Konsep Politik TINJAUAN PUSTAKA
kekuasaan untuk melakukan paksaan fisik dengan memaksakan ketaatan. Tokohnya Max Weber.
2.3. Kekuasaan, politik dirumuskan sebagai kegiatan mencari dan
mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat sehingga pencarian kekuasaan dengan cara memperjuangkannya, mempertahankan,
melaksanakan, mempengaruhi pihak lain atau pun menentang pelaksanaan kekuasaan memperoleh legitimasi dalam pandangan ini.
Kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan memengaruhi pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang
memengaruhi. Ada hubungan pengaruh dan kepatuhan dalam relasi dua belah pihak, entah orang, masyarakat, lembaga atau pun Negara.
Tokohnya adalah Robson. 2.4.
Fungsionalisme, politik dipandang sebagai kegiatan merumuskan dan melaksanakan kebijakan umum sehingga peran elite dalam
politik lebih ditekankan. Alokasi nilai-nilai secara otoritatif, berdasarkan kewenangan, sehingga mengikat untuk suatu kelompok
masyarakat. Oleh sebab itu, perilaku politik berupa setiap kegiatan yang mempengaruhi mendukung, mengubah, menentang proses
pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat. Who gets what, when, how
sehingga perumusan politik dalam pengertian fungsional menjadi “siapa mendapatkan apa, kapan dan bagaimana”.
Artinya nilai-nilai apa yang hendak dicapai, ukuran yang digunakan untuk menentukan siapa yang akan memperoleh nilai terbanyak dan
cara yang digunakan seseorang untuk mendapatkan nilai-nilai tersebut. Nilai didefinisikan sebagai hal-hal yang diinginkan, hal-hal
yang dikejar oleh manusia, dengan derajad kedalaman upaya yang berbeda untuk mencapainya. Nilai-nilai tersebut dapat bersifat
abstrak, misalnya keadilan, keamanan, kebebasan, persamaan, demokrasi, kepercayaan kepada Tuhan YME, kemanusiaan,
kehormatan dan nasionalisme. Sedangkan bentuk konkretnya dapat berupa sandang, pangan, perumahan, fasilitas kesehatan, fasilitas
pendidikan, sarana perhubungan, komunikasi, dan rekreasi. Atau
secara singkat dapat disebut sebagai nilai spiritual dan nilai material jasmaniah. Kelemahan dari paradigma ini yaitu menempatkan
pemerintah sebagai sarana dan wasit dalam persaingan berbagai kekuatan
politik untuk
memperoleh nilai-nilai
terbanyak. Pemerintah memiliki kepentingan sendiri diabaikan oleh teori ini.
Tokohnya adalah David Easton dan Harold Lasswell. 2.5.
Konflik, kegiatan untuk mempengaruhi proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum merupakan upaya untuk mendapatkan
dan atau mempertahankan nilai-nilai di mana dalam upaya untuk mempertahankannya terjadi persaingan, perbedaan pendapat, bahkan
pertentangan yang bersifat fisik antara para pihak. Pihak yang berupaya mendapatkan nilai terbanyak akan berhadapan dengan
pihak yang berupaya mempertahankan nilai yang telah dimilikinya. Konsensus, kerjasama dan integrasi kurang diperhatikan dalam teori
ini sementara persaingan, perdebatan, perbedaan pendapat maupun pertentangan seringkali diselesaikan melalui proses dialog diantara
para pihak yang bertikai. Tokohnya adalah Karl Marx. Budiardjo 2010 menyebutkan bahwa teori politik adalah
bahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Dengan pernyataan lain, teori politik Gaus Kukathas 2012 merupakan bahasan
dan renungan atas: a tujuan dan kegiatan politik; b cara-cara mencapai tujuan itu; c kemungkinan-kemungkinan dan kebutuhan-kebutuhan yang
ditimbulkan oleh situasi politik tertentu; d Kewajiban-kewajiban obligation yang diakibatkan oleh tujuan politik tersebut. Konsep-konsep
yang dibahas dalam teori politik mencakup masyarakat, kelas sosial, Negara, kekuasaan, kedaulatan, hak dan kewajiban, kemerdekaan,
lembaga-lembaga Negara, perubahan sosial, pembangunan politik, modernisasi.
Marsh dan Stoker 2011 melihat politik dalam dua pendekatan, yaitu pertama politik menentukan bidang penyelidikan dengan merujuk pada
arena atau himpunan institusi tertentu. Fokus kajian pada pendekatan ini
adalah politik behavioralis, teori pilihan rasional dan analisis identifikasi yang banyak digunakan untuk analisis politik yang berkaitan dengan
kegiatan pemerintahan dan kekuasaan yang terdapat di dalamnya. Kedua, politik dipandang sebagai suatu proses sosial yang dapat diobservasi
dalam berbagai setting, yaitu membahas tentang pembagian kekuasaan yang tidak seimbang dalam masyarakat, bagaimana perjuangan untuk
mendapatkan kekuasaan dilakukan dan dampaknya terhadap penciptaan dan pembagian modal sosial, kesempatan hidup, dan kesejahteraan.
Modal sosial adalah kekuatan yang dimiliki oleh suatu masyarakat karena adanya saling kepercayaan, jejaring, komunikasi, hirarki
kepemimpinan dan norma tertentu yang diakui bersama Putnam et al. 1993. Sedangkan menurut Bourdieu dan Wacquant 1992 yang disitir
oleh Gauntlett 2011 dan Suminar 2013 menyebutkan bahwa modal sosial adalah kumpulan sumberdaya, baik aktual atau virtual, yang
terdapat pada seorang individu atau kelompok melalui kepemilikan aset yang ada pada suatu jaringan dan relasi pertemanan. Selain itu, modal
sosial merupakan sebuah sumberdaya yang dibangun berdasarkan kepercayaan trust dan pemberian nilai shared value serta terbangun
dari rajutan kebersamaan dari orang-orang yang ada dalam komunitas Coleman 1988; Gauntlett 2011. Dalam situasi tertentu, modal sosial
dapat bertransformasi menjadi modal politik dimana kekuatan-kekuatan sosial yang melekat pada diri individu dan atau komunitas secara nyata
dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan dalam suatu proses politik Birner Wittmer 2000.