pada tahun berikutnya akan berkurang. Keadaan ini semakin menjadi buruk bila kesuburan fisik dan kimia tanah menurun.
Upaya menyeimbangkan pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan produktif dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perompesan sebagian kuncup
bunga merupakan salah satu cara untuk mengurangi terkurasnya karbohidrat cadangan. Cara ini mampu menstimulir timbulnya ranting-ranting vegetatif baru
satu bulan sebelum bunga dipanen. Cara lain untuk mendorong pertumbuhan vegetatif dan reproduktif adalah dengan pemupukan. Tanaman yang dipupuk
mempunyai fluktuasi yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipupuk. Selain itu senyawa kimia seperti kalium nitrat memiliki potensi untuk
merangsang pembungaan pada tanaman cengkeh. Pemberian zat perangsang diberikan setelah panen besar.
d. Faktor budidaya
Dari aspek budidaya yang paling berpengaruh terhadap terjadinya fluktuasi hasil pada tanaman cengkeh antara lain penggunaan bahan tanaman yang
kurang unggul, pemeliharaan dan cara panen. Untuk tanaman yang cukup tinggi sebaiknya panen dilakukan dengan menggunakan tangga dan hindari memanjat
pohon karena percabangan cengkeh yang mudah patah. Sedangkan cara pemetikan bunga yang baik adalah daun tidak ikut dipetik, yaitu dengan cara
menjepit pangkal gagang dengan tangan kiri, kemudian tangan kanan memetik bunga. Dengan cara ini pada ruas yang daunnya tidak ikut dipetik akan tumbuh
tunas baru sebagai cabang tempat keluarnya bakal-bakal bunga pada masa pembungaan selanjutnya. Sedangkan apabila daun ikut terpetik, tunas baru
tersebut lebih lama keluarnya sehingga calon bunga biasanya akan muncul dua sampai tiga tahun kemudian.
2.3. Mutu Cengkeh Indonesia
Pengembangan areal pertanaman cengkeh dilakukan pada jenis lahan yang berbeda-beda. Hal ini ternyata mengakibatkan variasi cengkeh yang dihasilkan
cukup besar Rusli dalam Hidayat,1997. Penyebab lain dari variasi mutu cengkeh menurut Laksmanahardja et al. dalam Hidayat 1997 karena perbedaaan varietas
tanaman serta cara pengolahan yang berlainan. Untuk meningkatkan dan menekan variasi mutu maka diperlukan standar
mutu cengkeh. Dengan adanya standar mutu yang telah disepakati bersama antara produsen dan konsumen maka kepastian perdagangan dapat ditingkatkan.
Konsumen dapat mengetahui dengan pasti mutu barang yang akan di beli dan produsen dapat mengarahkan mutu produksinya sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Standar mutu cengkeh yang berlaku di Indonesia adalah SNI No. 01-3392-
1994 yang di buat oleh Dewan Standardisasi Nasional DSN dari Standar Perdagangan SP-48-1976. Standar mutu cengkeh di susun setelah mempelajari
hasil survei diperkebunan rakyat dan swasta, pabrik rokok kretek, wawancara dengan pihak-pihak yang berkecimpung dalam perdagangan cengkeh, dan
membandingkan dengan standar mutu cengkeh dari American Spice Trade Association
ASTA, serta dengan beberapa negara importir dan negara eksportir cengkeh. Standar mutu cengkeh Indonesia dapat di lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Standar Mutu Cengkeh Indonesia
Syarat Mutu Mutu I
Mutu II Mutu III
Ukuran Rata
Rata Tidak rata
Warna Cokelat kehitaman
Cokelat Cokelat
Bahan asing , bb maks. 0,5
1 1
Gagang cengkeh , bb maks. 1
3 5
Cengkeh inferior , bb maks. 2
2 5
Cengkeh rusak Negatif
Negatif Negatif
Kadar air , vb maks. 14
14 14
Kadar minyak atsiri vb min. 20
18 16
Sumber: Ruhnayat, 2002
Syarat mutu dari cengkeh terdiri dari ukuran, warna, bahan asing, gagang cengkeh, cengkeh inferior, cengkeh rusak, kadar air dan kadar minyak atsiri.
Bahan asing dalam syarat mutu diartikan sebagai semua bahan yang bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior adalah cengkeh keriput, patah dan cengkeh
yang telah dibuahi. Sedangkan cengkeh rusak adalah cengkeh berjamur dan telah diekstraksi.
Selain standar mutu untuk cengkeh, telah ditetapkan juga standar mutu untuk minyak cengkeh baik yang dari daun, gagang maupun bunga Tabel 5.
Standar mutu minyak cengkeh dari daun telah ditetapkan oleh DSN yang dituangkan dalam SNI No. 06-2387-1991. Sementara Indonesia belum
menetapkan standar mutu minyak cengkeh dari bagian gagang dan bunga. Untuk acuan standar mutu minyak gagang cengkeh digunakan standar dari Standar of
Essential Oil Association EOA No. 178, sedangkan untuk minyak bunga
cengkah digunakan standar dari Internasional Standard Organization ISO atau kesepakatan antara produsen dan konsumen.
Tabel 5. Standar Mutu Minyak Daun, Gagang dan Bunga Cengkeh
Syarat Mutu Daun SNI
Gagang EOA Bunga ISO
Bobot jenis 25º25ºC 1,03 – 1,06
1,048 – 1,056 1,044 – 1,057
Indeks bias 20ºC 1,52 – 1,54
1,534 – 1,538 1,528 – 1,538
Putaran optik º 1º35’
0º – -1º30’ 0º – -1º35’
Kadar eugenol total 78 – 93
89 – 95 85 – 93
Kelarutan dalam alkohol 70 1 : 2
1 : 2 1 : 2
Minyak pelikan negatif
- -
Minyak lemak negatif
- -
Sumber: Ruhnayat, 2002
Masalah mutu yang banyak dijumpai pada pengolahan cengkeh di tingkat petani antara lain variasi mutu yang cukup besar serta mutu cengkeh yang
dihasilkan masih relatif rendah. Hal tersebut dapat ditunjukkan dari hasil analisis beberapa parameter mutu baik fisik maupun kimiawi Tabel 6.
Menurut Hidayat dan Nurdjannah 1997, kadar minyak cengkeh yang dihasilkan dari beberapa sentra produksi cengkeh di Indonesia sebagian besar baru
masuk dalam kelompok mutu II dan mutu III serta bahkan ada yang tidak masuk dalam standar mutu. Ditinjau dari kadar air, cengkeh yang dihasilkan petani
umumnya mempunyai kadar air yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan standar mutu maksimal 14 persen. Hal ini bertentangan dengan pendapat
beberapa pihak yang mengatakan bahwa cengkeh dari petani mempunyai kadar air yang terlalu tinggi.
Tabel 6. Hasil Analisis Beberapa Parameter Mutu Cengkeh dari Beberapa Sentra Produksi di Indonesia
No Propinsi
Daerah Kadar air
Kadar minyak
Kadar abu
1 Sulawesi Utara
Minahasa Sangir
7,4 7,8
14,2 16,6
6,3 4,8
2 Sulawesi Selatan
Bantaeng Bulukumba
Wajo Tana Toraja
Enrekang 10,2
9,5 8,5
6,5 10,0
20,1 18,8
18,6 19,3
21,1 10,8
11,1 12,8
11,7 11,4
3 Sulawesi Tengah
Toli-toli 10,3
15,6 6,2
4 Aceh
Lampuuk Samalaga
Sabang 8,8
7,5 9,2
17,7 18,4
17,1 7,0
6,2 4,2
5 Sumatera Barat
Solok Teluk Kabuas
Sungai Batang 7,8
7,8 11,5
17,1 18,3
16,2 5,8
6,9 6,8
6 Lampung
Lampung Utara Lampung Tengah
Lampung Selatan 15,4
11,7 10,6
18,3 17,2
15,0 4,6
4,9 4,8
7 Bengkulu
Kodya Bengkulu Bengkulu Utara
11,3 11,3
16,3 15,4
3,9 4,5
8 Jawa Barat
Sukabumi Bogor
8,3 11,0
18,9 19,1
6,6 6,8
9 Jawa Tengah
Salatiga Banyumas
Moga Waleri
7,5 7,8
9,8 10,0
16,6 17,5
19,4 18,5
6,2 6,0
5,8 5,9
10 Jawa Timur
Jombang Malang
Trenggalek 8,0
8,5 9,5
17,0 15,7
19,7 6,4
6,5 6,0
11 Bali
Buleleng Tabanan
Jembrana 8,6
9,7 11,7
20,1 18,8
17,3 5,8
6,0 5,8
12 Maluku
Maluku Utara Maluku Tengah
8,5 7,7
18,9 17,0
5,5 5,3
Sumber: Taruli, 2002
Beberapa upaya perbaikan untuk menanggulangi permasalahan mutu cengkeh antara lain dapat dilakukan dengan perwilayahan cengkeh sehingga
penanaman dilakukan pada daerah yang sangat sesuai, penggunaan varietas unggul serta perbaikan dan standarisasi cara pengolahan. Perbaikan cara
pengolahan antara lain dengan waktu panen yang tepat sehingga rendemen cengkeh kering dan kadar minyak meningkat serta cengkeh inferior dan menir
berkurang. Untuk mengurangi kadar bahan asing, pengeringan sebaiknya dilakukan pada lantai jemur yang bersih atau di atas para-para menggunakan
tampah atau dengan pengering buatan. Selain itu kadar bahan asing dan persentase gagang cengkeh dapat dikurangi dengan melakukan sortasi sebelum cengkeh
disimpan atau dipasarkan.
2.4. Tataniaga Cengkeh Indonesia