menggunakan kesantunan positif yakni membesar-besarkan perhatian, persetujuan dan simpati kepada mita tutur, akan tetapi dalam tuturan tersebut
penutur justru mempunyai kesan memarahi mitra tutur yang ingin meminta kejelasan akan jawabannya sehingga mengancam muka mitra tutur. Penutur
tentu akan memberikan kesan yang buruk bagi mitra tutur dengan tuturan seperti itu dan bisa mengakibatkan mitra tuturnya bahkan peserta diskusi
yang lain tidak akan kembali bertanya karena terkesan tidak dihormati. Sebenarnya penutur bisa saja mengatakan itu tetapi bisa lebih halus dan
didahului dengan diksi yang mencerminkan kesantunan dan tetap menjaga muka positif mitra tutur agar proses komunikasi berjalan kondusif.
4.2.2.3 Pelanggaran Maksim Pujian
Tuturan harusnya tidak berisi kecaman atau hal-hal yang tidak menyenangkan bagi orang lain tetapi berisi pujian. Pujian merupakan salah
satu indikator sebuah tuturan dapat dikatakan santun dan termasuk salah satu maksim yang digagas oleh Leech, jika dalam proses komunikasi antara
penutur dan mitra tutur menerapkan maksim ini tuturan akan menjadi santun dan tidak akan menyakiti orang lain. Namun, tidak semua penutur dan mitra
tutur mau mamatuhi maksim ini, karena kebanyakan orang mempunyai sifat iri hati atau dengki dengan keberhasilan atau kelebihan orang lain, akibatnya
masih dijumpai pelanggaran terhadap maksim ini. Ketika percakapan sehari-hari, terkesan wajar jika banyak pelanggaran
terhadap maksim ini karena bersifat non formal, akan tetapi di lingkup formal PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ternyata juga dijumpai pelanggaran terhadap maksim ini, seperti halnya yang ditemukan peneliti di dalam proses pembelajaran diskusi kelas berikut ini:
43 Penyaji
: Ya silahkan mbak kalau mau bertanya Peserta diskusi
: Terimakasih atas kesempatannya. Oke terimakasih atas presentasi yang sangat singkat dan
membingungkan ini, kalian disini justru menjelaskan mengenai anak bukan keseluruhan keluarga, sementara judulnya kan
keluarga, itu gimana ? makasih
Konteks: Penutur adalah seorang peserta diskusi. Penutur dan mitra tutur berada dalam diskusi kelas dalam sesi tanya jawab.
Tuturan merupakan tanggapan dari penutur peserta diskusi terhadap presentasi yang telah dilakukan oleh kelompok penyaji.
44 Penyaji
: Ya siapa yang mau bertanya ? ohh ya mas silahkan pertanyaannya.
Peserta Diskusi: Jadi begini, sejujurnya saya gak paham dengan presentasi dari kelompok ini, antara judul dan pembahasan
tidak sesuai. Judulnya kan peranan keluarga, nah yang di jelaskan kelompok justru peran anak, anak dan anak.
Konteks: Penutur adalah seorang peserta diskusi. Tuturan adalah tanggapan dari penutur yang ditujukan kepada kelompok penyaji
ketika akan memulai sesi tanya jawab.
Data tuturan 43 dituturkan oleh seorang peserta diskusi ketika memasuki sesi tanya jawab dalam mata kuliah teologi moral kelas P. Tuturan
tersebut merupakan bentuk tindak tutur ekspresif yakni tindak tutur yang menyatakan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Penutur
menyatakan bahwa presentasi dari kelompok penyaji sangatlah singkat dan membingungkan. Hal ini tentunya melanggar kesantunan berbahasa, karena
dirasa mencaci dan membuat perasaan tidak senang bagi mitra tutur kolompok penyaji. Tut
uran “Oke terimakasih atas presentasi yang sangat singkat dan membingungkan ini
” terasa kurang santun, walaupun disitu penutur menggunakan diksi yang mencerminkan kesantunan yakni
“terimakasih” akan tetapi terasa kurang santun karena bermaksud menyinggung mitra tutur kelompok penyaji.
Penutur telah melanggar maksim Leech 1993: 212 dalam menyampaikan pesannya khususnya maksim pujian, yakni tuturan seharusnya
meminimalkan kecaman terhadap orang lain, akan tetapi penutur dengan jelas mengatakan kekurangan dari mitra tutur kelompok penyaji. Sebenarnya
tuturan tersebut tidak salah, tetapi karena isi tuturannya cenderung menjelekkan atau memojokkan kelompok penutur peserta diskusi maka
tuturan tersebut menjadi tidak santun, hal itu bisa berakibat buruk bagi penutur peserta diskusi karena akan menimbulkan keraguan bagi mitra tutur
kelompok penyaji yang lain, selain itu juga bisa membuat tersinggung dan bisa mengacaukan jalannya diskusi. Tuturan yang seperti itu, jelas
menjatuhkan muka mitra tutur kelompok penyaji di depan dosen dan peserta diskusi yang lain.
Memang tidak ada yang menyalahkan apabila di dalam sebuah diskusi ada ketidak setujuan, akan tetapi seharusnya penutur tidak mengatakannya
secara terang-terangan seperti itu karena mungkin bagi peserta diskusi yang lain akan berbeda pendapat dengannya. Tuturan tersebut memperlihatkan
bahwa penutur tidak berusaha menjaga muka positif mitra tuturnya dan jelas bertentangan dengan strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam
Chaer 2010: 53-55 yang telah memberi strategi kesantunan, salah satunya dengan menggunakan kesantunan positif yakni menghindari ketidaksetujuan
dengan pura-pura setuju, jika penutur menggunakan strategi kesantunan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tersebut pasti tuturannya dapat menjaga muka positif mitra tutur kelompok penyaji dan tidak menimbulkan pertentangan, dengan begitu proses diskusi
akan jauh lebih baik karena adanya rasa saling mengerti dan menghormati. Data tuturan 44 dituturkan oleh seorang peserta diskusi ketika
memulai sesi tanya jawab dalam mata kuliah teologi moral kelas P. Tuturan tersebut merupakan bentuk tindak tutur ekspresif yakni tindak tutur yang
menyatakan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Penutur peserta diskusi menyatakan bahwa dirinya tidak mengerti dengan
penjelasan dari kelompok penyaji, menurutnya antara judul dan pembahasan tidak sesuai.
Ketika menyampaikan pendapatnya, tuturan dari penutur peserta diskusi terasa kurang santun karena cenderung memojokkan kelompok
penyaji, terlihat dalam tuturan “sejujurnya saya gak paham dengan
presentasi dari kelompok ini, antara judul dan pembahasan tidak sesuai ”.
Tuturan tersebut bisa diartikan memojokkan atau menjelekkan kelompok penyaji dan hal ini melanggar maksim Leech 1993: 212 maksim pujian,
yakni tuturan seharusnya meminimalkan kecaman terhadap orang lain, akan tetapi penutur peserta diskusi secara terang-terangan menyebut
pembahasannya tidak sesuai dan tuturan yang seperti itu jelas akan menjatuhkan muka mitra tuturnya, padahal penjelasan dari mitra tutur belum
tentu tidak sesuai karena antara penutur peserta diskusi dengan peserta diskusi lain pastilah berbeda pendapat dan mungkin ada peserta diskusi yang
paham. Tuturan yang diungkapkan penutur peserta diskusi ini tentu akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
memberikan efek buruk bagi kelompok penyaji dan hal ini membuat tuturan tersebut tidak santun.
Cara bertutur dalam tuturan tersebut juga tidak mencerminkan penggunaan strategi kesantunan Brown dan Levinson dalam Chaer 2010:
53-55. Penutur seharusnya bisa menjaga muka positif mitra tutur dengan menggunakan kesantunan positif yakni melebihkan perhatian, persetujuan
dan simpati. Namun, tuturan penutur tersebut justru tidak menghargai apa yang telah dilakukan mitra tuturnya yakni menyajikan materi padahal
mitra tutur telah berusaha sebaik mungkin untuk menjelaskannya. Penutur justru menjatuhkan muka positif mitra tuturnya dimana muka
positif yaitu keinginan setiap orang untuk dihargai hal-hal yang dilakukannya. Pada tuturan, penutur tidak menjaga muka positif mitra
tuturnya justru menjatuhkanya di depan dosen dan peserta diskusi yang lain, dengan begitu penutur akan memberikan efek negatif dan kerugian bagi
mitra tutur yakni menimbulkan keraguan bagi peserta diskusi lain dan dapat membuat dosen menilai buruk terhadap mitar tutur.
Apabila hal seperti ini terus terjadi, bukan tidak mungkin akan menimbulkan pertentangan dan mengganggu proses jalannya diskusi dimana
sebenarnya dalam diskusi harus ada saling mengerti dan tidak saling menjatuhkan seperti halnya debat.
4.2.2.4 Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati