111
Bab 4 Kehidupan Awal Masyarakat Purba di Indonesia
d. Sistem Kepercayaan
Penemuan akan kuburan primitif merupakan bukti bahwa manu- sia berburu makanan ini telah memiliki kepercayaan yang bersifat
rohani dan spiritual. Masyarakat zaman ini menganggap bahwa orang yang telah mati akan tetap hidup di dunia lain dan tetap
mengawasi anggota keluarganya yang masih hidup.
Adanya penggunaan alat-alat berburu dari alam menimbul- kan kepercayaan akan adanya kekuatan alam yang dianggap telah
membantu keberhasilan berburu. Adanya seni lukis di gua-gua yang menceritakan tentang kejadian perburuan, patung dewi
kesuburan dan penguburan mayat bersama alat-alat berburu, merupakan suatu bukti tentang adanya kepercayaan primitif ma-
syarakat purba. Orang yang meninggal saat berburu harus diberi perhargaan dalam bentuk rasa penghormatan.
Temuan lukisan di dinding-dinding gua menunjukkan adanya hasrat manusia purba untuk merasakan suatu kekuatan
yang melebihi kekuatan dirinya. Lukisan dibuat dalam bentuk cerita upacara penghormatan nenek moyang, upacara kesuburan,
perkawinan, dan upacara minta hujan, seperti yang terdapat di Papua. Lukisan-lukisan lain yang ditemukan antara lain lukisan
kadal di Pulau Seram yang menggambarkan penjelmaan roh nenek moyang, gambar manusia sebagai penolak roh-roh jahat,
serta gambar perahu yang melambangkan perahu bagi roh nenek moyang dalam perjalanan ke alam baka. Ini terjadi pada masa
berburu dan meramu makanan tingkat lanjut.
e. Sistem Bahasa
Interaksi antaranggota kelompok saat berburu menimbulkan sis- tem komunikasi dalam bentuk bunyi-mulut, yakni dalam bentuk
kata-kata atau gerakan badan yang sederhana. Perkembangan komunikasi antaranggota kelompok maupun antar kelompok ini
terus berkembang pada masa hidupnya Homo sapien dalam bentuk bahasa. Mengenai persebaran bahasa ini akan dibahas pada bab
selanjutnya pada buku ini.
2. Kehidupan Bercocok Tanam dan Beternak
a. Lingkungan Alam
Perkembangan volume otak manusia purba mendorong mereka untuk berpikir lebih maju daripada sebelumnya. Dengan kema-
juan berpikir, perilaku mereka pun makin teratur. Pada masa ini masyarakatnya telah bertempat tinggal menetap, meski suatu saat
bisa berpindah. Ketika bertempat tinggal untuk waktu yang relatif lama, mereka menyiapkan persediaan makanan untuk satu waktu
tertentu. Dengan demikian, mereka tak perlu lagi mengembara mencari makanan ke daerah lain.
Di unduh dari : Bukupaket.com
112
Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X
Kehidupan bercocok tanam pertama kali yang dikenal ma- nusia purba adalah berhuma. Berhuma adalah bercocok tanam
dengan cara membersihkan hutan dan kemudian menanaminya. Setelah tanahnya tak subur, mereka mencari hutan lain untuk
dihumakan. Setelah bosan berhuma, manusia purba segera men- cari akal guna mempermudah hidup mereka. Mulailah mereka
bercocok tanam dan beternak. Dengan bercocok tanam mereka akan lebih lama bertempat tinggal karena dalam bercocok tanam
diperlukan keteraturan waktu dan waktu tersebut tidaklah sing- kat. Mungkin sekali jenis-jenis tanaman pada tahap awal kegiatan
bercocok tanam adalah ubi, sukun, keladi, dan pisang. Memeli- hara hewan ternak bertujuan agar mereka tak perlu lagi berburu
binatang liar. Mereka tinggal menyembelih hewan ternak mereka. Kehidupan bercocok tanam dan beternak ini disebut juga sebagai
food producting
atau menghasilkan makanan sebagai perkembangan dari food gathering atau mengumpulkan makanan.
b. Kehidupan Sosial
Melalui bercocok tanam, manusia purba menjadi saling mengenal dengan sesamanya. Hubungan kelompok A dengan kelompok B
menjadi lebih erat. Ini terjadi karena dalam memenuhi kehidu- pannya, mereka dituntut untuk selalu bekerja sama, bergotong-
royong. Cara gotong-royong berlaku pula ketika membangun tempat tinggal, di ladang dan sawah, menangkap ikan, merambah
hutan.
Adanya kebutuhan hidup mendorong manusia purba untuk hidup dengan memanfaatkan alam. Sebelumnya, pola hidup ber-
buru dan mengumpulkan makakan menyebabkan jumlah maka- nan pokok tumbuhan dan hewan yang disediakan alam makin
menipis. Untuk mengatasi masalah itu, manusia lalu bercocok tanam dan menjinakkan hewan untuk dipelihara.
Gambar 4.18. Kehidupan berhuma berladang tidak
memerlukan rumah permanen, maka dari itu perhatikan rumah
peladang pada foto di atas, sangat sederhana bukan?
Sumber: Indonesian Heritage:Manusia dan Lingkungan, hal. 70.
Di unduh dari : Bukupaket.com
113
Bab 4 Kehidupan Awal Masyarakat Purba di Indonesia
Dengan kemampuan komunikasi antarsesama menimbulkan rasa saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan dipilih
seorang pemimpin kelompok, setiap orang mendapat tugas sosial. Semakin banyak populasi dan semakin banyaknya kebutuhan
manusia akan alam, menimbulkan persaingan antarsesama. Oleh karena itu, dibentuklah suatu tatanan sosial masyarakat yang mesti
ditaati oleh anggotanya.
c. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan agraris yang ditimbulkan dari menetapnya tempat tinggal manusia purba, menyebabkan adanya saling ketergan-
tungan antarmereka. Ketergantungan ini di antaranya adalah ketergantungan akan hasil bumi yang tak dimiliki seseorang
atau suatu keluarga. Maka dari itu, mereka membutuhkan orang atau pihak lain yang memunyai hasil bumi yang diperlukannya
itu. Dengan demikian, terjadilah kegiatan barter. Aksi barter ini dilakukan dengan cara tukar-menukar hasil bumi. Sistem ini
merupakan pola perdagangan yang primitif sekali. Aktifitas barter ini memungkinkan terbentuknya kelompok baru, yakni kelom-
pok yang khusus menjalankan aksi barter dan berdiam di sebuah tempat yang telah disepakati bersama, yakni pasar tradisional. Di
pasar ini mereka menjajakan barang-barang kebutuhan guna ditular oleh barang kebutuhan lain. Hingga sekarang keberadaan
pasar tradisional yang masih memberlakukan sistem barter masih dapat ditemui di daerah-daerah pedalaman.
d. Budaya dan Hasil Alat yang dihasilkan
Semakin lama, pola bercocok tanam dan beternak semakin ber- kembang. Terdorong oleh pergeseran kebutuhan dari semula
menanam umbi-umbian menjadi menanam padi, manusia lantas membuat perkakas yang semakin efektif dan efisien. Mereka mulai
memperhalus peralatan mereka. Dari sinilah timbul perkakas- perkakas yang lebih beragama dan maju secara teknologi daripada
masa berburu dan mengumpulkan makanan, baik yang terbuat dari batu, tulang, atau pun tanah liat. Hasil-hasil temuan yang
menunjukkan budaya pada saat itu adalah beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, dan perhiasan.
1 Beliung persegi: diduga dipergunakan dalam upacara; banyak
ditemukan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Semenanjung Melayu, dan beberapa daerah di Asia
Tenggara.
2 Kapak lonjong: umumnya terbuat dari batu kali yang ber- warna kehitam-hitaman; dibuat dengan cara diupam hingga
halus; ditemukan di daerah Maluku, Papua, Sulawesi Utara, Filipina, Taiwan, Cina.
Di unduh dari : Bukupaket.com
114
Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X
3 Mata panah: digunakan sebagai alat berburu dan menangkap ikan; untuk menangkap ikan mata panahnya dibuat bergerigi
dan terbuat dari tulang, mata panah untuk menangkap ikan ini banyak ditemukan di dalam goa-goa di pinggir sungai;
orang Papua kini masih menggunakan mata panah untuk menangkap ikan dan berburu, namun terbuat dari kayu.
4 Gerabah: terbuat dari tanah liat yang dibakar; digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda perhiasan; biasanya
dihiasi motif-motif hias yang indah. 5 Perhiasan: terbuat dari tanah liat, batu kalsedon, yaspur, dan
agat; dapat berwujud kalung, gelang, anting-anting; bila se- seorang meninggal maka ia akan dibekali perhiasan di dalam
kuburannya.
Gambar 4.19 Gelang-gelang batu dari Kalsedon.
Sumber: Indonesia Heritage: Sejarah Awal, hal. 41.
e. Sistem Kepercayaan
Pemujaan terhadap roh atau arwah leluhur tidak hanya terdapat di Indonesia, namun juga hampir di seluruh dunia. Pemujaan ini
berawal dari anggapan manusia terhadap kekuatan alam. Tanah, air, udara, dan api dianggap sebagai unsur pokok dalam kehidu-
pan semesta. Semua itu diatur dan dijaga oleh suatu kekuatan, kepercayaan inilah yang menyebabkan munculnya sosok roh
setelah mati.
Sistem kepercayaan masa bercocok tanam ini merupakan kelanjutan dari kepercayan masa sebelumnya. Pada masa bercocok
tanam ini manusia purbanya telah mengenal anggapan bahwa roh manusia setelah mati dianggap tidak hilang, melainkan berada di
alam lain yang tidak berada jauh dari tempat tinggalnya dahulu. Dengan demikian, karena sewaktu-waktu roh yang bersangkutan
dapat dipanggil kembali bila dimintakan bantuannya. Untuk itu, pada saat seorang mati dikuburkan maka ia dibekali dengan
bermacam-macam keperluan sehari-hari, seperti perhiasan dan periuk. Untuk orang-orang terkemuka kepala suku atau kepala
adat, kuburannya dibuat agak istimewa, terlihat dari bentuknya yang terdiri atas batu-batu besar, seperti sarkofagus, peti batu,
menhir, dolmen, waruga, punden berundak-undak, dan arca. Masa di mana mulai dibangunnya bangunan-bangunan dari batu ini
disebut juga era Megalitikum. 1 Menhir
Menhir merupakan tugu batu yang tegak, tempat pemujaan terhadap arwah leluhur. Menhir ini banyak ditemukan di
Sumatera, Sulawesi Tengah, serta Kalimantan. Di daerah Belubus, Kecamatan Guguk, Kabupaten Limapuluh Koto,
Sumatera Barat, terdapat menhir yang tingginya 125 cm, berbentuk seperi gagak pedang, baguan lengungannya men-
ghadap Gunung Sago.
Di unduh dari : Bukupaket.com
115
Bab 4 Kehidupan Awal Masyarakat Purba di Indonesia
2 Sarkofagus Sarkofagus adalah peti jenazah yang terbuat dari batu bulat
batu tunggal. Sarkofagus ini banyak ditemukan di daerah Bali. Sarkofagus di Bali masih diangap keramat dan magis
oleh masyarakat sekitar.
3 Dolmen Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang akan
dipersembahkan kepada arwah nenek moyang. Di bawah dolmen ini biasanya ditemukan kuburan batu.
4 Kuburan atau Peti Batu Kuburan batu adalah peti jenazah yang terbuat dari batu
pipih. Kuburan batu ini banyak ditemukan di daerah Ku- ningan, Jawa Barat, dan Nusa Tengggara.
5 Waruga Waruga adalah kuburan batu yang berbentuk kubus atau
bulat, terbuat dari batu yang utuh. Waruga ini banyak dite- mukan di Sulawesi Utara dan Tengah.
6 Punden Berundak-undak
Punden berundak-undak adalah bangunan suci tempat pemu- jaan terhadap roh nenek moyang yang dibuat dalam bentuk
bertingkat-tingkat atau berundak-udak. Bangunan ini banyak ditemukan di daerah Lebak Si Bedug, Banten Selatan.
7 Arca atau Patung Arca pada masa Megalitikum terbuat dari batu, biasanya ber-
bentuk sosok hewan dan manusia. Jenis hewan yang sering dibentuk adalah gajah, kerbau, harimau, monyet. Arca-arca
batu ini banyak terdapat di Sumatera selatan, Lampung, Jawa Tengah dan Timur.
Gambar 4.20 Punden berundak-undak.
Sumber: Indonesian Heritage: Sejarah Awal, hal. 41.
Di unduh dari : Bukupaket.com
116
Sejarah SMAMA Jilid 1 Kelas X
3. Masa Perundagian