Teori kesantunan Brown dan Levinson

Contoh: 1 A: Kamu datang ke sini mau apa ? B: Mengambil hak saya. 2 A: Barusan kamu dari mana ? B: Dari belakang, habis b-e-r-a-k Pada tuturan 1 tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu. Kata hak saya bisa mengacu pada hak sepatu bisa juga pada sesuatu yang menjadi miliknya. Sedangkan pada tuturan 2 termasuk menaati maksim cara yaitu dengan mengeja huruf demi huruf kata berak. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengucapan kata tabu dan menjaga kesopanan. Leech dalam Nadar 2008: 28 berpendapat bahwa prinsip kerja sama yang ditawarkan oleh Grice 1975 tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam penuturan peserta tutur cenderung menggunakan cara yang tidak langsung untuk menyatakan apa yang mereka maksudkan, sehingga tidak mengindahkan maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice tersebut. Melihat hal tersebut, ada beberapa pakar linguis yang menelaah, tetapi tidak berteori, tentang ilokusi tidak langsung itu dalam kaitannnya dengan kesantunan berbahasa. Linguis yang mengaitkan dan berteori tentang kedua hal tersebut adalah Brown dan Levinson 1978 dan Leech 1983.

2. Teori kesantunan Brown dan Levinson

Teori kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 49 berkisar atas nosi muka face. Semua orang yang rasional mempunyai muka tentunya dalam arti kiasan dan muka itu harus dijaga, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dipelihara, dihormati, dan sebagainya. Muka di dalam pengertian kiasan ini dikatakan terdiri atas dua wujud, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif mengacu pada citra diri seseorang bahwa segala yang berkaitan dengan dirinya itu patut dihargai yang kalau tidak dihargai, orang yang bersangkutan akan dapat kehilangan mukanya. Muka negatif mengacu pada citra diri seseorang yang berkaitan dengan kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemauanya jika dihalangi, orang yang bersangkutan dapat kehilangan muka. Menurut Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 51, sebuah tindak tutur dapat merupakan ancaman terhadap muka. Tindak tutur seperti ini oleh Brown dan Levinson disebut sebagai face-threatening act FTA, yang menyebabkan penutur yang normal, rasional dan sehat pikiran harus memilih strategi dengan mempertimbangkan situasi atau peritiwa tuturnya, yaitu kepada siapa ia bertutur, dimana, tentang apa, untuk apa, dan sebgainya. Penutur menentukan strategi ini dengan “menghitung” tingkat keterancaman muka berdasarkan jarak sosial penutur-penutur, besarnya perbedaan kekuasaan antara keduanya, serta status relativ jenis tindak tutur yang diujarkan penutur di dalam budaya yang bersangkutan. Penutur menentukan strategi ini dengan mempertimbangkan skala atau parameter kesantunan seperti yang akan diuraikan dalam subbab di bawah. Strategi kesantunan positif dirinci ke dalam lima belas subkategori. Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55 mengilustrasikan semua strategi tersebut dengan tuturan-tuturan di bawah ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 Memperhatikan kesukaan, keinginan, dan kebutuhan pendengar Contoh: “Aduh…baru potong rambut ya.” 2 Melebihkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada pendengar Contoh: “Wah…vas bunganya bagus sekali ya. Beli di mana?” 3 Mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran peristiwa atau fakta C ontoh: “Saya turun tangga, dan tahu apa yang aku lihat....semua berantakan.” 4 Menggunakan penanda identitas kelompok bentuk sapaan, dialek,jargon atau slang Contoh: “Gimana Sam? Jadi ngikut nggak?” 5 Mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian atau seluruh tuturan. Contoh: A: “Panasnya bukan main ya…” 6 Menghindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju, persetujuan yang semu, menipu untuk kebaikan, pemagaran opini Contoh: A: “Besok tolong ini diselesaikan semua ya?” B: “Baik.”Padahal sebenarnya tidak mau menyelesaikan 7 Menunjukkan hal-hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui basa- basi Contoh: “Gimana, kemarin kamu nonton tinju, kan?” 8 Menggunakan lelucon Con toh: “Motormu yang sudah butut itu sebaiknya untukku saja.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 Menyatakan paham atas keinginan pendengar Contoh: “Aku tahu kamu tidak menyukai pesta. Tapi yang ini sangat luar biasa…datang ya.” 10 Menawarkan, berjanji Contoh: “Aku pasti akan mengirimkannya minggu depan. Jangan kuatir.” 11 Bersikap optimis Contoh: “Nggak masalah. Semua ini akan dapat diatasi dengan baik.” 12 Melibatkan penutur dan petutur dalam aktivitas Contoh: “Sebaiknya, kita istirahat dahulu.” 13 Memberi atau meminta alasan Contoh: “Mengapa kamu nggak jadi datang ke rumahku?” 14 Menyatakan huhbungan secara timbal balik Contoh: “Aku akan menyelesaikan ini untukmu, kalau kamu mau membuatkan aku masakan yang lezat.” 15 Memberi hadiah kepada petutur Contoh: “Saya akan membantumu pada setiap waktu. Strategi kesantunan negatif dirinci ke dalam delapan subkategori. Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 52-53 mengilustrasikan semua strategi tersebut dengan tuturan-tuturan di bawah ini 1 Menggunakan ujaran tidak langsung Contoh: Bolehkah saya minta tolong Ibu mengambilkan buku itu ? 2 Pertanyaan kalimat berpagar Contoh: Saya sejak tadi bertanya-tanya dalam hati, apakah Bapak mau menolong saya? 3 Bersikap pesimis Contoh: Saya ingin minta tolong, tetapi saya takut Bapak tidak bersedia. 4 Meminimalkan paksaan Contoh: Boleh saya mengganggu Bapak sebentar ? 5 Memberi penghormatan Contoh: Saya memohon bantuan Ibu, saya tahu Ibu selalu berkenan membantu orang. 6 Meminta maaf Contoh: Sebelumnya saya minta maaf atas kenakalan anak saya ini, tetapi.. 7 Pakailah bentuk impersonal yaitu dengan tidak menyebutkan penutur dan lawan tutur. Contoh: Tampaknya meja ini perlu dipindahkan. 8 Menyatakan tindakan pengancaman muka sebagai aturan yang bersifat umum. Contoh: Penumpang tidak diperkenankan merokok di dalam bus.

3. Kaidah Kesantunan Leech