42
Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X
bersama. Pernikahan, selain melibatkan dua orang yang berbeda kelamin, juga mempertemukan dua buah keluarga. Karena keis-
timewaannya nilai sebuah perkawinan, manusia pun berusaha agar momentum tersebut diperlakukan secara spesial. Oleh karena
itu, sebuah upacara pun digelar sebagai tanda bahwa pernikahan mereka adalah suci.
Tiap-tiap daerah di Indonesia memiliki tata cara yang ber- beda dalam hal upacara perkawinan. Masing-masing mempunyai
peraturan sendiri. Pada suku Batak dan Bali, misalnya, perkawi- nan dilangsungkan di rumah pihak lelaki. Sementara, di Sunda
atau Jawa pernikahan diadakan di rumah pihak perempuan.
Upacara pun dilakukan ketika seorang didaulat menjadi ke- pala suku. Sebelum masa praaksara, masyarakat Nusantara telah
menganggap pentingnya kedudukan seorang kepala suku dalam sebuah komunitas. Kriteria seorang pemimpin suku ini di anta-
ranya: harus kuat jasmani-rohani, memiliki kekuatan magis, kha- rismatik, dan berpengalaman melebihi orang-orang sekitarnya.
Kepala suku ini akan berperan sebagai pelindung sukunya dari berbagai ancaman suku lain, binatang liar, dan wabah penyakit.
Ia pun akan dijadikan sebagai penasihat bagi anggota sukunya, pemimpin dalam upacara-upacara penguburan atau perkawinan.
Pada masyarakat tradisional, peperangan antar suku merupakan hal lazim terjadi. Biasanya, hal-hal yang menjadi penyebab pepe-
rangan ini adalah masalah perbatasan wilayah, adanya pertikaian antarpribadi yang berbeda suku asal, mempertahankan harga diri
suku masing-masing, atau memang untuk membuktikan siapa pihak terkuat. Oleh karena itu, guna memenangkan peperangan
masing-masing pihak yang berseteru mengharapkan kekuatan yang lebih. Untuk memperoleh kekuatan itu, mereka minta arwah
atau roh leluhur untuk membantu mereka. Secara umum dapat kita simpulkan bahwa upacara-upacara dikaitkan dengan adanya
kepercayaan yang menampilkan tokoh yang disakralkan. Di lain pihak upacara-upacara juga dapat menjelaskan masa lalu dan
kesadaran masyarakat terhadap masa lalunya, contohnya adalah pada masyarakat agraris dengan upacara penghormatan terhadap
Dewi Sri selain itu pada masyarakat pantai muncul upacara untuk menghormati tokoh Nyi Roro Kidul.
6. Nyanyian Rakyat Folksongs
Nyanyian rakyat adalah salah satu bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara masyarakat
tertentu dan berbentuk tradisional serta banyak memiliki varian. Dalam nyanyian rakyat kata-kata dan lagu merupakan satukesa-
tuan yang tak terpisahkan. Akan tetapi, teks yang sama tidakselalu dinyanyikan dengan lagu yang sama. Sebaliknya, lagu yangsama
sering dipergunakan untuk menyanyikan beberapa teks nyanyian
Di unduh dari : Bukupaket.com
43
Bab 2 Tradisi Sejarah Masyarakat Indonesia Sebelum dan Sesudah Mengenal Aksara.
rakyat yang berbeda. Nyanyian rakyat memiliki perbedaan dengan nyanyian lainnya, seperti lagu pop atau klasik. Hal ini karena sifat
dari nyanyian rakyat yang mudah dapat berubah-ubah, baik ben- tuk maupun isinya. Sifat tidak kaku ini tidak dimiliki oleh bentuk
nyanyian lainnya. Nyanyian rakyat lebih luas peredarannya pada suatu masyarakat dari pada lagu-lagu lainnya. Karena nyanyian
rakyat beredar, baik di kalangan melek huruf maupun buta huruf, kalangan atas maupun kalangan bawah. Umur nyanyian rakyat
pun lebih panjang daripada nyanyian pop. Bentuk nyanyian rakyat juga beraneka ragam, yakni dari yang paling sederhana sampai
yang cukup rumit. Penyebarannya melahirkan tradisi lisan me- nyebabkan nyanyian rakyat cenderung bertahan sangat lama dan
memiliki banyak varian-varian. Nyanyian rakyat memiliki fungsi sebagai pelipur lara, nyanyian jenaka, nyanyian untuk mengiringi
permainan anak-anak, dan nyanyian “Nina Bobo”. Fungsi yang kedua adalah sebagai pembangkit semangat, seperti nyanyian
kerja ”Holopis Kuntul Baris”, nyanyian untuk baris-berbaris, perjuangan dan sebagainya. Fungsi ketiga adalah untuk meme-
lihara sejarah setempat, dan klen. Di Nias ada nyanyian rakyat yang disebut Hoho, yang dipergunakan untuk memelihara silsilah
klen besar orang Nias yang disebut Mado. Fungsi keempat adalah sebagai protes sosial, mengenai ketidakadilan dalam masyarakat,
negara bahkan dunia.
Dari berbagai jenis nyanyian rakyat, yang dapat dipertim- bangkan sebagai salah satu sumber dari penulisan sejarah adalah
nyanyian rakyat yang bersifat berkisah, nyanyian rakyat yang tergolong dalam kelompok ini adalah Balada dan Epos. Perbedaan
antara balada dan epos terletak pada tema ceritanya. Tema cerita balada mengenai kisah sentimentil dan romantis, sedangkan epos
atau wiracarita mengenai cerita kepahlawanan. Keduanya memi- liki bentuk bahasa yang bersajak. Nyanyian yang bersifat berkisah
ini banyak terdapat di Indonesia. Di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali terdapat epos yang berasal dari epos besar
Mahabarata dan Ramayana. Nyanyian rakyat di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga di sebut sebagai ”Gending”. Gending-gending
Gambar 2.13 Permainan didong di Gayo, Aceh; tampak
kedua kelompok bertanding dengan menyanyikan pantun.
Sumber Indonesian Heritage: Bahasa dan Sastra
Di unduh dari : Bukupaket.com
44
Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X
tersebut masih dibagi ke dalam beberapa jenis seperti Sinom, Pucung dan Asmaradhana, Balada di Jawa Barat diwakili oleh
Pantun Sunda.
Seorang sarjana Belanda bernama C.M. Pleyte telah men-
gumpulkan pantun Sunda mengenai Lutung Kesarung 1910 dan Nyai Sumur Bandung 1911. Penelitian pantun Sunda berikutnya
dilakukan oleh Ajip Rosidi yang berhasil mengumpulkan 26 pantun Sunda dan 14 di antaranya sudah diterbitkan pada tahun
1973. Di antara Pantun Sunda yang berhasil direkam oleh Ajip Rosidi tersebut antara lain: ”Tjarita Mundinglaja di Kusuma”,
”Tjerita Nyi Sumur Bandung”, dan ”Tjarita Demung Kalagan”. Kebanyakan teks pantun-pantun itu panjang.
C. TRADISI SEJARAH MASYARAKAT INDONESIA SETELAH MENGENAL AKSARA