Penelitian yang Relevan Kerangka Berpikir

9

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, tindak tutur, teori kesantunan, dan uraian tentang diskusi. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.

2.1 Penelitian yang Relevan

Untuk mendukung proses pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan, terdapat dua penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Oktafiana Kurniawati yang berjudul Analisis Pemanfaatan Prinsip Kesantunan Berbahasa Pada Kegiatan Diskusi Kelas Siswa Kelas XI SMAN 1 Sleman. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini Oktafiana mendiskripsikan pemakaian prinsip kesantunan berbahasa dan pemanfaatannya dalam kegiatan diskusi siswa kelas 2 SMA. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada pengkajian kesantunan berbahasa, sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitiannya. Penelitian dari Oktafiana ini bersumber pada tuturan dari siswa kelas 2 SMA, sedangkan penelitian saya bersumber pada tuturan dari mahasiswa angkatan 2014, dari uraian di atas membuktikan bahwa penelitian ini belum pernah dikaji dan penelitian ini layak untuk diangkat sebagai penelitian. Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian dari Puspa Rinda Silalahi yang berjudul Analisis Kesantunan Berbahasa Siswai Di Lingkungan Sekolah SMPN 5 Binjai. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini, Puspa mendeskripsikan semua tuturan yang terjadi di lingkungan sekolah baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada pengkajian kesantunan berbahasa, sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitiannya. Penelitian dari Puspa bersumber dari semua tuturan yang terjadi di SMPN 5 Binjai baik di kelas maupun di luar kelas, sedangkan penelitain saya bersumber dari tuturan diskusi yang terjadi di dalam kelas.

2.2 Kajian Teoritis

2.2.1 Kesantunan Berbahasa

Kesantunan berbahasa merupakan salah satu bidang kajian dalam pragmatik, dimana pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur kepada mitra tutur. Dari hal tersebut, maka ketika seseorang mengkaji mengenai kesantunan berbahasa berarti juga membicarakan mengenai pragmatik.

2.2.1.1 Pragmatik

Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca atau dapat dikatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Thomas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI mendefinisikan pragmatik sebagai makna dalam interaksi. Menurutnya suatu makna bukanlah yang melekat pada suatu kata, tetapi merupakan proses dinamis yang melibatkan penutur dan petutur, konteks tuturan, dan makna potensial dari suatu tuturan 1996: 22. Konteks tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkondifikasikan sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari struktur kebahasaannya. Karena yang dikaji adalah makna bahasa, pragmatik dapat dikatakan sejajar dengan semantik. Akan tetapi, kedua disiplin ilmu ini memiliki perbedaan yang mendasar. Semantik menelaah makna sebagai relasi dua segi diadic relation, sedangkan pragmatik menelaah makna sebagai relasi tiga segi triadic relation. Makna yang dikaji semantik adalah makna linguistik linguistic meaning atau makna semantik semantic sense, sedangkan makna yang dikaji pragmatik adalah maksud penutur speaker meaning atau speaker sense Parker dalam I Dewa Putu Wijana 1996: 3. Analisis tuturan 1 dan 2 di bawah ini mengilustrasikan pernyataan tersebut. 1 “Rokok saya habis.” 2 “Joko, helmnya di mana?” Dilihat secara struktural, kedua tuturan itu masing-masing adalah tuturan berita dan pertanyaan. Secara semantis, tuturan 1 bermakna ‟seseorang yang kehabisan rokok‟ dan tuturan 2 bermakna ‟helmnya berada di mana‟. Tuturan 1 menginformasikan sesuatu kepada lawan tutur, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI sedangkan penutur dalam tuturan 2 ingin mendapatkan informasi dari mitra tuturnya. Kedua tuturan itu bila dianalisis secara pragmatis dengan mencermati konteks pemakaiannya akan didapatkan hasil yang berbeda. Misalnya, tuturan 1 dituturkan oleh seorang pemuda kepada temannya yang sama-sama perokok sewaktu akan merokok. Tuturan tersebut dituturkan bukan semata-mata untuk menginformasikan sesuatu, tetapi dimaksudkan untuk meminta sebatang rokok kepada temannya. Demikian pula halnya bila tuturan 2 dituturkan oleh seorang bapak kepada anaknya, tuturan itu tidak dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dari lawan tutur, melainkan dimaksudkan untuk menyuruh mitra tutur mengambilkan helm. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam melakukan studi pragmatik, seseorang harus mengupayakan maksud dari penutur, baik yang diekspresikan secara tersurat maupun yang diungkapkan secara tersirat di balik tuturan, juga konteks yang terjadi saat tuturan berlangsung. Konteks diperlukan oleh pragmatik. Tanpa konteks, analisis pragmatik tidak akan berjalan, karena daya pragmatik itu bergantung pada konteks yang berlangsung pada waktu tuturan diujarkan dalam sebuah peritiwa tutur.

2.2.1.1.1 Konteks

Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi Mulyana: 2005: 21. Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, sangat bergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa. Pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijaya 1996: 2 yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks, dan oleh Searle, Kiefer dan Bierwich dalam Nadar 2009: 5 yang menegaskan bahwa pragmatics is concerned with the way in which the interpretation of syntactically defined expression depend on the particular conditions of their use in the context Pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dan cara menginterpretasi unkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaa ungkapan tersebut dalam konteks. Jadi dalam melakukan studi pragmatik ataupun bidang kajian pragmatik, harus diperhatikan antara penutur, mitra tutur dan konteks. Dimana ketiga hal ini tidak dapat dipisahkan dalam studi pragmatik. Ringkasnya, Leech 1993: 8 mendefinisikan pragmatik sebagai “studi makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar”. Leech 1993: 19 –21 mengungkapkan bahwa situasi ujartutur terdiri atas beberapa aspek. 1. Penutur dan mitra tutur Aspek-aspek yang perlu dicermati dari penutur dan mitra tutur adalah jenis kelamin, umur, daerah asal, tingkat keakraban, dan latar belakang sosial budaya lainnya yang dapat menjadi penentu hadirnya makna sebuah tuturan. 2. Konteks tuturan Konteks tuturan dalam penelitian linguistik mencakup semua aspek fisik dan seting sosial yang relevan dari sebuah tuturan. Konteks yang bersifat fisik disebut koteks cotext, sedangkan konteks seting sosial disebut konteks. Dalam kerangka pragmatik, konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung untuk menginterpretasikan maksud penutur dalam tuturannya. 3. Tujuan tuturan Bentuk-bentuk tuturan muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dengan kata lain, penutur dan mitra tutur terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Secara pragmatik, satu bentuk tuturan dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Sebaliknya, satu maksud atau tujuan tuturan akan dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda. 4. Tuturan sebagai bentuk tindakan Pragmatik menangani bahasa dalam suatu tingkatan yang lebih konkret dibandingkan dengan gramatika. Tuturan disebut sebagai suatu tindakan konkret tindak tutur dalam suasana tertentu. Segala hal yang berkaitan dengannya, seperti jati diri penutur dan mitra tutur yang terlibat, waktu, dan tempat dapat diketahui secara jelas. 5. Tuturan sebagai produk tindak verbal Tuturan pada dasarnya adalah hasil tindak verbal dalam aktivitas bertutur sapa. Oleh sebab itu, tuturan dibedakan dengan kalimat. Kalimat adalah entitas produk struktural, sedangkan tuturan adalah produk dari suatu tindak verbal yang muncul dari suatu pertuturan.

2.2.1.1.2 Tindak Tutur

Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan itu Yule, 2006: 81. Tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan disebut tindak tutur. Tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan mengandung tiga tindak saling berhubungan. 1 Tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. 2 Tindak ilokusi, ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan. Kita membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran. Misalnya, kita menuturkan untuk membuat suatu pertanyaan, tawaran, penjelasan atau maksud-maksud komunikatif lainnya dari kalimat atau ujaran yang kita sampaikan kepada lawan tutur kita. 3 Tindak perlokusi merupakan akibat dari tuturan yang memiliki fungsi dari penutur, dengan bergantung pada keadaan, penutur berasumsi bahwa mitra tutur atau pendengar akan mengenali akibat yang ditimbulakan misalnya untuk menerangkan aroma, atau meminta pendengar untuk meminum kopi yang telah dibuat. Menurut George Yule 2006: 92-94, jenis-jenis tindak tutur ada 5 jenis yaitu, deklarasi, resentatif, ekspresif, direktif, dan komisif. 1. Deklarasi Deklarasi ialah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Contoh: Wasit : Anda ke luar. Contoh di atas menggambarkan, penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu mengubah deklarasi penutur mengubah dunia dengan kata-kata. 2. Representatif Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan termasuk dalam modus berita. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Contoh: Chomsky tidak menulis tentang kacang. Pernyataan di atas merupakan pernyataan suatu fakta dan penegasan, bahwa Chomsky diyakini oleh penutur tidak menulis tentang kacang. Pada waktu menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokan kata-kata dengan dunia kepercayaannya. 3. Ekspresif Ekspresif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh: Sungguh saya minta maaf. Pada contoh tersebut, tindak tutur itu disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuannya menyangkut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pengalaman penutur. Pada waktu menggunakan ekspresif penutur menyesuaikan kata-kata dengan dunia perasaannya. 4. Direktif Direktif ialah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, yang bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Contoh: Dapatkah anda meminjami saya sebuah pena? Contoh di atas merupakan permohonan dari penutur terhadap mitra tutur. Pada waktu menggunakan direktif penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata lewat pendengar. 5. Komisif Komisif ialah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk meningkatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, ikrar, dan lain sebagainya. Tindak tutur ini dapat ditampilakan sendiri oleh penutur sebagai anggota kelompok. Contoh: Saya akan kembali. Contoh di atas merupakan tindak tutur yang berupa janji. Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan kata-kata lewat penutur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Sejalan dengan itu Searle dalam Leech 1993: 163 mengklasifikasikan tindakan ilokusi berdasarkan pada berbagai kriteria. Secara garis besar, kategori Searle dalam Leech 1993: 164-165 ialah sebagai berikut. 1. Asertif Pada ilokusi ini penutur terikan pada kebenaran tuturan yang diujarkan. Tuturan ilokusi ini misalnya, menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. 2. Direktif Ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan petutur. Ilokusi ini misalnya, memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasehat. 3. Komisif Pada ilokusi ini penutur sedikit banyak terikan pada suatu tindakan di masa depan. Ilokusi in misalnya, menjajikan, menawarkan, berkaul.jenis ilokusi ini tidak mengacu pada kepentingan penutur, tetapi pada kepentingan petutur. 4. Ekspresif Ilokusi ini berfungsi untuk mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Ilokusi ini misalnya, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa, dan sebagainya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Deklarasi Jika pelaksanan ilokusi ini berhasil maka akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi tuturan dengan kenyataan. Ilokusi ini misalnya, mengundurkan diri, membabtis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkanmembuang, mengangkat pegawai dan sebagainya. Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya terangkum dalam tabel berikut Yule 2006: 94-95. Tabel 1 5 Fungsi Umum Tindak Tutur Tipe tindak tutur Arah penyesuaian P=penutur X=situasi Deklarasi Kata mengubah dunia P menyababkan X Ref\presentatif Asertif Kata disesuaikan dengan dunia P menyakini X Ekspresif Kata disesuaikan dengan dunia P merasakan X Direktif Kata disesuaikan dengan kata P menginginkan X Komisif Kata disesuaikan dengan kata P memaksudkan X Terdapat 3 bentuk struktural, yakni : deklaratif, interogatif, dan imperatif. Selain itu juga terdapat tiga fungsi komunikasi, yakni : pernyataan, pertanyaan, perintah. Jika terdapat hubungan antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur langsung dan apabila ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi maka terdapat suatu tindak tutur tidak langsung Yule, 2006: 92-94. Contoh: Konteks : Kamar Putri begitu kotor, terlihat kertas-kertas berserakan dan lantai yang berdebu. 1. Bersihkan kamarmu tindak tutur langsung 2. Apa tidak malu jika nanti temanmu datang ke kamar? tindak tutur tidak langsung 3. Biasanya kamar anak perempuan selalu bersih. tindak tutur tidak langsung Putu Wijana dan Rohmadi 2009: 28-30 membagi tindak tutur berdasarkan kesesuaian maksud pembicara dengan makna kata-kata yang menyusunnya, yang dimaksud disini adalah tindak tutur literal dan non literal : 1. Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya makna secara semantis. 2. Tindak tutur nonliteral adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Contoh tindak tutur literal: Konteks : Ketika melewati rumah Reno, Siti melihat mobil Reno yang telah selesai dicucinya. Wahyu : wah, mobilmu bersih sekali. Contoh tindak tutur nonliteral: Konteks : Reno mengendarai mobilnya saat hujan turun dan melewati jalanan yang becek. Wahyu : wah, mobilmu bersih sekali. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Terdapat beberapa macam tindak tutur lainnya yang timbul karena adanya persinggungan atau keterkaitan antara tindak tutur langsung-tidak langsung dengan tindak tutur literal-tidak literal. Bentuk-bentuk tindak tutur tersebut antara lain: 1. Tindak Tutur Langsung Literal Tindak tutur langsung literal adalah tindak tutur yang modus tuturan berkaitan dengan jenis kalimat yang digunakan memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Contoh : Konteks : Didalam kelas, para siswa membuat gaduh saat pelajaran berlangsung. Guru : Anak-anak diam 2. Tindak Tutur Tidak Langsung Literal Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud pengutaraannya, tetapi makna kata-kata yang menyusunnya sesuai dengan apa yang dimaksudkan penutur. Contoh : Konteks : Nia dan Riri akan melakukan perjalanan menuju rumah Reno, padahal cuaca saat itu mendung dan angin berhembus sangat kencang. Nia : Ri, dengan cuaca yang seperti ini, tidak mungkin kita melakukan perjalanan. 3. Tindak Tutur Langsung Tidak Literal Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama dengan maksud penuturnya. Contoh: Konteks : Riri dan Reno sedang duduk berdua di kantin. Riri sedang serius menghabiskan makanannya, tetapi Reno asik mencurahkan isi hatinya kepada Riri. Riri : Bicara saja terus 4. Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal Tindak tutur tidak langsung tidak literal merupakan tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan. Contoh : Konteks: Pukul 07:30 WIB, Nia baru sampai kelas. Padahal pelajaran sudah dimulai pukul 07:00 WIB. Dosen : Sekarang jam berapa ?

2.2.1.1.3 Kaidah Kesantunan Berbahasa

Ada berbagai ukuran untuk menilai atau mengukur apakah sebuah tuturan dinilai santun atau tidak. Selain unsur bahasa, unsur di luar bahasa sangat berpengaruh dalam penentuan kesantunan berbahasa ini. Pranowo 2012: 51 mengungkapkan beberapa alasan mengapa fenomena kesantunan dan ketidaksantunan terus terjadi di masyarakat, antara lain 1 tidak semua orang memahami kaidah kesantunan, 2 ada yang memahami kaidah tetapi tidak mahir menggunakan kaidah kesantunan, 3 ada yang mahir menggunakan kaidah kesantunan tetapi tidak mengetahui bahwa yang digunakan adalah kaidah kesantunan dan 4 tidak memahami kaidah kesantunan dan tidak mahir dalam kesantunan. Kaidah dalam kesantunan memang sulit dibuat, karena jika kaidah kesantunan disusun, dalam praktiknya akan banyak dilanggar sehingga kaidah menjadi tidak efektif dan tidak fungsional. Kelaziman yang dipakai oleh para pakar pragmatik untuk menyebut istilah kaidah digunakan istilah lain, seperti prinsip Grice,1975, keteraturan Brown dan Levinson,1978, maksim Leech, 1983. Beberapa parameter yang dibuat para pakar pragmatik untuk mengetahui kesantunan tersebut akan diuraikan pada bagian di bawah ini.

1. Prinsip Kerja Sama Grice

Agar tuturan dapat diterima secara efektif, peserta tutur patut mempertimbangkan secara seksama aspek-aspek pragmatik yang terlibat atau mungkin terlibat dalam suatu proses komunikasi. Pertuturan akan berlangsung dengan baik apabila penutur dan lawan tutur dalam pertuturan itu menaati prinsip-prinsip kerja sama seperti yang dikemukakan oleh Grice dalam Chaer 2010: 34. Dalam kajian pragmatik, prinsip itu disebut maksim, yakni berupa pernyataan ringkas yang mengandung ajaran atau kebenaran. Setiap penutur diharapkan untuk menaati empat maksim kerjasama, yaitu maksim kuantitas maxim of quantity, maksim kualitas maxim of quality, maksim relevansi maxim of relevance, dan maksim cara maxim of manner. Grice menjabarkan prinsip kerja sama menjadi empat maksim dan beberapa submaksim seperti di bawah ini. 1. Maksim kuantitas: Berilah jumlah informasi yang tepat. a Buatlah sumbangan Anda seinformatif mungkin. b Jangan membuat sumbangan Anda lebih informatif daripada yang diinginkan. 2. Maksim kualitas: Cobalah membuat sumbangan atau kontribusi Anda merupakan suatu yang benar. a Jangan katakan apa yang Anda yakini salah. b Jangan katakan apa yang Anda tidak tahu persis. 3. Maksim relasi: Jagalah kerelevansian. 4. Maksim cara: Tajamkanlah pikiran. a Hindarilah ketidakjelasan ekspresi. b Hindarilah ketaksaan ambiguitas. c Berilah laporan singkat hindarilah laporan yang bertele-tele. d Tertib dan rapilah selalu. Berikut uraian maksim-maksim kerja sama satu per satu oleh Chaer 2010: 34-38. 1 Maksim Kuantitas Maksim kuantitas menjelaskan bahwa setiap penutur diharapkan memberi informasi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh mitra tutur. Bagian-bagian tuturan yang sama sekali tidak mengandung informasi yang sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur akan dapat menandai pelanggaran maksim ini bila dipaksa untuk disampaikan. Jadi, jangan berlebihan. Contoh: A : Ayam saya sudah bertelur B : Ayam saya yang betina telah bertelur Tuturan A di atas telah menaati maksim kuantitas, sedangkan tuturan B tidak, karena berlebihan. Dengan adanya kata betina pada tuturan B yang sebenarnya tidak perlu, karena semua ayam yang bertelur sudah pasti betina. Jadi, kata betina pada tuturan itu memberi informasi yang tidak perlu. 2 Maksim Kualitas Maksim kualitas menjelaskan bahwa setiap peserta tutur diharapkan menyampaikan sesuatu yang benar-benar nyata atau hal yang sebenarnya, hal yang sesuai dengan data dan fakta. Contoh: 1 A: Coba kamu Ahmad, kota Makassar ada di mana ? B: Ada di Sulawesi selatan, Pak. 2 A: Deny, siapa presiden pertama Republik Indonesia ? B: Jendral Suharto, Pak A: Bagus, kalau begitu Bung Karno adalah presiden kedua, ya. Tuturan 1 sudah menaati maksim kualitas karena kata Makassar memang berada di Sulawesi Selatan. Namun, pada tuturan 2 A memberikan kontribusi yang melanggar maksim kualitas dengan mengatakan Bung Karno adalah presiden kedua Republik Indonesia. Karena dengan kontribusi A yang melanggar itu, kemudian B secara cepat akan mencari jawaban mengapa A membuat pernyataan yang salah itu. 3 Maksim Relevansi Maksim relevansi menjelaskan bahwa setiap peserta percakapan hendaknya memberikan kontribusi yang relevan dengan sesuatu yang sedang dipertuturkan. 1 A: Bu, ada telepun untuk ibu B: Ibu sedang di kamar mandi, Nak. 2 A: Pak, tadi ada tabrakan bajaj dan bemo di depan apotek B: Mana yang menang ? Pada tuturan 1 sepintas jawaban B tidak berhubungan, namun bila disimak baik-baik hubungan itu ada. Jawaban 1 B mengimplikasikan atau menyiratkan bahwa saat itu si B tidak dapat menerima telepon secara langsung karena sedang berada di kamar mandi. Maka B secara tidak langsung meminta agar si A menerima telpon itu. Bandingkan dengan komentar 2 B terhadap si A tidak ada relevansinya, sebab dalam peristiwa tabrakan tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah. Kedua pihak sama-sama mengalami kerugian. 4 Maksim Cara Maksim cara menjelaskan bahwa setiap peserta percakapan hendaknya selalu bertutur sapa secara langsung, secara jelas, tidak berlebih-lebihan, dan runtut. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Contoh: 1 A: Kamu datang ke sini mau apa ? B: Mengambil hak saya. 2 A: Barusan kamu dari mana ? B: Dari belakang, habis b-e-r-a-k Pada tuturan 1 tidak menaati maksim cara karena bersifat ambigu. Kata hak saya bisa mengacu pada hak sepatu bisa juga pada sesuatu yang menjadi miliknya. Sedangkan pada tuturan 2 termasuk menaati maksim cara yaitu dengan mengeja huruf demi huruf kata berak. Hal ini dilakukan untuk menghindari pengucapan kata tabu dan menjaga kesopanan. Leech dalam Nadar 2008: 28 berpendapat bahwa prinsip kerja sama yang ditawarkan oleh Grice 1975 tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam penuturan peserta tutur cenderung menggunakan cara yang tidak langsung untuk menyatakan apa yang mereka maksudkan, sehingga tidak mengindahkan maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice tersebut. Melihat hal tersebut, ada beberapa pakar linguis yang menelaah, tetapi tidak berteori, tentang ilokusi tidak langsung itu dalam kaitannnya dengan kesantunan berbahasa. Linguis yang mengaitkan dan berteori tentang kedua hal tersebut adalah Brown dan Levinson 1978 dan Leech 1983.

2. Teori kesantunan Brown dan Levinson

Teori kesantunan berbahasa menurut Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 49 berkisar atas nosi muka face. Semua orang yang rasional mempunyai muka tentunya dalam arti kiasan dan muka itu harus dijaga, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dipelihara, dihormati, dan sebagainya. Muka di dalam pengertian kiasan ini dikatakan terdiri atas dua wujud, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka positif mengacu pada citra diri seseorang bahwa segala yang berkaitan dengan dirinya itu patut dihargai yang kalau tidak dihargai, orang yang bersangkutan akan dapat kehilangan mukanya. Muka negatif mengacu pada citra diri seseorang yang berkaitan dengan kebebasan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kemauanya jika dihalangi, orang yang bersangkutan dapat kehilangan muka. Menurut Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 51, sebuah tindak tutur dapat merupakan ancaman terhadap muka. Tindak tutur seperti ini oleh Brown dan Levinson disebut sebagai face-threatening act FTA, yang menyebabkan penutur yang normal, rasional dan sehat pikiran harus memilih strategi dengan mempertimbangkan situasi atau peritiwa tuturnya, yaitu kepada siapa ia bertutur, dimana, tentang apa, untuk apa, dan sebgainya. Penutur menentukan strategi ini dengan “menghitung” tingkat keterancaman muka berdasarkan jarak sosial penutur-penutur, besarnya perbedaan kekuasaan antara keduanya, serta status relativ jenis tindak tutur yang diujarkan penutur di dalam budaya yang bersangkutan. Penutur menentukan strategi ini dengan mempertimbangkan skala atau parameter kesantunan seperti yang akan diuraikan dalam subbab di bawah. Strategi kesantunan positif dirinci ke dalam lima belas subkategori. Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 53-55 mengilustrasikan semua strategi tersebut dengan tuturan-tuturan di bawah ini. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1 Memperhatikan kesukaan, keinginan, dan kebutuhan pendengar Contoh: “Aduh…baru potong rambut ya.” 2 Melebihkan perhatian, persetujuan, dan simpati kepada pendengar Contoh: “Wah…vas bunganya bagus sekali ya. Beli di mana?” 3 Mengintensifkan perhatian pendengar dengan pendramatisiran peristiwa atau fakta C ontoh: “Saya turun tangga, dan tahu apa yang aku lihat....semua berantakan.” 4 Menggunakan penanda identitas kelompok bentuk sapaan, dialek,jargon atau slang Contoh: “Gimana Sam? Jadi ngikut nggak?” 5 Mencari persetujuan dengan topik yang umum atau mengulang sebagian atau seluruh tuturan. Contoh: A: “Panasnya bukan main ya…” 6 Menghindari ketidaksetujuan dengan pura-pura setuju, persetujuan yang semu, menipu untuk kebaikan, pemagaran opini Contoh: A: “Besok tolong ini diselesaikan semua ya?” B: “Baik.”Padahal sebenarnya tidak mau menyelesaikan 7 Menunjukkan hal-hal yang dianggap mempunyai kesamaan melalui basa- basi Contoh: “Gimana, kemarin kamu nonton tinju, kan?” 8 Menggunakan lelucon Con toh: “Motormu yang sudah butut itu sebaiknya untukku saja.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9 Menyatakan paham atas keinginan pendengar Contoh: “Aku tahu kamu tidak menyukai pesta. Tapi yang ini sangat luar biasa…datang ya.” 10 Menawarkan, berjanji Contoh: “Aku pasti akan mengirimkannya minggu depan. Jangan kuatir.” 11 Bersikap optimis Contoh: “Nggak masalah. Semua ini akan dapat diatasi dengan baik.” 12 Melibatkan penutur dan petutur dalam aktivitas Contoh: “Sebaiknya, kita istirahat dahulu.” 13 Memberi atau meminta alasan Contoh: “Mengapa kamu nggak jadi datang ke rumahku?” 14 Menyatakan huhbungan secara timbal balik Contoh: “Aku akan menyelesaikan ini untukmu, kalau kamu mau membuatkan aku masakan yang lezat.” 15 Memberi hadiah kepada petutur Contoh: “Saya akan membantumu pada setiap waktu. Strategi kesantunan negatif dirinci ke dalam delapan subkategori. Brown dan Levinson dalam Chaer 2010: 52-53 mengilustrasikan semua strategi tersebut dengan tuturan-tuturan di bawah ini 1 Menggunakan ujaran tidak langsung Contoh: Bolehkah saya minta tolong Ibu mengambilkan buku itu ? 2 Pertanyaan kalimat berpagar Contoh: Saya sejak tadi bertanya-tanya dalam hati, apakah Bapak mau menolong saya? 3 Bersikap pesimis Contoh: Saya ingin minta tolong, tetapi saya takut Bapak tidak bersedia. 4 Meminimalkan paksaan Contoh: Boleh saya mengganggu Bapak sebentar ? 5 Memberi penghormatan Contoh: Saya memohon bantuan Ibu, saya tahu Ibu selalu berkenan membantu orang. 6 Meminta maaf Contoh: Sebelumnya saya minta maaf atas kenakalan anak saya ini, tetapi.. 7 Pakailah bentuk impersonal yaitu dengan tidak menyebutkan penutur dan lawan tutur. Contoh: Tampaknya meja ini perlu dipindahkan. 8 Menyatakan tindakan pengancaman muka sebagai aturan yang bersifat umum. Contoh: Penumpang tidak diperkenankan merokok di dalam bus.

3. Kaidah Kesantunan Leech

Berbeda dengan Grice, Brown dan Levinson, Leech 1993: 161 melihat sopan santun dari sudut pandang petutur dan bukan dari sudut pandang penutur. Leech 1993: 166 menyatakan bahwa tuturan yang sopan bagi petutur atau pihak ketiga bukan merupakan tuturan yang sopan bagi penutur, begitu pula sebaliknya. Prinsip kesantunan Leech berhubungan dengan dua PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI pihak, yaitu pihak diri dan lain. Diri ialah penutur dan lain adalah petutur, dalam hal ini lain juga dapat menunjuk kepada pihak ketiga baik yang hadir maupun yang tidak hadir dalam situasi tutur Leech 1993: 206. Leech merumuskan prinsip kesantunannya dalam enam maksim. Keenam maksim tersebut adalah sebagai berikut. 1. Maksim kebijaksanaan tact maxim a. Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin b. Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin 2. Maksim Kedermawanan Generosty Maxim a. Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin b. Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin 3. Maksim Pujian Approbation Maxim a. Kecamlah orang lain sedikit mungkin b. Pujilah orang lain sebanyak mungkin 4. Maksim Kerandahan Hati Modesty Maxim a. Pujilah diri sendiri sedikit mungkin b. Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin 5. Maksim Kesepakatan Agreement Maxim a. Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dan lain terjadi sesedikit mungkin b. Usahakan agar kesepakatan antara diri dan lain terjadi sebanyak mungkin 6. Maksim Simpati Sympathy maxim PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI a. Kurangi rasa antipati antara diri dan lain hinggga sekecil mungkin b. Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan lain. Berikut uraian setiap maksim kesopanan itu. 1 Maksim kebijaksanaan Maksim kebijaksanaan mengharuskan penutur untuk meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan orang lain. Maksim ini dilaksanakan dengan bentuk tuturan impositif dan komisif. Tuturan impositif adalah bentuk tuturan yang digunakan untuk menyatakan perintah. Tuturan komisif adalah tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji, penawaran, dll. Berkaitan dengan itu, Leech 1993: 168 mencontohkan beberapa tuturan di bawah ini secara berurutan berdasarkan tingkat kesantunannya. Ketaklangsungan Kurang Sopan 1 Answer the phone. Angkat telepon 2 I want you to answer the phone. Saya ingin kamu angkat telepon? 3 Will you answer the phone? Maukah Anda mengangkat telepon? 4 Can you answer the phone? Dapatkah Anda mengangkat telepon? 5 Would you mind answering the phone? Apakah Anda keberatan mengangkat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI telepon? 6 Could you possibly answer the phone? Apa mungkin Anda mengangkat telepon? Lebih Sopan Keenam tuturan itu digunakan untuk memerintah mitra tutur mengangkat telepon. Namun, tuturan 6 memiliki kadar kesantunan tertinggi daripada kelima tuturan lainnya. Penutur telah meminimalkan kerugian orang lain dan memaksimalkan keuntungan orang lain melalui pemilihan tuturan tersebut. 2 Maksim Kedermawanan Maksim kedermawanan mengharuskan penutur untuk meminimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan kerugian diri sendiri. Maksim ini diutarakan dengan tuturan impositif dan komisif. Sebagai ilustrasi atas pernyataan itu, Leech 1993: 210 memberikan contoh tuturan berikut. 1 Could I borrow this electric drill? „Dapatkah saya pinjam bor listrik ini?‟ 2 Could you lend me this electric drill? „Dapatkah kamu meminjamkan bor listrikmu kepada saya?‟ Tuturan 1 lebih santun daripada tuturan 2. Tuturan 1 secara halus telah menghilangkan acuan pada kerugian mitra tutur dengan menggunakan kata saya daripada kata kamu. Hal itu disebabkan oleh berpusatnya maksim ini kepada konsep diri atau penutur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3 Maksim Pujian Maksim pujian mengharuskan penutur untuk meminimalkan kecaman terhadap orang lain, tetapi harus memaksimalkan pujian kepada orang lain itu. Maksim ini diungkapkan dengan bentuk tuturan ekspresif dan asertif. Sebagai ilustrasi, Leech 1993: 212 memberikan contoh tuturan di bawah ini. 1 What a marvellous meal you cooked. „Masakanmu enak sekali‟. 2 What an owful meal you cooked. „Masakanmu sama sekali tidak enak‟. Tuturan 1 dianggap lebih sopan daripada tuturan 2. Tuturan 1 mengungkapkan sebuah pujian, sedangkan tuturan 2 mengecam kepada mitra tuturnya. Contoh dalam bahasa Indonesia dapat dipertimbangkan melalui tuturan 3. Tuturan ini diungkapkan seorang istri kepada suaminya yang telah membantu untuk memasak. 3 “Bapak memang tidak hanya pandai mengasuh anak-anak, tetapi juga pandai membantu ib u di dapur.” 4 Maksim Kerendahan Hati Maksim kerendahan hati mengharuskan penutur untuk meminimalkan pujian kepada dirinya, tetapi harus mengecam diri sendiri sebanyak mungkin. Seperti halnya maksim pujian, maksim ini juga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI diungkapkan dengan bentuk tuturan ekspresif dan asertif. Untuk itu, Leech 1993: 214 mencontohkan dengan tuturan berikut. 1 Please accept this small as a token of our esteem. „Terimalah hadiah yang kecil ini sebagai tanda penghargaan kami‟. Tuturan 1 sesuai dengan maksim ini karena penutur telah meminimalkan pujian atau kemurahan hati diri sendiri. Hal ini dapat dibandingkan dengan contoh dalam bahasa Indonesia berikut. 2 “Maaf Pak, semoga Bapak sudi menerima kenang-kenangan yang tidak berharga dari kami semua yang merasa berhutang budi atas kebaikan Bap ak membimbing kami selama ini.” Tuturan 2 dituturkan seorang kepala desa kepada wakil dari rombongan penyuluh pertanian. Peristiwa itu terjadi saat rombongan penyuluh akan meninggalkan desa tempat mereka berpraktik. 5 Maksim Kesepakatan Maksim kesepakan mengharuskan seseorang untuk memaksimalkan kesepakatan dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksepakatan dengan orang lain. Maksim ini diungkapkan dengan bentuk tuturan asertif. Leech 1993: 217 memberikan contoh sebagai ilustrasi maksim ini. 1 A : It was an interesting exhibition, wasn’t it? „Pamerannya menarik, bukan?‟ B : No, it was very uninteristing. „Tidak, pamerannya sangat tidak menarik‟. Jawaban B terasa kurang santun karena melanggar maksim kesepakatan yang menggariskan agar memaksimalkan kesepakatan dengan orang lain. Hal ini dapat dipertimbangkan dengan contoh berikut. 2 A : “Ujiannya tadi sulit sekali, ya?” B : “Betul, kepalaku sampai pusing.” Jawaban B telah mematuhi maksim ini dengan cara memaksimalkan kesepakatan dengan A. 6 Maksim Kesimpatian Maksim kesimpatian mengharuskan penutur dan mitra tutur memaksimalkan rasa simpati dan meminimalkan rasa antipati di antara mereka. Maksim ini diperlukan untuk mengungkapkan suatu kesantunan karena setiap orang perlu bersimpati terhadap prestasi yang dicapai atau musibah yang melanda orang lain. Maksim ini diungkapkan dengan bentuk tuturan asertif. Leech 1993: 219 mencontohkan ucapan selamat berikut untuk menunjukkan kepatuhan terhadap maksim simpati. 1 I’m delighted to hear about your cat. „Saya senang sekali mendengar tentang kucingmu‟. Penutur mengucapkan selamat atas kemenangan kucing temannya yang menjuarai kontes kucing. Contoh dalam bahasa Indonesia dapat dipertimbangkan tuturan berikut. 2 “Sabar dan tawakal, ya. Kami yakin pada ujian tahun depan kamu akan dapat menyusul kami.” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Tuturan 2 merupakan ucapan simpati dari penutur kepada salah seorang temannya yang gagal ujian masuk perguruan tinggi. Dengan melihat paparan di atas, kini dalam menentukan santun tidaknya suatu tuturan dapat diketahui, yakni dengan melihat kaidah kesantunan dari Grice, Brown dan Levinson juga Leech. Akan tetapi, dalam kenyataannya prinsip-prinsip kerjasama Grice tidak selalu dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam penuturan peserta tutur cenderung menggunakan cara yang tidak langsung untuk menyatakan apa yang mereka maksudkan dan juga prinsip nosi muka face dari Brown dan Levinson masih kurang terperinci jadi tidak mudah untuk dipahami. Melihat hal tersebut, maka kaidah kesantunan berbahasa dari Leech masih dianggap yang paling lengkap, paling mapan dan relatif paling komprehensif. Dengan menerapkan kaidah kesantunan dari Leech, maka diharapkan suatu tuturan dapat menjadi lebih santun dan proses komunikasi pun dapat berjalan dengan lebih baik. Sejalan dengan ukuran untuk menentukan kesantunan berbahasa, Leech kembali membuat ukuran kesantunan yang dinamakan dengan skala kesantunan. Dalam Rahardi 2005: 66-68 dijelaskan bahwa dalam model kesantunan Leech, setiap maksim interpersonal itu dapat dimanfaatkan untuk menentukan peringkat kesantunan sebuah tuturan, berikut penjelasan mengenai skala kesantunan dari Leech: 1. Cost benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. 2. Optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan options yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut dianggap tidak santun. 3. Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. 4. Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial rank rating antara penutur dan dengan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur. Selain menggunakan kaidah dan skala kesantunan untuk mengukur suatu tuturan, seperti halnya bidang kajian lain dalam menentukan kesantunan berbahasa juga diperlukan indikator-indikator, terutama mengenai penggunaan kata diksi. Pranowo 2009 :104 memberikan saran agar tuturan dapat mencerminkan rasa santun, misalnya: 1 Gunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan pada orang lain. 2 Gunakan kata “maaf” untuk tuturan yang diperkirakan akan menyinggung perasaan lain. 3 Gunakan kata “terima kasih” sebagai penghormatan atas kebaikan orang lain. 4 Gunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan orang lain melakukan sesuatu. 5 Gunakan kata “beliau” untuk menyebut orang ketiga yang dihormati. 6 Gunakan kata “bapakibu” untuk menyapa orang ketiga. Dengan adanya indikator kesantunan dalam berkomunikasi, maka diharapkan kajian mengenai kesantunan dapat dilakukan dengan mengimplementasikannya ke dalam bidang lain seperti halnya pendidikan, karena pada dasarnya bidang kajian kesantunan berbahasa bahkan pragmatik jarang diimplementasikan ke dalam bidang pendidikan padahal pengaruhnya akan baik. Implementasi indikator kesantunan dalam berkomunikasi digunakan agar kegiatan berbahasa dapat mencapai tujuan. Lebih jelasnya Pranowo 2009: 110 menguraikan hal-hal yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat mencapai tujuan, yakni sebagai berikut. 1 Perhatikan situasinya. 2 Perhatikan mitra tuturnya. 3 Perhatikan pesan yang disampaikan. 4 Perhatikan tujuan yang hendak dicapai. 5 Perhatikan cara menyampaikan. 6 Perhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat. 7 Perhatikan ragam bahasa yang digunakan. 8 Perhatikan relevansi tuturannya. 9 Jagalah martabat atau perasaan mitra tutur. 10 Hindari hal-hal yang kurang baik bagi mitra tutur konfrontasi dengan mitra tutur. 11 Hindari pujian untuk diri sendiri. 12 Berikan keuntungan pada mitra tutur. 13 Berikan pujian pada mitra tutur. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 Ungkapkan rasa simpati pada mitra tutur. 15 Ungkapkan hal-hal yang membuat mitra tutur menjadi senang. 16 Buatlah kesepahaman dengan mitra tutur. Berdasarkan kaidah, skala dan indikator kesantunan yang telah dijelaskan di atas, maka kesantunan dapat diukur atau diketahui, begitu halnya dengan kegiatan pembelajaran diskusi kelas, karena dalam proses diskusi terdapat interaksi dan tuturan serta konteks sehingga dapat dianalisis mengenai kesantunan berbahasa tuturan santun dan tidak santun dan penanda kesantunan berbahasa dalam kegiatan pembelajaran yakni diskusi kelas.

2.2.1.2 Diskusi

Diskusi merupakan sarana untuk bertukar pikiran, dengan melibatkan beberapa atau bahkan banyak orang. Menurut Sukiat 1979: 6 diskusi adalah suatu percakapan terarah dengan tujuan untuk bertukar pendapat, atau pandangan-pandangan dan pengalaman-pengalaman terhadap suatu permasalahan, dimana pendapat yang berbeda-beda itu dapat berpadu menjadi satu menuju pada pemecahan masalah yang dihadapi. Diskusi banyak dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran, karena dengan diskusi dapat menambah pengetahuan, informasi, meluaskan pengalaman bahkan membuka pendangan baru para peserta diskusi yang terlibat. Disamping itu, dengan diskusi dapat menjadi tempat peserta diskusi untuk berkoordinasi karena adanya kontak dan komunikasi. Dengan adanya kontak dan komunikasi, maka dalam diskusi diharapkan para peserta yang telibat dapat menggunakan tuturan yang santun, agar proses diskusi dapat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI berjalan dengan baik dan tidak menimbulkan kesalahpahaman yang mengakibatkan perpecahan. Akan tetapi, masih saja banyak dijumpai tuturan yang tidak santun pada saat diskusi sehingga proses diskusi menjadi kacau dan tidak terarah. Pemilihan kata dan gaya bahasa dalam tuturan menjadi sangat penting untuk diperhatikan bagi penutur dan mitra tutur. Agar diskusi bisa berlajan lebih santun, dapat digunakan pendapat dari Pranowo 2012: 59-67 berikut. 1 Penutur berbicara wajar dengan akal sehat. Bertutur secara santun tidak perlu dibuat-buat, tetapi sejauh penutur berbicara secara wajar dengan akal sehat, tuturan akan terasa santun. Tuturan dapat dikatakan santun karena penutur berbicara secara “prasaja”, tidak dilebih-lebihkan dan tidak ada motivasi untuk menggurui, mendikte, apalagi menyinggung perasaan orang lain. 2 Penutur mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan. Setiap bertutur, penutur hendaknya selalu mengedepankan pokok masalah yang diungkapkan, kalimat tidak perlu berputar-putar agar pokok masalah tidak kabur. Tuturan menjadi santun jika penutur ketika mengemukakan pokok masalah memang hanya khusus yang berkaitan dengan pokok masalah. 3 Penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tutur. Komunikasi akan selalu berkadar santun jika penutur selalu berprasangka baik kepada mitra tutur, sehingga tidak ada alasan bagi penutur akan menjatuhkan mitra tuturnya. 4 Penutur bersikap terbuka dan menyampaikan kritik secara umum. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Komunikasi akan terasa santun jika penutur berbicara secara terbuka dan seandainya menyampaikan kritik disampaikan secara umum, tidak ditujukan secara khusus pada person tertentu. Dengan demikian, komunikasi yang santun tidak harus menghindari penyampaian kritik. 5 Penutur menggunakan bentuk lugas, atau bentuk pembelaan diri secara lugas. Komunikasi dapat dinyatakan secara santun jika penutur menggunakan bentuk tuturan yang lugas, tidak perlu ditutup-tutupi, meskipun kadang- kadang mengandung sindiran. 6 Penutur mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius. Komunikasi masih akan terasa santun jika penutur mampu membedakan tuturan sesuai dengan situasinya. Meskipun masalah yang dibicarakan bersifat serius, tetapi jika penutur mampu menyampaikan tuturan itu dengan nada bercanda, komunikasi menjadi lancar dan masih santun. Dengan memperhatikan pendapat dari Pranowo di atas, diharapkan proses diskusi yang terjadi dalam pembelajaran akan lebih santun dibandingkan sebelum-sebelumnya. Dengan demikian proses diskusi akan berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan perdebatan. Apabila semua yang terlibat dalam diskusi dapat menggunakan hal tersebut, maka diskusi secara santun bisa terjadi dan hal ini akan sangat membantu proses pembelajaran tersebut karena hal ini juga sejalan dengan prinsip kesantunan. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, bahwa dalam berdiskusi tidak hanya melibatkan satu orang, dan orang-orang tersebut memiliki perannnya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI masing-masing. Menurut Henrikus 1991: 96, setidaknya dalam diskusi ada pemimpin diskusi moderator, dan peserta diskusi, di mana setiap dari mereka memiliki tugas dan aturan tersendiri. Tugas dan aturan tersebut sebutkan dalam Parera 1988: 186-188, yakni : 1. Tugas dan aturan pemimpin diskusi moderator Tugas dari pemimpin diskusi moderator: 1. Menjelaskan tujuan dan maksud diskusi. 2. Menjamin pelangsungan diskusi secara teratur dan tertib. 3. Memberikat stimulasi, anjuran, ajakan, agar setiap peserta benar-benar mengambil bagian dalam diskusi tersebut. 4. Menyimpulkan dan merumuskan setiap pembicaraan, serta kelak membuat beberapa kesimpulan persepakatan dan persetujuan bersama. 5. Mempersiapkan laporan kelak. Adapun aturan dari pemimpin diskusi moderator, yaitu: 1. Berkepribadian. 2. Mempunyai pengertian dan simpati terhadap orang lain. 3. Mempunyai sensitivitas mengerti dan merasakan. 4. Tidak memihak. 5. Mempunyai perasaan humor, melucu. 6. Inteligen dan berkemampuan untuk memutuskan. 7. Mempunyai bakat untuk menjiwai sesuatu. 8. Berbakat berbicara dan mendengarkan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Tugas dan aturan peserta diskusi, yaitu: Tugas dari peserta diskusi: 1. Menunjukkan solidaritas dan partisipasi. 2. Menjaga suasana yang nyaman dan segar untuk diskusi. 3. Membuat beberapa usul dan sugesti saran. 4. Memberikan pendapat dan informasi. 5. Meminta pendapat dan informasi sebanyak mungkin. 6. Mengajukan pertanyaan dan meminta dasar pendirian seseorang. 7. Mengajukan keberatan dan mengajukan contoh serta bukti. 8. Mengusulkan kesimpulan, meminta kesimpulan, dan juga dapat menyimpulkan bersama. 9. Memusatkan perhatian dalam diskusi. Adapun aturan dari peserta diskusi : 1. Peserta diskusi tidak boleh bersikap agresif dan reaksioner. 2. Peserta diskusi tidak boleh bersikap menutup diri, takut mengeluarkan pendapat. 3. Peserta diskusi tidak boleh terlalu banyak bicara, berbelit- belit atau bicara berbisik-bisik dengan teman atau rekan samping. 4. Menunjukkan sikap acuh tak acuh. Dari tugas dan aturan yang telah disebutkan di atas, jika dicermati maka keterampilan berbicara amatlah diperlukan, baik bagi pemimpin diskusi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI moderator maupun peserta diskusi. Jika salah satu dari keduanya atau bahkan keduanya berbicara sesuka hatinya, maka kegiatan berdiskusi dapat gagal atau tidak berjalan dengan lancar. Itulah yang sering terjadi dalam proses diskusi, terlebih diskusi di dalam kelas pembelajaran. Dengan kata lain, kesantunan dalam berdiskusi sangatlah dibutuhkan, agar arah pembicaraan bisa jelas dan saling menghargai satu sama lain.

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian Penggunaan dan Penyimpangan Prinsip Kesantunan Berbahasa dalam Diskusi Kelas Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2014 ini menganalisis penggunaan dan penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa pada kegiatan diskusi kelas, mahasiswa angkatan 2014. Data berupa tuturan percakapan yang terjadi pada saat kegiatan diskusi kelas yang melanggar dan mematuhi maksim-maksim kesantunan. Ada pengukur kesantunan yang digunakan untuk menentukan tuturan pada pelaksanaan kegiatan diskusi, yakni maksim-maksim kesantunan berbahasa dari Leech dan strategi kesantunan Brown dan Levinson. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Kesantunan Berbahasa dalam Diskusi Kelas Mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Angkatan 2014 Tuturan yang terjadi pada saat diskusi kelas, mahasiswa PBSI angkatan 2014 Kajian pragmatik Kaidah kesantunan Leech Strategi kesantunan Brown Levinson Pematuhan dan pelanggaran Tuturan Santun Tututran Tidak santun Kesantunan berbahasa dalam diskusi kelas mahasiswa PBSI angkatan 2014 Universitas Sanata Dharma Prinsip kesantunan 49

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam metode penelitian ini akan dibahas mengenai lima hal, 1 jenis penelitian, 2 sumber data penelitian, 3 teknik pengumpulan data, 4 instrumen penelitian, 5 teknik analisis data. Kelima hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian kesantunan berbahasa pada kegiatan diskusi kelas mahasiswa Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Angkatan 2014 ini, menggunakan jenis penelitian yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif, yaitu metode paparan hasil temuan berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang diperoleh berdasarkan data yang dikumpulkan dari lapangan. Menurut Catherine Marshal dalam Sarwono 2006: 193 penelitian kualitatif didefinisikan sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia. Sejalan dengan hal ini, Moleong 2006: 6 berpendapat bahwa penelitian kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, tidakan, dll secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Pendekatan deskriptif kualitatif yang diamksud adalah penelitian yang akan memberikan berbagai penggunaan tuturan dan kesantunan berbahasa, serta