jumlah konsumsi cengkeh rokok jenis SKM tahun 1986 sampai 2000 jauh lebih besar dibandingkan dengan rokok jenis SKT dan klobot.
Tabel 10. Perkembangan Konsumsi Cengkeh Industri Rokok Kretek Tahun1980-2006 Versi Gappri Ton
TAHUN SKT
SKM KLB
TOTAL
1980 29994
8329 1391
39715 1981
31609 14077
1283 46968
1982 31847
12344 1291
45482 1983
34549 14393
805 49747
1984 35098
18947 953
54999 1985
33417 26271
1032 60720
1986 33172
34007 1160
68339 1987
33613 41945
1091 76649
1988 33556
48699 1111
83366 1989
32238 52448
1108 85794
1990 32478
59051 1143
92672 1991
35286 53654
988 89929
1992 32219
56072 866
89158 1993
32705 58715
731 92151
1994 37952
64931 631
103514 1995
32594 53292
585 86472
1996 33944
56059 536
90539 1997
33524 61190
498 95213
1998 38545
50099 726
89370 1999
46746 46071
652 93470
2000 49303
50140 928
100370 2001
54266 48897
594 103756
2002 50822
45054 563
96439 2003
48742 49581
538 98860
2004 53873
42227 551
96651 2005
56520 44125
601 101246
2006 59252
46401 583
106236
5.2. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cengkeh Industri Rokok Kretek
Permintaan Cengkeh untuk industri rokok kretek dalam penelitian ini merupakan total konsumsi cengkeh untuk produksi rokok jenis SKM, SKT dan
klobot. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cengkeh industri rokok, dilakukan analisis regresi linier berganda terhadap faktor-faktor
yang di duga mempengaruhi. Hasil estimasi model ditampilkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 11. Hasil Model Lengkap Data Asal Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cengkeh di Indonesia
Tahun 1980-2006
Variabel Koefisien Standard Error
t_hitung Probabilitas
VIF C
18660 48122
0,39 0,702
- PC
-0,2352 0,2553
-0,92 0,368
2,5 NpRk
0,2869 0,1407
2,04 0,055
32,1 NiRk
-179,28 59,97
-2,99 0,007
1,9 ExRk
-0,720 1,253
-0,57 0,572
9,0 Pop
0,3327 0,3856
0,86 0,398
50,5 D
670 3290
0,20 0,841
1,7 R-squared = 91,6
Adjusted R-squared = 89,1 F-statistik = 36,28
Prob F-statistik = 0,000 Durbin-Watson = 1,03068
dimana: C
= Konstanta PC
= Harga riil cengkeh Rupiah NpRk
= Jumlah produksi rokok kretek Juta Batang NiRk
= Jumlah industri rokok kretek ExRk
= Ekspor rokok kretek Ton Pop
= Jumlah penduduk Ribu Orang D
= Dummy kebijakan tataniaga cengkeh, 1: ada BPPC, 0: tanpa BPPC
Dari hasil estimasi tersebut model regresi mengalami masalah multikolinieritas, yang ditunjukkan dari nilai VIF lebih besar dari 10 dan masalah
autokorelasi dengan nilai Durbin-Watson sebesar 1,03068. Untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan antara lain dengan mentransformasikan
variabel-variabel model ke dalam bentuk logaritma natural. Adapun hasil estimasinya ditampilkan pada tabel berikut.
Tabel 12. Hasil Model dalam Bentuk Logaritma Natural Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cengkeh di Indonesia
Tahun 1980-2006
Variabel Koefisien Standard Error
t_hitung Probabilitas
VIF C
7,118 7,103
1,00 0,328
- LnPC
-0,02060 0,02193
-0,94 0,359
3,5 LnNpRk
0,8157 0,1804
4,52 0,000
52,2 LnNiRk
-0,2880 0,1357
-2,12 0,047
3,4 LnExRk
-0,01478 0,02733
-0,54 0,595
12,4 LnPop
-0,2997 0,8071
-0,37 0,714
90,3 D
-0,01614 0,04259
-0,38 0,709
3,1 R-squared = 97,4
Adjusted R-squared = 96,7 F-statistik = 126,92
Prob F-statistik = 0,000 Durbin-Watson = 1,10585
Setelah model ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural, ternyata belum bisa mengatasi masalah multikolinearitas dan autokorelasi. Hal ini
dapat di lihat nilai VIF pada beberapa variabel bebas yang lebih dari 10 yaitu jumlah produksi rokok kretek NpRk, jumlah penduduk Pop dan ekspor rokok
kretek ExRk, serta dari nilai Durbin-Watson sebesar 1,10585. Bila dibandingkan dengan model sebelumnya yang hanya terdapat dua variabel bebas yang nilai VIF
lebih besar dari 10, maka model yang digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan cengkeh industri rokok kretek di Indonesia
adalah model regresi linier berganda. Selain model ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural, dalam
mengatasi masalah tersebut dapat juga dilakukan dengan menghilangkan beberapa variabel bebas dari model yang satu sama lainnya mempunyai korelasi yang kuat
Lampiran 1. Bila di lihat korelasi dari variabel populasi dengan ekspor rokok kretek memiliki korelasi yang sangat tinggi yaitu sebesar 0,912 maka variabel
ekspor rokok kretek dihilangkan dari model. Pada tabel berikut ditampilkan hasil estimasi model tanpa variabel ekspor rokok kretek.
Tabel 13. Hasil Model Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Cengkeh di Indonesia Tanpa Variabel Ekspor Rokok Tahun 1980-2006
Variabel Koefisien Standard Error
t_hitung Probabilitas
VIF C
40052 34359
1,17 0,257
- PC
-0,3415 0,2105
-1,62 0,120
1,9 NpRk
0,3306 0,1300
2,54 0,019
39,2 NiRk
-176,94 54,37
-3,25 0,004
1,7 Pop
0,1752 0,2947
0,59 0,558
41,3 D
82 3158
0,03 0,979
1,7 R-squared = 94,6
Adjusted R-squared = 93,3 F-statistik = 73,20
Prob F-statistik = 0,000 Durbin-Watson = 1,16092
Setelah variabel ekspor rokok kretek dikeluarkan dari model, ternyata masih belum bisa mengatasi masalah tersebut. Pada tabel dapat di lihat nilai VIF
dua variabel bebas masih lebih besar dari 10 dan nilai Durbin-Watson sebesar 1,16092. Bila di lihat Lampiran 1, nilai korelasi antara populasi dengan jumlah
produksi rokok kretek sangat kuat yaitu sebesar 0,984. Sama dengan cara sebelumnya maka variabel populasi akan dikeluarkan dari model. Hasil estimasi
ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 14. Hasil Model Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Cengkeh di Indonesia Tanpa Ekspor Rokok dan Populasi Tahun 1980-2006
Variabel Koefisien Standard Error
t_hitung Probabilitas
VIF C
59900 8023
7,47 0,000
- PC
-0,3619 0,2046
-1,77 0,091
1,8 NpRk
0,40665 0,02257
18,02 0,000
1,2 NiRk
-163,09 48,41
-3,37 0,003
1,4 D
-301 3046
-0,10 0,922
1,6 R-squared = 94,5
Adjusted R-squared = 93,5 F-statistik = 94,18
Prob F-statistik = 0,000 Durbin-Watson = 1,11770
Setelah mengeluarkan dua variabel bebas yaitu ekspor rokok kretek dan populasi masalah multikolinearitas dapat teratasi. Hal ini dapat di lihat dari nilai
VIF pada peubah bebas, tidak ada yang lebih dari 10. Dari hasil estimasi model di atas, walaupun masalah multikolinearitas dapat teratasi tetapi dengan nilai
Durbin- Watson sebesar 1,11770 tidak dapat disimpulkan adatidaknya masalah autokorelasi.
Agar model tidak memiliki masalah autokorelasi, ke dalam model ditambahkan variabel lag permintaan cengkeh industri rokok kretek lag variabel
dependent. Variabel lag beda kala ditambahkan kedalam model karena ketergantungan variabel tak bebas QdC pada variabel bebas PC,NpRk,NiRk
jarang terjadi seketika itu juga. Sering kali reaksi variabel tak bebas terhadap pengaruh variabel bebas memerlukan waktu. Hasil estimasi dari model dengan
penambahan variabel lag ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 15. Hasil Model Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Cengkeh di Indonesia dengan Penambahan Variabel Lag Tahun 1980-2006
Variabel Koefisien t_hitung
Probabilitas VIF
Elastisitas
C 39755
3,80 0,001
- -
PC -0,1644
-0,83 0,415
2,0 -0,01855
NpRk 0,23239
3,53 0,002
9,5 0,392694
NiRk -101,90
-2,12 0,046
1,7 -0,23209
D -154
-0,06 0,956
1,6 -
QdC
-1
0,3929 2,64
0,015 8,3
- R-squared = 93,4
Adjusted R-squared = 91,9 F-statistik = 59,91
Prob F-statistik = 0,000 Durbin-Watson = 1,90976
Penambahan variabel lag permintaan cengkeh industri rokok dapat mengatasi masalah autokorelasi dan multikolinearitas, dapat di lihat dari nilai
Durbin-Watson sebesar 1,90976 dan nilai VIF dari semua peubah kurang dari 10. Dari semua hasil estimasi model, model ini merupakan model yang terbaik.
Berdasarkan hasil estimasi di atas maka dapat di susun model analisis faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan cengkeh di Indonesia sebagai berikut:
QdC = 39755 - 0,164 PC + 0,232 NpRk - 102 NiRk - 154 D + 0,393 QdC
-1
Langkah selanjutnya setelah mendapatkan parameter-parameter estimasi adalah melakukan berbagai macam pengujian terhadap parameter estimasi tersebut.
5.3. Uji Ekonometrika