Klaster Layanan Kesehatan Hasil
Poliklinik Gondomanan, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia IDI Wilayah Yogyakarta, Pasien Pengobat Spiritual, Community Development CD Bethesda,
Dinas Kesehatan Propinsi Yogyakarta dan Klinik Radiastesi Medik Romo Lukman. 1.2.1.1. Identifikasi Para Pihak
1.2.1.1.1. Pengobat Spiritual
Pengobat spiritual merupakan wujud dari sekelompok orang atau pribadi yang menghayati kebudayaan Jawa sebagai bentuk kepercayaan menyatunya manusia
dengan Tuhan manunggaling kawulo gusti. Praktek pengobatan ini kerap kali berhubungan dengan aspek-aspek
“Yang Gaib” dan penyembuhan-penyembuhan baik secara spiritual maupun fisik. Penyebutan praktisi pengobat spiritual sebagai dukun
umumnya ditolak oleh kelompok ini. Praktisi pengobat spiritual kerap kali diminta untuk m
emberikan “restu’ bagi para calon kepala desa, calon legislatif, karir profesional, nasehat spiritual bahkan ilmu kedigjayaan dari para pasiennya serta
ritual-ritual. Terkait dengan layanan kesehatan, praktisi pengobat spiritual juga menggunakan simplisia dan air putih yang didoakan.
1.2.1.1.2. RSUP Dr. Sardjito
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito merupakan rumah sakit yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan pada tingkat layanan kesehatan tersier. Rumah sakit ini
melayani pengobatan komplementer berbasis herbal dalam layanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam pelayanannya, pengobatan komplementer yang digunakan adalah
yang sudah terstandar fitofarmaka dan akupunktur medis. Tenaga dokter, apoteker dan paramedisnya telah dilatih secara khusus untuk menangani pengobatan berbasis
herbal melalui kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada UGM.
1.2.1.1.3. RS Panti Rapih
RS Panti Rapih merupakan rumah sakit yang dikelola oleh yayasan swasta pada tingkat layanan kesehatan sekunder. Rumah sakit ini juga melayani pengobatan
komplementer berbasis herbal sebagai sebuah inovasi dalam layanan kesehatan bagi masyarakat. Penggunaan obat-obatan berbasis herbal baik berupa serbuk, simplisia
dan racikan-racikannya dipilih menggunakan teknik radiastesi sehingga untuk tiap
pasien yang mengalami diagnosis penyakit yang sama belum tentu menggunakan obat yang jenisnya sama dengan orang tersebut. Upaya penggunaan pengobatan
herbal umumnya menghadapi kendala berupa resistensi diantara pelayan medis yang menggunakan pendekatan konvensional karena dianggap pendekatan herbal tidak
memberikan keuntungan yang memadai bagi rumah sakit. Tetapi dari sisi kebijakan yayasan, pengobatan herbal dianggap sebagai inovasi karena juga sudah banyak
digunakan oleh negara-negara maju. 1.2.1.1.4.
Yayasan Lakutama Yayasan Lakutama merupakan sebuah yayasan yang juga melayani
penyembuhan penyakit menggunakan obat-obatan herbal. Teknik penyembuhan yang digunakan berbasis pada pengalaman dan disesuaikan dengan informasi ilmiah
yang dimiliki oleh terapis. Yayasan ini melakukan kegiatan pelayanan kesehatan dengan menggunakan biaya yang terjangkau oleh masyarakat sehingga obat-obatan
herbal yang diproduksi harus murah secara ekonomi. Pelayanan kesehatan dilakukan tanpa membuat brosur dan umumnya lebih banyak diketahui dari mulut ke mulut oleh
pasiennya. Lokasi atau klinik tempat melakukan penyembuhan terletak di rumah ketua yayasan yang sekaligus berfungsi sebagai pusat aktifitas Pencak Silat Inti
Ombak di Yogyakarta. 1.2.1.1.5.
Jamu Gendong Lugu Murni Jamu gendong merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan tradisional
yang sudah menyebar di seluruh Pulau Jawa. Jamu Gendong Lugu Murni dipilih sebagai responden karena memiliki relasi yang sangat erat dengan pihak-pihak lain
yang terkait dengan layanan kesehatan berbasis herbal. Selain itu, cara dan teknik penyajian produknya lebih mirip dengan klinik-klinik pengobatan oleh sinse
dibandingkan dengan penjual jamu gendong. Pihak ini menyebut diri sebagai jamu gendong karena produk layanan kesehatan yang ditawarkan umumnya berupa
cairangelanik yang diproduksi dan disajikan pada hari pelayanan saja. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh pihak ini sudah dilakukan sejak tahun 1969 dan
merupakan usaha turun temurun.
1.2.1.1.6. PT PJT Dr. Sardjito
PT PJT Perusahaan Jamu Tradisional Dr. Sardjito merupakan sebuah unit usaha swasta yang dikembangkan oleh Dr. Sardjito dengan bahan dasar tempuyung
Sonchus arvensis L. sebagai obat untuk peluruh batu ginjal. Tumbuhan ini tumbuh liar di sekitar pekarangan rumah dan mudah ditemukan juga di sekitar persawahan
sehingga kurang dilihat sebagai tumbuhan bernilai ekonomis tinggi. Produk utama dari PT PJT Dr. Sardjito adalah calcusol yang berfungsi untuk meluruhkan batu ginjal
dan sudah dijual ke seluruh Indonesia. Pihak ini juga memiliki relasi yang baik dengan Jamu Gendong Lugu Murni karena berada dalam satu asosiasi GP Jamu tetapi
memiliki kepentingan yang berbeda. 1.2.1.1.7.
Pusat Kedokteran Herbal Fakultas Kedokteran UGM Pusat Kedokteran Herbal PKH Fakultas Kedokteran FK UGM merupakan
satu-satunya pusat ilmu kedokteran herbal di Indonesia. Tenaga terdidik dan terampil dalam bidang pengobatan berbasis herbal sudah banyak yang dihasilkan oleh pihak
ini. Fokus kegiatan PKH FK UGM ini pada penelitian dan pengembangan obat- obatan herbal untuk mengatasi kendala pengobatan herbal yang tersaintifikasi dan
belum berkembang luas di Indonesia. Produksi obat herbal yang dihasilkan oleh PKH FK UGM umumnya berbentuk ekstrak.
1.2.1.1.8. Gabungan Pengusaha GP Jamu Wilayah Yogyakarta
GP Jamu Wilayah Yogyakarta merupakan asosiasi pengusaha jamu yang memiliki jumlah anggota sekitar 54 perusahaan jamu. Susunan kepengurusan dalam
asosiasi ini diakui keberadaanya oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 643Men.Kes.VII1993 tertanggal 28 Juli
1993. Asosiasi ini bertugas mewadahi produsen jamu yaitu industri obat tradisional, industri kecil obat tradisional, usaha jamu racikan, dan usaha jamu gendong, penyalur
dan pengecer termasuk usaha di bidang simplisia. Sebagai tambahan, salah satu anggota dari GP Jamu wilayah Yogyakarta juga bertugas menyalurkan simplisia
tumbuhan obat ke Puskesmas Gondomanan Kota Yogyakarta.
1.2.1.1.10. Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional SP3T
SP3T merupakan sebuah lembaga yang dibangun untuk melayani pengobatan tradisional herbal. Anggotanya terdiri atas berbagai macam terapis yang memilik
keahlian pengobatan berbasis herbal seperti akupunktur, pijat, jamu gendong dan produsen jamu. Selain digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat akan
pengobatan herbal, SP3T juga digunakan sebagai model pengobatan komplemeter sehingga dapat lebih dikenal oleh masyarakat. Untuk propinsi Yogyakarta, SP3T
bekerjasama dengan pihak keraton hanya saja pada saat ini SP3T Yogyakarta sedang tidak ada kegiatan karena lokasi kegiatan yang diberikan oleh kraton Yogyakarta
dikembalikan fungsinya menjadi cagar budaya. 1.2.1.1.11.
Balai Pengawasan Obat dan Makanan POM Yogyakarta Balai Besar POM Yogyakarta merupakan institusi pusat yang berada di bawah
Kementerian Kesehatan. Tugas utama pihak ini adalah melakukan pengawasan dan perijinan peredaran makanan dan obat-obatan yang dilakukan oleh produsen sehingga
aspek keamanan pangan bagi konsumen dapat terjamin. Pemeriksaan dan pengawasan suatu industri obat tradisional dilakukan oleh Babes POM Yogyakarta
hingga tingkat tapak yang meliputi aspek tata letak dan kebersihan produksi. Suatu hal yang menjadi perhatian Babes POM Yogyakarta terkait obat tradisional adalah
kandungan bahan kimia obat dalam produk obat tradisional. 1.2.1.1.12.
Pengobat Tradisional Pengobat tradisional merupakan komponen yang selalu ada dalam setiap
kehidupan masyarakat, umumnya mereka dikenal sebagai paranormal serta dianggap memiliki kelebihan dibandingkan manusia pada umumnya. Pihak ini umumnya
memiliki jiwa sosial yang tinggi serta bersedia menolong pasien tanpa bayaran dan tidak menerapkan tarif tertentu yang tidak mampu dijangkau oleh pasien. Beberapa
pengobat tradisional mengaku memiliki kemampuan tersebut dengan melakukan “mati raga” dan tidak dapat mewariskan kemampuan yang dimilikinya kepada
keturunannya. Pihak ini memiliki ketergantungan yang amat tinggi kepada peran Tuhan Yang Maha Esa dalam melakukan proses penyembuhan pasien sehingga
tindakan apapun yang dilakukan tidak pernah terlepas dari peran Tuhan YME termasuk pemberian obat-obatan. Responden yang diambil untuk diwawancarai
merupakan praktisi pengobatan tradisional dan “enggan” disebut sebagai paranormal karena memiliki konotasi buruk, khususnya pengobatan menggunakan pendekatan
meditatif-intuitif karena dianggap berdekatan dengan gejala schzofrenia. Dalam
dunia metafisika, responden adalah ketua II asosiasi parapsikologi internasional yang berbasis di Jerman.
1.2.1.1.13. Pelanggan Jamu
Pelanggan jamu merupakan pihak yang penting karena merupakan konsumen akhir dari rantai pemanfaatan tumbuhan obat bagi layanan kesehatan. Pihak ini
umumnya merupakan kelas rumah tangga yang menggunakan produk jamu gendong untuk merawat kesehatan. Dalam penelitian ini, responden yang diambil dari kelas
rumah tangga bekerja sebagai supir pribadi sebuah keluarga serta memiliki kebiasaan menyanyi. Permasalahan yang dihadapi oleh responden ini adalah suara yang parau
dan kelelahan sehabis bekerja. Setelah responden rutin mengkonsumsi jamu gendong secara rutin, keluhan suara yang parau dan kelelahan dirasakan berkurang sehingga
konsumsi jamu-jamuan terus dilakukan hingga sekarang. 1.2.1.1.14.
Pasien Pengobat Tradisional Pasien pengobat tradisional merupakan pihak yang penting karena
menggambarkan relasi antara terapis dan pasien serta obat-obatan tradisional yang dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit pasien oleh terapis. Responden yang
diambil untuk diwawancarai sudah berobat selama kurang lebih tiga tahun kepada seorang penyembuh tradisional terkenal di kota Yogyakarta. Profesi responen adalah
seorang Pegawai Negeri Sipil PNS dan tinggal di daerah Kabupaten Bantul. Perjumpaan responden dengan pengobat tradisional diawali dengan penyakit stroke
yang dideritanya, kemudian berobat secara konvensional. Besarnya biaya pengobatan konvensional menjadi salah satu kendala dan pertimbangan responden untuk
mencoba pengobatan tradisional. Menurut kesan responden, pengobatan tradisional yang diikutinya cukup membantu dirinya sehingga gejala penyakit darah tinggi yang
dideritanya tidak kambuh lagi.
1.2.1.1.15. Poliklinik Gondomanan
Poliklinik Gondomanan merupakan salah satu pihak yang penting karena menjadi loka percontohan pengobatan herbal pada layanan kesehatan primer.
Pengobatan menggunakan sarana herbal merupakan salah satu dari program kesehatan yang dicanangkan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Untuk
memenuhi kebutuhan layanan kesehatan berbasis herbal, poliklinik Gondomanan menyediakan tenaga dokter dan apoteker serta paramedis yang sudah dilatih untuk
melayani pengobatan herbal. Bahan baku untuk pengobatannya seperti simplisia disediakan oleh salah satu anggota dari GP Jamu wilayah Yogyakarta. Jumlah
kunjungan pasien yang menggunakan jasa herbal dapat mencapai 1312 pasien setiap tahunnya.
1.2.1.1.16. Pengurus Ikatan Dokter Indonesia IDI Wilayah Yogyakarta
IDI Wilayah Yogyakarta merupakan asosiasi dokter yang bertugas mengadvokasi kepentingan dokter dalam melakukan tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan layanan kesehatan baik pada tingkat primer, sekunder maupun tersier. Layanan kesehatan yang umumnya dapat diadvokasi oleh Pengurus IDI masih
pada tingkatan layanan pengobatan konvensional. Layanan berbasis herbal masih belum dapat dicakup oleh
IDI karena terkait dengan “evident base” yang terdapat pada layanan herbal masih belum mencukupi. Tetapi dari sisi Pengurus IDI sendiri
cukup terbuka untuk melakukan advokasi terhadap dokter-dokter yang melakukan layanan kesehatan apabila aspek evident base-nya tercukupi. IDI merupakan salah
satu pihak penting karena berperanan dalam pengurusan administrasi ijin praktek dokter. Rekomendasi yang diberikan oleh IDI menentukan apakah seorang dokter
dapat meneruskan ijin prakteknya atau tidak. 1.2.1.1.16.
Pasien Pengobat Spiritual Pasien pengobat spiritual merupakan pihak yang menentukan apakah seorang
pengobat spiritual dapat meneruskan praktek penyembuhannya atau tidak. Keberadaan pasien yang mendatangi seorang penghayat kejawen dapat menjadi tanda
diakuinya status kemampuan seorang pengobat spiritual memberikan solusi penyembuhan bagi pasien. Responden yang diwawancarai merupakan seorang ibu
rumah tangga yang meminta bantuan kepada penghayat kejawen terkait relasi asmara antara puteranya dengan seorang wanita yang usianya lebih tua. Relasi ini tidak
disetujui oleh responden sehingga responden mencari solusi kepada pengobat spiritual. Kepastian bahwa relasi tersebut tidak dapat berlanjut yang dikatakan
sebagai “bukan jodoh” anak dari pasien pengobat spiritual, ternyata mampu memberikan rasa tenteram bagi pasien. Profesi pasien selain sebagai ibu rumah
tangga juga berprofesi sebagai penjual roti bakar. Wawancara dengan responden dilakukan di rumah pengobat spiritual di daerah Klaten Jawa Tengah.
1.2.1.1.17. Community Development CD Bethesda
CD Bethesda merupakan salah satu unit Rumah Sakit Bethesda yang didirikan pada tahun 1974. Tujuan utamanya adalah bekerja di luar rumah sakit dalam rangka
mewujudkan rumah sakit tanpa dinding hospital without walls dengan fokus utama pada layanan kesehatan primer untuk masyarakat di daerah-daerah terpencil.
Masyarakat tersebut dilatih untuk memahami potensigejala penyakitnya sendiri dan diberi pelatihan untuk menyembuhkannya. Kelompok masyarakat ini kemudian
menjadi masyarakat dampingan CD Bethesda yang disebut sebagai Organisasi Rakyat. Meskipun CD Bethesda merupakan salah satu unit dari Rumah Sakit
Bethesda, namun dalam prakteknya lebih banyak menggunakan konsepsi Lembaga Swadaya Masyarakat. Organisasi Rakyat ORA merupakan mitra dampingan yang
tersebar mulai dari Yogyakarta Kulonprogo, Gunungkidul, Bantul, Kota Yogya, Jawa Tengah Pati, Grobogan, Demak, Kudus, Jepara, Rembang, NTB Lombok,
NTT Sumba Barat, Sumba Timur, Alor, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Sikka, Papua Jayawijaya, Puncak Jaya, Aceh dan Timor Leste. Salah satu
bentuk pelatihan yang diberikan oleh CD Bethesda kepada ORA adalah pemanfaatan tumbuhan obat lokal baik digunakan sendiri maupun untuk diperjualbelikan apabila
ada permintaan dari luar ORA Nodi Farchan 2006. 1.2.1.1.18.
Dinas Kesehatan DIY Dinas Kesehatan Propinsi DIY merupakan pihak yang memberikan layanan
kesehatan dan bertanggungjawab atas tersedianya fasilitas-fasilitas kesehatan bagi masyarakat di Propinsi DIY. Berdasarkan profil kesehatan di DIY 2013, jumlah
puskesmas yang melayani kesehatan primer di Propinsi DIY terdiri atas 121 unit yang tersebar hingga di seluruh kecamatan. Puskesmas-puskesmas tersebut juga
dikembangkan menjadi puskesmas pembantu yang melayani hingga desa-desa. Sebanyak 42 puskesmas di DIY juga sudah dikembangkan menjadi puskesmas yang
menyediakan fasilitas rawat inap. Jumlah total rumah sakit di DIY sebanyak 66 unit yang terdiri atas rumah sakit umum milik pemerintah sebanyak 8 unit, TNIPolri
sebanyak 3 unit dan rumah sakit swasta sebanyak 32 unit. Fasilitas lain yang berhubungan dengan layanan kesehatan antara lain apotik sebanyak 464 unit, toko
obat sebanyak 51 unit dan gudang farmasi sebanyak 6 unit. Berdasarkan informasi tersebut, terlihat bahwa Dinas Kesehatan DIY memiliki tanggungjawab yang sangat
besar untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat DIY baik pada tingkat primer, sekunder maupun tersier.
1.2.1.1.19. Klinik Radiastesi Medis Romo Lukman
Klinik Radiastesi Medik Romo Lukman merupakan salah satu pihak yang bergerak pada layanan kesehatan berbasis herbal tetapi menggunakan alat diagnosa
berupa gelombang magnetik yang terdapat pada diri pasien dan bahan baku obat- obatan herbal yang sesuai dengan pasienya. Pihak ini memiliki hubungan dekat
dengan pengobatan herbal yang dilakukan oleh Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Pusat kegiatan pihak ini terdapat di Purworejo dan Tajur Kabupaten Bogor.
1.2.1.2. Motivasi dan Persepsi Para Pihak Motivasi dan persepsi para pihak menunjukan adanya perbedaan pada klaster
layanan kesehatan. Perbedaan motivasi dan persepsi dari para pihak tersebut menunjukan bahwa layanan kesehatan berbasis jamu dipengaruhi oleh berbagai
kepentingan yang berbeda. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada para pihak di klaster layanan kesehatan yang terdapat di Yogyakarta, diperoleh informasi sebagai
berikut yang disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Motivasi dan Persepsi Para Pihak pada Klaster Layanan Kesehatan
No. Para Pihak
Persepsi Motivasi
1. Pengobat Spiritual
Obat herbal penting sebagai warisan budaya
Menolong orang lain yang membutuhkan
2 RSUP Dr. Sardjito
Layanan obat herbal sebagai pelengkap pada layanan kesehatan
konvensional Saintifikasi jamu
3 RS Panti Rapih
Peluang pengembangan alternatif pengobatan non konvensional
Inovasi pelayanan kesehatan berbasis herbal
4. Yayasan Lakutama
Tumbuhan obat merupakan warisan leluhur yang perlu dilestarikan
Menolong sesama yang membutuhkan layanan
kesehatan murah 5.
JG Lugu Murni Memberi manfaat bagi pendapatan
keluarga Pelestarian warisan
keluarga 6.
PTPJT Dr. Sardjito Peluang usaha dan layanan
masyarakat pada bidang kesehatan Pelestarian warisan riset
Dr. Sardjito 7.
Pusdok Herbal FK UGM Peluang pengembangan obat baru
Riset dan pengembangan obat herbal
8. GP Jamu
Peluang ekonomi Pemanfaatan warisan
nenek moyang 9.
SP3T Yogyakarta Layanan kesehatan yang dekat
dengan pasien Show window
10. POM Yogyakarta
Perlindungan kepentingan masyarakat
Menjamin tidak adanya bahan kimia obat dalam
obat herbal 11.
Pengobat Tradisional Warisan budaya yang bermanfaat
Teknologi tepat guna untuk layanan kesehatan herbal
12. Pelanggan Jamu
Jamu bermanfaat untuk menjaga kesehatan
Murah dan aman 13.
Pasien Pengobat Tradisional Alternatif pengobatan penyakit
Murah dan aman 14.
Poliklinik Gondomanan Layanan kesehatan komplementer
pada tingkat primer Salah satu pelaksanaan
program layanan kesehatan masyarakat
15. PB IDI Yogyakarta
Belum memiliki evident base yang cukup bagi layanan kesehatan
Advokasi profesi dokter 16.
Pasien Pengobat Spiritual Mencari nasehat dari orang yang
dituakan Mencari
kesembuhanpemecahan permasalahan keluarga
17. CD Bethesda
Layanan kesehatan primer pada masyarakat desa
Rumah sakit tanpa dinding 18.
Dinas Kesehatan Yogyakarta Pengampu layanan kesehatan herbal
Pelaksanaan tupoksi 19.
Klinik Radiastesi Medik Romo Lukman
Layanan kesehatan milik semua orang
Pelayanan sosial Gereja
1.2.1.3. Kepentingan dan Pengaruh Para Pihak
Nilai kepentingan dan pengaruh para pihak dalam klaster layanan kesehatan ditentukan menggunakan nilai total skor terhadap masing-masing variabel yang
digunakan. Nilai-nilai tersebut kemudian dirata-ratakan lalu dianalisis menggunakan analisis kategorisasi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap para pihak pada klaster
layanan kesehatan diperoleh nilai skor untuk masing-masing para pihak seperti tercantum dalam Tabel 17.
Tabel 17. Nilai Skor Variabel Kepentingan dan Pengaruh Para Pihak
No. Para Pihak
Skor Kepentingan Skor Pengaruh
1. Pengobat Spiritual
2.4 2.4
2 RSUP Dr. Sardjito
3.6 4.2
3 RS Panti Rapih
4 3.4
4. Yayasan Lakutama
3 1.8
5. JG Lugu Murni
3.8 3.8
6. PTPJT Dr. Sardjito
4 3.8
7. Pusdok Herbal FK UGM
4.2 4
8. GP Jamu
2.8 1.2
9. SP3T Yogyakarta
4 4
10. POM Yogyakarta
3.8 4.2
11. Pengobat Tradisional
4.6 4.8
12. Pelanggan Jamu
3.6 3.8
13. Pasien Pengobat Tradisional
4.2 1.4
14. Poliklinik Gondomanan
3.6 4.2
15. PB IDI Wilayah Yogyakarta
3.6 2.2
16. Pasien Pengobat Spiritual
2.2 1
17. CD Bethesda
3.6 3.6
18. Dinas Kesehatan Yogyakarta
2.4 2.8
19. Klinik Radiastesi Medik Romo
Lukman 4.8
4.8
Berdasarkan data pada Tabel 17 diatas, analisis kategorisasi terhadap para pihak pada klaster layanan kesehatan sebagai komponen pengguna tumbuhan obat
kemudian dilakukan. Analisis kategorisasi dibuat dengan menghubungkan antara variabel kepentingan dengan pengaruh. Hasil analisis kategorisasi pada para pihak di
klaster layanan kesehatan disajikan pada Gambar 12.
1.2.1.4. Akses Para Pihak Terhadap Layanan Kesehatan
Akses pasienkonsumen terhadap layanan kesehatan herbal merupakan hal yang perlu dipertimbangkan agar para pihak mampu memberikan layanan maksimal
pada pengobatan komplementer. Dalam penelitian ini, ada delapan variabel akses yang akan dinilai yaitu teknologi, kapital, market, tenaga kerja, pengetahuan, otoritas,
identitas sosial dan negosiasi melalui relasi sosial Ribot Peluso 2003. Dari ke delapan akses tersebut penilaian dilakukan menggunakan analisis regresi berganda
melalui software SPSS 2.2 sehingga diperoleh variabel akses mana yang paling
1 2
3 4
5 6
1 2
3 4
5 6
Pengobat Spiritual RSUP Dr. Sardjito
RS Panti Rapih PSM Lakutama
JG Lugu Murni PT PJT Dr Sardjito
Pusdok Herbal UGM GP Jamu Yogyakarta
SP3T Yogyakarta Babes POM Yogyakarta
Pengobat Tradisional Pelangan Jamu Gendong
Pasien Pengobat Tradisional Poliklinik Gondomanan
PB IDI Yogyakarta Pasien Pengobat Spiritual
CD Bethesda Dinas Kesehatan DIY
Klinik Rm Lukman
Subject
Context setter Crowd
TINGGI
RENDAH
LEGENDA: KE
P E
NT INGAN
Key player
TINGGI
RENDAH
PENGARUH
Gambar 12. Pemetaan Posisi Kepentingan - Pengaruh Para Pihak pada Klaster Layanan Kesehatan
Analisis kategorisasi; Akses: Pasar +; Biaya-Manfaat: 1 – 16.67; Biaya Transaksi: Ad valorem
Lump sum legal; Natural insurance: Safety net rentan
dominan dikuasai oleh para pihak pada klaster layanan kesehatan. Jumlah para pihak yang diikutkan dalam analisis ini sebanyak 17 lembaga yang terdiri atas lembaga
pemerintah, asosiasi, rumah sakit, LSM, penyembuh tradisional, rumah tangga, penjual jamu gendong dan pelanggan dari masing-masing pelayan kesehatan. Pihak
Dinas Kesehatan Propinsi DIY tidak diikutkan dalam analisis karena belum memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Data variabel akses yang
diuji disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Data Variabel Akses Para Pihak pada Klaster Layanan Kesehatan
No. Para Pihak
X1 X2
X3 X4
X5 X6
X7 X8
Yi 1.
Pengobat Spiritual
1 50
0,00 1
2 0,60
1,00 1,0
1.980 2.
RSUP Dr Sardjito
3 200
25,50 35
30 0,80
0,06 4,0
51 3.
RS Panti Rapih
1 12
18,75 1
50 0,30
1,00 10
750 4.
PSM Lakutama
1 6
96,00 4
4 0,60
1,00 5,5
1.620 5.
Lugu Murni 1
50 314,63
3 20
0,40 0,99
1,0 300
6. PT PJT Dr
Sardjito 3
1.005 6.318,00
38 3
0,80 1,00
3,0 26.000
7. Pusdok Herbal
FK UGM 1
0,00 17
13 0,78
1,00 1,0
8. GP Jamu
Yogya 1
400 90,00
18 40
0,75 0,86
6,0 25
9. SP3T
Yogyakarta 3
35,00 15
85 0,90
0,92 1,0
7.000 10.
BPOM Yogyakarta
3 1.500
1.600,00 32
7 0,70
1,00 10,0
18 11.
Pengobat Tradisional
3 1.200
151.200,00 46
2.000 1,00
1,00 1,0
90.000 12.
Pelanggan Jamu
1 0,00
2 2
0,30 0,40
1,0 2
13. Pasien Batra
1 1.000
0,00 1
1 0,30
1,00 1,0
7 14.
Poliklinik Gondomanan
1 30
33.756,00 36
27 0,60
1,00 1,0
1.312 15.
IDI Yogyakarta
1 200
0,00 23
0,60 1,00
2,0 3
16. Pasien
Pengobat Spiritual
1 0,00
2 2
0,20 1,00
1,0 1
17. CD Bethesda
1 45
43.272,00 5
22 0,80
1,00 1,0
696 18.
Klinik Radiastesi
Klinik Rm. Lukman
1 5.000
600,00 18
107 0,50
0,94 1,0
4104
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda terhadap variabel akses para pihak pada klaster Layanan Kesehatan diperoleh hasil bahwa variabel terikat layanan
kesehatan memiliki korelasi yang positif pada akses para pihak atas market dan pengetahuan. Korelasi Pearson menunjukan nilai hubungan antara layanan kesehatan
dengan akses terhadap market dan pengetahuan berturut-turut sebesar 0.969 dan 0.957. Hasil korelasi Pearson disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Korelasi Pearson terhadap Akses pada Layanan Kesehatan
Korelasi Pearson
Layanan Pasien
Teko K
M TK
P O
I N
Layanan Pasien Teknologi
Kapital Market
Tenaga Kerja Pengetahuan
Otoritas Identitas Sosial
Negosiasi 1.000
.510 .171
.969 .567
.957 .462
.138 -.134
.510 1.000
.099 .412
.699 .398
.633 -.258
.366 .171
.099 1.000
.135 .244
.161 .064
.105 .074
.969 .412
.135 1.000 .501
.997 .409
.106 -.126
.567 .699
.244 .501 1.000
.487 .717
-.133 .301
.957 .398
.161 .997
.487 1.000
.413 .098
-.146 .462
.633 .064
.409 .717
.413 1.000
-.076 .284
.138 -.258
.105 .106 -.133
.098 -.076
1.000 -.095
-.134 .366
.074 -.126 .301
-.146 .284
-.095 1.000
Pengujian hipotesis terhadap variabel akses dan variabel terikat layanan kesehatan dilakukan menggunakan uji F sehingga dapat diketahui variabel akses yang
mempengaruhi layanan kesehatan. Pengujian hipotesis dilakukan pada tingkat α
sebesar 0.05. Hasil ANOVA uji F terhadap variabel akses dan layanan kesehatan disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. ANOVA Variabel Akses pada Klaster Layanan Kesehatan Model
JK db
RK F
Sig Regresi
7712018793 8
964002349.2 60.408
.000
b
Residual 143624631.2
9 15958292.35
Total 7855643425
17
Dari hasil ANOVA terlihat bahwa Uji F menunjukan nilai signifikan sebesar 60.408 sehingga hipotesis H1 diterima, artinya sekurang-kurangnya terdapat satu
variabel akses yang mempengaruhi layanan kesehatan herbal. Untuk mengetahui variabel akses tertentu yang mempengaruhi layanan kesehatan maka dilakukan uji
secara parsial menggunakan uji t pada tingkat α sebesar 0.05. Hasil uji parsial t- student
disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil Uji Parsial Terhadap Variabel Akses di Klaster Layanan Kesehatan
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
Constant Teknologi
Kapital Market
Tenaga Kerja Pengetahuan
Otoritas Identitas Sosial
Negosiasi -7216.008
5004.453 -1.442
.183 3806.689
1665.592 .163
2.285 .048
1.650 0.985
.092 1.675
.128 1.558
.426 2.576
3.656 .005
-22.322 118.991
-.016 -.188
.855 -80.127
32.368 -1.739
-2.476 .035
5981.098 6129.746
.074 .976
.355 4904.334
4317.216 .058
1.136 .285
-1215.554 467.377
-.142 -2.601
.029
Berdasarkan hasil pada Tabel 21 diperoleh informasi bahwa variabel akses terhadap pasar merupakan variabel yang mempengaruhi permintaan pasien terhadap obat
herbal pada klaster layanan kesehatan. Tetapi pada variabel akses pengetahuan menunjukan nilai negatif artinya penambahan pengetahuan terapis terhadap jumlah
jenis tumbuhan obat yang digunakan belum mempengaruhi permintaan pasien terhadap layanan kesehatan berbasis herbal. Nilai positif pada teknologi dan market
justru dapat meningkatkan kepercayaan pasien terhadap layanan kesehatan karena semakin aman sehingga meningkatkan permintaan pasien terhadap layanan berbasis
herbal. Tetapi nilai negatif pada negosiasi melalui relasi sosial menunjukan bahwa layanan kesehatan berbasis herbal masih menemukan beberapa kendala seperti
adanya ketidakpercayaan pada para terapis terhadap metode penyembuhan komplementer berbasis herbal, dianggap tidak ilmiah dan obyektif dibandingkan
menggunakan pendekatan farmasi. Berdasarkan informasi diatas maka persamaan regresi linier berganda untuk akses pada layanan kesehatan berbasis herbal menjadi:
Y =
- 7216.008 + 3806.689X1 + 1.650X2 + 1.558X3 - 22.322X4 - 80.127X5 + 5981.098X6 + 4904.334X7 - 1215.554X8
1.2.1.5. Biaya Manfaat, Biaya Transaksi dan Natural Insurance
Kegiatan layanan kesehatan berbasis herbal akan terus dilakukan oleh para pihak apabila layanan tersebut memberikan manfaat yang cukup. Hal ini ditandai
oleh tersedianya jumlah pasien yang memadai untuk dilayani melalui pengobatan herbal. Ketersediaan pasien tersebut juga sangat tergantung pada kebijakan
pemerintah dalam mengembangkan layanan kesehatan berbasis herbal. Oleh sebab itu, kesungguhan dalam pengembangan kebijakan tersebut dapat memberikan
gambaran sejauh mana layanan kesehatan berbasis herbal memberikan manfaat bagi para pihak yang dilayani khususnya sektor rumah tangga. Bentuk manfaat ini dapat
digambarkan melalui nilai biaya manfaat yang tersebar di antara pihak yang memberikan layanan kesehatan berbasis herbal.
Dalam mengembangkan layanan kesehatan berbasis herbal, biaya-biaya transaksi di antara para pihak juga dapat ditimbulkan. Bentuk-bentuk biaya transaksi
yang terjadi umumnya berupa pajak, komisi penjualan, konsultasi jasa medik, sewa tempat, asuransi tenaga kerja dan kesehatan, beasiswa, biaya berlangganan, perijinan,
perpanjangan paten merek usaha hingga penyediaan layanan kesehatan berbasis herbal dan akupunctur. Biaya-biaya transaksi tersebut timbul karena adanya peluang
untuk memperoleh informasi maupun peluang untuk mengembangkan jaringan network.
Selain biaya manfaat dan biaya transaksi yang timbul dalam layanan kesehatan berbasis herbal, jaminan alami natural insurance dalam layanan
kesehatan juga diperlukan untuk memberikan perlindungan bagi para pihak dalam memberikan layanan kesehatan berbasis herbal. Salah satu bentuk nyata keberadaan
jaminan alami berupa potensi pendapatan dari iklan ketika terjadi penurunan omzet
penjualan, koperasi dan pemberian pinjaman tanpa bunga bagi karyawan, kader fasilitator kesehatan, pembuatan jamu untuk hewan, jamkesda, pendapatan dari
pension dan buah tangan dari pasien yang dilayani kesehatannya. Data biaya manfaat, biaya transaksi dan natural insurance disajian pada Tabel 22.
Tabel 22. Data Biaya Manfaat, Biaya Transaksi dan Natural Insurance
Para Pihak
Biaya Manfaat
Rp Biaya Transaksi Rp x 1000
Natural Insurance Rp x
1000 Ad valorem
Lump sum
Safety net Stepping
stone Pengobat Spiritual
1,00 23.760
- Tidak ada
Tidak ada RSUP Dr. Sardjito
1,00 25.500
- Tidak ada
Tidak ada RS Panti Rapih
1,67 18.750
- Tidak ada
Tidak ada Yayasan Lakutama
3,33 -
200 60
Tidak ada JG Lugu Murni
2,00 3.000
- 3.000
Tidak ada PTPJT Dr. Sardjito
2,16 63.180 157.950
132.950 Tidak ada
Pusdok Herbal FK UGM 1,00
- -
- 26.000
GP Jamu Yogya 1,36
2.700 -
54.000 Tidak ada
SP3T Yogyakarta 1,00
100.000 -
Tidak ada Tidak ada
POM Yogyakarta 1,00
2.800 -
Tidak ada 60.000
Pengobat Tradisional 1,11
179.200 -
Tidak ada 6.000
Pelanggan Jamu 1,00
960 -
Tidak ada Tidak ada
Pasien Pengobat Tradisional 16,67
- -
Tidak ada Tidak ada
Poliklinik Gondomanan 1,00
6.560 -
6.560 Tidak ada
PB IDI Yogyakarta 1,00
- 95.000
Tidak ada Tidak ada
Pasien Pengobat Tradisional 1,00
- -
Tidak ada Tidak ada
CD Bethesda 1,30
- 2.880
Tidak ada Tidak ada
Dinas Kesehatan Yogya ND
ND ND
Tidak ada Tidak ada
Klinik Radiastesi Medik 1,70
- 30.000
Tidak ada Tidak ada