dan ketidaksantunan terus terjadi di masyarakat, antara lain 1 tidak semua orang memahami kaidah kesantunan, 2 ada yang memahami kaidah tetapi
tidak mahir menggunakan kaidah kesantunan, 3 ada yang mahir menggunakan kaidah kesantunan tetapi tidak mengetahui bahwa yang
digunakan adalah kaidah kesantunan dan 4 tidak memahami kaidah kesantunan dan tidak mahir dalam kesantunan.
Kaidah dalam kesantunan memang sulit dibuat, karena jika kaidah kesantunan disusun, dalam praktiknya akan banyak dilanggar sehingga kaidah
menjadi tidak efektif dan tidak fungsional. Kelaziman yang dipakai oleh para pakar pragmatik untuk menyebut istilah kaidah digunakan istilah lain, seperti
prinsip Grice,1975, keteraturan Brown dan Levinson,1978, maksim Leech, 1983.
Beberapa parameter yang dibuat para pakar pragmatik untuk mengetahui kesantunan tersebut akan diuraikan pada bagian di bawah ini.
1. Prinsip Kerja Sama Grice
Agar tuturan dapat diterima secara efektif, peserta tutur patut mempertimbangkan secara seksama aspek-aspek pragmatik yang terlibat atau
mungkin terlibat dalam suatu proses komunikasi. Pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila penutur dan lawan tutur dalam pertuturan itu menaati
prinsip-prinsip kerja sama seperti yang dikemukakan oleh Grice dalam Chaer 2010: 34. Dalam kajian pragmatik, prinsip itu disebut maksim, yakni berupa
pernyataan ringkas yang mengandung ajaran atau kebenaran. Setiap penutur diharapkan untuk menaati empat maksim kerjasama, yaitu maksim kuantitas
maxim of quantity, maksim kualitas maxim of quality, maksim relevansi maxim of relevance, dan maksim cara maxim of manner.
Grice menjabarkan prinsip kerja sama menjadi empat maksim dan beberapa submaksim seperti di bawah ini.
1. Maksim kuantitas: Berilah jumlah informasi yang tepat.
a Buatlah sumbangan Anda seinformatif mungkin. b Jangan membuat sumbangan Anda lebih informatif daripada yang
diinginkan. 2.
Maksim kualitas: Cobalah membuat sumbangan atau kontribusi Anda merupakan suatu yang benar.
a Jangan katakan apa yang Anda yakini salah. b Jangan katakan apa yang Anda tidak tahu persis.
3. Maksim relasi: Jagalah kerelevansian.
4. Maksim cara: Tajamkanlah pikiran.
a Hindarilah ketidakjelasan ekspresi. b Hindarilah ketaksaan ambiguitas.
c Berilah laporan singkat hindarilah laporan yang bertele-tele. d Tertib dan rapilah selalu.
Berikut uraian maksim-maksim kerja sama satu per satu oleh Chaer 2010: 34-38.
1 Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas menjelaskan bahwa setiap penutur diharapkan memberi informasi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur.
Bagian-bagian tuturan yang sama sekali tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur akan dapat menandai pelanggaran
maksim ini bila dipaksa untuk disampaikan. Jadi, jangan berlebihan. Contoh:
A : Ayam saya sudah bertelur B : Ayam saya yang betina telah bertelur
Tuturan A di atas telah menaati maksim kuantitas, sedangkan tuturan B tidak, karena berlebihan. Dengan adanya kata betina pada tuturan B yang
sebenarnya tidak perlu, karena semua ayam yang bertelur sudah pasti betina. Jadi, kata betina pada tuturan itu memberi informasi yang tidak perlu.
2 Maksim Kualitas
Maksim kualitas menjelaskan bahwa setiap peserta tutur diharapkan menyampaikan sesuatu yang benar-benar nyata atau hal yang sebenarnya, hal
yang sesuai dengan data dan fakta. Contoh:
1 A: Coba kamu Ahmad, kota Makassar ada di mana ?
B: Ada di Sulawesi selatan, Pak. 2
A: Deny, siapa presiden pertama Republik Indonesia ? B: Jendral Suharto, Pak
A: Bagus, kalau begitu Bung Karno adalah presiden kedua, ya. Tuturan 1 sudah menaati maksim kualitas karena kata Makassar
memang berada di Sulawesi Selatan. Namun, pada tuturan 2 A memberikan kontribusi yang melanggar maksim kualitas dengan mengatakan Bung Karno
adalah presiden kedua Republik Indonesia. Karena dengan kontribusi A yang melanggar itu, kemudian B secara cepat akan mencari jawaban mengapa A
membuat pernyataan yang salah itu. 3
Maksim Relevansi Maksim relevansi menjelaskan bahwa setiap peserta percakapan
hendaknya memberikan kontribusi yang relevan dengan sesuatu yang sedang dipertuturkan.
1 A: Bu, ada telepun untuk ibu
B: Ibu sedang di kamar mandi, Nak. 2
A: Pak, tadi ada tabrakan bajaj dan bemo di depan apotek B: Mana yang menang ?
Pada tuturan 1 sepintas jawaban B tidak berhubungan, namun bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Jawaban 1 B mengimplikasikan atau
menyiratkan bahwa saat itu si B tidak dapat menerima telepon secara langsung karena sedang berada di kamar mandi. Maka B secara tidak
langsung meminta agar si A menerima telpon itu. Bandingkan dengan komentar 2 B terhadap si A tidak ada relevansinya, sebab dalam peristiwa
tabrakan tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Kedua pihak sama-sama mengalami kerugian.
4 Maksim Cara
Maksim cara menjelaskan bahwa setiap peserta percakapan hendaknya selalu bertutur sapa secara langsung, secara jelas, tidak berlebih-lebihan, dan
runtut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Contoh: 1
A: Kamu datang ke sini mau apa ? B: Mengambil hak saya.
2 A: Barusan kamu dari mana ?
B: Dari belakang, habis b-e-r-a-k Pada tuturan 1 tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu. Kata
hak saya bisa mengacu pada hak sepatu bisa juga pada sesuatu yang menjadi miliknya. Sedangkan pada tuturan 2 termasuk menaati maksim cara yaitu
dengan mengeja huruf demi huruf kata berak. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengucapan kata tabu dan menjaga kesopanan.
Leech dalam Nadar 2008: 28 berpendapat bahwa prinsip kerja sama yang ditawarkan oleh Grice 1975 tidak selalu dapat menjawab pertanyaan
mengapa dalam penuturan peserta tutur cenderung menggunakan cara yang tidak langsung untuk menyatakan apa yang mereka maksudkan, sehingga
tidak mengindahkan maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice tersebut. Melihat hal tersebut, ada beberapa pakar linguis yang menelaah,
tetapi tidak berteori, tentang ilokusi tidak langsung itu dalam kaitannnya dengan kesantunan berbahasa. Linguis yang mengaitkan dan berteori tentang
kedua hal tersebut adalah Brown dan Levinson 1978 dan Leech 1983.
2. Teori kesantunan Brown dan Levinson