positif. Penutur menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, dimana kesantunan positif yang banyak digunakan dalam
tuturan yang mematuhi maksim kesepakatan adalah dengan membesar- besarkan perhatian, persetujuan dan simpati kepada mitra tuturnya, hal itu
terlihat dari proses analisis data di bagian sebelumnya. Di dalam data tuturan, penutur telah memberikan perhatian kepada
jawaban yang diberikan mitra tuturnya, mengusahakan persetujuan dan bersimpati atas apa yang telah dilakukannya yaitu berusaha menjawab
pertanyaan, dengan begitu tuturan tersebut dikatakan santun, juga ditambah dengan penutur menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan dari
Pranowo 2012: 104 yang jelas membuat tuturan tersebut semakin dirasa santun.
4.3.2 Tuturan Tidak Santun
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dalam penelitian ini peneliti menemukan pelanggaran terhadap prinsip kesantunan Leech 1993 yang
terbagi atas enam maksim, serta strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 52-55 yang terbagi atas kesantunan positif dan negatif.
Adapun pelanggaran terhadap kaidah kesantunan Leech 1993 peneliti menemukan enam maksim yang dilanggar yakni maksim kebijaksanaan,
kedermawanan, pujian, kerendahan hati, kesepakatan, namun peneliti hanya menemukan empat pematuhan terhadap keenam maksim tersebut di dalam
kegiatan diskusi kelas, selain itu peneliti juga menemukan pelanggaran terhadap strategi kesantunan khususnya kesantunan positif.
Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan yang pertama yakni maksim kebijaksanaan. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya sebelas tuturan dari
tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014. Kesebelas tuturan tersebut dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan
karena tuturan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim kebijaksanaan yakni tuturan seharusnya membuat kerugian orang lain sekecil
mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin, namun yang ditemukan justru sebaliknya. Pelanggaran tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut: penutur memotong penjelasan dari mitra tuturnya tanpa didahului dengan diksi yang mencerminkan kesantunan atau pun nonverbal
“mengacungkan jari”, penutur tidak dapat menahan emosi, penutur tidak memperhatikan konteks situasi formal atau nonformal.
Selain melanggar maksim kebijaksanaan dari Leech 1993: 168, semua data tuturan tersebut juga dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya, dengan
begitu terlihat bahwa penutur tidak memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, terutama strategi
kesantunan positif. Penutur seharusnya dapat menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, namun penutur justru
melakukan sebaliknya yakni tuturannya dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya dan akan merugikan bagi mitra tuturnya. Kesantunan positif yang
banyak dilanggar dalam tuturan yang melanggar maksim kebijaksanaan yakni PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1 memperhatikan kesukaan, keinginan, dan kebutuhan lawan tutur, 2 membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada lawan tutur,
3 melibatkan penutur dan lawan tutur dalam aktivitas. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas
mahasiswa PBSI angkatan 2014 banyak yang melakukan pelanggaran terhadap maksim Leech 1993 dan juga tidak memaksimalkan strategi
kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 52-55. Tuturan yang didapatkan justru berbanding terbalik dengan maksim kebijaksanaan
yakni tuturan seharusnya membuat kerugian orang lain sekecil mungkin dan buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin juga berusaha menjaga muka
mitra tuturnya dengan memaksimalkan strategi kesantunan positif dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, seperti yang sudah peneliti jelaskan
sebelumnya. Namun, seperti yang telah dijelaskan bahwa banyak data tuturan yang merugikan dan menjatuhkan mitra tuturnya dengan begitu penutur jelas
telah melanggar maksim kebijaksanaan dan tidak memaksimalkan strategi kesantunan, dengan begitu data tuturan tersebut tidak santun terlebih penutur
juga tidak menggunakan diksi yang santun. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan yang kedua yakni maksim
kedermawanan. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya sembilan tuturan dari tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI
angkatan 2014. Kesembilan tuturan tersebut dikatakan melanggar maksim kedermawanan karena tuturan tersebut tidak sesuai dengan apa yang
diharuskan pada maksim kedermawanan yakni tuturan seharusnya membuat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan membuat kerugian diri sendiri sebesar mungkin, namun yang ditemukan justru sebaliknya. Pelanggaran
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: penutur menyuruh mitra tutur dengan nada kasar, penutur tidak bisa membedakan situasi serius dan
bercanda, penutur menggunakan diksi yang kurang tepat di lingkup formal, penutur tidak dapat menahan emosi.
Selain melanggar maksim kedermawanan dari Leech 1993: 210, semua data tuturan tersebut juga dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya, dengan
begitu terlihat bahwa penutur tidak memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, terutama strategi
kesantunan positif. Penutur seharusnya dapat menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, namun penutur justru
melakukan sebaliknya yakni tuturannya dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya. Kesantunan positif yang banyak dilanggar dalam tuturan yang
melanggar maksim kedermawanan yakni membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada lawan tutur. Penutur terlihat jelas tidak
memberikan perhatian dan simpati kepada mitra tuturnya dengan begitu akan menimbulkan kesan tidak baik, dengan kesan tidak baik suatu tuturan dapat
menjadi tidak santun. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas
mahasiswa PBSI angkatan 2014 banyak yang melakukan pelanggaran terhadap maksim Leech 1993 dan juga tidak memaksimalkan strategi
kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 52-55. Tuturan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang didapatkan justru berbanding terbalik dengan maksim kedermawanan yakni membuat keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan membuat
kerugian diri sendiri sebesar mungkin juga berusaha menjaga muka mitra tuturnya dengan memaksimalkan strategi kesantunan positif dari Brown dan
Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya. Namun, seperti yang telah dijelaskan bahwa banyak data tuturan
yang merugikan dan menjatuhkan muka mitra tuturnya dengan begitu penutur jelas telah melanggar maksim kedermawanan dan tidak memaksimalkan
strategi kesantunan, dengan begitu data tuturan tersebut tidak santun. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan yang ketiga yakni maksim
pujian. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya sebelas tuturan dari tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014.
Kesebelas tuturan tersebut dikatakan melanggar maksim pujian karena tuturan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim pujian
yakni tuturan seharusnya dapat memperbanyak pujian untuk orang lain dan minimalkan kecaman kepada orang lain, namun yang ditemukan justru
sebaliknya. Pelanggaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: penutur memojokkan mitra tutur, penutur menyatakan kekurangan mitra tutur secara
terang-terangan, penutur tidak dapat menahan emosi. Selain melanggar maksim pujian dari Leech 1993: 212, semua data
tuturan tersebut juga dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya, dengan begitu terlihat bahwa penutur tidak memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown
dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, terutama strategi kesantunan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
positif. Penutur seharusnya dapat menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, namun penutur justru melakukan
sebaliknya yakni tuturannya dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya. Kesantunan positif yang banyak dilanggar dalam tuturan yang melanggar
maksim pujian yakni menghindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju dan membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada lawan
tutur. Penutur secara terang-terangan mengatakan kekurangan mitra tuturnya dan hal itu jelas dapat memojokkan mitra tutur dan menjatuhkan mukanya di
depan peserta diskusi maupun dosen, bahkan bisa memancing emosi mitra tutur karena dijelek-jelekkan dan jelas hal itu dapat mengganggu jalannya
diskusi. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas
mahasiswa PBSI angkatan 2014 banyak yang melakukan pelanggaran terhadap maksim Leech 1993 dan juga tidak memaksimalkan strategi
kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 52-55. Tuturan yang didapatkan justru berbanding terbalik dengan maksim pujian yakni
tuturan seharusnya dapat memperbanyak pujian untuk orang lain dan minimalkan kecaman kepada orang lain, juga berusaha menjaga muka mitra
tuturnya dengan memaksimalkan strategi kesantunan positif dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, seperti yang sudah peneliti jelaskan
sebelumnya. Namun, seperti yang telah dijelaskan bahwa banyak data tuturan yang merugikan dan menjatuhkan muka mitra tuturnya di depan dosen dan
peserta diskusi yang lain dengan menyebutkan kekurangan mitra tuutr secara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terang-terangan, walaupun penutur menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan akan tetapi tuturan tersebut tetap tidak santun karena bersifat
menjelek-jelekkan mitra tutur dan dapat memancing emosi mitra tuturnya. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan yang keempat yakni maksim
kerendahan hati. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya empat tuturan dari tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan
2014. Keempat tuturan tersebut dikatakan melanggar maksim kerendahan hati karena tuturan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim
kerendahan hati yakni tuturan seharusnya memuji diri sendiri sedikit mungkin dan mengecam diri sendiri sebanyak mungkin, namun yang ditemukan justru
sebaliknya. Pelanggaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: penutur tidak dapat menahan emosi dan penutur menyombongkan diri di depan mitra
tutur, dengan menyombongkan diri tentu hal itu akan menimbulkan kesan negatif dari mitra tuturnya ditambah penutur tidak dapat mengontrol
emosinya. Selain melanggar maksim kerendahan hati dari Leech 1993: 214, semua
data tuturan tersebut juga dapat menjatuhkan mukanya sendiri, dengan begitu terlihat bahwa penutur tidak memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown
dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, terutama strategi kesantunan positif. Penutur seharusnya dapat menggunakan kesantunan positif untuk
menjaga muka positif dirinya sendiri, namun penutur justru melakukan sebaliknya yakni tuturannya dapat menjatuhkan mukanya sendiri. Kesantunan
positif yang banyak dilanggar dalam tuturan yang melanggar maksim PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kerendahan hati yakni membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada lawan tutur. Penutur seharusnya dapat memberi perhatian kepada
mitra tuturnya, memperhatikan kebutuhan mitra tuturnya bukan malah menyombongkan diri.
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014 banyak yang melakukan pelanggaran
terhadap maksim Leech 1993 dan juga tidak memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55. Tuturan
yang didapatkan justru berbanding terbalik dengan maksim kerendahan hati yakni tuturan seharusnya memuji diri sendiri sedikit mungkin dan mengecam
diri sendiri sebanyak mungkin, juga berusaha menjaga muka mitra tuturnya dengan memaksimalkan strategi kesantunan positif dari Brown dan Levinson
dalam Chaer 2010: 53-55, seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya. Namun, seperti yang telah dijelaskan bahwa data tuturan bersifat
menyombongkan diri dah hal itu jelas bertentangan dengan maksim kerendahan hati, terlebih penutur juga tidak menggunakan diksi yang
mencerminkan kesantunan, jadi data tuturan tersebut tidak santun. Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan yang kelima yakni maksim
kesepakatan. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya lima tuturan dari tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan
2014. Kelima tuturan tersebut dikatakan melanggar maksim kesepakatan karena tuturan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim
kesepakatan yakni tuturan seharusnya mengusahakan kesepakatan antara diri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan dan lain sebanyak mungkin dan mengusahakan ketidaksepakatan sedikit mungkin, namun yang ditemukan justru sebaliknya. Pelanggaran tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut: penutur tidak dapat menahan emosi dan penutur mengatakan ketidaksetujuan secara terang-terangan sehingga dapat
memojokkan mitra tutur. Selain melanggar maksim kesepakatan dari Leech Leech 1993: 217,
semua data tuturan tersebut juga dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya karena berusaha memojokkan mitra tutur, dengan begitu terlihat bahwa
penutur tidak memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, terutama strategi kesantunan positif. Penutur
seharusnya dapat menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, namun penutur justru melakukan sebaliknya yakni
tuturannya dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya. Kesantunan positif yang banyak dilanggar dalam tuturan yang melanggar maksim kesepakatan yakni
menghindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju dan membesar- besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada lawan tutur. Penutur
secara terang-terangan mengatakan ketidaksetujuannya terhadap mitra tuturnya dan hal itu jelas dapat memojokkan mitra tutur dan menjatuhkan
mukanya di depan peserta diskusi maupun dosen, bahkan bisa memancing emosi mitra tutur karena mitra tutur bisa merasa direndahkan dengan tuturan
penutur. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas
mahasiswa PBSI angkatan 2014 banyak yang melakukan pelanggaran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
terhadap maksim Leech 1993 dan juga tidak memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 52-55. Tuturan
yang didapatkan justru berbanding terbalik dengan maksim kesepakatan yakni tuturan seharusnya mengusahakan kesepakatan antara diri dan dan lain
sebanyak mungkin dan mengusahakan ketidaksepakatan sedikit mungkin, juga berusaha menjaga muka mitra tuturnya dengan memaksimalkan strategi
kesantunan positif dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya. Namun seperti yang telah
dijelaskan bahwa banyak data tuturan yang merugikan dan menjatuhkan muka mitra tuturnya di depan dosen dan peserta diskusi yang lain dengan
menyebutkan ketidaksetujuannya dengan mitra tutur secara terang-terangan, walaupun penutur menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan akan
tetapi tuturan tersebut tetap tidak santun karena dapat menjatuhkan mitra tutur dan dapat memancing emosi mitra tuturnya.
Pelanggaran terhadap prinsip kesantunan yang keenam yakni maksim kesimpatisan. Peneliti menemukan sekurang-kurangnya delapan tuturan dari
tuturan yang diambil dalam kegiatan diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014. 16 tuturan tersebut dikatakan melanggar maksim kesimpatisan karena
tuturan tersebut tidak sesuai dengan apa yang diharuskan pada maksim kesimpatisan yakni tuturan seharusnya dapat mengurangi rasa antipati
terhadap mitra tutur dan meningkatkan rasa simpati sebanyak mungkin. Pelanggaran tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: penutur mengejek
mitra tuturnya dan penutur tidak dapat membedakan antara situasi serius dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bercanda, dengan mengejek dan bercanda dalam konteks yang tidak tepat maka tuturan dapat menjatuhkan mitra tuturnya bahkan dapat memancing
emosi. Selain melanggar maksim kesimpatisan dari Leech 1993: 219, semua
data tuturan tersebut juga dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya karena dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya, dengan begitu terlihat bahwa
penutur tidak memaksimalkan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, terutama strategi kesantunan positif. Penutur
seharusnya dapat menggunakan kesantunan positif untuk menjaga muka positif mitra tuturnya, namun penutur justru melakukan sebaliknya yakni
tuturannya dapat menjatuhkan muka mitra tuturnya. Kesantunan positif yang banyak dilanggar dalam tuturan yang melanggar maksim kesimpatisan yakni
membesar-besarkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada lawan tutur. Penutur seharusnya memberikan perhatidan dan rasa simpati terhadap apa
yang dilakukan atau dialami mitra tuturnya, bukan malah dibuat bahan bercanda. Tuturan yang bersifat seperti itu bisa memancing emosi mitra tutur
karena mitra tutur bisa merasa tidak dihargai dengan tuturan penutur. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam diskusi kelas
mahasiswa PBSI angkatan 2014 banyak yang melakukan pelanggaran terhadap maksim Leech 1993 dan juga tidak memaksimalkan strategi
kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 52-55. Tuturan yang didapatkan justru berbanding terbalik dengan maksim kesimpatisan
yakni tuturan seharusnya dapat mengurangi rasa antipati terhadap mitra tutur PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan meningkatkan rasa simpati sebanyak mungkin, juga berusaha menjaga muka mitra tuturnya dengan memaksimalkan strategi kesantunan positif dari
Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, seperti yang sudah peneliti jelaskan sebelumnya. Namun seperti yang telah dijelaskan bahwa data tuturan
itu merugikan mitra tuutr karena ketika mitra tutur melakukan kesalahan justru malah dibuat bahan bercanda dan hal itu akan menjatuhkan muka mitra
tuturnya di depan dosen dan peserta diskusi yang lain.
4.3.3 Penanda Ketidaksantunan Berbahasa