Biaya Transaksi TINJAUAN PUSTAKA

negosiasitawar menawar untuk memperoleh harga yang lebih tinggi ketika kelompok memiliki kemampuan mengendalikan yang lebih baik terhadap produk anggota jika menjual produknya melalui kelompok; b memiliki akses yang lebih baik terhadap program pembangunan kapasitasbantuan finansial yang dapat memungkinkan kelompok mencapai tujuan-tujuannya; c meningkatkan pembagian informasi di antara anggota mengenai pasar dan permasalahan produksi; d mengurangi biaya transaksi melalui pencarian informasi, negosiasi dan monitoring transaksi Bienabe et al. 2004; Russel Franzel 2004; Tita et al. 2011. Biaya transaksi merupakan waktu yang dicurahkan oleh para aktor untuk mencari dan menemukan mitra dan harga produk yang sesuai serta waktu yang dicurahkan untuk menemukan kualitas produk spesifik biaya informasi atau biaya negosiasi. Kondisi biaya transaksi dalam bentuk munculnya biaya informasi atau biaya negosiasi disebut biaya transaksi ex ante dimana sejumlah biaya dikeluarkan oleh produsen untuk memperoleh informasi yang akan mempengaruhi biaya produksi dimana produk yang diinginkan belum dihasilkan oleh produsen. Sedangkan biaya transaksi ex post merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh produsen setelah produksi dihasilkan dalam bentuk biaya monitoring dan perbaikan monitoring and enforcement cost Tita et al. 2011. Atribut-atribut yang berhubungan dengan biaya transaksi terdiri atas aset-aset spesifik, ketidakpastian uncertainity dan frekuensi yang menyebabkan terjadinya perbedaan dalam pengaturan pasar pada produk – produk tumbuhan obatjamu. Biaya transaksi yang timbul dari aset spesifik dapat dicirikan dalam bentuk aset fisik bentuk dan kualitas produk tumbuhan obat, aset manusia, lokasi, nama brand dan waktu, sedangkan ketidakpastian dan kompleksitas merupakan masalah utama terjadinya biaya transaksi. Ketidakpastian merupakan variabel eksogen yang disebabkan oleh perubahan kondisi pasar, misalnya adanya perubahan permintaan dan modifikasi lingkungan kelembagaan. Variabel endogen dari ketidakpastian berhubungan dengan perilaku opportunistic dari pihak-pihak yang bertransaksi dan sulitnya memprediksi perilaku para agen yang melakukan kontrak. Ketika ketidakpastian dan kompleksitas berada pada posisi yang rendah, maka transaksi dapat diabaikan dari pasar. Tetapi apabila tinggi, maka bentuk tata kelola pasar tumbuhan obat seperti kontrak jangka panjang, aliansi strategis atau integrasi vertikal penuh sangat direkomendasikan. Sedangkan apabila terjadi situasi dimana ketidakpastian transaksinya menjadi tinggi, maka pihak-pihak yang melakukan kontrak akan meningkatkan upaya-upaya monitoring dan koordinasi Tita et al. 2011; Collins Fabozzi 1991. Yustika 2006 menyebutkan faktor-faktor penentu determinan biaya transaksi, yaitu atribut perilaku aktor, struktur tata kelola, kelembagaan lingkungan dan atribut transaksi. i Atribut perilaku aktor terdiri atas rasionalitas terbatas yaitu kemampuan individu untuk menerima, menyimpan dan mencari informasi tanpa kesalahan. Dan, opportunism yaitu perilaku aktor yang berhubungan dengan moral hazard, seperti tindakan curang, melalaikan kewajiban, menipu; ii Struktur tata kelola berhubungan dengan pasar, hirarki, regulasi, birokrasi dan pengadilan; iii Kelembagaan lingkungan terkait dengan hak milik property rights, kontrak dan budaya; iv Atribut transaksi berhubungan dengan variabel aset spesifik, yaitu aset yang harus ada dalam kegiatan produksi, apabila aset tersebut tidak ada maka produksi akan terhenti, ketidakpastian dan frekuensi. Faktor determinan biaya transaksi disajikan pada Gambar 4. Atribut Perilaku dan Pelaku  Rasionalitas terbatas  Opportunisme Gambar 4. Faktor Determinan Biaya Transaksi Sumber: Yustika 2006 Definisi mengenai biaya transaksi dalam penelitian ini mengikuti Yustika 2006 yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh seseorang untuk melakukan negosiasi, mengukur dan memaksakan pertukaran exchange. Dalam memperhitungkan biaya transaksi tersebut terdiri atas pajak, komisi dan biaya transfer Collins Fabozzi 1991. Biaya transaksi berupa pajak dan pungutan-pungutan resmi disebut juga biaya perdagangan trade costs , yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan melalui perdagangan mulai dari produsen hingga pengguna akhirnya, biaya transportasi di pelabuhan, hambatan kebijakan tarif dan non tarif, biaya informasi, biaya kontrak, biaya karena penggunaan mata uang yang berbeda, biaya resmi, dan biaya distribusi lokal wholesale dan retail. Biaya perdagangan bersifat ad- valorem yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan nilai transaksi Wang 2010; Crozet Soubeyran 2004. Selain biaya ad valorem, terdapat biaya transaksi lain yang bersifat lump sum, yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh seseorang untuk mengendalikan hak kepemilikan atas aset-aset yang memiliki tingkat resiko tinggi Zhang 2000; Barron Karpoff 2002; Liu 2004. Biaya transaksi yang bersifat lump sum tetap mendorong terjadinya perdagangan apabila biaya transaksi tersebut lebih rendah dari nilai aset beresiko yang diperdagangkan, tetapi apabila lebih tinggi maka perdagangan tidak akan terjadi. Apabila perdagangan terjadi biasanya terdapat kerugian berupa penurunan penerimaan di antara para pedagang Struktur tata kelola  Pasar, hybrid, hierarki  Pengadilan, regulasi, birokrasi Kelembagaan lingkungan  Hak milik dan kontrak  Budaya Atribut transaksi  Aset spesifik  Ketidakpastian  Frekuensi Biaya Transaksi dan mereka akan melakukan pengaturan untuk mengurangi biaya lump sum tersebut Barron Karpoff 2002.

8. Obat Tradisional

Jamu merupakan obat tradisional yang mengandung bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian gelanik, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat Kementerian Kesehatan 2010. Sedangkan bahan baku jamu diperoleh dari tumbuhan obat yang diambil dari daunnya, akar, maupun batangnya dan memiliki khasiat sebagai obat serta digunakan sebagai bahan baku untuk pengobatan obat modern atau tradisional Nurrochmat Hasan 2010. Nurrochmat dan Hasan 2010 menyebutkan bahwa tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan menjadi: a. Tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; b. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawabahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis; c. Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan obat yang diduga mengandung senyawabahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiahmedis atau penggunaanya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri. 9.1. Citra Jamu sebagai Layanan Kesehatan Citra brand merupakan gambaran seseorang terhadap sesuatu atau pada produk tertentu. Bangkitnya kesadaran kelas menengah untuk mengkonsumsi produk yang aman dan tidak memiliki efek samping mendorong makin meningkatnya penggunaan produk-produk berbasis herbal seperti tabir surya, sabun, krim pemutih, dan sampo. Kelas menengah bersedia membayar harga yang lebih tinggi untuk produk- produk tersebut. Di India misalnya, brand seperti Himalaya, Ayush, Shenaz dan Lotus telah memanfaatkan nilai brand mereka dengan memproduksi barang-barang berbasis herbal. Hal ini mendorong brand- brand dunia seperti Hindustan Unilever dan Procter Gamble ikut mengusung brand berbasis herbal juga dengan “Go Herbal” nya Bhattacharjee 2012. Menurut Kartajaya 1995, sebuah citra yang berhasil adalah citra yang tidak hanya diterima di otak konsumen tapi lebih lagi sudah disimpan di hati konsumen. Jika hal itu sudah terjadi, berarti citra tersebut sudah berhasil “menembus” tingkat emosional konsumen. Citra merupakan value dari sebuah produk, sehingga value dapat memberikan arahan ke mana aktor akan bergerak yang dapat digambarkan melalui motivasi internal dari aktor tersebut. Konsep-konsep seperti “norma”. “kepentingan” dan “tujuan” berfungsi pada tingkatan yang lebih abstrak dimana “objectives”, “goals” dan “positions” menggambarkan nilai yang lebih spesifik. Sedangkan “preferensi” dan “posisi” menterjemahkan value ke dalam preferensi relatif terhadap solusi-solusi tertentu atau hasil-hasil kebijakan Hermans Thissen 2008. Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 003MenkesPerI2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan, jamu harus memiliki kriteria aman, berkhasiat, bermutu dan murah secara ekonomi. Kriteria tersebut adalah value dari jamu. Value tersebut dapat dilihat melalui preferensi individu dimana konsumen atau pasien akan memberikan value yang tinggi apabila memperoleh manfaat yang tinggi atas layanan kesehatan dari produk jamu yang dikonsumsinya. Adanya keterbatasan kriteria jamu yang telah memenuhi standar fitofarmaka 8 jenis, obat herbal terstandar 38 jenis dibandingkan dengan obat herbal tidak terstandar ribuan jenis menyebabkan layanan kesehatan berbasis jamu masih sulit dilakukan. Keterbatasan ini menyebabkan terjadinya kelangkaan dan ketidakpastian