2.1.2 Pembelajaran Inkuiri Berbasis Laboratorium
Menurut Hodson 1990: 36 pembelajaran berbasis kegiatan laboratorium dapat meningkatkan perkembangan siswa melalui: 1 proses
belajar sains learning science; 2 belajar tentang sains learning about science; dan 3 belajar mengerjakan sains doing science. Dalam
pendekatan inkuiri berbasis laboratorium, konsep-konsep praktikum dirancang sedemikian rupa sehingga relevan dengan kehidupan sehari-hari,
serta tujuan yang hendak dicapai oleh siswa. Menurut Guohui sebagaimana dikutip oleh Khan Iqbal 2011, menyatakan bahwa
pembelajaran inkuiri laboratorium mengembangkan pemikiran tingkat tinggi dan keterampilan proses siswa dengan menempatkan siswa berperan
secara aktif dalam proses pembelajaran yang dihadapkan dengan situasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari illstructured.
Selain itu, menurut Tamir sebagaimana dikutip oleh Koray Köksal 2009: 12, menyatakan model inkuiri laboratorium juga dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah dan
keterampilan penyelidikan,
melakukan generalisasi yang tepat tentang poin penting dalam ilmu pengetahuan, serta
memperoleh pengetahuan ilmiah dan memegang sikap positif terhadap ilmu pengetahuan. Pembelajaran ini akan mengarahkan siswa pada
kegiatan proyek mandiri sehingga akan memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan keterampilan berpikir tingkat tinggi
mereka.
Model pembelajaran inkuiri laboratorium yang ditekankan oleh peneliti menuntut siswa secara mandiri melakukan proses pembelajaran,
mulai dari kegiatan pemecahan masalah yang bersifat ill-structured, merancang percobaan secara mandiri, mengambil data, serta mengolah
data dan
menyimpulkan hasil
percobaan. Didalam
proses pembelajarannya, guru hanya memfasilitasi siswa apabila dalam
pelaksanaannya mengalami kesulitan. Menurut NRC 2000 tahapan pembelajaran inkuiri dibagi menjadi lima phase:
Phase 1: Siswa dilibatkan dengan sebuah pertanyaan ilmiah, kejadian atau fenomena. Hal ini dihubungkan dengan pengetahuan siswa,
membuat ketidakseimbangan dissonance dengan ide-ide yang mereka miliki, dan atau memotivasinya untuk belajar lebih.
Phase 2: Siswa menggali ide-ide melalui pengalaman hands-on, memformulasi dan menguji hipotesis, memecahkan masalah dan
membuat penjelasan terhadap apa yang mereka observasi. Phase 3: Siswa menganalisis dan menginterprestasi data, mensitesis ide-
ide mereka, membangun model, dan memperjelas konsep-konsep dan penjelasan, dengan guru dan sumber pengetahuan ilmiah lain.
Phase 4: Siswa memperluas pemahaman dan kemampuan baru mereka serta mengaplikasikan apa yang dapat mereka pelajari pada situasi baru.
Phase 5 : Siswa dengan gurunya mereview dan mengakses apa yang telah mereka pelajari dan bagaimana mereka telah mempelajarinya.
2.1.3 Penguasaan Konsep