Metode Penelitian METODOLOGI PENELITIAN 1.

dan seterusnya sehingga tidak dapat terlepas dari aspek epistemologisnya, yaitu untuk memproduksi pengetahuan. Oleh sebab itu, metode kualitatif telah diidentikkan dengan epistemologi interpretatif yang menekankan sifat dinamis, terkonstruksi, dan bertumbuhnya realitas sosial. Dengan demikian, menurut metode kualitatif, tidak ada satu pun ilmu obyektif yang mampu menegakkan kebenaran universal atau bisa eksis secara independen dari keyakinan, nilai, dan konsep yang diciptakan untuk memahami dunia. Kelemahan umum metode kualitatif terletak pada keterwakilan dan keandalan jumlah dan ukuran sampel, kurang obyektif dan bias relasi antara pewawancara dan terwawancara yang erat, interpretasi, dan generalisabilitas sulit melakukan generalisasi temuan Nurrochmat et al. 2016; Marsh Stoker 2011. Untuk mengurangi kelemahan yang terdapat pada metode kualitatif, maka pendekatan kuantitatif dalam analisis data penelitian ini juga dilakukan. Penelitian mengenai pemetaan para pihak dalam pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bahan baku jamu ini menggabungkan dua pendekatan kualitatif dan kuantitatif untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian. 4.1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan secara purposive sampling di mana responden yang dipilih merupakan informan kunci key informan dan dipilih secara sengaja karena memiliki informasi yang spesifik Irawan 2007. Kemudian wawancara dilakukan untuk memperoleh data mengenai aktor yang terlibat dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Setelah itu dilakukan pengambilan sampel berikutnya secara snowball di mana terwawancara diminta untuk memberikan nominasi informan potensial, dan permintaan dilakukan pada wawancara selanjutnya hingga diperoleh jumlah informan yang diinginkan Nurrochmat et al. 2016; Marsh Stoker 2011. 4.2. Teknik Analisis Data 4.2.1. Identifikasi Pelaku, Motivasi dan Persepsi Identifikasi pelaku, motivasi dan persepsi yang dimilikinya dilakukan melalui pengenalan terhadap para pihak yang terlibat dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Informasi tersebut diperoleh dari informan kunci key informan seperti pejabat pemerintahan, peneliti, dunia usaha, petani, LSM, konsumenpasien dan melalui informasi yang tersedia dalam rekaman hasil rapat atau dokumen-dokumen resmi tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Metode yang digunakan adalah melalui teknik analisis wawancara mendalam indepth interview . Menurut Marsh dan Stoker 2011, teknik wawancara mendalam digunakan untuk mengeksplorasi nilai dan sikap responden sehingga sifatnya berupa pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dipandu pedoman wawancara tertuntun. Pertanyaan terbuka digunakan agar responden dapat berbicara secara bebas dan panjang lebar mengenai para pihak, motivasi dan persepsinya tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Motivasi dan persepsi diukur berdasarkan aspek kepentingan manusia berdasarkan pada alasan dan hal yang dipikirkan dalam pemanfaatan tumbuhan obat Fibriani 2012; Lai 2011; Guay et al. 2010; Wang 2007. Jumlah responden yang digunakan umumnya sedikit. Data dikumpulkan dalam bentuk rekaman transkrip data untuk dianalisis. Alat yang digunakan adalah recorder. Kemudian informasi mengenai para pihak tersebut dikategorikan berdasarkan kelompokklaster yang digunakan, yaitu kluster produksi, industri dan layanan kesehatan yang tertera dalam Tabel 6. Tabel 6. Identifikasi Para Pihak pada Lokasi Penelitian Para Pihak KelompokCluster Motivasi Persepsi Produksi Industri Layanan Kesehatan Alami Budidaya Besar Kecil Modern Tradisional Hasil wawancara mendalam terhadap para pihak pengguna tumbuhan obat dapat digunakan untuk mengidentifikasi aspek kepentingan dan pengaruh, disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Identifikasi Para Pihak terhadap Kepentingan dan Pengaruh Aspek Para Pihak Kepentingan Pengaruh Produksi BTN Meru Betiri, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten, Kelompok Tani, Perkebunan, Pendarung, LSM, Pengepul, Borek kayu, Rumah Tangga, Industri jamu rumah tangga, Blandong Industri IOT, IKOT, Asosiasi, Dinas Perindustrian, Pedagang jamu eceran, koperasi jamu, pemasok, pengunjung kios jamu Layanan Kesehatan Klinik Hortus medicus, BPTO Tawangmangu, Rumah sakit, dokter, apoteker, penyembuh tradisional, perguruan pencak silat, asosiasi penyembuh tradisional, Dinas kesehatan, pasien 4.2.2. Kepentingan dan Pengaruh Pelaku Kepentingan dan pengaruh pelaku dalam pemanfaatan tumbuhan obat dianalisis menggunakan analisis para pihak Reed et al. 2009; Fibriani 2012. Para pihak yang sudah dikategorikan pada masing-masing lokasi kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kategori analytical categorisation dimana para pihak diklasifikasikan berdasarkan: 1 kepentingan dan 2 pengaruh mereka dalam memanfaatkan tumbuhan obatjamu. Nilai kepentingan para pihak ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Persepsi para pihak mengenai pemanfaatan tumbuhan obatjamu 2. Kebutuhan para pihak dalam memanfaatkan tumbuhan obatjamu 3. Motivasi para pihak untuk memanfaatkan tumbuhan obatjamu 4. Bentuk dukungan para pihak dalam pemanfaatan tumbuhan obatjamu 5. Keuntungan yang diharapkan oleh para pihak. Besarnya nilai pengaruh dari para pihak dalam pemanfaatan tumbuhan obatjamu dinilai berdasarkan: 1. Tingkat partisipasiketerlibatan para pihak dalam pemanfaatan tumbuhan obatjamu 2. Peran dan kontribusi para pihak dalam pembuatan keputusan 3. Hubungan dengan para pihak lain 4. Dukungan SDM 5. Dukungan finansial Data jawaban responden terhadap kepentingan dan pengaruh para pihak kemudian diberikan skor 1 sampai 5 dengan ketentuan 1 = tidak, 2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik dan 5 = sangat yang disesuaikan dengan tipe pertanyaan yang diajukan kepada responden. Kemudian, nilai rata-rata hasil jawaban tersebut diterjemahkan ke dalam matrix resultante yang mengidentifikasikan para pihak ke dalam empat kuadaran dengan bantuan perangkat lunak Microsoft Excell. Para pihak yang akan dianalisis menggunakan metode ini adalah pihak-pihak yang terdapat pada tiga klaster di lokasi penelitian, yaitu klaster produksi, klaster industri dan klaster layanan kesehatan. Para pihak pada klaster produksi terdiri atas pihak-pihak yang terdapat di TNMB yang melakukan kegiatan pemanfaatan tumbuhan obat secara aktif serta kelompok petani yang terdapat di dalamnya. Para pihak pada klaster industri adalah pihak-pihak yang berhubungan dengan industri tumbuhan obat baik berupa Industri Obat Tradisional IOT dan Industri Kecil Obat Tradisional, Koperasi Jamu, asosiasi jamu maupun lokasi penjualan jamu di pasar Nguter dan Pasar Gede. Para pihak pada klaster layanan kesehatan terdiri atas rumah sakitklinik yang melakukan layanan kesehatan berbasis jamu, perguruan tinggi fakultas kedokteranfarmasi, asosiasi pengobat tradisional, perguruan pencak silat yang aktif menggunakan pengobatan tradisional. Pada klaster ini kegiatan penelitian dilaksanakan di Yogyakarta karena memiliki jaringan para pihak yang cukup lengkap. Klasifikasi para pihak berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya disajikan pada Gambar 9. Gambar 9. Posisi Para Pihak Berdasarkan Kepentingan dan Pengaruh Sumber: Reed et al. 2009 dan Fibriani 2012 Posisi dalam kuadran I sampai dengan IV menggambarkan posisi dan peranan yang dimainkan oleh masing-masing stakeholder berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruh yang mereka miliki, yaitu: 1. Key players merupakan kelompok yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi sehingga mereka terlibat aktif dalam kegiatan tersebut. 2. Subject merupakan kelompok yang memiliki kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya rendah sehingga tidak memiliki kapasitas untuk mempengaruhi pihak lain, tetapi memiliki kemampuan untuk membentuk aliansi dengan stakeholder lain. Umumnya berupa kelompok marginal yang ingin diberdayakan oleh kegiatan project. 3. Context setter merupakan kelompok yang memiliki kepentingan rendah tetapi pengaruhnya tinggi sehingga dapat menimbulkan resiko yang nyata Key players kuadaran I Subject kuadaran II Context Setter kuadaran III Crowd kuadaran IV TINGGI RENDAH TINGGI KE P E NT INGAN PENGARUH significant. Oleh sebab itu harus dikelola dan dimonitor managed dengan baik. 4. Crowd merupakan kelompok yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah sehingga tidak perlu dipertimbangkan terlalu detil atau dilibatkan. Meskipun demikian, kelompok yang masuk dalam kategori ini dapat membangun aliansi kekuatan sehingga mengganggu hasil-hasil tertentu dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Contoh kasusnya adalah pencampuran jamu dengan bahan kimia obat oleh industri kecil rumah tangga di Cilacap. Pelaku yang sama pernah tertangkap dua kali dalam operasi Pangea. 4.2.3. Akses Terhadap Sumberdaya Tumbuhan Obat Setelah posisi masing-masing pihak dipetakan kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui akses terhadap sumber daya yang dimilikinya. Posisi para pihak yang dianalisis adalah yang terletak pada posisi sebagai Key Player dan Subject dari matriks interest-influenced yang disampaikan oleh Reed et al. 2009. Kedua posisi tersebut dapat menggambarkan adanya ketidak seimbangan akses dimana Subject merupakan pihak marginal yang selalu membutuhkan project dan mengharapkan pembinaan dari posisi pihak yang lebih kuat Key Player . Menurut Rebot dan Peluso 2003, akses merupakan kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu termasuk di dalamnya obyek-obyek material, orang-orang, lembaga-lembaga dan simbol-simbol. Mekanisme yang digunakan untuk mendapatkan akses terdiri atas variabel teknologi, kapital, market, tenaga kerja, pengetahuan, otoritas, identitas sosial, dan negosiasi melalui relasi sosial. Dalam penelitian ini, besarnya akses yang dimiliki oleh para pihak digambarkan melalui besarnya permintaan para pihak terhadap bahan baku tumbuhan obat. Permintaan tersebut dipengaruhi oleh peubah-peubah bebas berupa teknologi yang digunakan, kapital, market harga, tenaga kerja, pengetahuaninformasi yang dikuasaitingkat pendidikan, otoritasposisi dalam organisasi, identitas sosial dan negosiasi melalui relasi sosial. Kriteria yang digunakan untuk masing-masing peubah bebas yang dianalisis adalah sebagai berikut Ribot Peluso 2003: 1. Teknologi: merupakan alat yang digunakan para pihak untuk mengektraksi sumberdaya. Jenis teknologi yang digunakan dibedakan mengikuti skala ordinal, semakin tinggi teknologi yang digunakan maka semakin besar akses para pihak untuk mengekstraksi sumberdaya, yaitu 1 = teknologi sederhana, 2 = teknologi menengah dan 3 = teknologi maju 2. Kapital: merupakan faktor pembentuk yang menggambarkan siapa yang memperoleh manfaat terhadap sumberdaya melalui kekayaan yang dimilikinya. Akses ini digunakan untuk mengendalikan sumberdaya melalui pembelian hak seperti lahan, gedung dan perlengkapan untuk mengekstraksi tumbuhan obat. Satuan yang digunakan unit. 3. Market: merupakan kemampuan para pihak untuk memperoleh manfaat, mengendalikan dan mengelola pendapatannya dalam pertukaran relasi. Akses para pihak terhadap market digambarkan melalui harga yang dinikmati oleh para pihak atas tumbuhan obat yang dimanfaatkannya. Satuan yang digunakan adalah Rpunit. 4. Tenaga kerja: merupakan kemampuan para pihak untuk memanfaatkan sumber daya tumbuhan obat melalui tenaga kerja yang digunakan. Akses ini digambarkan melalui jumlah tenaga kerja yang diserap oleh para pihak untuk bekerja dalam proses ekstraksi tumbuhan obat. 5. Pengetahuan: merupakan kemampuan para pihak dalam memperoleh informasi terhadap sumber daya tumbuhan obat. Akses terhadap pengetahuan digambarkan melalui jumlah jenis tumbuhan obat yang dikuasai oleh para pihak dalam pemanfaatan tumbuhan obat dan digunakan dalam proses produksinya setiap hari. 6. Otoritas: merupakan kemampuan para pihak untuk memperoleh manfaat dari sumber daya melalui penggunaan posisi atau jabatan dalam organisasi atau kelompok. Akses terhadap otoritas digambarkan melalui rasio kedudukan para pihak yang satu terhadap para pihak yang lain. 7. Identitas sosial: merupakan kemampuan para pihak memperoleh manfaat melalui pertemanan atau anggota sebuah komunitas. Akses terhadap identitas sosial digambarkan melalui rasio suku bangsa para pihak yang satu terhadap para pihak yang lain. 8. Negosiasi melalui relasi sosial: merupakan kemampuan para pihak untuk memperoleh manfaat terhadap sumberdaya tumbuhan obat melalui negosiasi dan kepercayaan pada pihak lain. Akses terhadap negosiasi digambarkan melalui jumlah negosiasi yang dilakukan oleh para pihak untuk mencapai tujuannya dalam memanfaatkan tumbuhan obat. Semakin sedikit jumlah negosiasi yang dilakukan maka tingkat kepercayaan antar para pihak semakin tinggi, sedangkan jika semakin banyak maka berlaku sebaliknya. 4.2.3.1. Analisis Regresi Setelah peubah-peubah bebas tersebut ditentukan, langkah berikutnya adalah membuat fungsi regresi linier berganda dengan metode jumlah kuadrat terkecil Mattjik dan Sumertajaya 2002; Siregar 2013, yaitu: Y i = β + β 1 X 1i + β 2 X 2i + … + β 8 X 8i dimana Y i = permintaan atau konsumsi tumbuhan obat unittahun X 1i,8i = peubah bebasfaktor sosial ekonomi β = intersep β 1,2, 8 = koefisien regresi bila dibuat dalam bentuk matriks maka akan menjadi: Y = X β + ε dengan asumsi sebagai berikut: a ε i menyebar saling bebas mengikuti sebaran normal 0,σ 2 b ε i memiliki ragam homogen atau disebut juga tidakadanya masalah heteroskedasitas c Tidak ada hubungan antar peubah X EX i ,X j = 0 untuk semua i ≠ j atau disebut juga tidak ada masalah kolinier d ε i bebas terhadap peubah X 4.2.3.2. Hipotesis Uji Hipotesis uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa permintaankonsumsi tumbuhan obat oleh para pihak dipengaruhi sejumlah variabel akses yang terdiri atas teknologi, kapital, pasar, tenaga kerja, pengetahuan, otoritas, identitas sosial dan negosiasi melalui relasi sosial. Akses- akses tersebut terdiri atas dua variabel akses utama, yaitu variabel ekonomi dan variabel sosial. Hipotesis terhadap akses yang digunakan para pihak dalam pemanfaatan tumbuhan obat digambarkan sebagai berikut: H : β 1 = β 2 = … = β 8 = 0 H 1 : ada i dimana β i ≠ 0 Keterangan: H = bahwa tidak ada satu pun peubah akses yang mempengaruhi permintaan para pihak terhadap tumbuhan obat H 1 = bahwa sekurang-kurangnya ada satu peubah akses yang mempengaruhi permintaan para pihak terhadap tumbuhan obat 4.2.3.3. Analisis Ragam Untuk menguji pengaruh peubah bebas terhadap peubah tak bebas secara simultan dapat diuji menggunakan uji F yang disebut juga dengan analisis ragam Mattjik Sumertadjaya 2002. Struktur analisis ragam disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis Ragam untuk Regresi Linier Berganda Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat JK Kuadrat Tengah KT F-hitung Regresi p β ’ XY ’ - ny -2 KTR=JKRp KTRKTG Galat n-p-1 YY ’ - β ’ XY 2 KTG=JKGn-p-1 Total n-1 Y ’ Y – ny -2 S y 2 =JKTn – 1 Kriteria uji penolakan terhadap hipotesis nol H dilakukan apabila F-hitung F αp, n-p-1 atau jika peluang nyata p lebih kecil dari nilai taraf nyata α. Jika hipotesis nol ditolak berarti dari p peubah bebas yang dilibatkan dalam model regresi linier berganda tersebut diharapkan terdapat paling sedikit satu peubah bebas yang berpengaruh langsung terhadap peubah tak bebas. Software yang digunakan untuk melakukan analisis regresi linier berganda adalah SPSS 2.2 dengan metode regression dimana diharapkan dapat diketahui variabel bebas mana yang berpengaruh langsung terhadap variabel tak bebasnya. 4.2.4. Analisis Sosial dan Ekonomi Para Pihak 4.2.4.1. Analisis Biaya Manfaat Analisis biaya manfaat digunakan untuk mengetahui besarnya aliran manfaat yang diterima oleh ara pihak. Aliran manfaat tersebut dapat menggambarkan besarnya surplus yang diterima ketika para pihak memanfaatkan tumbuhan obat. Metode analisis yang digunakan untuk melihat besarnya manfaat yang diterima oleh para pihak melalui ratio antara penerimaan yang diperoleh dibandingkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memanfaatkan tumbuhan obat Klemperer 1996, yaitu: Manfaat yang diterima Biaya Manfaat = Biaya yang dikeluarkan dengan ketentuan, apabila manfaat 1, maka para pihak memperoleh keuntungan hingga bersedia terlibat dalam pemanfaatan tumbuhan obat, bila manfaat = 1 maka para pihak masih berada pada titik impas tetapi bersedia terlibat serta bila manfaat 1, maka para pihak rugi sehingga sama sekali tidak mau terlibat pada kegiatan pemanfaatan tumbuhan obat. Faktor diskonto tidak digunakan dalam penelitian ini dan harga yang digunakan adalah harga riil pada saat penelitian dilakukan. 4.2.4.2. Analisis Biaya transaksi Biaya transaksi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan proses negosiasi, pengukuran dan pemaksaan pertukaran Yustika 2006. Untuk mengukur besarnya biaya transaksi yang dilakukan oleh para pihak digunakan pendekatan yang dilakukan oleh Collins dan Fabozzi 1991, Wang 2003 dan Yustika 2006, yaitu: Biaya Transaksi = biaya tetap + biaya variabel Biaya tetap = komisi + transfer fee + pajak Biaya variabel = biaya eksekusi + biaya opportunitas Biaya eksekusi = price impact + market timing cost Biaya opportunitas = hasil yang diinginkan – pendapatan aktual – biaya eksekusi – biaya tetap Keterangan: 1. Biaya opportunitas adalah perbedaan antara kinerja investasi aktual actual investment dan kinerja investasi yang diharapkan desired investment, disesuaikan adjusted dengan biaya tetap dan biaya eksekusi. 2. Biaya eksekusi adalah ongkos yang muncul akibat permintaan eksekusi yang cepat immediate execution, yang sebetulnya merefleksikan dua hal penting, yaitu: a. kebutuhan adanya likuiditas b. kegiatan perdagangan 3. Dampak harga price impact adalah biaya untuk menangkap pergerakan harga aset price of an asset yang merupakan hasil dari perdagangan ditambah selisih harga pasar market- maker’s spread 4. Biaya waktu pasar market timing cost adalah pergerakan harga aset price of an asset pada waktu dilakukan transaksi yang selanjutnya dapat dilekatkan pada pelaku pasar yang lain other market participants. Dalam penelitian ini biaya transaksi yang diteliti adalah biaya transaksi yang sifatnya legal dan ilegal dimana biaya-biaya tersebut merefleksikan dua hal yaitu biaya transaksi yang bersifat ad valorem dimana biaya transaksi timbul karena kegiatan perdagangan dan tergantung pada volume barang dan jasa yang diperdagangkan Wang 2010; Crozet Soubeyran 2004. Selain bersifat ad valorem , biaya transaksi juga bersifat lump sum di mana nilai transaksi tersebut bersifat tetap dan ditentukan berdasarkan waktu tertentu sehingga cenderung bernilai tinggi Barron Karpoff 2002. Biaya transaksi tersebut dihitung di luar dari biaya produksi dan biaya transportasi, sehingga rumus biaya transaksi ini dimodifikasi dari Collins dan Fabozzi 1991, Wang 2010, Crozet dan Soubeyran 2004 dan Barron dan Karpoff 2002 menjadi: Biaya transaksi = Transaksi lump sump + Transaksi ad valorem Transaksi Lump Sum = Transaksi yang terjadi untuk mempertahankan hak atas aset yang memiliki resiko tinggi = Biaya legal + biaya ilegal Transaksi Ad Valorem = Transaksi yang terjadi karena kegiatan perdagangan dan tergantung dari volume barang yang diperdagangkan = biaya legal + biaya ilegal 4.2.4.3. Daya Tahan Terhadap Tekanan Daya tahan terhadap tekanan digambarkan sebagai kemampuan para pihak marginal dalam menghadapi “bencana” yang disebabkan oleh faktor-faktor luar sebagai dampak dari adanya ketidakseimbangan posisi dengan para pihak utama sehingga posisi aktor marginal kurang “beruntung” dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Komponen yang hendak dianalisis, yaitu posisi tumbuhan obat sebagai asuransi alam natural insurance bagi para pihak. 4.2.4.3.a. Asuransi Alam Natural Insurance Tumbuhan obat sebagai asuransi alam bagi para pendarung merupakan pendapatan yang diperoleh melalui pemanfaatan tumbuhan obat yang dicadangkan sebagai simpanan sewaktu-waktu diambil selama satu tahun Vodouhe et al. 2008. Formula yang digunakan untuk menghitung pendapatan tersebut adalah sebagai berikut: I NI = A Q x P x F I = K dimana, NI = Asuransi Alam bagi pendarungpetani RpKKHa I = Pendapatan yang diperoleh RpKK A = Luas areal yang dicadangkan atau yang dapat dijelajahi selama setahun ha Q = Jumlah jenis tumbuhan obat yang dapat dipanen Unit P = Harga rata-rata jenis tumbuhan obat yang dipanen RpUnit F = Frekuensi kunjungan selama satu tahun K = Jumlah anggota keluarga Orang Terkait dengan natural insurance sebagai bagian dari konsep resiliensi, terdapat dua jenis natural insurance yaitu pemanfaatan tumbuhan obat untuk menambah pendapatan keluarga ketika pendapatan dari sumber utama mengalami penurunan. Pendapatan ini disebut sebagai jaring pengaman safety net bagi keluarga. Jenis yang lain adalah batu tangga stepping stone yaitu pendapatan yang digunakan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan membayar pendidikan bagi anggota keluarga Schreckenberg et al. 2006; Sill et al. 2011; Dzerefos et al. 2012. Dalam penelitian ini tumbuhan obat dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 4.2.5. Pemetaan Posisi Para Pihak Setelah semua informasi yang dibutuhkan mengenai para pihak diperoleh, kemudian data primer dan sekunder yang terkait dengan para pihak dibandingkan. Pembandingan tersebut dibuat untuk menghubungkan antara akses yang dimiliki masing-masing para pihak terhadap posisi secara sosial, ekonomi dan politik. Perbedaan posisi antar para pihak dapat menggambarkan adanya celah gap secara sosial dan ekonomi sehingga dapat dibahas posisi yang lebih adil bagi para pihak marginal dalam pemanfaatan tumbuhan obat. Alur pemetaan para pihak pemanfaatan tumbuhan obat mulai dari klaster produksi, industri hingga layanan kesehatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Alur Pemetaan Para Pihak Pemanfaatan Tumbuhan Obat Klaster Produksi, Industri dan Layanan Kesehatan TN MERU BETIRI SEKTOR LAYANAN PUBLIK SEKTOR SWASTA P IH A K P E M A S O K INDUSTRI IOTIKOT RUMAH SAKITKLINIK JAMU KONSUMEN AKHIR PASIEN RUMAH SAKITKLINIK PEMANFAATAN LESTARI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI PHL LAYANAN PUBLIK LESTARI INDUSTRI LESTARI

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

1.1. Klaster Produksi

1.1.1. Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur 1.1.1.1. Identifikasi Para Pihak Para pihak merupakan sekelompok orang baik yang tergabung dalam organisasi atau diri sendiri tetapi memiliki kepentingan dan pengaruh dalam memanfaatkan sumber daya tumbuhan obat di Taman Nasional Meru Betiri TNMB. Kepentingan dan pengaruh tersebut saling berinteraksi sehingga membentuk semacam ” kekuasaan” yang dapat menyingkirkan pihak lain. Berdasarkan data penelitian yang diperoleh pada lokasi penelitian, yaitu Desa Andongrejo dan Curahnongko sebagai klaster produksi di TNMB Jawa Timur, terdapat sepuluh pihak yang memanfaatkan tumbuhan obat di sekitar taman nasional baik secara langsung maupun tidak langsung. Para pihak tersebut terdiri atas: Balai Taman Nasional Meru Betiri, Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember, Kelompok Tani Hutan yang bernama Jaket Resi Jaringan Kelompok Tani Rehabilitasi, Pendarung, Pengepul, TOGA Sumber Waras, Perkebunan Bandealit, Blandong, LSM KAIL dan Borek Kayu. 1.1.1.1.1. Balai Taman Nasional Meru Betiri Balai Taman Nasional BTN Meru Betiri memiliki kandungan spesies tumbuhan obat terbesar di antara taman nasional di Indonesia yaitu sekitar 291 spesies. Dari jenis tersebut 81.7 telah diketahui berkhasiat obat dan aktif digunakan oleh masyarakat di sekitar TNMB untuk memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi. BTN Meru Betiri berperan menjaga ketersediaan spesies tersebut di alam dengan kegiatan konservasi dan pembangunan kapasitas masyarakat untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang terdapat di sekitar TNMB. 1.1.1.1.2. Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember merupakan pihak tingkat kabupaten yang memiliki kekuasaan sebagai pemangku wilayah hutan di luar TNMB. Pihak ini sangat penting karena TNMB batas wilayah administrasinya dibagi menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan budidaya tanaman obat yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Jember antara lain Jahe dan Kunyit. Kedua jenis tersebut digunakan oleh pihak ini dalam rangka pemberdayaan ekonomi dan sosial petani di sekitar kawasan hutan. 1.1.1.1.3. Jaket Resi Pihak ini merupakan gabungan kelompok tani yang memanfaatkan lahan rehabilitasi di TNMB. Jumlah petani yang terlibat dalam kelompok tersebut terdiri atas 5450 KK petani yang terbagi ke dalam 112 kelompok tani dan tersebar di lima desa yaitu Desa Andongrejo, Curahnongko, Sanenrejo, Wonoasri dan Curahtakir. Luas lahan rehabilitasi yang dimanfaatkan oleh Jaket Resi sekitar 2250 hektar yang ditanami dengan berbagai tanaman multi guna. Petani yang tergabung dalam Jaket Resi sebagian besar merupakan binaan LSM KAIL tetapi di antara anggotanya juga bebas berinteraksi dengan BTN Meru Betiri, misalkan menjadi mitra TNMB untuk perlindungan dan pengawasan hutan. Sebagian besar lahan rehabilitasi ditanami dengan jenis-jenis lokal yang berkhasiat obat, seperti Kedawung Parkia timoriana, Kunyit Curcumae domesticae rhizoma, Temulawak Curcuma xanthorrhiza, Kunyit Putih Curcuma alba dan Cabe Jawa Piper retrofractum. 1.1.1.1.4. Pendarung Pendarung merupakan pihak yang memiliki keahlian khusus mengenali tumbuh-tumbuhan hutan yang berkhasiat obat. Keahlian tersebut dimiliki sebagai cara agar pendarung mampu memanfaatkan tumbuhan obat dari hutan. Pengetahuan pendarung mengenai waktu musim berbuah masing-masing jenis tumbuhan obat yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta laku dijual kepada pengepul dapat dirinci untuk jangka waktu satu tahun. Oleh sebab itu, pendarung merupakan pihak yang memanfaatkan tumbuhan obat secara langsung dari TNMB. Jenis-jenis tumbuhan obat yang biasa dipanen oleh pendarung antara lain: Cabe Jawa Piper retrofractum, Kedawung Parkia timoriana Kemukus Piper cubeba, Kapulaga, Joho Lawe Vitex