KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

DAFTAR TABEL No. Uraian Halaman 1. Hubungan Akses Para Pihak atas Sumber daya Tumbuhan Obat 14 2. Empat Tipe Sumberdaya Goods 27 3. Jenis Sumberdaya Alokatif dan Otoritatif 27 4. Tahapan Waktu Pelaksanaan Penelitian 58 5. Jenis Data, Metode dan Sumber Data yang Dibutuhkan 61 6. Identifikasi Para Pihak pada Lokasi Penelitian 63 7. Identifikasi Para Pihak terhadap Kepentingan dan Pengaruh 64 8. Analisis Ragam untuk Regresi Linier Berganda 70 9. Motivasi dan Persepsi Para Pihak dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Klaster Produksi 80 10. Nilai Kepentingan dan Pengaruh Para Pihak dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Klaster Produksi 81 11. Variabel Akses Pemanfaatan Tumbuhan Obat di TN Meru Betiri 83 12. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda antara Permintaan Tumbuhan Obat terhadap Variabel Akses Ekonomi di TN Meru Betiri 84 13. Hasil Uji F terhadap Variabel Akses Permintaan Tumbuhan Obat di TN Meru Betiri 84 14. Hasil Uji t-Student terhadap Permintaan Tumbuhan Obat di TN Meru Betiri 85 15. Biaya Manfaat, Biaya Transaksi dan Natural Insurance di TN Meru Betiri 86 16. Motivasi dan Persepsi Para Pihak pada Klaster Layanan Kesehatan 95 17. Nilai Skor Variabel Kepentingan dan Pengaruh Para Pihak pada Klaster Layanan Kesehatan 96 18. Data Variabel Akses Para Pihak Pada Klaster Layanan Kesehatan 98 19. Hasil Korelasi Pearson terhadap Akses pada Layanan Kesehatan 99 20. Anova Variabel Akses pada Klaster Layanan Kesehatan 99 21. Hasil Uji Parsial Terhadap Variabel Akses di Klaster Layanan Kesehatan 100 22. Data Biaya Manfaat, Biaya Transaksi dan Natural Insurance 102 23. Persepsi dan Motivasi Para Pihak pada Klaster Industri 109 24. Nilai Skor Variabel Kepentingan dan Pengaruh pada Klaster Industri 110 25. Data Akses Klaster Industri Jamu 112 No. Uraian Halaman 26. Hasil Korelasi Pearson atas Data Akses Klaster Industri Jamu 113 27. Anova Pengujian Hipotesis atas Variabel Akses di Klaster Industri Jamu 113 28. Hasil Uji t student pada Variabel Akses Klaster Industri 114 29. Biaya Manfaat, Biaya Transaksi dan Natural Insurance 115 30. Empat Aspek Motivasi dan Persepsi Para Pihak 116 31. Posisi Para Pihak dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat 118 32. Musim Panen Tumbuhan Obat di TN Meru Betiri 120 33. Importasi Bahan Baku Tumbuhan Obat dari Mancanegara ke Indonesia 129 34. Eksportasi Bahan Baku Tumbuhan Obat Indonesia ke Mancanegara 129 35. Akses pada Masing-Masing Klaster 133 DAFTAR GAMBAR No. Uraian Halaman 1. Kerangka Pemikiran Penelitian 13 2. Mekanisme Pendekatan Ekologi Politik di Negara Berkembang 25 3. Matriks Interest Influence 33 4. Faktor Determinan Biaya Transaksi 42 5. Rantai Pemasaran Biofarmaka di Jawa Tengah 46 6. Struktur Industri Obat Tradisional Terkait Klaster 49 7. Tahapan Modernisasi Obat Tradisional Indonesia 51 8. Tahapan Penelitian 60 9. Posisi Para Pihak Berdasarkan Kepentingan dan Pengaruh 66 10. Alur Pemetaan Para Pihak dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat di Klaster Produksi, Industri dan Layanan Kesehatan 75 11. Pemetaan Posisi Kepentingan-Pengaruh Para Pihak dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat di TN Meru Betiri 82 12. Pemetaan Posisi Kepentingan-Pengaruh Para Pihak pada Klaster Layanan Kesehatan 97 13. Pemetaan Posisi Kepentingan-Pengaruh pada Klaster Industri 111 14. Biaya Manfaat Para Pihak pada Klaster Produksi di TN Meru Betiri 136 15. Biaya Manfaat Para Pihak pada Klaster Layanan Kesehatan 144 16. Biaya Manfaat Para Pihak pada Klaster Industri 149 17. Sintesis Hasil Pemetaan Stakeholder 161 DAFTAR LAMPIRAN No. Uraian Halaman 1. Daftar Bahan Baku Obat Herbal Indonesia 178 2. Daftar Tanaman Obat Berkhasiat dari Hutan Tanaman 183 3. Importasi Bahan Obat ke dalam Wilayah Indonesia 190 4. Data Nota Pengobatan Romo H. Loogman MSC 195 5. Daftar Simplisia yang Digunakan sebagai Ramuan untuk Penyembuhan di Klinik Romo H. Loogman MSC 196 6. Formula Ramuan Tradisional Rm. H. Loogman MSC 198 7. Data Harga Beberapa Tanaman Obat pada Masing-Masing Klaster 207 DAFTAR ISTILAH BALITRO : Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik BLANDONG : Penebang kayu di dalam hutan di Jawa BOREK KAYU : Orang yang membeli hasil tebangan kayu dari dalam hutan BPOM : Balai Pengawas Obat dan Makanan BPPT : Badan Penelitian dan Penerapan Teknologi BTN : Balai Taman Nasional CONTEXT SETTER : Pelaku yang memiliki kepentingan rendah tetapi pengaruhnya kuat CPOTB : Cara Pembuatan Obat yang Baik CROWD : Pelaku yang memiliki kepentingan dan pengaruh rendah DISBUNHUT : Dinas Perkebunan dan Kehutanan FHI : Farmakope Herbal Indonesia GACP : Good Agricultural and Collection Process HGU : Hak Guna Usaha HHBK : Hasil Hutan Bukan Kayu IDI : Ikatan Dokter Indonesia IKOT : Industri Kecil Obat Tradisional JAKETRESI : Jaringan Kerja Petani Rehabilitasi KEY PLAYER : Pelaku yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi KOJAI : Koperasi Jamu Indonesia LDO : Ledok Ombo Group LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia NGO : Non Government Organization PAD : Pendapatan Asli Desa PERHIBA : Perhimpunan Peneliti Tumbuhan Bahan Alam PASIEN : Orang yang membutuhkan layanan kesehatan PENDARUNG : Pemungut tumbuhan obat dari dalam hutan PENGEPUL : Orang yang membeli hasil pungutan tumbuhan obat dari hutan PENGOBAT SPRITUAL : Orang yang melakukan pelayanan penyembuhan penyakit secara kejiwaan PERMENHUT : Peraturan Menteri Kehutanan PIRT : Perusahaan Industri Rumah Tangga POKJANAS-TOI : Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia PP : Peraturan Pemerintah SAKO : Surat Angkutan Kayu Olahan STAKEHOLDER : Para Pihak SUBJECT : Pelaku yang memiliki kepentingan tinggi tetapi pengaruh rendah TOGA : Tanaman Obat Keluarga TNMB : Taman Nasional Meru Betiri UKM : Usaha Kecil Menengah UKOT : Usaha Kecil Obat Tradisional WHO : World Health Organization

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia memiliki potensi sumberdaya hutan yang besar, salah satu diantaranya adalah kandungan sumberdaya tumbuhan obat. Badan Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan telah mendata sekurangnya terdapat 1,200 jenis tumbuhan obat yang berhasil dikoleksi dan belum dipublikasikan. Jenis-jenis tersebut terdiri atas jenis pohon maupun herba yang memiliki khasiat dalam penyembuhan penyakit, seperti pereda panas, sakit perut, penyakit degenaratif, kanker dan lain sebagainya. 1 Menurut Djojoseputro 2012, di Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tanaman di mana 2.500 jenis diantaranya merupakan tanaman obat. Dari berbagai laporan penelitian dan literatur diketahui bahwa tidak kurang dari 2.039 spesies tumbuhan obat berasal dari hutan Indonesia. Setiap tipe ekosistem yang terdapat pada hutan tropika di Indonesia merupakan gudang dan pabrik keanekaragaman hayati tumbuhan obat, berevolusi dengan waktu yang sangat panjang dan telah berinteraksi dengan faktor sosial-budaya masyarakat lokalnya. Masing-masing individu dari populasi tumbuhan obat yang tumbuh secara alami di tipe ekosistem hutan tersebut merupakan unit terkecil dari pabrik alami yang melakukan proses metabolis sekunder sehingga menghasilkan beranekaragam bahan bioaktif yang khas, yang sebagian besar tidak mudah dan tidak murah ditiru oleh manusia Zuhud Hikmat 2009. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh manusia, misalnya pada masyarakat tradisional dan suku-suku pedalaman di Indonesia, tumbuhan obat sudah lama digunakan untuk penyembuhan berbagai macam penyakit. Penyembuhan tersebut menghasilkan pengetahuankearifan tradisional yang penting bagi mereka. Masyarakat adat Siberut, misalnya, sangat menghormati keberadaan Sikerei dukun sebagai penyembuh yang menggunakan doa dan pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat untuk menyembuhkan penyakit tertentu Darmanto Setyowati 2012. Keraf 2010 mencatat bahwa kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kearifan tradisional tersebut bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat adat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi di antara 1 Kompilasi data tumbuhan obat pada Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas Hutan Bogor tahun 2011 semua penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Seluruh kearifan tradisional ini dihayati, dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lain yang sekaligus membentuk pola perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap alam dan Yang Gaib Keraf 2010. Pengetahuan tentang pengobatan tradisional dengan jamu juga sudah dikenal sejak jaman kerajaan Hindu Jawa. Bukti sejarah tertua yang menggambarkan kebiasaan meracik dan meminum jamu serta memelihara kesehatan ditemukan pada relief-relief candi-candi yang ada di Indonesia, salah satunya di Candi Borobudur Sutarjadi et al. 2012. Sehubungan dengan hal itu, penggambaran penggunaan tanaman obat yang digunakan sebagai bahan pembuat jamu di Indonesia, seperti nogosari, sumanggen, cendana merah, jamblang, pinang, pandan, maja, cendana wangi, kecubung dan lain-lain, masih ada sampai sekarang. Dari relief tersebut dapat diidentifikasi lebih dari 50 jenis tumbuhan berkhasiat obat yang digunakan. Gambaran yang sama juga ditemukan pada relief-relief di Candi Prambanan, Candi Panataran, Candi Sukuh dan Candi Tegalwangi Sutarjadi et al. 2012. Hal ini berarti bahwa manusia sudah lama memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan kesehatannya sendiri. Perkembangan teknologi modern yang pesat saat ini telah mengubah cara pemanfaatan tumbuhan obat. Aspek sosial, ekonomi dan kebersihan menjadi masalah pokok yang diperhatikan oleh manusia. Pada saat ini kaum muda di Indonesia sudah enggan meramu sendiri pengobatan jamu dengan alasan sudah tidak memiliki waktu lagi untuk melakukannya. Lingkungan hidup mereka lebih banyak didominasi oleh teknologi tinggi sebagai gejala masyarakat modern. Hal ini menyebabkan tradisi meracik jamu di rumah mengalami penurunan, sehingga perlahan-lahan tradisi meminum jamu mulai memudar pada masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa. Tetapi terkait hal tersebut, industri jamu justru meningkat pesat dengan menggunakan standar pengolahan modern yang aman, bersih dan sehat. Dahulu perkembangannya relatif lambat karena adanya keengganan dan kerahasiaan membagikan resep pengobatan menggunakan jamu. Industrialisasi jamu telah mendorong terjadinya perubahan sikap yang sangat cepat karena terjadinya peningkatan permintaan terhadap pengobatan tradisional Beers 2001. Menanggapi situasi tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 003MenkesPerI2010 tentang Saintifikasi Jamu dalam Penelitian Berbasis Pelayanan Kesehatan. Kemudian ditindaklanjuti melalui Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan POM Republik Indonesia Nomor: H.K.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat