BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kesamaan Kelas
Normalitas Pretes
Berdasarkan perhitungan uji normalitas data hasil pretes diperoleh nilai adalah 0.1287, dan
adalah 0.1477 untuk kelas eksperimen. Sedangkan, untuk kelas kontrol diperoleh nilai
adalah 0.1173, dan adalah 0.1477. Karena nilai
pada kedua kelas, maka � diterima, artinya kemampuan siswa sebelum treatment berdistribusi normal. Perhitungan lengkapnya terdapat di lampiran 16.
Normalitas Postes
Berdasarkan perhitungan uji normalitas data hasil postes diperoleh nilai adalah 0.1318, dan
adalah 0.1477 untuk kelas eksperimen. Sedangkan, untuk kelas kontrol diperoleh nilai
adalah 0.1130, dan adalah 0.1477. Karena nilai
pada kedua kelas, maka � diterima, artinya kemampuan siswa setelah treatment berdistribusi normal. Perhitungan lengkapnya terdapat di lampiran 17.
Homogenitas Sampel
Homogenitas sampel dapat diketahui dengan uji homogenitas terhadap nilai pretes fisika pokok bahasan listrik dinamis kelas X MIPA 1, dan X MIPA 2
SMA Negeri 1 Kragan tahun ajaran 20142015. Berdasarkan perhitungan uji homogenitas diperoleh nilai
�
ℎ� �
= 0.0557 sedangkan �
�
=3.84. Nilai 57
�
ℎ� �
�
�
maka � diterima artinya varians populasi homogen.
Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran 3.
4.2 Analisis Penguasaan Konsep
Uji t-test Pihak Kanan pada Penguasaan Konsep
Berdasarkan perhitungan uji t-test pihak kanan pada penguasaan konsep fisika siswa terhadap nilai postes diperoleh nilai t
hitung
= 3.32 sedangkan t
tabel
= 1.67. Karena nilai t
hitung
t
tabel
maka � ditolak, artinya hasil tes kemampuan
penguasaan konsep fisika siswa pada pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET lebih baik dibandingkan pembelajaran inkuiri terbimbing.
Perhitungan selengkapnya terdapat pada lampiran 21.
Peningkatan Penguasaan Konsep
Uji peningkatan rata- rata penguasaan konsep dilakukan terhadap nilai pretes dan postes siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Perhitungan
selengkapnya tentang analisis pretes dan postes terdapat pada lampiran 23. Hasil analisis terhadap nilai pretes dan postes dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil analisis nilai pretes dan postes untuk penguasaan konsep
No Statistik Deskriptif
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pretes Postes
Pretes Postes
1 2
3 Nilai Tertinggi
Nilai Terendah Rata-rata
63 47
51.17 96
71 78.25
60 47
51.58 85
66 73.78
Berdasarkan Tabel 4.1, hasil uji gain diperoleh nilai g=0.555 pada kelas eksperimen. Sesuai dengan kriteria, maka peningkatan rata-rata penguasaan
konsep pada model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET adalah sedang. Sedangakan, hasil uji gain pada kelas kontrol diperoleh nilai g=0.458.
Sesuai dengan kriteria, maka peningkatan rata-rata penguasaan konsep pada model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sedang. Perhitungan selengkapnya
terdapat pada lampiran 19. Untuk lebih detailnya, dibawah ini ditampilkan gambar grafik perbandingan peningkatan rata- rata penguasaan konsep fisika siswa antara
kelas eksperimen, dan kelas kontrol pada tiap materi.
Gambar 4.1 Grafik nilai penguasaan konsep pada kelas eksperimen dan kontrol
Pretes Postes
Pretes Postes
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Materi 1 24.86
36.53 25.86
33.72 Materi 2
22.19 36.36
22.94 35.28
Materi 3 27.25
40.31 25.97
37.44 Materi 4
2.75 4.5
2.86 4.47
5 10
15 20
25 30
35 40
45
Nila i
Grafik peningkatan rata- rata penguasaan konsep per materi
Gambar 4.2 Grafik uji gain penguasaan konsep pada kelas eksperimen dan kontrol Berdasarkan gambar 4.1, dan gambar 4.2, hasil uji gain pada materi 1 kuat
arus, hambatan, dan hukum Ohm diperoleh nilai g=0.464 pada kelas eksperimen, dan nilai g=0.326 pada kelas kontrol. Sesuai dengan kriteria, maka
peningkatan rata-rata penguasaan konsep materi 1 pada model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET adalah sedang, sedangkan peningkatan
rata-rata penguasaan konsep materi 1 pada model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sedang. Selanjutnya, hasil uji gain pada materi 2 rangkaian hambatan
diperoleh nilai g=0.621 pada kelas eksperimen, dan nilai g=0.559 pada kelas kontrol. Sesuai dengan kriteria, maka peningkatan rata-rata penguasaan konsep
materi 2 pada model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET adalah sedang, sedangkan peningkatan rata-rata penguasaan konsep materi 2 pada model
pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sedang. Selanjutnya, hasil uji gain pada materi 3 hukum Khirchhoff diperoleh nilai g=0.574 pada kelas eksperimen,
Materi 1 Materi 2
Materi 3 Materi 4
Kelas Eksperimen Gain 0.464
0.621 0.574
0.777 Kelas Kontrol Gain
0.326 0.559
0.477 0.752
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8
0.9
Nila i
Grafik peningkatan rata- rata penguasaan konsep per materi
dan nilai g=0.477 pada kelas kontrol. Sesuai dengan kriteria, maka peningkatan rata-rata penguasaan konsep materi 3 pada model pembelajaran inkuiri
laboratorium berbantuan PhET adalah sedang, sedangkan peningkatan rata-rata penguasaan konsep materi 3 pada model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah
sedang. Terakhir, hasil uji gain pada materi 4 alat ukur listrik diperoleh nilai g=0.777 pada kelas eksperimen, dan nilai g=0.752 pada kelas kontrol.
Sesuai dengan kriteria, maka peningkatan rata-rata penguasaan konsep materi 4 pada model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET adalah tinggi,
sedangkan peningkatan rata-rata penguasaan konsep materi 4 pada model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah tinggi. Perhitungan selengkapnya terdapat
pada lampiran 24. Pada penelitian ini, penguasaan konsep siswa meningkat dengan adanya
penerapan model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET, dan model pembelajaran inkuiri terbimbing, bedanya hanya pada tingkat peningkatan gain
dari masing- masing model. Hal ini disebabkan karena dalam kedua model pembelajaran yang diterapkan, dalam penekanan proses pembelajarannya berpusat
pada siswa. Berdasarkan hal tersebut, maka siswa berperan aktif dalam pembelajaran sehingga dapat mendorong siswa untuk memahami sendiri tentang
konsep fisika dengan lebih baik. Menurut Roestiyah 2008: 76, pembelajaran inkuiri dapat membentuk dan mengembangkan self concept pada diri siswa. Selain
itu, pendekatan inkuiri dapat melibatkan siswa berperan aktif, mengembangkan kemampuan berpikir dan konsep diri siswa dalam pembelajaran. Jadi peserta didik
tidak hanya diberi materi pembelajaran dengan metode ceramah saja, akan tetapi melatih dan mengajar peserta didik untuk melakukan inkuiri ilmiah.
Berdasarkan hasil uji gain, peningkatan rata- rata penguasaan konsep peserta didik dari pretes ke postes mencapai kriteria sedang, baik dalam kelas
eksperimen maupun kelas kontrol. Perbedaannya hanya pada tingkat signifikansi peningkatannya pada masing- masing kelas, yaitu 55.5 pada kelas eksperimen,
dan 45.8 pada kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena pada pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET terjadi peningkatan perhatian peserta didik
yang lebih baik ketika melakukan pembelajaran dibanding model pembelajaran inkuiri terbimbing. Menurut Slameto 2003: 56, dengan adanya peningkatan
perhatian dalam proses pembelajaran dapat menjamin hasil belajar yang baik. Dengan demikian, pembelajaran tersebut menghindarkan siswa dari rasa bosan
dan meningkatkan perhatian siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Ketika ditinjau dari peningkatan konsep per materi, pada materi 1, yaitu
kuat arus, hambatan, dan hukum ohm, prosentase peningkatan penguasaan konsep peserta didik dari kelas eksperimen sebesar 46.4, sedangkan kelas kontrol
sebesar 32.6. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan simulasi PhET, siswa dapat lebih tau bagaimana elektron-elektron mengalir dalam suatu
penghantar dari ujung berpotensial rendah ke ujung berpotensial lebih tinggi sedangkan arus listrik kebalikan dengan arah alir elektron, selain itu juga siswa
dapat dengan jelas melihat hubungan antara tegangan, kuat arus dan hambatan dari suatu rangkaian listrik. Pada materi 2, yaitu rangkaian hambatan, prosentase
peningkatan penguasaan konsep peserta didik dari kelas eksperimen sebesar
62.1, sedangkan kelas kontrol sebesar 55.9. Pada materi 2, ada perbedaan gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak terlalu mencolok, hal ini
dikarenakan baik pada model pembelajaran inkuiri laboratorium dan inkuiri terbimbing sama- sama melakukan praktikum untuk penyusun rangkaian seri, dan
paralel. Bedanya hanya pada kelas kontrol ada beberapa alat listrik yang rusak, atau tidak bisa digunakan. Pada materi 3, yaitu hukum khirchhoff, prosentase
peningkatan penguasaan konsep peserta didik dari kelas eksperimen sebesar 57.4, sedangkan kelas kontrol sebesar 47.7. Hal ini disebabkan karena dengan
menggunakan simulasi PhET, siswa dapat dengan mudah membuktikan kebenaran hukum Khirchhoff ini melalui berbagai macam variasi dalam
percobaan listrik total, seperti membuktikan bahwa arus listrik yang masuk titik cabang harus sama dengan total arus listrik yang keluar titik cabang dan jumlah
beda potensial pada loop tertutup adalah nol. Pada materi 4, yaitu alat ukur listrik, prosentase peningkatan penguasaan konsep peserta didik dari kelas eksperimen
sebesar 77.7, sedangkan kelas kontrol sebesar 75.2. Peningkatan penguasaan konsep pada materi 4 lebih tinggi dibanding materi sebelumnya, hal ini
dikarenakan pada model pembelajaran inkuiri laboratorium, dan inkuiri terbimbing, siswa dapat mencoba berbagai macam cara pemasangan voltmeter
dan ampermeter, karena dalam rangkaian voltmeter harus dipasang secara paralel, dan ampermeter harus dipasang secara seri. Jika dalam pemasangannya keliru,
maka alat akan meledak didalam simulasi PhET atau nilainya tidak terbaca pada alat ukurnya.
Menurut Slameto 2003: 28, belajar merupakan proses yang kontinyu. Dengan demikian dalam proses belajar perlu adanya kegiatan yang diulang-ulang
secara bertahap agar pengetahuan dan keterampilan dapat mendalam pada diri siswa. Pengetahuan fisika terdiri atas banyak konsep dan prinsip yang pada
umumnya bersifat abstrak. Siswa cenderung mempelajari fisika sebagi suatu kumpulan konsep- konsep yang tidak ada hubungannya satu sama lain. Prinsip-
prinsip dalam fisika seringnya dinyatakan oleh sederetan persamaan matematis yang dapat dimanipulasi, dicari pemecahannya, serta dijelaskan dan diprediksi
perilaku dari sistem fisis tersebut. Menurut Martinez et al., 2006, Fenomena yang secara alami sulit diamati dalam kehidupan sehari- hari dapat
divisualisasikan melalui media simulasi virtual. Selain itu menurut Roestiyah 2008:76, pada model pembelajaran inkuiri dapat membantu dalam
meningkatkan ingatan dan transfer pada proses belajar. Maksudnya, siswa yang telah berhasil menemukan konsep sendiri sampai dapat memecahkan masalah
yang ada, akan meningkatakan kepuasan intelektual yang datang dari dalam dirinya. Hal ini dapat ditinjau dari ketuntasan belajar yang dicapai oleh peserta
didik seperti tabel 4.2, dengan kriteria ketuntasan kkm pada mata pelajaran fisika di SMAN 1 Kragan adalah 72.
Tabel 4.2. Analisis ketuntasan penguasaan konsep peserta didik
No Statistik Deskriptif
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Pretes Postes
Pretes Postes
1 2
3 4
Nilai Tertinggi Nilai Terendah
Rata-rata Ketuntasan
63 47
51.17 96
71 78.25
91.7 60
47 51.58
85 66
73.78 69.4
Menurut BSNP 2006: 12, kriteria ketuntasan ideal untuk setiap indikator penilaian dalam pembelajaran sebesar 75. Dengan demikian, berdasarkan Tabel
4.2, maka ketuntasan penguasaan konsep siswa pada model pembelajaran inkuiri laboratorium berbantuan PhET mencapai kriteria ideal. Sedangkan ketuntasan
penguasaan konsep siswa pada model pembelajaran inkuiri terbimbing belum mencapai kriteria ideal. Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa presentase
peningkatan penguasaan konsep pada model inkuiri laboratorium berbantuan PhET lebih baik dari pada model inkuiri terbimbing.
Sering siswa tidak memahami dan tidak terdorong untuk memahami struktur koheren penyokong fisika. Dengan adanya PhET yang bisa difungsikan
menjadi laboratorium virtual ini, sangat berpotensi memberikan peningkatan pengalaman belajar yang lebih efektif. Selain itu laboratorium virtual juga dapat
dijadikan sebagai fasilitas belajar yang lebih dalam mengenai model-based knowledge domain, karena media simulasi virtual dikembangkan sedemikian rupa
untuk dapat memberikan banyak kebebasan pada siswa dalam memanipulasi variabel- variabel yang berkaitan dengan eksperimennya, sekaligus dapat melihat
bagaimana pengaruh perubahan suatu variabel terhadap variabel lainnya untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa.
Menurut Ariani 2010, ada beberapa manfaat apabila kita memahami penggunaan PhET secara tepat, yaitu:
a PhET dapat dijadikan sebagai media pembelajaran fisika dalam kelas yang berbasis teknologi.
b Guru lebih mudah dalam menyampaikan materi pembelajaran.
c Siswa dapat belajar dengan menyenangkan serta dapat memahami materi yang disampaikan dengan baik.
d Penerapan PhET dalam kelas dapat memberikan bahan pengalaman atau landasan teori bagi guru dan siswa sebelum melakukan praktikum.
Selain itu, simulasi PhET juga dapat menjadi sarana praktikumeksperimen alternatif bagi sekolah-sekolah yang belum atau tidak memiliki alat- alat fisis
untuk praktikum. Aktifitas pembelajaran inkuiri berbasis laboratorium adalah model belajar yang efektif untuk meningkatkan pemahaman murid, kemampuan
proses sains, sikap ilmiah di sekolah, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Oleh karena itu, simulasi PhET didesain khusus oleh para ahli dengan
tujuan memberikan kemudahan kepada para pengajar guru dalam menyampaikan materi pembelajaran. Selain itu, PhET juga berfungsi untuk memudahkan siswa
memahami materi, khususnya materi- materi yang berkaitan dengan alam nyata, dan perlu dipraktekkan dilaboraturium, seperti listrik dinamis yang diteliti dalam
penelitian ini. PhET memberi kemudahan kepada guru untuk menghindari percobaan berat yang memerlukan alat-alat yang serba mahal dan sulit untuk
didapatkan, PhET juga memberi kemudahan karena hanya menggunakan komputer sebagai alat utama dengan menggunakan PhET itu sendiri sebagai
master programnya. Menurut Sanjaya 2007: 131, keberhasilan suatu strategi pembelajaran
ditentukan dari keberhasilan siswa mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, berdasarkan penjelasan pada paragraf-paragraf sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa penggunaan media simulasi PhET dalam model pembelajaran
model inkuiri laboratorium dapat meningkatan penguasaan konsep fisika siswa kelas X pada materi listrik dinamis lebih baik dibanding model pembelajaran
inkuiri terbimbing. Namun, perbedaan peningkatan penguasaan konsep diantara kedua perlakuan tersebut tidak terlalu signifikan seperti yang ditunjukkan dalam
lampiran 24, dan lampiran 25. Keefektifan penggunaan simulasi PhET dalam model pembelajaran inkuiri
laboratorium terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa sesuai dengan hasil penelitian Usman 2008: 50, yang menunjukan bahwa penguasaan konsep siswa
dapat meningkat secara signifikan pada model inkuiri laboratorium jika dibandingkan dengan model laboratorium verifikasi. Hasil penelitian Mursalin
2013: 6, juga menunjukan bahwa penggunaan simulasi PhET dapat digunakan untuk meremediasi dan meminimalkan miskonsepsi mahasiswa calon guru fisika
pada topik rangkaian listrik mulai dari responden yang berstatus menebak konsep, kurang paham konsep, hingga yang miskonsepsi. Selain itu, hasil penelitian
Stephen Fraser 2007: 337 menunjukan bahwa: “the small-scale inquiry
laboratory activities appear to have benefited students in terms of developing a stronger support system within the class. Students in the inquiry class were not
confined to specific directions and were often found to explore interactions in greater detail than did students in the non-inquiry group.
”
4.3 Analisis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi