73
Bab 3 Metode-Metode Penelitian Sejarah
sejarah dari benda aslinya maka semakin besar kemungkinan terjadi pembiasan makna. Demikian halnya, semakin banyak sumber
sejarah yang ditemukan, semakin cermat para ahli sejarah melakukan penyusunan sejarah. Dengan terbukanya penemuan-
penemuan baru bagi peninggalan-peninggalan sejarah maka selalu terbuka kemungkinan untuk melakukan revisi terhadap tulisan
atau karya sejarah yang ada. Dan memang karya sejarah yang banyak memakai sumber-sumber primer lebih tinggi nilainya
daripada karya sejarah yang bardasarkan sumber-sumber sekunder.
Lebih lanjut kita dapat membagi-bagi sumber-sumber tertulis yang kita bedakan bedakan antara sumber resmi serta
sumber formal dan informal. Ada dokumen resmi formal dan dokumen resmi informal. Adapula dokumen tak resmi formal
dan dokumen tak resmi informal, Keputusan-Presiden RI mangenai pengangkatan Sekretaris Jenderal Dewan Pertahanan-
Keamanan Nasional, adalah dokumen resmi formal. Surat dari Kepala Staf Umum HAN KAM, kepada Panglima K0STRANAS
yang berupa ’’’kattebelletje’
mengenai palaksanaan fiald test adalah suatu dokumen resmi informal, karena ditulis oleh seseorang
sebagai pejabat kepada pejabat yang lain tetapi cara menulisnya ’’biasa
”
. Surat Jenderal Tri Sutrisno sebagai pribadi kepada Kepala
sekolah mengenai hal ihwal putra beliau adalah dokumen tak resmi formal karena ditulis sebagai bukan pejabat akan tetapi
ditulis dengan surat yang memenuhi syarat-syarat surat menyurat formal. Dan akhirnya surat dari perjalanan dari Jenderal Try
Sutrisno kepada ibu Try Sutrisno mengenai urusaan rumah tangga yang ditinggalkan beliau merupakan dokumen tak resmi informal.
Setelah mengenali pelbagai macam sumber, kita harus mengetahui pula kita dapat menemukan pelbagai sumber itu.
Sumber-sumber benda pada umumnya disimpan di dalam museum-museum atau koleksi-koleksi pribadi. Kecuali museum
-museum umum seperti museum Gedung Gajah di Jakarta, kita mempunyai beberapa museum militer seperti Museum Angkatan
Darat di Yogyakarta, Museum Polisi Militer di Jakarta serta museum Kodam Siliwangi dan Brawijaya masing-masing di
Bandung dan Malang.
1. Fakta Mental dalam Sejarah
Apa yang disebut dengan fakta mental? Dalam penelitian sejarah, selain diperlukan fakta atau bukti yang bersifat material, dengan
arti dapat dipegang, dilihat, dibaca, diperlukan juga fakta atau bukti yang bersifat nonmateri atau nonfisik.
Fakta yang bersifat nonfisik inilah yang disebut fakta mental. Fakta mental ini behubungan dengan masalah kejiwaan, rohaniah,
dan watak manusia. Dari fakta mental ini kita dapat lebih memahami suatu peristiwa, dari latar belakangnya. Jalannya
Di unduh dari : Bukupaket.com
74
Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X
peristiwa hingga akhir peristiwa. Misalnya, mental orang Aceh yang keras dan tak mudah menyerah, mengakibatkan pihak
Belanda kewalahan dalam menghadapi perlawanannya.
Contoh lain adalah fakta mental bahwa sebagian orang Indonesia dapat mudah dipecah-belah oleh politik adu-domba bangsa
asing yang menjajahnya. Oleh karena itu, mental sebuah suku atau bangsa sangat memengaruhi perjalanan sejarah bangsa atau suku
yang bersangkutan. Fakta mental lainnya adalah rasa trauma dan takut akan kejadian yang pernah dialaminya. Seorang mantan
tahanan politik yang pernah dipenjara di Pulau Buru oleh pemerintahan Soeharto karena dicurigai sebagai simpatisan PKI
yang terlibat dalam Gerakan 30 September 1965, akan cenderung membenci segala sesuatu yang berhubungan pemerintah Orde Baru.
Begitu pula, orang Irak yang saudara atau kerabatnya meninggal pada masa atau setelah agresi Amerika Serikat tahun
2003 atas Irak, akan mengalami guncagan batin sebagai akibatnya. Mereka akan selalu mengingat betapa mengerikannya akibat yang
ditimbulkan oleh peperangan. Selanjutnya, Amerika akan terus dicap sebagai bangsa penjajah oleh orang-orang Irak, meski tak
semua warga negara Amerika ikut perang dan menyetujui perang tersebut. Di samping kebencian terhadap Amerika, kekacauan
yang makin parah, dengan banyaknya bom bunuh diri, menggoncangkan secara psikologis rakyat Irak.
2. Fakta Sosial dalam Sejarah
Masalah sosial dalam masyarakat dapat memengaruhi peristiwa sejarah. Bahkan tak jarang, sebuah peristiwa sejarah bisa terjadi
karena suatu masalah sosial yang sebelumnya dianggap sepele.
Gambar 3.7 Pramoedya Ananta Toer sastrawan
Lembaga Kebudayaan Rakyat yang berada di bawah naungan
PKI, yang pernah mendekam di Pulau Buru sebagai tahanan
politik, begitu pesimis terhadap pemerintahan Orba.
Sumber: Tempo
Di unduh dari : Bukupaket.com
75
Bab 3 Metode-Metode Penelitian Sejarah
Banyak fenomena sosial yang pada akhirnya menimbulkan peristiwa sejarah yang gemilang.
Munculnya pemberontakan rakyat etnis Cina terhadap Belanda pada tahun 1740 di Batavia, misalnya, disebabkan oleh
masalah sosial. Ketika itu masyarakat keturunan Cina di daerah Jakarta dan sekitarnya berhasil dalam bisnis dagangnya sehingga
membuat khawatir pihak Belanda. Belanda takut bahwa perekomomian di Batavia akan dikuasai bangsa Cina. Maka dari
itu, untuk membendung perkembangan ini banyak orang Cina yang dihabisi oleh tentara Belanda. Dan untuk selanjutnya,
meletuslah beberapa pemberontakan rakyat etnis Cina dan beberapa pribumi yang bergabung terhadap Belanda, meski
dalam skala yang kecil.
Masalah sosial pun sering muncul ke permukaan setelah peristiwa berlangsung. Peristiwa-peristiwa besar acap kali
menimbulkan masalah-masalah sosial yang rumit. Peperangan, misalnya, selalu saja meninggalkan masalah yang tak sedikit,
seperti banyaknya anak yang yatim, perempuan yang menjanda, bangunan fisik gedung, sekolah yang rusak, terbengkalainya
pendidikan dan tatanan ekonomi, dan masalah-masalah yang lainnya.
Contoh lain dari fakta sosial dalam sejarah, misalnya, bangunan berarsitektur Eropa di kota-kota di Indonesia. Ini
menandakan bahwa di kota bersangkutan pernah ditempati oleh orang-orang asal Eropa yang membangun rumah atau gedung
dengan gaya arsitektur yang tak jauh beda dengan di negara asalnya.
Gambar 3.8 Ketidak adilan sosial sering kali menjadi
pemicu pemberontakan dalam sejarah
Sumber: www.dekolonisatie.com
C. JENIS-JENIS SEJARAH