Pelanggaran Maksim Kesepakatan Analisis pelanggaran data tuturan diskusi kelas mahasiswa PBSI

itu sombong tidak hebat seperti yang dikatakannya sendiri. Citra diri penutur dihadapan mitra tuturnya akan tercoreng karena sifat sombong tidak disenangi banyak orang. Penutur seharusnya bisa menjaga muka positif dirinya sendiri dengan menggunakan kesantunan positif yakni melebihkan perhatian, persetujuan dan simpati. Tuturan yang demikian memperlihatkan bahwa penutur tidak memberikan simpati kepada penyaji yang sedang berusaha mencari jawabannya dan mengusahakan persetujuan dengan penyaji agar tidak terjadi pertentangan. Lebih baik merendahkan diri daripada menyombongkan diri apalagi hal ini di dalam lingkup formal diskusi jadi sikap seperti itu bisa membuat diskusi kacau karena dalam diskusi seharusnya ada rasa saling mengerti dan simpati agar terjadi kesepakatan bersama.

4.2.2.5 Pelanggaran Maksim Kesepakatan

Maksim kesepakatan adalah maksim yang menuntut penutur untuk sebanyak mungkin bersepakat dengan mitra tutur dan mengurani ketaksepakatan. Seseorang yang dapat menaati maksim ini dapat dipandang sebagai orang yang santun dan selalu memperhatikan topik pembicaraan, sebaliknya jika melanggar maksim ini bisa menimbulkan konflik bahkan keributan. Komunikasi yang terjadi antara penutur dan mitra tutur tentunya ingin berjalan dengan baik dan harmonis, akan tetapi pada kenyataannya kadang antara penutur dan mitra tutur mempunyai pendapat atau argumen yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berbeda dan tidak mau mengalah, alangkah baiknya jika dapat saling berpikir jernih dan mencari titik tengahnya agar menemukan suatu kesepakatan. Tentulah dengan hal tersebut proses komunikasi akan berjalan dengan lebih baik dan tidak menimbulkan konflik, dalam tuturan sehari-hari misalnya seperti yang ditemukan peneliti dalam diskusi kelas seperti di bawah ini : 58 Penyaji : Apa ada tanggapan ? Peserta diskusi : Ya saya tidak setuju bila jihad adalah jalan hidup, kebanyakan dari orang yang berjihad itu karena dicuci otaknya oleh seseorang, jadi saya tidak sependapat, bagaimana menurut kelompok ? Konteks: penutur adalah seorang peserta diskusi. Tuturan adalah sanggahan dari penutur peserta diskusi terhadap jawaban dari mitra tutur penyaji. 59 Penyaji : Jadi seperti itu perbedaan antara novelet dan cerpen menurut saya, bagaimana mbak ? Peserta diskusi : Saya tidak setuju, jika seperti itu maka perbedaan novelet dan cerpen itu apa ? coba jelaskan dengan lebih detail Konteks: penutur adalah peserta diskusi. Tuturan adalah sanggahan dari penutur peserta diskusi terhadap penjelasan dari mitra tutur penyaji. Data tuturan 58 dituturkan oleh seorang peserta diskusi ketika diskusi memasuki sesi tanya jawab dalam mata kuliah teologi moral kelas Q. Tuturan tersebut merupakan bentuk tindak tutur asertif yakni mengandung ujaran yang lazim digunakan untuk menyatakan kebenaran tuturan yang diujarkan. Penutur peserta diskusi menyatakan bahwa jawaban dari mitra tutur penyaji tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan dan meminta kejelasan. Data tuturan 58 dipandang sebagai bentuk tuturan yang tidak santun karena meminimalkan kesepakatan antara penutur dengan mitra tutur. Hal tersebut menjelaskan bahwa antar manusia mempunyai pengetahuan sehingga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pendapatnya berbeda dan dapat menimbulkan perdebatan padahal dalam diskusi seharusnya ada sikap saling mengalah untuk menemukan solusi atau jawaban. Penutur melanggar prinsip kesantunan Leech 1993: 217 khususnya maksim kesepakatan yakni usahakan kesepakatan diri dan orang lain sebanyak mungkin, yang terlihat dari tuturan “saya tidak setuju bila jihad adalah jalan hidup, kebanyakan dari orang yang berjihad itu karena dicuci otaknya oleh seseorang, jadi saya tidak sependapat ”, alangkah lebih baik jika penutur mengawalinya dengan diksi yang mencerminkan kesantunan Pranowo 2012: 104 seperti “maaf” atau dengan nada yang enak didengar, mungkin tuturan tersebut akan terasa lebih santun dan bagi mitra tutur penyaji lebih enak didengar sehingga dapat megusahakan kesepakatan antara dua belah pihak sehingga tidak terjadi pertentangan. Cara bertutur yang seperti itu tentunya memperlihatkan bahwa penutur telah mengancam muka mitra tuturnya karena mengatakan ketidaksetujuan secara langsung dan jelas bertentangan dengan strategi kesantunan yang diusulkan oleh Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, mengenai strategi menjaga muka positif mitra tuturnya. Penutur seharusnya bisa menjaga muka positif mitra tuturnya dengan menggunakan kesantunan positif yakni menghindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju jadi penutur boleh saja tidak sependapat akan tetapi tidak secara terang-terangan mengatakan hal tersebut, misalnya saja dengan mengatakan ”terimakasih atas jawabannya, saya mengaerti, tetapi saya masih kurang sependapat, apakah kelompok bisa menjelaskannya lagi mengenai jihad ? atau mungkin ada anggota kelompok yang lain yang mau menambahkan? ” dengan tuturan seperti itu, penutur bisa mengungkapkan ketidaksetujuannya dan juga tetap menjaga muka positif mitra tuturnya dan terasa lebih santun. Namun, dengan tuturan pada data 58 penutur dengan jelas menyatakan ketidaksetujuannya dan menandakan bahwa penutur tidak mengusahakan kesepakatan dengan mitra tutur sehingga dapat terjadi pertentangan yang dapat mengganggu jalannya proses diskusi. Data tuturan 59 dituturkan oleh seorang peserta diskusi ketika diskusi memasuki sesi tanya jawab dalam mata kuliah teori sastra kelas B. Tuturan tersebut merupakan bentuk tindak tutur asertif yakni mengandung ujaran yang lazim digunakan untuk menyatakan kebenaran tuturan yang diujarkan. Penutur peserta diskusi menyatakan bahwa jawaban dari mitra tutur penyaji tidak jelas berdasarkan kebenaran dari penutur ketika sesi tanya jawab. Data tuturan 59 melanggar prinsip kesantunan Leech 1993: 217 khususnya maksim kesepakatan, yakni mengusahakan kesepakatan diri dan orang lain sebanyak mungkin, namun tuturan dari penutur peserta diskusi justru sebaliknya, terlihat dalam tuturan “saya tidak setuju, jika seperti itu maka perbedaan novelet dan cerpen itu apa ? coba jelaskan dengan lebih detail ”, dalam tuturan tersebut penutur menggunakan notasi tinggi dan kurang enak didengar, bahkan seakan membentak mitra tutur penyaji sehingga dapat menimbulkan efek negatif bagi mitra tutur penyaji yakni rasa tertekan dan mengancam muka mitra tutur. Penutur mengancam keselamatan muka mitra tutur berarti penutur telah melanggar strategi kesantunan dari Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55, dimana penutur seharusnya dapat menjaga muka positif mitra tutur dengan menggunakan kesantunan positif yakni membesar-besarkan perhatian, persetujuan dan simpati kepada mita tutur. Tuturan yang demikian, memperlihatkan bahwa penutur tidak berusaha mengusahakan persetujuan dengan mitra tutur bahkan tidak memberikan simpati terhadap mitra tutur yang sudah berusaha menjawab pertanyaan dengan sebaik mungkin. Penutur memang boleh berbeda pendapat dalam sebuah diskusi kelas, akan tetapi tetap harus menghargai pendapat orang lain dan dapat menerimanya, apabila tidak setuju haruslah disampaikan dengan tuturan yang lebih santun agar tidak terjadi pertentangan, bagaimanapun diskusi adalah wadah untuk bertukar pikiran agar mencapai suatu kesepakatan bersama. Penutur boleh saja tidak sependapat dengan mitra tutur, tetapi dalam mengungkapkannya perlu diperbaiki lagi dalam memilih diksi dan notasi karena bisa jadi mitra tutur akan sakit hati atau tertekan dengan tuturan yang seperti itu dan akan dipandang tidak santun oleh mitra tutur yang lain terlebih bagi muka mitra tuturnya.

4.2.2.6 Pelanggaran Maksim Kesimpatisan