2.1.3 Penguasaan Konsep
Konsep merupakan dasar pemahaman dari suatu materi pelajaran. Jika sebuah konsep sudah dikuasai, maka tujuan pembelajaran dapat
dikatakan tercapai. Menurut Anni dan Rifa’i 2009:100, konsep adalah
satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri yang sama. Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep
merupakan batu pembangun berpikir dan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasi. Menurut Rosser
sebagaimana dikutip oleh Dahar 2011:63, konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek, kejadian, kegiatan, atau hubungan yang
mempunyai atribut yang sama. Penguasaan konsep pada penelitian ini ditekankan pada ranah
kognitif khususnya jenjang pemahaman konsep. Menurut Sudijono 2009:50,
menyatakan bahwa “pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan
diingat”. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian lebih rinci tentang hal
itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau
hafalan. Jadi yang dimaksud penguasaan dalam penelitian ini adalah suatu
kemampuan untuk mengerti secara benar konsep-konsep atau fakta-fakta. Penguasaan konsep merupakan prasyarat mutlak untuk menuju tingkatan
kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Indikator penguasaan konsep yang digunakan mengacu pada taksonomi Bloom sebagaimana dikutip oleh
Sudijono 2009: 50-52, yaitu pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir yaitu: pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis
dan evaluasi.
2.1.4 Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Kemampuan berpikir tingkat tinggi higher order thinking skill –
HOTS didefinisikan sebagai penggunaan pikiran secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Sebagaimana disarikan dari Heong 2011,
kemampuan berpikir tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru atau pengetahuan sebelumnya dan
memanipulasi informasi untuk menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru. Berpikir tingkat tinggi adalah berpikir pada tingkat lebih
tinggi daripada sekedar menghafalkan fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu disampaikan kepada kita.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks,
reflektif dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai suatu tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir
analitis, sintesis, dan evaluatif.
Hasil TIMSS Trends in Mathematics and Science Study tahun 2011 pada bidang Fisika menunjukkan Indonesia memperoleh nilai 397
dimana nilai ini berada di bawah nilai rata-rata internasional yaitu 500.
Berdasarkan data prosentase rata-rata jawaban benar untuk konten sains dan domain kognitif khususnya fisika, prosentase jawaban benar pada soal
pemahaman selalu lebih tinggi dibandingkan dengan prosentase jawaban benar pada soal penerapan dan penalaran. Aspek pemahaman, penerapan,
dan penalaran dalam ranah kemampuan kognitif seperti yang diterapkan pada TIMSS dapat digunakan untuk menunjukkan profil kemampuan
berpikir siswa. Dari ketiga aspek tersebut, aspek pemahaman dan penerapan termasuk dalam kemampuan berpikir dasar. Sedangkan aspek
penalaran termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan hasil TIMSS maka dapat dikatakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa Indonesia masih rendah. Hal diatas dapat terjadi karena dalam pembelajarannya, siswa
kurang dirangsang untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pada suatu proses pembelajaran fisika, jika seorang anak
menggunakan keterampilan berpikir tingkat tingginya maka pembelajaran tersebut akan menjadi pembelajaran yang bermakna. Karena anak tidak
hanya harus mengingat dan menghafal rumus yang banyak ditemui pada pelajaran ini, tetapi anak juga harus mampu memecahkan suatu masalah
dengan menggunakan rumus- rumus tersebut. Secara langsung maupun tidak langsung anak akan lebih paham kegunaan dari rumus tersebut dalam
kehidupan sehari-harinya, hal inilah yang membuat pelajaran menjadi lebih bermakna. Dengan begitu anak juga tidak akan mudah lupa terhadap
rumus dan konsep fisika.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi higher order thinking skill
– HOTS merupakan proses berpikir yang tidak sekedar menghafal dan
menyampaikan kembali informasi yang diketahui. Kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan kemampuan menghubungkan, memanipulasi,
dan mentransformasi pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki untuk berpikir secara kritis dan kreatif dalam upaya menentukan keputusan
dan memecahkan masalah pada situasi baru. Menurut Krathwohl 2002: 214, indikator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi
meliputi keterampilan berpikir analisis, evaluasi, dan kreasi. Namun, dalam penelitian ini, tidak semua indikator dari sub keterampilan berpikir
tingkat tinggi diteliti, melainkan dipilih sesuai kebutuhan yang ditunjukkan oleh tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Indikator sub keterampilan berpikir tingkat tinggi Sub Keterampilan
Tingkat Tinggi Indikator
Menganalisis C
4
Membagi atau menstrukturkan informasi menjadi lebih sederhana untuk mengenali
pola atau hubungannya Mengenali serta membedakan faktor
penyebab dan akibat dari skenario yang rumit
Mengevaluasi C
5
Membuat hipotesis, mengkritik, dan melakukan pengujian
Mengkreasi C
6
Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah
Beberapa temuan awal dari studi terhadap kemampuan siswa pada mata pelajaran fisika di SMAN 1 Kragan, menunjukkan bahwa siswa
mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal tes yang mengukur kemampuan analitis, pemecahan masalah, dan interpretasi pada soal-soal
fisika, dan matematika. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya siswa kelas XII yang lolos SBMTN dalam 3 tahun terakhir. Jadi, dalam penelitian ini
peneliti menggunakan tipe soal selevel PISA, dan SBMPTN untuk mengukur indikator ketercapaian keterampilan berpikir tingkat tinggi
siswa. Hasil penelitian Mardhiyanti 2010: 2 menunjukkan bahwa ketika menyelesaikan soal-soal tipe PISA menuntut siswa untuk berpikir
ketingkat yang lebih tinggi. Dalam sumber yang sama, dijelaskan bahwa dengan membiasakan siswa mengerjakan soal-soal tipe PISA akan
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2.1.5 PhET Physics Education Technology