c. Multikolinearitas
Pada mulanya model regresi yang baik seharusnya tidak ada hubungan linier yang sempurna di antara beberapa atau semua variabel bebas. Tetapi dalam
pengertian luas di kenal multikolinearitas yang kurang sempurna yaitu menunjukkan bahwa variabel bebas X tidak merupakan kombinasi linier yang
pasti dari X lainnya karena juga ditentukan oleh unsur kesalahan Gujarati, 1993. Untuk mengetahui adatidaknya masalah multikolinearitas dalam model, dapat
dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflaton Factor VIF pada masing- masing variabel bebasnya.
1 Rumus VIF adalah ; VIF =
1 - R
i
²
Dimana: R
i
²
adalah koefisien determinasi yang dihasilkan dengan meregresikan variabel X
i
dengan variabel lainnya, yaitu X
j
j ≠ i Jika nilai VIF kurang dari sepuluh maka dapat disimpulkan bahwa dalam model
tidak terdapat multikolinieritas. Sebaliknya jika nilai VIF lebih dari sepuluh maka dapat disimpulkan terdapat masalah multikolinieritas dalam model. Selain itu
untuk melihat korelasi antar peubah bebas dalam model dapat digunakan uji korelasi Pearson, di mana nilai yang semakin mendekati satu berarti korelasi antar
peubah bebas semakin kuat, dan sebaliknya.
d. Autokorelasi
Suatu asumsi penting dari model regresi linier adalah autokorelasi atau bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi
oleh disturbansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun Gujarati, 1993. Untuk mengetahui adatidaknya autokorelasi bisa
dilakukan dengan percobaan d dari Durbin-Watson. Percobaan d dari Durbin- Watson dirumuskan sebagai berikut:
Mekanisme tes Durbin-Watson adalah sebagai berikut: •
Dapatkan nilai kritis d
L
dan d
U
• Jika hipotesis H
adalah bahwa tidak ada autokorelasi, maka jika d d
L
atau d 4 – d
L
berarti menolak H ada autokorelasi positif atau negatif
d
U
d 4 – d
U
berarti tidak menolak H tidak ada autokorelasi positif atau
negatif d
L
≤ d ≤ d
U
atau 4 – d
U
≤ d ≤ 4 – d
L
berarti daerah keragu-raguan
4.5. Model Persamaan Pendugaan
Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori yang relevan maka model dugaan untuk permintaan cengkeh adalah sebagai berikut. Fungsi permintaan
yang digunakan adalah: QdC = X PC, NpRk, NiRk, Pop, ExRk, D
Dimana: QdC
= Permintaan cengkeh industri rokok kretek Ton PC
= Harga riil cengkeh Rupiah NpRk
= Jumlah produksi rokok kretek Juta Batang
t = n
Σ
e
t
–
e
t-1
²
t = 2
d =
t = n
Σ
e
t
²
t = 1
NiRk = Jumlah industri rokok kretek
ExRk = Ekspor rokok kretek Ton
Pop = Jumlah penduduk Ribu Orang
D = Dummy kebijakan tataniaga, 1: ada BPPC, 0: tanpa BPPC
Fungsi permintaan di atas dapat ditulis dalam bentuk model persamaan sebagai berikut:
QdC = β + β
1
PC
t
+ β
2
NpRk
t
+ β
3
NiRk
t
+ β
4
ExRk
t
+ β
5
Pop
t
+ β
6
D + ε
t
Persamaan di atas mengasumsikan bahwa permintaan cengkeh industri rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil cengkeh, jumlah produksi rokok kretek,
jumlah industri rokok kretek, ekspor rokok kretek, jumlah penduduk dan dummy kebijakan tataniaga cengkeh.
4.6. Konsep Elastisitas Permintaan
Elastisitas permintaan digunakan untuk mengukur tingkat kepekaan atau untuk mengetahui persentase kenaikan atau penurunan jumlah permintaan jika
terjadi perubahan sebesar satu persen pada salah satu faktor yang mempengaruhinya cateris paribus. Nilai elastisitas yang di bahas dalam
penelitian ini adalah nilai elastisitas rataan dengan rumus sebagai berikut.
dY Y dY . X
i
E
i
= =
dX X
i
dXi Y
4.7. Hipotesis Penelitian