Structures tipe dan massa bangunan

Ruang kota yang terbentuk di kawasan Jl.Mojopahit ini tergambar melalui bentuk massa dan bangunan di sekitarnya, karena bentuk dan fasad dari bangunan tersebut mampu mempengaruhi wajah suatu kota. Berdasarkan teori Johannes 2014 tentang morfologi tipe dan massa bangunan dapat dikaji melalui penataan massa yang menunjukkan kepadatan bangunan di kawasan Jl.Mojopahit serta intensitas bangunannya dan juga dari sisi arsitektur bangunan di kawasan tersebut.

a. Penataan Massa Bangunan