Saluran Tataniaga Cengkeh Indonesia

2.4.2. Saluran Tataniaga Cengkeh Indonesia

Rantai tataniaga menurut Keppres No. 8 tahun 1980 dapat di lihat pada gambar di bawah ini. Sumber: Rosmeilisa, 1997 Gambar 4. Rantai Tataniaga Menurut Keppres No. 8 Tahun 1980 Tataniaga cengkeh ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Kemala dalam Rosmeilisa 1997, terjadinya hal tersebut disebabkan adanya distorsi pasar akibat pemerintah selaku regulator tidak konsisten terhadap sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi diantaranya adalah harga yang diterima petani kurang dari Rp 6.500 sebagai harga yang telah ditetapkan. Petani hanya menerima harga sebesar Rp 3.000 per kilogram, hal ini jelas sangat merugikan petani. Walaupun pemerintah telah membuat suatu rantai tataniaga cengkeh, namun ada juga petani yang menjual produksi cengkehnya tanpa mengikuti rantai tataniaga yang telah ditetapkan. Rantai tataniaga bukan berdasarkan Keppres No. 8 tahun 1980 dapat di lihat pada gambar berikut. Sumber: Rosmeilisa, 1997 Gambar 5. Rantai Tataniaga Non-Keppres Petani KUD PUSKUD Lembaga Lelang PAP Penyangga Pabrik Petani Pedagang Pengumpul Pedagang Kabupaten Pedagang PropinsiBesar Konsumen Pada tahun 1988 terjadi kelebihan penawaran yang mengakibatkan harga turun tajam sampai Rp 1.500 per kilogram. Dengan tujuan menolong petani, pemerintah menetapkan rantai tataniaga baru berdasarkan Keppres No. 20 tahun 1992 dengan membentuk BPPC yang merupakan badan usaha swasta yang bertugas melakukan pembelian, menyangga dan menstabilkan harga cengkeh di tingkat petani dan menjual ke pabrik-pabrik rokok melalui SK. Menteri Perdagangan No. 306KPXII1990. Untuk mengawasi jual beli cengkeh di bentuk Badan Cengkeh Nasional BCN. Tataniaga cengkeh yang ditetapkan dengan adanya BPPC dapat di lihat seperti pada gambar di bawah. Sumber: Rosmeilisa, 1997 Gambar 6. Saluran Tataniaga Cengkeh Menurut SK. Mendag Tahun 1990 Di lihat dari rantai tataniaga berdasarkan Keppres No. 20 tahun 1992, banyak pemotongan rantai tataniaga sehingga diharapkan tataniaga cengkeh menjadi lebih efisien tetapi pada pelaksanaannya banyak syarat biaya yang dibebankan sehingga pelaksanaannya tidak seperti yang diharapkan. Dengan terbitnya Keppres No. 21 tahun 1998, maka tataniaga cengkeh yang selama ini ditangani oleh BPPC dibebaskan. Para petani bebas menjual hasil cengkehnya dan pedagang dapat membeli cengkeh dengan pihak manapun. Surveyor PT. Sucofindo Konsumen Pabrik Rokok atau Lainnya BPPC KUD Petani

2.5. Tinjauan Studi Terdahulu