2.5. Tinjauan Studi Terdahulu
Penelitian tentang analisis permintaan cengkeh untuk industri rokok kretek pernah dilakukan oleh Chaniago 1980. Dalam penelitian tersebut salah satu
tujuannya adalah menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan cengkeh dan membuat suatu estimasi atau proyeksi permintaan
cengkeh. Penelitian dilakukan dengan mengunakan data time series selama 21 tahun, yaitu data berskala dari tahun 1958-1979.
Data di olah dengan persamaan regresi berganda dengan metode analisis pangkat dua terkecil dua tahap two stage least square. Estimasi atau proyeksi
permintaan cengkeh untuk industri rokok kretek dibuat dengan menggunakan beberapa asumsi, di mana pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk berubah
sedangkan harga-harga setelah memperhitungkan laju inflasi yang berpedoman dari perkembangan laju inflasi sebelumnya, dianggap tetap.
Dari hasil analisis permintaan rokok kretek ternyata yang sangat mempengaruhi permintaan cengkeh adalah pendapatan. Berdasarkan perhitungan
proyeksi permintaan cengkeh dengan asumsi angka kenaikan pendapatan nasional 7 persen setahun, angka kenaikan penduduk 2,3 persen setahun dan harga-harga
tetap dengan menggunakan 0,9 gram cengkeh per batang rokok kretek, diperkirakan permintaan cengkeh tahun 1990 mencapai 75.574 ribu ton sedangkan
jika 0,7 gram cengkah per batang rokok kretek, permintaan cengkeh pada tahun 1990 diperkirakan 58.780 ribu ton.
Dengan asumsi angka kenaikan pendapatan nasional 6 persen setahun, angka kenaikan penduduk 2,4 persen setahun dan harga-harga tetap dengan
menggunakan 0,9 gram cengkeh per batang rokok kretek, diperkirakan
permintaan cengkeh tahun 1990 mencapai 68.714 ribu ton. Sedangkan jika satu batang rokok kretek 0,7 gram cengkeh, kebutuhan cengkeh untuk rokok kretek
pada tahun 1990 hanya mencapai 53.444 ribu ton. Selain penelitian Chaniago, penelitian tentang cengkeh juga dilakukan
oleh Wachjutomo 1996, Sinaga 1999 dan Rumangit 2007. Penelitian yang dilakukan oleh Wachjutomo 1996 dengan judul analisis dampak kebijakan
pemerintah terhadap penawaran dan permintaan cengkeh di Indonesia, membahas masalah adanya penurunan harga cengkeh di tingkat petani, dan peningkatan
harga cengkeh di tingkat industri sigaret kretek yang disebabkan oleh kebijakan tataniaga cengkeh. Dalam penelitian tersebut menggunakan data time series, yaitu
data tahun 1969 sampai dengan tahun 1993. Data di olah menggunakan model ekonometrika yang mempresentasikan
pasar dan proses produksi komoditi cengkeh dalam bentuk persamaan simultan. Model di duga dengan metode three-stage least squares dan disimulasi untuk
berbagai alternatif kebijakan. Dari analisis diperoleh bahwa volume impor cengkeh responsif terhadap perubahan jumlah produksi cengkeh, stok cengkeh
nasional tahun lalu, dan konsumsi cengkeh industri sigaret kretek. Jumlah stok cengkeh nasional dalam jangka panjang responsif terhadap perubahan jumlah
konsumsi cengkeh industri sigaret kretek. Kenaikan konsumsi sigaret kretek akan meningkatkan stok cengkeh nasional sehingga sebagian besar jumlah stok
cengkeh nasional berada di tingkat industri sigaret kretek. Dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, volume ekspor
cengkeh responsif terhadap perubahan nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Sehingga penurunan nilai tukar depresiasi akan meningkatkan volume ekspor
cengkeh. Dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang, harga cengkeh impor responsif terhadap perubahan harga cengkeh di pasar dunia. Sehingga
kenaikan harga cengkeh di pasar dunia akan meningkatkan harga impor cengkeh. Bagi petani produsen cengkeh, kebijakan tataniaga cengkeh berdasarkan
Keppres No. 8 tahun 1980, lebih baik dibandingkan dengan kebijakan tataniaga cengkeh berdasarkan BPPC. Karena apabila kebijakan tataniaga berdasarkan
Keppres No. 8 tahun 1980 dihapuskan akan berdampak terhadap penurunan harga cengkeh di tingkat petani, sedangkan jika kebijakan BPPC dihapuskan berdampak
terhadap peningkatan harga cengkeh di tingkat petani. Semua alternatif kebijakan dalam pasar komoditi cengkeh berdampak
terhadap peningkatan surplus nasional dan surplus industri sigaret kretek. Tetapi hanya kebijakan peningkatan harga cengkeh di tingkat petani, peningkatan harga
cengkeh di tingkat industri sigaret kretek dan penghapusan tataniaga cengkeh BPPC yang akan meningkatkan surplus dan penerimaan petani produsen.
Kebijakan kenaikan harga cengkeh di tingkat petani, merupakan satu-satunya kebijakan yang berdampak terhadap peningkatan surplus dan penerimaan petani
produsen cengkeh dan produsen sigaret kretek. Sinaga 1999 dalam penelitiannya yang berjudul dampak perubahan
faktor ekonomi terhadap permintaan dan penawaran cengkeh di Indonesia bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, permintaan
dan penawaran cengkeh di Indonesia; menganalisis keterkaitan produksi, permintaan dan penawaran cengkeh di Indonesia; menganalisis dampak
perubahan faktor ekonomi terhadap produksi, permintaan dan penawaran cengkeh di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan mengunakan data sekunder berupa data
time series dari tahun 1970-1998 atau dengan rentang waktu 29 tahun. Faktor-
faktor yang di duga berpengaruh adalah harga cengkeh di tingkat pabrik rokok, harga di tingkat petani, konsumsi industri rokok kretek, kebijakan tataniaga
cengkeh, konsumsi cengkeh industri lain, konsumsi cengkeh oleh rumah tangga, jumlah penduduk Indonesia, pendapatan perkapita dan ekspor rokok kretek.
Metode pendugaan yang digunakan adalah metode Two- Stage Least Squares 2 SLS.
Dari hasil analisis yang diperoleh, faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap permintaan cengkeh adalah harga cengkeh di tingkat petani, konsumsi
industri rokok kretek, jumlah penduduk Indonesia dan ekspor rokok kretek. Meningkatnya konsumsi industri rokok kretek berpengaruh terhadap
meningkatnya permintaan cengkeh di Indonesia. Sedangkan dummy kebijakan tataniaga cengkeh tidak berpengaruh terhadap permintaan cengkeh di Indonesia.
Permintaan cengkeh respon hanya terhadap jumlah penduduk Indonesia. Permintaan cengkeh akan meningkat bila penduduk Indonesia meningkat.
Rumagit 2007 dalam penelitiannya dengan judul kajian ekonomi keterkaitan antara perkembangan industri cengkeh dan industri rokok nasional.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis 1 keterkaitan antara industri cengkeh dan industri rokok kretek nasional, 2 perkembangan sistem produksi dan
tataniaga dalam usahatani cengkeh dan 3 kemungkinan kerjasama antara industri cengkeh dan industri rokok kretek nasional.
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data di analisis dengan menggunakan pendekatan ekonometrika, matriks analisis kebijakan
periode ganda multi-period PAM dan teori permainan game theory. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa 1 keterkaitan antara industri cengkeh dan industri rokok kretek perlu diperbaiki, 2 rendahnya harga cengkeh terutama pada
saat panen raya menyebabkan keuntungan privat usahatani cengkeh relatif rendah, walaupun masih tetap memiliki keunggulan komparatif dan 3 kerjasama yang
sinergis antara petani cengkeh dan pabrik rokok kretek diperlukan untuk keberlanjutan industri cengkeh dan industri rokok kretek
Beberapa penelitian sebelumnya yang juga diperlukan selain dari penelitian tentang cengkeh di atas dilakukan oleh Ketura 1996 dan Afifa 2006.
Penelitian yang dilakukan oleh Ketura 1996 dengan judul analisis permintaan cabai di Indonesia, memiliki tujuan menduga fungsi permintaan akan komoditi
cabai dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cabai dengan ruang lingkup mencakup estimasi fungsi permintaan cabai sebagai konsumsi
langsung dan sebagai faktor produksi. Dari hasil analisis model yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa permintaan cabai sebagai konsumsi langsung rumah tangga terutama dipengaruhi oleh selera. Hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat akan
komoditas cabai meningkat. Selain itu, harga cabai, tingkat pendapatan, harga beras, harga cabai botol dan jumlah penduduk turut mempengaruhi. Selera
masyarakat akan komoditas cabai terus meningkat, hal ini ditunjukkan oleh variabel trend yang berpengaruh nyata dan bernilai positif.
Permintaan cabai sebagai bahan baku industri dipengaruhi oleh harga cabai, pengeluaran untuk tenaga kerja, jumlah industri yang menggunakan sebagai
bahan baku dan jumlah produksinya. Sebagai bahan baku industri permintaan
akan cabai terus meningkat. Sama halnya dengan permintaan cabai sebagai konsumsi langsung, hal ini secara keseluruhan terlihat dari nilai trend yang positif.
Secara keseluruhan, konsumsi cabai dipergaruhi oleh harga cabai, pendapatan, harga beras, harga cabai botol, jumlah penduduk, pengeluaran untuk
tenaga kerja dari industri yang menggunakan cabai sebagai bahan baku, jumlah industri yang menggunakan cabai sebagai bahan baku dan produksi serta trend.
Afifa 2006 dalam penelitiannya yang berjudul analisis permintaan kedelai pada industri kecap di Indonesia bertujuan menguraikan keragaan
perekonomian kedelai dan industri kecap di Indonesia dan menganalisis faktor- faktor yang memepengaruhi permintaan kedelai pada industri kecap di Indonesia.
Penelitian dilakukan dengan mengunakan data sekunder berupa data time series dari tahun 1990-2002. Data di olah dengan menggunakan software Minitab 13.1
dengan model persamaan tunggal yang di estimasi dengan teknik kuadrat terkecil biasa OLSOrdinary Least Square.
Dari penelitian tersebut diperoleh nilai R² sebesar 0,713 yang berarti 71,3 persen keragaman permintaan kedelai pada industri kecap dijelaskan oleh
keragaman variabel-variabel dalam model. Sementara sisanya 28,7 persen dijelaskan oleh variabel di luar model yang di duga disebabkan oleh kondisi-
kondisi di luar model yang sesuai dengan kondisi kedelai di Indonesia seperti menurunnya produksi dalam negeri sehingga impor kedelai meningkat setiap
tahunnya, ketidakstabilan ekonomi di Indonesia dan kurangnya penggunaan teknologi untuk menghasilkan benih kedelai yang bermutu. Pada model
permintaan kedelai pada industri kecap, peubah yang berpenggaruh nyata adalah harga kecap, nilai tukar rupiah dan perusahaan kecap.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Permintaan
Permintaan adalah banyaknya jumlah barang yang di minta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan
dalam periode tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang, diantaranya adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain yang
berkaitan dengan barang tersebut, pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata- rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, cita rasa
masyarakat, jumlah penduduk dan ramalan mengenai keadaan di masa mendatang Sugiarto et al, 2005.
Menurut Lipsey 1995, jumlah yang ingin di minta quantity demanded untuk suatu komoditi merupakan jumlah komoditi total yang ingin di beli oleh
semua rumah tangga. Istilah tersebut digunakan untuk menunjukkan pembelian yang diinginkan, sedangkan istilah kuantitas nyata yang di beli quantity actually
bought digunakan untuk menunjukkan jumlah pembelian yang sebenarnya.
Banyaknya komoditi yang akan di beli oleh semua rumah tangga pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh harga komoditi itu sendiri, rata-rata
penghasilan rumah tangga, harga komoditi yang berkaitan baik berkaitan secara substitusi maupun komplementer, selera, distribusi pendapatan di antara rumah
tangga dan besarnya populasi. Jadi adanya perubahan dari variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi permintaan suatu rumah tangga.