Sintesis HASIL DAN PEMBAHASAN

di wilayah kerjanya yang dikelola dengan baik, tertata dan aman juga merupakan faktor penting agar ketersediaan bahan baku tumbuhan obat bagi klaster layanan kesehatan maupun industri dapat terjamin. Dalam pengembangan budidaya tersebut, pemanfaatan jenis-jenis lokal yang sudah terancam punah seperti pulosari dan kedawung yang dicampurkan bersama dengan jenis-jenis lain seperti cabe jawa, kemukus, joho lawe, jahe, kencur dan temulawak serta kesumba keling berpotensi mendorong terjadinya peningkatan ekonomi para pihak di sekitar TNMB. Pencampuran jenis tanaman obat tersebut akan semakin baik apabila jenis-jenis pohon berkayu yang mengandung bahan obat potensial di masa depan seperti bayur, jati dan suren juga ditanam di sekitar kawasan budidaya tumbuhan obat. 5.2. Sumberdaya Manusia SDM Profesional Keberadaan kebijakan pemungkin juga mendorong terjadinya perpindahan sumber daya manusia profesional. Pengelolaan kawasan budidaya tumbuhan obat yang terdapat di sekitar TNMB atau pun di kawasan hutan negara lainnya tidak dapat dilakukan apabila sumber daya manusia pengelolanya tidak ada. Tenaga-tenaga profesional seperti dokter, apoteker, peneliti, perguruan tinggi, BPOM dan penggiat LSM dapat bekerja sama untuk menutupi kelemahan yang terjadi pada klaster produksi. Perpindahan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada petani, pendarung, pengepul dan para pihak yang terdapat pada klaster produksi dapat mengubah cara pandangnya mengenai tumbuhan obat, yaitu bahwa tumbuhan obat bukan semata- mata produk ekonomi, melainkan juga produk untuk menjaga, merawat dan menyembuhkan penyakit yang tersusun dalam sistem pengobatan komplementer berkelanjutan. Peluang pengembangan klaster produksi bersama dengan klaster layanan kesehatan semakin besar apabila sumber daya manusia profesional yang terdapat di dalamnya ikut serta mengawal keberadaan bahan baku tumbuhan obat yang amat dibutuhkan oleh rumah sakit mulai dari hutan sampai dengan pasien yang membutuhkannya. Hal ini dimaksudkan agar kualitas dan kuantitas bahan baku obat tradisional terjaga tersebut sesuai dengan harapan pasien untuk menyembuhkan penyakitnya. Secara struktural, keberadaan hirarki pelaku pemanfaat tumbuhan obat mulai dari pelaku utama dan marjinal menunjukan bahwa masih terdapat sejumlah hambatan yang harus dipecahkan agar pemanfaatan tumbuhan obat memberikan dampak yang positif bagi penggunanya. Hambatan tersebut berupa belum bersatunya kelas menengah sebagai motor penggerak untuk melayani kepentingan pasien dalam hal pemenuhan hak atas kesehatan. Para pihak yang terdapat pada tingkat menengah, seperti Puskesmas, BPOM, BTN Meru Betiri, LSM KAIL, CD Bethesda, Koperasi, Pengobat tradisional memiliki potensi untuk mendobrak kebijakan yang menghambat pelayanan menggunakan obat tradisional melalui sistem layanan komplementer. Pendekatan metode layanan kesehatan tanpa sekat yang dilakukan oleh CD Bethesda dapat diujicobakan pada klaster produksi dan layanan kesehatan dengan pengawasan yang terintegrasi, baik mutu, jumlah, harga maupun tenaga ahli yang menanganinya. Harapannya, dengan diterapkannya sistem tersebut, pemerintah pusat dapat mengeluarkan kebijakan yang mampu mensinergikan para pihak di tingkat menengah menjadi motor untuk memperbaiki sistem layanan kesehatan dengan mendorong a terciptanya basis-basis budidaya tumbuhan obat di sekitar hutan yang dikerjakan oleh para pendarung maupun petani, dan b menciptakan alur pemasaran hasil budidaya tersebut dengan harga yang layak dan berkualitas di pusat-pusat layanan kesehatan pengobatan tradisional seperti puskesmas mau pun rumah sakit. 5.3. Pembenahan Kelembagaan Pembenahan kelembagaan merupakan salah satu pra syarat agar kebijakan pemungkin tersebut dapat berjalan dengan baik. Hal ini karena informasi asimetris yang terjadi pada masing-masing klaster cenderung memihak pada sektor industri yang tidak terbuka terhadap informasi-informasi yang berhubungan dengan bahan baku tumbuhan obat. Perbaikan terhadap kelembagaan ekonomi pada klaster produksi diharapkan dapat mendorong perbaikan terhadap harga sehingga mendorong petani dan pendarung ikut serta melakukan penangkaran terhadap tumbuhan obat yang berasal dari hutan alam. Untuk meningkatkan kepastian bagi klaster produksi, perbaikan terhadap kelembagaan sosial seperti membuat lembaga payung yang menampung semua pihak yang terlibat dalam penelitian tumbuhan obat serta membangun perjanjian pemanfaatan tumbuhan obat antara ke tiga klaster dapat menciptakan terjadinya sinergi informasi mengenai tumbuhan obat. Agar keberpihakan negara terhadap klaster produksi menjadi jelas, pemerintah perlu mendorong agen-agennya, yaitu Kepala BTNMB dan Kepala BPOM, untuk terlibat secara serius menangani pemanfaatan tumbuhan obat di hutan alam. Hal ini penting karena bahan baku tumbuhan obat harus benar-benar berkualitas diterima oleh pasien mulai dari proses produksi sampai dengan pemanfaatannya. Keberadaan undang- undang yang berhubungan dengan pemanfaatan tumbuhan obat juga diperlukan agar kelembagaan ekonomi dan sosial dapat berfungsi dan bahan baku tumbuhan obat dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh penggunanya. 5.4. Penegakan Hukum Penegakan hukum amat diperlukan dalam pemanfaatan tumbuhan obat karena transaksi yang terjadi pada klaster produksi bersifat illegal. Tersedianya penegakan hukum dapat memberi kepastian berusaha bagi para pihak terhadap keamanan bahan baku yang ditanam khususnya pada bahan baku yang memiliki manfaat ganda dan berpotensi sebagai obat tradisional di masa depan seperti bayur, suren dan joho lawe. Penegakan hukum ini amat penting karena sering terjadinya pencurian atas bahan baku tersebut di mana yang utama dimanfaatkan oleh pelakunya adalah kayu yang bernilai jual tinggi. Penegakan hukum memberikan rasa aman bagi para petani mau pun pihak-pihak yang terlibat dalam pemanfaatan tersebut. Kegiatan patroli yang dilakukan secara rutin pada kawasan budidaya tumbuhan obat, selain memberi rasa aman terhadap bahan baku, juga dapat menekan terjadi pencurian sehingga meredam gejolak sosial yang mungkin terjadi karena kayu yang mengandung bahan baku tumbuhan obat juga bernilai ekonomi tinggi. Sintesis penelitian disajikan pada Gambar 26 PRODUKSI LAYANAN KESEHATAN INDUSTRI INFORMASI ASIMETRIS PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT ENABLING POLICY Penegakan Hukum Pembenahan Kelembagaan Penegakan SDM Profesional Budidaya Tumbuhan Obat KELESTARIAN PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT Gambar 26. Sintesis Hasil Penelitian Pemetaan Stakeholder

V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 1.

Kesimpulan Berdasarkan analisis data yang dilakukan terhadap pemanfaatan tumbuhan obat di klaster produksi, klaster layanan kesehatan dan klaster industri dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1.1. Para pihak yang terlibat dalam pemanfaatan tumbuhan obat terdiri atas bermacam-macam profesi baik yang berada di pemerintahan, swasta, asosiasi, rumah tangga, petani dan lain-lain. Para pihak tersebut bersifat sangat dinamis sehingga dapat berpindah-pindah posisi tergantung pada kepentingan mereka dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Terkait dengan kelestarian pemanfaatan tumbuhan obat, para pihak yang terdapat pada posisi key player lebih mudah diajak terlibat dibandingkan para pihak yang terdapat pada posisi subject, context setter maupun crowd. Hal ini karena para pihak yang terdapat pada posisi subject cenderung mengambil posisi menentang dibandingkan bekerja sama, sedangkan yang terletak pada posisi context setter cenderung mengikuti kepentingannya sendiri dan tergantung dengan situasi yang ada. Untuk para pihak yang terletak pada posisi crowd dapat diabaikan dan dikeluarkan dalam kegiatan yang berhubungan dengan kelestarian pemanfaatan tumbuhan obat secara berkelanjutan karena tidak memiliki komitmen pada pemanfaatan tumbuhan obat. 1.2. Dalam pemetaan aspek kepentingan dan pengaruh yang dimiliki oleh para pihak terlihat bahwa para pihak masih tersebar pada posisi key players, subject , context setter dan crowd kecuali para pihak yang terdapat pada klaster industri karena memiliki kepentingan dan pengaruh yang amat kuat terhadap pemanfaatan tumbuhan obat. Peranan masing-masing pihak dapat dilihat melalui pemetaan tersebut dimana BTN Meru Betiri dan LSM KAIL merupakan pihak dominan karena dapat mempengaruhi situasi pengelolaan bahan baku tumbuhan obat di hutan alam. Tetapi, keberadaan Borek Kayu di TN Meru Betiri justru akan mendorong keluarnya sumber daya tumbuhan obat potensial di masa depan yang terdapat pada kayu-kayu komersial, sehingga keberadaannya harus dikelola secara serius karena dapat merusak hutan. Pada klaster layanan kesehatan, peranan pengobat tradisional merupakan pihak dominan karena memiliki kemampuan untuk melayani pasien lebih banyak dibandingkan layanan komplementer di rumah sakit atau puskesmas. Pada klaster industri, peranan Balai POM sangat penting karena berfungsi mengendalikan tindakan ilegal pada bahan makanan dan obat- obatan yang beredar di masyarakat sehingga perlu diperkuat peranannya. 1.3. Sehubungan dengan teori akses, para pihak yang terdapat pada klaster industri memiliki peluang lebih banyak mengendalikan permintaan terhadap pemanfaatan tumbuhan obat dibandingkan para pihak yang terdapat pada klaster yang lain. Hal ini terjadi karena para pihak yang terdapat pada klaster industri menguasai akses terhadap kapital yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan dan kemampuan untuk membeli produk tumbuhan obat yang ditawarkan oleh pihak lain. 1.4. Jenis biaya transaksi yang terdapat pada masing-masing klaster bersifat lump sum dan ad valorem dimana pada klaster produksi sifat ad valorem dan biaya transaksi tersebut digunakan untuk pembiayaan ilegal dibandingkan legal. Pada kedua klaster yang lain, transaksi lump sum dan ad valorem bersifat legal. Hal ini berarti, pada klaster produksi masih dijumpai adanya inefisiensi dalam pemanfaatan bahan baku tumbuhan obat sehingga diperlukan adanya penataan yang lebih baik pada aspek kelembagaan dan tata niaganya. Dengan adanya penataan terhadap kelembagan dan tata niaganya diharapkan harga tumbuhan obat yang diterima oleh pendarung dan petani menjadi lebih baik sehingga kualitas terhadap bahan bakunya juga dapat ditingkatkan. 1.5. Sehubungan dengan fungsi tabungan, keberadaan jaring pengaman safety net dan batu tangga stepping stone dapat membantu terjadinya perubahan arah motivasi para pihak dari penghambat kelestarian tumbuhan obat menjadi pendukung kelestarian tumbuhan obat. Tetapi keberadaan fungsi tabungan yang bersifat jaring pengaman dan bernilai sangat besar apabila tidak