Pengaruh Peran Gurupendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa Kelas V Di Sdit As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Rostidja Ratna Leysiah

NIM 809011000110

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2012


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Rostidja Ratna Leysiah, 809011000110, skripsi ini berjudul “Pengaruh Peran

Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa Kelas V SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur”.

Latar belakang dari penelitian ini adalah mengangkat betapa pentingnya peran guru Pendidikan Agama Islam dalam membentuk akhlak siswa. Bila guru Pendidikan Agama Islam melakukan perannya dengan baik, maka seyogyanya mampu mempengaruhi pembentukan akhlak siswa. Namun permasalahan yang berkaitan dengan akhlak siswa tetap saja muncul, yaitu dapat dikatakan dengan kemerosotan akhlak. Bentuk kemerosotan akhlak siswa usia sekolah dasar sudah muncul baik keburukan secara verbal; seperti ucapan dengan kata-kata yang buruk serta tak pantas, dan lain-lain, maupun secara non verbal; seperti penampilan tidak

syar’i, berbuat kasar, berkelahi/tawuran, bahkan sampai merokok, atau perbuatan

kriminal lainnya. Faktor yang mempengaruhi ahlak siswa tentu saja adalah lingkungan pendidikannya, yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolahnya. Diduga ketiga lingkungan tersebut tidak melakukan perannya dengan baik, sehingga memberikan pengaruh yang tidak baik kepada akhlak siswa. Untuk membentuk akhlak siswa memang tidak mudah, diperlukan upaya atau langkah-langkah yang tepat dari seorang yang memiliki keahlian, maka peneliti memilih guru Pendidikan Agama Islam dalam penulisan ini, karena guru Pendidikan Agama Islam, adalah seorang yang memiliki keahlian untuk menjalankan perannya dalam hal mendidik dan membina serta membentuk akhlak siswa yang sesuai dengan kaidah Agama Islam.

Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang diangkat adalah “Bagaimana pengaruh peran guru Pendidikan Agama Islam terhadap pembentukan akhlak siswa kelas V SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur?”. Adapun tujuan dari penelitianini adalah:1) untuk memperoleh gambaran akhlak siswa kelas V SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur, 2) untuk mengetahui sejauh mana pengaruh peran guru Pendidikan Agama Islam terhadap pembentukan akhlak siswa kelas V SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur, 3) untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam pembentukan akhlak siswa kelas V di SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur.Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1) Ha: Peran guru Pendidikan Agama Islam berpengaruh positif terhadap pembentukan akhlak siswa, 2) H0: Peran guru

Pendidikan Agama Islam tidak berpengaruh terhadap pembentukan akhlak siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yaitu Cluster Sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dengan


(6)

ii

0,393, maka rhitung> rtabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh peran

guru Pendidikan Agama Islam terhadap pembentukan akhlak siswa.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru Pendidikan Agama Islam di SDIT As-Sa’adah sudah cukup baik melakukan perannyaterhadap pembentukan akhlak siswa kelas V. Hal ini dapat dilihat dari nilai prosentasi yang ada total jawaban siswa berada pada alternatif jawaban ‘selalu’ dan ‘sering’untuk peran guru Pendidikan Agama Islam memiliki total rata-rata di atas 50%, dibanding dari total jawaban kadang-kadang dan tidak pernah yang hanya memiliki total rata-rata di bawah 50%. Sedangkan akhlak siswa yang masuk dalam kategori akhlak mulia memiliki tingkat prosentasi yang lebih tinggi yaitu rata-rata di atas 60% pada total jawaban selalu dan sering, dibanding dengan total jawaban kadang-kadang dan tidak pernah yang berkisar pada nilai prosentasi rata-rata di bawah 40%.

Saran untuk guru Pendidikan Agama Islam di SDIT As-Sa’adah adalah agar lebih meningkatkan perannya dalam pembentukkan akhlak dengan jalan evaluasi untuk bisa mengambil langkah-langkah yang lebih tepat lagi, guna hasil yang lebih baik di masa mendatang. Hal ini tentu saja karena mengingat, dengan upaya peran guru Pendidikan Agama Islam yang sudah ada dan hanya berada di kategori cukup saja, sudah mampu mempengaruhi akhlak siswa secara positif,apalagi bila diupayakan secara maksimal/lebih baik dari yang sekarang ini, tidak mustahil hasilnya akan sangat baik.


(7)

iii

Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamin, segala puji bagi Allah yang telah memuliakan manusia di atas segenap ciptaan-Nya, dan hanya bagiNya penulis berhidmat dengan segala cinta dan kesetiaan.wujudkan cintaNya dalam kemudahan untuk terus komitmen mengimaniNya, teriring shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepadaNabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan segenap pengikutnya, aamin.

Berkat izin Allah SWT dan rahmat serta karuniaNya, skripsi ini dapat penulis selesaikan. Penulisan skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan yang harus ditempuh dalam menyelesaikan program studi Sarjana pendidikan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarih Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk inspirator, motivator, dan evaluator bagiku, yaitu kedua orangtuaku; mamahku, ibu Entin Maryatin, dan alm. Eddy F. Pesoth. Terutama untuk mamah yang melakukan perannya sebagai ibu juga sebagai ayah sekaligus, mamah selalu bersahaja dalam membimbing, mendidik, dan membesarkan anak-anaknya, dengan penuh keikhlasan tanpa pilih kasih dan

keluh kesah. Tersirat selalu do’a untuk mamah, “Ya Allah berkahilah syurgaMu

bagi mamahku....yang indah, seindah hati dan cintanya kepadaku”. Aamin. Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan baik secara spirituil maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang besar yang mungkin tidak sebanding dengan apa yang telah penulis terima.

Persembahan terima kasih penulis haturkan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rif’at Syauqi Nawawi, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu


(8)

iv

3. Bapak Sapiudin Shidiq, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta

4. Bapak Dr. Dimyati, M. Ag., selaku Dosen pembimbing skripsi, yang telah dengan sabar dan bijaksana untuk membina dan membimbing penulis guna dalam penyusunan skripsi ini

5. Bapak Drs. Karyatin Subiyantoro, selaku kepala Sekolah SDIT As-Sa’adah Kalisari

6. Bapak Djoko Lelono, S.Pd., selaku wakil kepala sekolah SDIT As-Sa’adah Kalisari

7. Ibu Anita Kusumawati, S. Sos. I, dan bapak Bambang Ismanto, S. Pd. Iselaku guru Kelas V yang juga sekaligus guru Pendidikan Agama Islam di SDIT As-Sa’adah Kalisari

8. Ananda siswa-siswi kelas V SDIT As-Sa’adah Kalisari yang telah menjadi responden

9. Segenap guru dan karyawan SDIT As-Sa’adah Kalisari

10. Hj. Ustdj. Nafisah Abdurrahman, selaku pembina yayasan Islam

As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur yang sekaligus guru bagiku

11. Hj. ‘Ulya ‘Afifah, selaku kepala sekolah TKIT AS-Sa’adah Kalisari Pasar

Rebo Jakarta Timur,yang telah memberikan kesempatan dan support untuk penulis selama ini, makasih ya bun, for everything...!

12. Rekan-rekan guru dan seluruh karyawan TKIT AS-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur yang telah begitu manis selalu memberi support untukku. Thanks for all..!

13. Keluargaku; Vegga Bimo Kresna, anak semata wayangku yang aku kasihi, yang telah membuatku menjadi seorang yang bermakna. Kakak-kakakku tersayang; mbak Eva dan keluarga, mas Evo dan keluarga. Adik-adik yang


(9)

v

‘jalan ’ pada

kehidupan yang lebih baik

15. Teman-teman seperjuangan dari kelas F 316 PAI/DMS, semangat terus menjadi guru yang bersahaja yah..! Special thanks, untuk Maqbullah,

Saidah, Farida, Kokom, Mu’ina, Yuli, Ela, Layla dan Nisa. Tak ketinggalan

teman-teman baikku, special thanks tomas Wawin, jeng Nida, the 2 babe: Eva-Erni, serta mbok Gini and ‘bapake’

16. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini. Jazakumullah Khairan Katsiron. Semoga segala amalan diganti oleh Allah dengan kebaikan dan keberkahan di sepanjang hayat. Aamin.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sebagaimana yang diharapkan. Namun kiranya penulisan ini dapat memberikan hikmah dan pengalaman yang berharga bagi penulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membaca skripsi ini.

Jakarta, Juni 2012 Penulis.


(10)

vi LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A.Latar Belakang... 1

B.Indentifikasi Masalah... 10

C.Pembatasan Masalah... 11

D.Rumusan Masalah... 11

E.Tujuan Penelitian... 11

F. Keguanaan Penelitian... 12

BAB II KAJIAN TEORI... 13

A.Peran Guru Pendidikan Agama Islam... 13

1. Pengertian Peran... 13

2. Pengertian Guru... 14

3. Pengertian Pendidikan... 17

4. Pengertian Agama Islam... 19

5. Peran Guru Pendidikan Agama Islam... 21

B.Pembentukan Akhlak Siswa... 24

1. Pengertian Akhlak... 24

2. Macam-macam Akhlak... 26

3. Faktor Pembentuk Akhlak... 30

4. Akhlak Siswa... 31

5. Pembentukan Akhlak Siswa... 33

C.Hasil Penelitian yang Relevan... 35


(11)

vii

B.Metode Penelitian... 38

C.Teknik Pengambilan Sampel... 39

D.Teknik Pengumpulan Data... 39

E.Teknik Analisis Data... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN... 43

A.Gambaran Umum SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur.... 43

1. Sejarah Singkat... 43

2. Visi, Misi, Nilai, dan Tujuan ... 44

3. Keadaan Guru, Karyawan, dan Siswa ... 45

4. Sarana dan Prasarana ... 50

5. Struktur Organisasi... 51

B.Deskripsi Data ... 53

C.Analisa Data... 67

1. Kendala yang Menjadi Hambatan dalam Pembentukan Akhlak Siswa Kelas V SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur... 67

2. Langkah-langkah Pembentukan Akhlak Siswa Kelas V SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur... 69

D.Perhitungan Data... 70

E.Interpretasi Data... 72

BAB V PENUTUP... 76

A.Kesimpulan... 76

B.Saran... 77 DAFTAR PUSTAKA


(12)

viii

Tabel 1 Interpretasi analisa data berdasarkan korelasi product moment (rxy)

Tabel 2 Jadwal Penelitian di SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur

Tabel 3 Keadaan Tenaga Kependidikan di SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun Ajaran 2011-2012

Tabel 4 Keadaan Tenaga Non Kependidikan di SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun Ajaran 2011-2012

Tabel 5 Keadaan siswa di SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun Ajaran 2011-2012

Tabel 6 Sarana dan Prasarana yang dimiliki SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun Ajaran 2011-2012

Tabel 7 Guru PAI memberikan gambaran umum mengenai materi terlebih dahulu sebelum pelajaran dimulai

Tabel 8 Guru PAI memberikan kesempatan kepada siswa mengajukan pertanyaan mengenai materi yang belum dipahami

Tabel 9 Guru PAI memberikan tugas atau evaluasi setelah materi pelajaran disampaikan

Tabel 10 Guru PAI menciptakan suasana belajar yang hangat dan bersemangat di kelas

Tabel 11 Guru PAI mencerminkan akhlakul karimah

Tabel 12 Guru PAI menasihati siswa yang telah melakukan kesalahn

Tabel 13 Guru PAI menggunakan media dan metode pembelajaran yang bervariasi dalam proses belajar mengajar

Tabel 14 Guru PAI mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari


(13)

ix

Tabel 18 Siswa senang membaca Al-Qur’an

Tabel 19 Siswa berbuat sopan santun kepada orang tua dan guru Tabel 20 Siswa membantu teman yang sedan mengalami kesulitan

Tabel 21 Siswa mau memaafkan orang yang sudah melakukan kesalahan

Tabel 22 Siswa sabar menghadapi suatu masalah

Tabel 23 Siswa melakukan ibadah puasa dan shalat tarawih di bulan Ramadhan

Tabel 24 Siswa terbiasa mengucapkan kalimat thayyibah Tabel 25 Siswa mau mendengarkan nasihat orang tua dan guru

Tabel 26 Siswa menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda

Tabel 27 Perhitungan untuk memperoleh angka indeks korelasi antara variabel X dan variabel Y

Tabel 28 Tabel interpretasi


(14)

1

A. Latar Belakang Masalah

Anak sejak lahir, sebagaimana dikatakan Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya Pendidikan Anak Dalam Islam, telah ditetapkan dalam Syari’at Islam sebagai makhluk dengan fitrah tauhid yang murni, agama yang benar, dan iman kepada Allah.1

Pendapat Nasih Ulwan ini sejalan dengan Firman Allah yang berbunyi :



































Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Ruum (30) :30).2

Sesuai pula dengan Sabda Rasulullah SAW sebagai berikut:

ِهْيَلَع ُهَللا ىَلَص ِهَللا ُلوُسَر َلاَقُلوُقَ ي َناَك ُهَنَأ َةَرْ يَرُه َِِأ ْنَع

ِهِناَدِوَهُ ي ُهاَوَ بَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي ََِإ ٍدوُلْوَم ْنِم اَم َمَلَسَو

ِهِناَ ِ َُ َو ِهِناَرِ َ ُ يَو

)

مل م حيحص

٤٨٠٣

(

“Dari Abu Hurairah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”. (Shahih Muslim 4803).3

1

Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Jilid II, Terj. Oleh: Jamaludin Miri dari Tarbiyatul Aulad Fil Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), Cet. II, h. 185-186

2

Surat Ar-Ruum (30) : 30, Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,

(Semarang: CV. AS-SYIFA’), h. 325

3


(15)

Selanjutnya masih dalam buku yang sama Nasih Ulwan mengatakan bahwa dari nash di atas tampak peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam menemukan tauhid yang murni, budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur dan etika religi yang lurus.4

Dari uraian-uraian di atas memberikan gambaran yang jelas tentang tanggung jawab, resiko, dan hasil yang akan diterima oleh seorang pendidik dalam upayanya mendidik anak. Kesalahan mendidik dapat berakibat fatal dalam pembentukan anak secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan keahlian dan pemahaman pada ilmu-ilmu pendidikan agar tidak salah langkah dalam mendidik.

Berkaitan dengan hal tersebut, M. Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islammemberikan pendapatnya dalam salah satu kerangka berpikirnya tentang mengapa ilmu pendididkan sangat diperlukan, yaitu:

“bahwa dalam proses pembentukan diperlukan suatu perhitungan yang matang dan hati-hati berdasarkan pandangan dan pikiran-pikiran atau teori yang tepat sehingga kegagalan atau kesalahan langkah pembentukan terhadap anak didik dapat dihindarkan. Oleh karena sasaran pendidikan adalah makhluk yang sedang tumbuh dan berkembang yang mengandung berbagai kemungkinan, bila salah bentuk, maka kita akan sulit memperbaikinya”.5

Andewi Suhartini dalam bukunya Sejarah Pedidikan Islam mengatakan bahwa mendidik yang baik adalah mengembangkan seluruh fitrah peserta didik, terutama fitrah akal dan agamanya. Dengan fitrah ini, peserta didik akan dapat mengembangkan daya pikir secara rasional. Sementara melalui fitrah agama, akan tertanam pilar-pilar kebaikan pada diri peserta didik yang kemudian terimplikasikan dalam seluruh aktivitas hidupnya. 6Rasulullah SAW mendidik anak-anak dengan pendidikan tauhid, pendidikan shalat, pendidikan sopan santun dalam keluarga dan masyarakat serta pendidikan kepribadian.7

4

Ulwan, loc. cit

5

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009),h. 9

6

Andewi Suhartini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), h. 5

7


(16)

Pendapat tentang pendidikan yang benar M. Arifin juga mengatakan bahwa bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang dapat menghasilkan manusia berbudaya tinggi, maka hendaknya pendidikan mampu menumbuhkan personalitas (kepribadian) dan menanamkan rasa tanggung jawab.8

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu sangat penting. Dibutuhkan usaha yang baik dan semaksimal mungkin dari para pendidik untuk dapat memberikan pengaruh yang baik pada pembentukan dan perkembangan anak, terutama dalam segi akhlaknya. Karena akhlak itulah yang akan menolong anak untuk tetap hidup dalam fitrahnya.Moh. Ardani dalam bukunya yang berjudul Akhlak Tasawuf menyampaikan pendapat dari Al Farabi yang mengatakan bahwa, akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang. 9

Akhlak menjadi penting dalam kehidupan seseorang, tak lepas juga dalam kehidupan setiap anak. Tentunya sudah ada upaya-upaya pembentukan akhlak yang dilakukan oleh pendidik. Namun dari tahun ke tahun dalam perkembangan pendidikan anak-anak, selalu saja ditemukan masalah-masalah perilaku anak yang berkaitan dengan akhlak mereka. Semakin berkembang zaman, semakin berkembang pula pola akhlak yang muncul, dengan gambaran tentang kemerosotan akhlak. Sejauh ini menurut hemat penulis bentuk kemerosotan akhlak siswa muncul baik secara verbal seperti ucapan-ucapan yang tidak baik atau tidak pantas, percakapan yang tabu dan kasar, maupun secara non verbal seperti perbuatan yang kasar, tidak sopan, berkelahi/tawuran, bahkan ada yang merokok, melakukan perbuatan asusila, serta perbuatan criminal lainnya.

Ironisnya, hal ini sudah muncul dari mereka yang masih di bawah umur atau anak-anak usia Sekolah Dasar, dimana mereka seharusnya menikmati hidupnya dengan bahagia, dan melewati pendidikan dengan nyaman, agar dapat menjalankan tugas perkembangannya dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa contoh yang penulis kumpulkan sebagai berikut:

8

Arifin, op.cit, h. 7

9


(17)

1. Tawuran anak SD dengan samurai di Jl. Latumeten, Jakarta Barat, sabtu siang (24/4/2010). Mereka saling serang dengan menggunakan batu, balok, kayu, dan samurai. Tawuran ini berawal dari saling ejek.10

2. Empat siswa SD di Depok; Rud (14), Ald (14), Ry (11), dan Oki (10), memperkosa secara bergilir 2 siswi SD Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat.11

3. M (10), siswa kelas 1 SD ditahan dan diperiksa di unit pelayanan perempuan, polres Jakarta Timur dikarenakan membunuh ibu angkatnya dengan cara memukul balok dan martil lalu menikam punggung ibu dengan pisau.12

4. AM (13), siswa kelas VI SD di kawasan Cinere, Depok, tega menusuk Saiful temannya sendiri hingga kritis dan trauma.13

Contoh-contoh di atas adalah bukti hilangnya nilai-nilai luhur yang seharusnya tertanam. Hal ini seakan mengatakan bahwa ada kesalahan dalam mendidik anak hingga mampu mempengaruhi akhlak anak seperti itu. Banyak hal yang mampu mempengaruhi akhlak anak.

Faktor yang paling mempengaruhi adalah lingkungannya, karena setiap anak dalam perkembangannya tidak lepas dari lingkungan. Lingkungannyalah yang akan menjadi pendidiknya. Lingkungan yang baik akan memberikan pendidikan yang benar sehingga memberikan pengaruh yang baik juga, sebaliknya lingkungan yang tidak baik akan memberikan pendidikan dan pengaruh yang tidak baik. Telah dikatakan oleh Umar Tirtarahadja dalam bukunya Pengantar Pendidikan bahwa manusia sepanjang hidupnya akan selalu menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat.14

10

Sugi Yanto, Anak SD Tawuran dengan Samurai, Apa Kata Dunia, 2010, (http://umum.Kompasiana.com)

11

Adi, Waduh, 4 ABG Perkosa 2 Siswi SD, 2008, ( http://www.suarakarya-online.com)

12

Pur WD, Seorang Anak SD Membunuh Ibu Angkatnya, 2009, (http://www.voa-Islam.com

13

Ayu Novita Pramesti, Sebuah Peristiwa Hukum: Siswa Kelas VI SD Menusuk Temannya Sendiri, 2012, (http://hukum.kompasiana.com)

14

Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), Cet. II, h. 166-167


(18)

Pengaruh keluarga adalah pengaruh dari orangtuanya, sementara pengaruh sekolah adalah pengaruh dari gurunya, sedangkan pengaruh lingkungan masyarakat untuk anak adalah pengaruh dari teman-teman sepermainannya. Kemungkinan besar ketiga hal di atas menjadi faktor kemerosotan akhlak anak.

Abdullah Nashih Ulwan menyampaikan pendapatnya tentang lingkungan keluarga dengan terlebih dahulu menyampaikan nash yang berkailtan dengan hal tesebut, hadits yang dimaksud adalah yang telah dikemukakan di atas, yaitu:

ِهْيَلَع ُهَللا ىَلَص ِهَللا ُلوُسَر َلاَقُلوُقَ ي َناَك ُهَنَأ َةَرْ يَرُه َِِأ ْنَع

ِهِناَدِوَهُ ي ُهاَوَ بَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي ََِإ ٍدوُلْوَم ْنِم اَم َمَلَسَو

ِهِناَ ِ َُ َو ِهِناَرِ َ ُ يَو

)

مل م حيحص

٤٨٠٣

(

“Dari Abu Hurairah, dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda:“Seorang bayi tidak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah).Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”. (Shahih Muslim 4803).15

Dari hadits ini Abdullah Nashih Ulwan mengatakan bahwa jika seorang anak mempunyai kedua orang tua muslim yang baik yang mengajarkan kepada dirinya prinsip-prinsip iman dan Islam, maka ia akan tumbuh dengan ikatan iman dan Islam, Inilah yang dimaksud dengan faktor lingkungan keluarga.16

Pendapat di atas dapat memberikan gambaran bahwa pendidikan anak sedini mungkin datang dari kedua orangtuanya. Kesalahanorang tua dalam mendidik anak tidak perlu terjadi, bila orang tua mau menyadari untuk menjalankan perannya untuk memberikan yang terbaik, seperti yang dikatakan oleh Mardiana S., dalam artikelnya yang berjudul Lima Peran Orang Tua, yaitu;

1. Menjadi contoh teladan (qudwah hasanah). Orang tua harus selalu sadar, bahwa segala tuturan, tingkah laku, dan amalan orang tua adalah contoh yang akan menjadi ikutan anak. Jadi, pastikan bahwa orang tua senantiasa

15

Shahih Muslim, loc.cit

16


(19)

berakhlak mulia selaras dengan akhlak Rasulullah SAW. Misalnya berbicara dengan kalimat yang baik, selalu berbuat kebaikan, dan lain-lain. 2. Mengajar dengan kebiasaan Islam yang menyarankan agar anak-anak

dididik dengan cara mengajarkan teori, kemudian dipraktikkan agar menjadi kebiasaan. Misalnya mengajarkan tata cara ibadah shalat, kemudian bersama-sama mempraktekkan ibadah shalat.

3. Mendidik melalui nasihat dengan kelembutan dan kesabaran. Menasihati anak untuk untuk mengesakan Allah, berbuat baik kepada orang tua, mendirikan salat, dan berakhlak mulia, terutama dengan memberikan gambaran dengan contoh, baik akhlak mulia maupun akhlak buruk, disertai dengan sebab dan akibat.

4. Memberi perhatian dan kesempatan. Orang tua wajib memperhatikan keperluan dan memberikan bimbingan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, sehinggasemua kecerdasan majemuknya berkembang seimbang secara intelektual, fisikal, sosisal, emosional, kognitif, bahasa, kreativitas, dan estetika. Misalnya memberi kepercayaan kepada anak untuk melakukan sendiri semua kebutuhannnya.

5. Mendidik dengan kedisiplinan dan ketegasan, karena anak-anak belum tahu maksud dan tujuan setiap aturan, mereka wajib didisiplinkan dengan ketegasan. Seperti yang diajarkan Rasulullah SAW bahwa anak-anak hendaknya diperintahkan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan boleh memukul mereka karena meninggalkan shalat, ketika mereka berusia sepuluh tahun. 17

Di samping pengaruh orang tua yang melakukan kesalahan dalam melakukan perannya, pengaruh teman juga menjadi faktor utama pembentukan akhlak anak. Seperti yang telah diketahui bahwa teman juga dibutuhkan anak dalam perkembangan sosialnya. Anak bisa dengan mudah memiliki teman, dan bisa dengan mudah pula terpengaruh oleh teman-temannya.

17

Mardiana S. “Lima Peran Orang Tua”,Majalah KARIBKUBumiku (media informasi guru PAI dan anak TK) Edisi 06/November-Desember 2011, Tahun III/2011. h. 6


(20)

Dalam bukunya Pengantar Pendidikan Umar Tirtarahardja menjelaskan bahwa kelompok sebaya mungkin paling besar pengaruhnya terhadap pembentukan akhlak siswa, terutama pada saat anak berusaha melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan orang tua. Yang dimaksud dengan kelompok sebaya adalah kelompok yang terdiri dari orang-orang yang bersamaan usianya; kelompok bermain, kelompok monoseksual (kelompok yang hanya beranggotakan

anak-anak sejenis kelamin), atau ‘geng’ yaitu kelompok anak-anak-anak nakal. Dampak

edukatif dari keanggotaan dalam kelompok sebaya ini, antara lain karena adanya interaktif sosial yang intensif dan dapat terjadi setiap waktu, serta melalui peniruan. 18

Berikutnya adalah pengaruh yang juga memberikan kontribusinya terbesar dalam pembentukan akhlak siswa adalah peran sekolah. Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, mengatakan pendapatnya bahwa pengaruh yang diperoleh anak didik di sekolah hampir seluruhnya berasal dari guru yang mengajar di kelas. 19

Umar Tirtarahardja juga menjelaskan bahwa sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Dengan kemajuan zaman orang tua tak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap iptek. 20

Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakatnya itu. Sekolah menjadi pusat pendidikan yang mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal, dan menjadi suatu tempat pusat latihan (training centre) manusia. 21

Namun dari sisi lain sekolah juga menerima banyak kritik atas berbagai kelemahan dan kekurangannya. Sekolah dituntut untuk meningkatkan peranan dan fungsi sekolah untuk menghadapi tantangan zaman. Sekolah dapat menjalankan

18

Tirtarahardja, Op. cit, h. 181

19

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), cet. IX, h. 75

20

Tirtahardja, Op. cit, h. 172-173

21


(21)

perannya dengan memberikan pengajaran yang mendidik, peningkatan dan pemantapan program bimbingan dan penyuluhan, pengembangan perpustakaan/sumber belajar, dan peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah, khususnya yang terkait dengan peserta didik. 22

Agar peran sekolah menjadi efektif dalam memberikan pengaruhnya pada pembentukan akhlak siswa, maka guru yang ada di dalamnya harus paham tentang perannya dan bagaimana cara menjalankan perannya dengan baik, hingga mampu memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan akhlaknya.

E.Mulyasa dalam bukunya Menjadi Guru Profesional mengindentifikasikan sedikitnya ada 19 peran guru yakni, guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator (mengantar anak pada tahap akhir). 23

Dapat dibayangkan betapa beratnya tugas seorang guru yang memilki peran demikian beragam pola dan macamnya. Kemampuan seorang guru bukan hanya pada satu hal saja, melainkan banyak hal, seorang guru harus mampu mengintegrasikan segala kemampuan yang mengaitkan berbagai aspek kecerdasan, yaitu kecerdasan emosi, kecerdasan intelektual, dan kecerdasan spiritual. Semua aspek kecerdasan itu harus dimiliki oleh seorang guru, dalam menjalankan perannya agar dapat membentuk akhlak baik siswa yang akan membantu anak bertahan pada fitrahnya

Telah dikatakan di awal bab, bahwa anak sudah memiliki fitrah yang murni ketika dilahirkan, guru tinggal mengembangkannya. Namun memang tidak semudah yang dibayangkan. Fitrah itu tidak bisa berkembang bahkan bisa mati, ketika guru melakukan kesalahan dalam melakukan perannya.

Tidak ada yang menyangkal bahwa anak akan tumbuh dengan iman yang benar, berhiaskan diri dengan dengan etika Islami, bahkan sampai pada puncak

22

Ibid

23

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. V, h. 37


(22)

nilai-nilai spirituil yang tinggi dan kepribadian yang utama, jika ia hidup dibekali dua faktor: pendidkan Islami yang utama dan lingkungan yang baik. 24

Hal di atas menggambarkan bahwa salah satu langkah awal dalam mendidik yang benar adalah menanamkan Pendidikan Agama Islam ke dalam diri anak sedini mungkin, sehingga anak dapat menerima pemahaman tentang nilai-nilai perilaku yang baik dengan mudah, serta terbiasa berprilaku baik sejak kecil.Untuk itu dibutuhkan seorang guru Pendidikan Agama Islam yang akan lebih fokus dan efektif dalam melaksanakan perannya pada pembentukan akhlak siswa. Peran guru Pendidikan Agama Islam harus optimal dilakukan, agar anak dapat mampu menyerap nilai-nilai murni dari pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterimanya, kemudian mampu mengambil hikmahnya, hingga tertanam dan mempengaruhi bentukan akhlak yang diharapkan yaitu akhlak yang baik.

Dalam melaksanakan perannya guru Pendidikan Agama Islam hendaknya memperhatikan tujuan dari pendidikan yang tersirat dalamUndang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang tujuan pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokrasi serta bertanggung jawab.25

Di era globalisasi ini pula tanggung jawab guru Pendidikan Agama Islam menjadi semakin berat, dengan maraknya kemerosotan akhlak yang ada. Guru Pendidikan Agama Islam harus cerdas dan cermat dalam melaksanakan perannya dengan baik, jangan sampai melakukan kesalahan, agar tidak memberikan dampak atau pengaruh negatif pada akhlak siswa, karena hal itu akan memberikan masa

24

Ulwan, op.cit.h. 186.

25

Undang-undang RI No. 20 tahun 2002 dalam Abd. Rozak, Fauzan, dan Ali Nurdin,

Kompilasi Undang-Undang dan Peraturan Bidang Pendidikan, (Jakarta: FITK Press UIN Syarif Hidayatullah, 2010), cet. I, h. 6


(23)

depan yang buruk bagi siswa. Seperti yang dikatakan oleh Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, yaitu:

“Apabila guru agama di Sekolah Dasar mampu membina sikap positif terhadap agama dan berhasil dalam membentuk pribadi dan akhlak anak, maka untuk mengembangkan sikap pada masa remaja mudah dan anak telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi berbagai kegoncangan yang biasa terjadi pada masa remaja. Demikian pula sebaliknya, apabila guru agama gagal melakukan pembinaan sikap dan jiwa agama pada anak di Sekolah Dasar, maka anak akan memasuki masa goncang pada masa usia remaja, dengan kegoncangan dan sikap yang tidak positif, selanjutnya akan mengalami berbagai penderitaan, yang mungkin tidak akan teratasi lagi, sebagaimana telah terjadi sekarang ini banyak kenakalan dan penyalahgunaan narkotika dan sebagainya, akibat kurang positifnya

pembinaan pribadi mereka, sebelum memasuki usia remaja.” 26

Pernyataan di atas memberikan kesimpulan bahwa masa depan siswa memang ada di tangan Allah SWT, namun masa depan itu dapat diusahakan serta dibentuk oleh pendidiknya. Pendidiknya harus mahir berperan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Peran guru Pendididkan Agama Islam dapat memberikan pengaruh positif terhadap pembentukan akhlak siswa dengan izin Allah. Setiap siswa yang datang ke sekolah sudah membawa bentukan akhlak sendiri,yang sudah terbentuk berdasarkan pengaruh dari orangtua dan temannya di luar sekolah. Guru Pendidikan Agama Islam harus mampu merubahnya, dari yang tidak baik menjadi baik, kemudian mengantarkannya pada masa depan yang baik.

Berangkat dari latar belakang masalah yang ada maka penulis membuat penelitian yang dituangkan dalam skripsi dengan judul: “Pengaruh Peran Guru

Pendidikan Agama Islam terhadap Pembentukan Akhlak Siswa Kelas V SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang muncul dapat diidentifikasikan dengan:

1. Kurang maksimalnya peran orang tua dalam mendidik dan membentuk akhlak anak di rumah, berakibat pada kemerosotan akhlak siswa.

26


(24)

2. Kurang optimalnya pelaksanaan peran Guru Pendidikan Agama Islam memberikan dampak kurang maksimalnya siswa menerima hikmah dari pendidikan agama Islam.

3. Adanya pertemanan yang memberikan dampak negatif, sehingga memicu akhlak tercela bagi siswa.

4. Guru Pendidikan Agama Islam berperan di dalam pembentukan akhlak siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu luas, maka penulis membatasi permasalahan pada peran guru Pendidikan Agama Islam dalam prosesnya membentuk akhlak siswa.

D. Rumusan Masalah

Atas dasar pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah:

Bagaimana Pengaruh Peran Guru Pendidikan Agama Islam terhadap Pembentukkan Akhlak Siswa Kelas V di Sekolah dasar Islam Terpadu (SDIT)

As-Sa’adah Kalisari - Pasar Rebo Jakarta Timur?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk memperoleh gambaran akhlak siswa kelas V di SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur.

2. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh peran guru Pendidikan Agama Islam terhadap pembentukan akhlak siswa kelas V di SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarata Timur.

3. Untuk mengetahui langkah-langkah yang harus diambil oleh guru Pendidikan Agama Islam yang dapat memberikan pengaruh terhadap pembentukan akhlak siswa kelas V di SDIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur.


(25)

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi yang berkaitan dengan peran guru Pendidikan Agama Islam dalam pembentukkan akhlak siswa.

2. Memberikan informasi yang berkaitan dengan akhlak siswa dan langkah-langkah untuk membentuk akhlak siswa.

3. Mengembalikan fungsi dari peran guru Pendidikan Agama Islam sebagai pemegang peranan penting dalam pembentukan akhlak siswa.


(26)

13

BAB II

KAJIAN TEORI

Pada Bab II akan diuraikan beberapa hal yang terkait dengan penilitian yaitu: Kajian Teori, Hasil Penelitan yang Relevan, Kerangka Berpikir, dan Hipotesa Penelitian.

A. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

1. Pengertian Peran

Setiap individu dari semua manusia memiliki peran yang berbeda-beda dalam hidupnya sesuai dengan statusnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengatakan bahwa peran adalah sebagai perangkat tingkah yang diharapkan oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. 1Peran juga diartikan sebagai karakter yang dimainkan oleh obyek, demikian dikatakan oleh Poerwadarminta dalam Safitri.2

Hal ini berarti bahwa setiap orang yang memiliki kedudukan dalam masyarakat harus mampu menjalankan perannya atau memainkan perannya dengan baik, agar dapat memberikan suatu pengaruh yang baik pula terhadap sesuatu yang dituju.

Dalam tulisannya Indah F. yang berjudul Pengertian dan definisi peran merangkum beberapa pendapat tentang peran yang senada dengan pengertian peran di atas, yaitu:

a. Soekanto: Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran

b. R. Linton: Peran adalah the dynamic aspect of status. Dengan kata lain, seseorang menjalankan perannya sesuai hak dan kewajibannya

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), ed. III, h. 854

2Poerwadarminta dalam Suci Safitri, “Peranan Pendidikan Agama Islam Terhadap Akhlak

Yatim Piatu di Yayasan Yatim Piatu Al-Muhajirin Kelurahan Cipondoh-Tangerang” Skripsi pada program studi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, h. 6


(27)

c. Merton: Pelengkap hubungan peran yang dimiliki seseorang karena meduduki status sosial tertentu

d. King: Peran merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan dari orang yang memiliki posisi dalam sistem sosial

e. Palan: Peran adalah merujuk pada hal yang harus dijalankan seseorang di dalam sebuah tim

f. Alo Liliweri: Peran adalah sebuah harapan budaya terhadap suatu posisi atau kedudukan

g. Donna L. Wong: Peran adalah kreasi budaya, oleh karena itu budaya menentukan pola perilaku seseorang dalam berbagai posisi sosial. 3

Dari kumpulan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa memang peran adalah suatu tindakan yang harus dilakukan seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu. Contoh seorang guru hendaknya berperilaku sesuai dengan perannya sebagai guru. Bila perilaku guru tidak baik atau tidak sesuai dengan perannya, masyarakat akan menilai bahwa dia tidak cocok menyandang perannya, dan dia tidak bisa memenuhi harapan, maka perannya sia-sia dan bisa merusak budaya atau peradaban manusia. Sebaliknya seorang guru yang melakukan perannya dengan baik, dia akan mampu memberikan pengaruh yang baik pula dalam peradaban manusia.

2. Pengertian Guru

a. Secara bahasa

Pengertian guru secara bahasa di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) adalah mengajar.4 2) Dalam bahasa Inggris: teacher diartikan guru atau pengajar.5

3

Soekanto, R. Linton, Merton, King, Palan, Alo Liliweri, dan Donna L. Wong, dalam Indah F,Pengertian dan Definisi Peran,2012, (http://carapedia.com)

4

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h. 377

5 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia,


(28)

3) Dalam bahasa Arab, dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’alim, yang semuanya memiliki arti sama, yaitu guru. 6

b. Secara istilah

Kata guru pada umumnya merujuk pada pendidik, seperti beberapa pendapat dibawah ini tentang guru secara istilah:

1) Moh Uzer Usman dalam bukunya Menjadi Guru Profesional, menyatakan pendapatnya bahwa guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus. 7

2) Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, mengatakan bahwa pendidik dalam Islam itu sama dengan teori barat yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. 8 3) Abuddin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam menyatakan

pendapatnya bahwa kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. 9

4) Hadari Nawawi dalam bukunya Organisasi dan Pengelolaan Kelas, mengatakan bahwa guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan masing-masing. 10

5) D. Marimba dalam Arifuddin Arif, mengatakan bahwa pendidik adalah orang yang memikul pertanggung jawaban untuk mendidik, yaitu manusia

6

Hans Wehr, A Dictionary of Modern Writen Arabic, (Beirut: Librarie du Liban dan London: Macdonald dan Evans, Ltd., 1974), h. 15

7

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), cet. XVII, h. 5

8

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), cet. IX, h. 74

9

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), cet. I, edisi baru, h. 114

10

Hadari Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas, (Jakarta: Haji Masagung, 1989), cet. III, h. 123


(29)

dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan dan siterdidik. 11

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka disimpulkan, bahwa seorang guru adalah seorang memiliki pekerjaan yang tugas intinya adalah mengajar. Namun demikian tugasnya bukan hanya pada mengajar saja, karena seorang guru dilibatkan untuk memiliki keahlian khusus, dan tanggung jawab yang besar pada perkembangan anak didik.Anak dalam perkembangannya menuju kedewasaannya memilki hak untuk dididik, dibina, dibimbing, dan dilatih oleh seorang yang ikhlas melakukan kewajibannya sebagai guru. Seorang guru harus menyadari dan memahami tugasnya agar mampu melakukan perannya dengan.

Untuk memahami tugas guru dapat dilihat dalam:

1) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab XI pasal 39 ayat menyebutkan bahwa Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan. 12

2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 tahun 2008 Pasal I ayat 1, menyebutklan bahwa yang dimaksuddengan guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidik menengah. 13

Disamping dua hal yang disampaikan di atas, S. Nasution dalam Abuddin Nata mengatakan pula bahwa tugas guru ada 3 bagian, yaitu:

1) Mengkomunikasikan pengetahuan; dalam hal ini guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkannya

11

D. Marimba dalam Arifuddin Arif, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kultura, 2008), cet. I, h. 62

12

Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 dalam Abdul Rozak, Fauzan, Ali Nurdin,

Kompilasi Undang-undang dan Peraturan Bidang Pendidikan, (Jakarta, FITK Press UIN Syarif Hidayatullah, 2010), cet. I, h. 18

13

Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun 2008 dalam Abdul Rozak, Fauzan, Ali Nurdin,


(30)

2) Menjadi model dalam bidang studi yang diajarkan; guru tersebut menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran tersebut 3) Menjadi model sebagai pribadi; guru harus berpikir cermat, berdisiplin,

mencintai pelajarannya, atau yang mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.14

Dari uraian di atas menjelaskan bahwa seorang guru memang mempunyai profesi yang tidak biasa dibanding profesi lainnya. Tugas guru sangat universal dan cukup berat. Begitu beratnya tugas guru, sehingga apapun itu bentuknya, tentunya adalah hal yang sangat mulia. Bila seseorang memilih pekerjaan menjadi guru, berarti dia tidak meletakkan kepentingan dirinya sendiri di atas pekerjaan itu, melainkan karena sudah ada niat yang tertanam dari hati yang ikhlas untuk mendidik dan membina anak didik. agar mereka mampu menjadi generasi penerus suatu bangsa, agama, bahkan kelangsungan hidup manusia di alam semesta ini.

3. Pengertian Pendidikan

a. Secara bahasa

Pengertian pendidikan secara bahasa adalah sebagai berikut:

1) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan, bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok orang di usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.15

2) Dalam bahasa Inggris ditemukan kata education sebagai terjemahan dari kata pendidikan. 16

3) Dalam kamus bahasa Arab ditemui kata tarbiyahyang memiliki maknapendidikan.17Dalam kamus lain dikatakan bahwa kata tarbiyah memiliki pengertian yang luas, yaitu pendidikan, pengembangan,

14

S. Nasution dalam Nata, op. Cit., h. 5

15

Departemen Pendidikan Nasional, op.cit., h. 263

16

John M. Echols and Hassan Sadily, op.cit, h. 207

17

Kasir Ibrahim, Kamus Arab Indonesia – Indonesia Arab, (Surabaya: Apollo, anggota IKAPI), h. 57


(31)

pengajaran, perintah, pembinaan kepribadian, memberi makan, dan pertumbuhan. 18

b. Secara istilah

Pengertian Pendidikan dalam pandangan para ahli, yaitu antara lain:

1) Hasan Langgulung mengemukakan pendapatnya bahwa, pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik. 19

2) D. Marimba dalam Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. 20

Dari dua pengertian di atas baik secara bahasa maupun istilah penulis menyimpulkan bahwa pendidikan berkaitan dengan proses dan cara. Dalam proses itu harus ada cara atau langkah-langkah yang tepat untuk mencapai tujuannya.Tujuan dari proses itu seperti yang ada pada Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang tujuan pendidikan Nasional, yaitu:

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokrasi serta bertanggung jawab.” 21 Dari semua uraian di atas maka disimpulkan bahwa pendidikan adalah, proses perubahan tingkah laku pada anak didik, dalam rangka membangun suatu pola tingkah laku dengan cara membina, menumbuhkan, serta mengembangkan seluruh potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang memiliki kemampuan

18

Wehr, op.cit, h. 324

19

Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 1989), cet II, h. 32

20

Marimba dalam Ahmad Tafsir, op.cit., h. 24

21

Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 dalam Abd. Rozak, Fauzan, dan Ali Nurdin,


(32)

dan kepribadian yang sehat jasmani dan rohaninya, hingga menjadi manusia yang sempurna.

4. Pengertian Agama Islam

a. Secara bahasa

Agama Islam terdiri dari dua kata yaitu Agama dan Islam. Dijelaskan dalam buku dengan judul Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya oleh Harun Nasution bahwa agama dalam bahasa Arab dikenal dengan kata din yang mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, hutang, balasan dan kebiasaan. Dijelaskan pula bahwa agama memang membawa peraturan-peraturan yang berupa hukuman, yang harus dipatuhi. 22

Selanjutnya agama memang menguasai diri seseorang untuk tunduk dan patuh kepada Tuhannya dengan menjalankan ajaran agama. Agama juga membawa kewajiban pada seseorang yang bila tidak dijalankan kewajiban tersebut akan menjadi hutang, dan harus ditunaikan. Bila seseorang sudah terbiasa dalam keadaan patuh, taat, tunduk, dan rela menjalankan kewajibannya, maka dia akan mendapat balasan yang baik dari Tuhan.23

Sementara itu Khurshid Ahmad dalam bukunya Islam: Its Meaning and Message mengatakan bahwa kata Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu kata salima yang berarti selamat, sentosa dan damai. Dari asal kata itu dibentuk kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan taat.24 Dikatakan oleh Maulana Muhammad Ali, bahwa kata salima yang selanjutnya dirubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian. 25

Dari uraian di atas, ada persamaan pengertian dari Agama dan Islam yaitu, patuh, tunduk, dan taat. Maka dapat disimpulkan bahwa agama adalah Islam, Islam adalah agama itu sendiri. Islam adalah cerminan kemurnian dari makna

22

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilik I, (Jakarta: UI-Press, 2008), Ed. II, h. 1-2

23

Ibid.

24

Khurshid Ahmad dalam Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), Cet. I, h. 91.

25


(33)

agama yang mewujudkan manusia untuk memiliki kebiasaan dan perilaku baik yang selalu patuh dan taat kepada Allah SWT semata, agar hidupnya selamat dunia dan akhirat.

b. Secara istilah

Harun Nasution dalam bukunya Islam Ditinjau Dalam Berbagai Aspeknya mengatakan bahwa agama adalah:

1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dan kekuatan gaib yang harus dipatuhi

2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia

3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia

4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu

5. Suatu sistem tingkah-laku (code of conduct) yang berasal dari suatu kekuatan gaib

6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib

7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia. 26

Sementara itu Muhammad Alim dalam bukuknya Pendidikan Agama Islam , mengatakan bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasulNya untuk diajarkan kepada manusia. Dibawa secara berantai dari satu generasi ke generasi selanjutnya dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Islam adalah rahmat, hidayah, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manisfestasi dari sifat rahman dan rahim Allah SWT.27

26

Ibid, h. 2-3

27

Muhammad Alim, Pendididkan Agama Islam, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. I, h. 93


(34)

Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Agama Islam adalah suatu ajaran Allah SWT yang ditaati dan diakui yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia yang sesuai dengan syariat agama Islam.

5. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

Makna dari peranan guru dijelaskan oleh Wrightman dalam Moh. Uzer Usman yang mengatakan bahwa,:

“Peranan guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan siswa yang menjadi tujuannya.” 28

Peran guru memiliki keragaman yang menuntut keahlian khusus dalam mewujudkan tujuannya untuk mendewasakan anak, guru mempunyai banyak peran. Untuk mengetahui apa saja peran guru, maka dibawah ini penulis mengutip beberapa pendapat tentang peran guru, yaitu:

a. E Mulyasa mengindentifikasikan sedikitnya ada 19 peran guru yakni, guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator. 29

b. Adams & Decey dalam Usman, mengemukakan antara lain ada 10 peran guru, yaitu: pengajar, pemipin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator, dan konselor. 30 Dari uraian di atas penulis menyimpulkan betapa universalnya peran yang harus dijalankan oleh seorang guru. Tampak begitu beragam dan kompleksnya, hal ini tentu membutuhkan keahlian dan harus bisa memetakan kapan peran-peran tersebut dilakukan. Untuk itu penulis sepakat dengan apa yang ditulis oleh Moh.

28

Wrightman dalam Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), cet. XVII, h. 4

29

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), cet. V, h. 37

30


(35)

Uzer Usman dalam bukunya „Menjadi Guru Profesional’yang membagi peran guru menjadi empat bagian peran guru, sehingga guru dengan mudah menempatkan perannya pada tempat yang tepat. Empat bagian peran guru yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Peran Guru dalam Proses Belajar-Mengajar: Guru sebagai demonstrator, pengelola kelas, mediator, fasilitator, dan evaluator. Artinya bahwa seorang guru Pendidikan Agama Islam harus mampu menguasai bahan ajar (materi) agar mudah mendemontsrasikannya dengan baik, senantiasa mengembangkan kemampuannya untuk mengelola kelas, menguasai media pendidikan yang merupakan alat komunikasi yang efektif dan efisiensi dalam proses belajar-mengajar, mengembangkan kemampuan diri untuk berinterasi dan mampu menciptakan komunikasi aktif dengan siswa untuk memunculkan minat dan kegiatan aktif dari siswa di kelas, terakhir guru harus mampu mengevaluasi pencapaian tujuan apakah perannya dalam proses belajar mengajar efektif memberikan pengaruh pada hasil belajar siswa.

b. Peran Guru dalam Pengadministrasian: Guru sebagai pengambilan inisiatif, pengarah, dan penilaian kegiatan-kegiatan pendidikan, sebagai wakil masyarakat, sebagai orang yang ahli dalam mata pelajaran, sebagai penegak disiplin, sebagai pelaksana administrasi pendidikan, sebagai pemimpin generasi muda, dan sebagai penerjemah kepada masyarakat. Artinya bahwa seorang guru Pendidikan Agama Islam sebagai pemenuh harapan masyarakat dan panutan harus memiliki wawasan yang luas untuk turut serta dalam merancang kegiatan pendidikan, bertanggung untuk mewariskan kebudayaan pada siswa berupa pengetahuan, mampu berdisplin dalam segala hal, disamping merancang kegiatan juga harus mampu melakukan kegiatan-kegiatan administrasi, mampu menjadi pemimpin dalam membina dan mempersiapkan generasi muda menjadi pribadi yang dewasa, dan mampu memberikan informasi terutama tentang perkembangan masalah pendidikan yang ada di sekitarnya.


(36)

c. Peran Guru Secara Pribadi: Guru sebagai petugas sosial, pelajar dan ilmuwan, orang tua, pencari teladan, dan pencari keamanan. Artinya bahwa seorang guru Pendidikan Agama Islam harus mampu memiliki sifat yang dapat dipercaya, pandai dan selalu mengikuti perkembangan, menjadi wakil orang tua yang baik bagi siswa, menjadi teladan yang berakhlak mulia, dan menjadi tempat berlindung yang nyaman serta selalu memberikan rasa aman bagi siswa.

d. Peran Guru Secara Psikologis: Guru sebagai ahli psikologi pendidikan, seniman dalam hubungan antar manusia, pembentuk kelompok, catalytic agent, petugas kesehatan mental.Artinya bahwa seorang guru Pendidikan Agama Islam harus mampu menguasai ilmu psikologi yang memahami prinsip-prinsip psikologi, menguasai teknik bagaimana membuat hubungan antar manusia, dan bertanggung pada pembinaan kesehatan mental siswa.31

Dari uraian tentang peran guru di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seorang guru memiliki peran yang sangat kompleks dan butuh keahlian khusus, karena tugas dan peran guru termasuk guru Pendidikan Agama Islam, sangat tidak mudah untuk dilaksanakan begitu saja. Seorang guru Pendidikan Agama Islam juga harus memahami tujuan pendidikan yang sedang dilaksanakannya.

Al-Abrashyi dalam Hasan Langgulung menyimpulkan lima tujuan umum bagi pendidikan Islam:

a. Untuk mengadakan pembentukan akhlak yang mulia b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat

c. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi manfa’at

d. Menumbuhkan semangat ilmiah pada pelajar dan memuaskan keingintahuan, lalu mengkaji ilmu pengetahuan

e. Menyiapkan pelajar dari segi profesional.32

Selanjutnya Hasan Langgulung menyimpulan tujuan akhir atau tujuan khusus dari dari pendidikan dalam Islam adalah, membentuk watak manusia

31

Usman, Ibid., h. 9-13

32

Al-Abrashyi dalam Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Radar Jaya Offset, 1989), cet. II, h. 60-61


(37)

sebagai khalifah di bumi ini, atau dengan kata lain, pembentukan pribadi khalifah pada anak didik yang memiliki fitrah, roh disamping badan, kemauan yang bebas, dan akal.33

Dengan demikian peran Guru Pendidikan Agama Islam dapat penulis simpulkan dengan: “Seperangkat tingkah laku seorang guru Pendidikan Agama Islam yang memiliki kompetensi dan keahlian sesuai bidangnya, utnuk mendidik, membina, dan mengembangkan potensi siswa, sesuai dengan kaidah-kaidah agama Islam yang berlaku”. Diharapkan guru Pendidikan Agama Islamdalam melaksanakan perannya hingga memenuhi harapan masyarkat serta memberikan pengaruh positif pada siswa, terutama terhadappembentukan akhlak siswa yang kelak menjadi khalifah di muka bumi.

B. Pembentukan Akhlak Siswa 1. Pengertian Akhlak

a. Secara bahasa

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia akhlak berarti budi pekerti, kelakuan.34Jamil Shaliba dalam bukunya Al-Mu’jam al-Falsafi Juz I dalam Moh Ardani dalam bukunya Akhlak Tasawufmengatakan bahwa pengertian akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab, yang berarti perangai, tabi’at, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama. 35 selanjutnya Moh. Ardani menyampaikan pendapatnya bahwa akhlak bersumber pada agama. 36

b. Secara istilah

Pengertian akhlak secara istilah adalah antara lain: 1) Ibnu Shadaruddin Asy Syarwan, berkata bahwa:

Akhlak adalah (ilmu) tentang perbuatan-perbuatan mulia serta cara memiliki perbuatan tersebut agar menghias diri, dan (ilmu) tentang

33

Hasan Langgulung, Ibid., h. 67

34

Departemen Pendidikan Nasional, op.cit, h. 20

35

Jamil Shaliba dalam Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf; Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, anggota IKAPI, 2005), Ed. II, h. 25

36


(38)

perbuatan-perbuatan buruk serta cara menjauhinya agar diri menjadi bersih darinya”. 37

2) Ibnu Maskawaih dalam kitabnya, Tahdzib Al Akhlaq menyatakan bahwa: “Akhlak adalah suatu keadaan dalam diri yang mengajaknya kepada berbagai tindakan tanpa perlu berpikir dan pertimbangannya.”

Keadaan tersebut terbagi dua yaitu, : a) yang menjadi tabiat sejak lahir (seperti tergerak bangkit karena hal sepele lalu marah), dan b) yang diperoleh dari pembiasaan, latihan, pikiran, dan pertimbangan. 38

3) Al Ghazali dalam Al Ihya’Ulum al-Din berkata pula bahwa:

Akhlak adalah kondisi dalam diri yang melahirkan tindakah-tindakan tanpa perlu berpikir dan pertimbangan. Jika keadaan itu melahirkan tindakan-tindakan yang baik menurut akal dan syariah, maka tindakan tersebut disebut akhlak yang baik, dan jika melahirkan tindakan-tindakan yang buruk maka tindakan tersebut disebut akhlak yang buruk.” 39

Al Ghazali juga mencakup empat hal, yaitu : a) Kekuatan pengetahuan, b) Kekuatan emosi, c) Kekuatan keinginan, dan d) Kekuatan keadilan. Al Ghazali juga mengatakan bahwa yang membedakan perbuatan baik dan buruk adalah sifat yang melahirkannya.40

4) Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa:

Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.” 41

Berdasarkan pengertian di atas,disimpulkan bahwa akhlak adalah sikap pilihan dari seseorang yang lahir begitu saja dari jiwanya karena adanya motivasi diri yang sangat kuat yang lahir begitu saja dari dalam jiwa tanpa pertimbangan,

37

Ibnu Shadaruddin Asy-Syarwan dalam Iman Abul Mukmin Sa’aduddin, Meneladani Akhlak Nabi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. I, h. 17

38Ibnu Maskawaih dalam Iman Abul Mukmin Sa’aduddin,

ibid.

39Al Ghazali dalam Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin,

ibid, h. 29

40Al Ghazali dalam Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin,

ibid, h. 18

41

Ahmad Amin dalam Zahrudin AR, Hasaduddin Sinaga , Pengantar Studi Akhlak,


(39)

yang artinya dapat Sikap pilihan yang lahir itu adalah pilihan bebasnya yang dirasakan begitu kuat hingga menjadi kehendak, karena kehendak ini selalu muncul hingga menjadi kebiasaan, yang akhirnya munculah akhlak, maka dapat dikatakan akhlak lahir melalui proses pembentukan.

Namun demikian tetap harus memperhatikan bahwa akhlak itu itu juga ada yang terbentuk dari sejak lahir yang artinya pembawaan. Bila akhlak yang dibawanya sudah baik, adalah hal yang baik, namun bila sebaliknya maka perlu pembinaan kembali untuk dilatih dan dibiasakan menjadi akhlak yang baik.

2. Macam-macam Akhlak

Setiap manusia memiliki perilaku yang berbeda khasnya masing-masing. Untuk dapat memahami perilaku apa atau akhlak apa yang dimiliki seseorang, maka dibawah ini dijabarkan dalam dua kelompok besar macam-macam akhlak yaitu akhlak terpuji (akhlak karimah), dan akhlak tercela (akhlak al-mazmumah).

a. Akhlak Al-Karimah

Akhlak al-karimah atau akhlak yang mulia amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia, dan manusia dengan manusia. Akhlak al-karimah ini dibagi kepada tiga bagian, pertama akhlak mulia kepada Allah, kedua akhlak terhadap diri sendiri, dan ketiga akhlak mulia terhadap sesama manusia. 42

1) Akhlak mulia terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat yang terpuji dan demikian Agung sifat itu, jangankan manusia, malaikatpun tidak akan mampu menjangkau hakikatNya.43

42

Kutipan Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (CV. Karya Mulia, 2005), ed. II, h. 49

43


(40)

Alasan dari mengapa manusia berakhlak baik kepada Allah. Di antaranya adalah hal-hal sebagai berikut:

a) Karena Allah telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan kesempurnaanya.

b) Karena Allah telah memberikan perlengkapan pancaindera, hati nurani, dan naluri kepada manusia.

c) Karena Allah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan yuang terdapat di bumi, seperti tumbuhan, air, udara, binatang, dan lain sebagainnya.

d) Karena Allah telah memuliakan manusia, dengan diberikannya kemampuan uantuk menguasai daratan dan lautan.44

Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada Allah dengan menanamkan nilai-nilai ketuhanan. Nilai-nilai ketuhanan yang sangat mendasar adalah:

a) Iman, sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Tuhan,

b) Ihsan,kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau bersama manusia dimanapun manusia berada,

c) Takwa, sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu selalu mengawasi manusia,

d) Ikhlas, sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan, semata-mata memperoleh ridho Allah,

e) Tawakal, sikap senantiasa bersandar kepada Allah,

f) Syukur, sikap penuh rasa terima kasih dan pernghargaan atas segala nikmat dari Allah,

g) Sabar, sikap tabah menghadapi segala kepahitan hidup, besar dan kecil, lahir dan bathin.45

2) Akhlak mulia terhadap diri sendiri

44

Kutipan Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. I, h. 152 -153

45


(41)

Berakhlak yang baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri sendiri dengan sebaik-baiknya, dengan menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi Muhammad SAW, seperti:

a) Hindarkan minuman beracun/keras; setiap muslim harus menjaga dirinya sebagai suatu kewajiban, untuk tidak meracuni dirinya dengan minuman beralkohol, narkotika yang merugikan dirinya dan bersifat merusak

b) Hindarkan perbuatan yang tidak baik; sikap seorang muslim untuk mencegah melakukan sesuatu yang tidak baik adalah gambaran untuk pribadi muslim dalam sikap lakunya sehari-hari

c) Memelihara kesucian jiwa dengan taubat, dan taat beribadah

d) Pemaaf dan pemohon maaf; memaafkan biasanya mudah, namun meminta maaf sungguh sangat sukar, karena merasa malu

e) Sikap sederhana dan jujur, rendah hati, jujur menepati janji, dan dapat dipercaya.

f) Hindarkan perbuatan tercela; perbuatan yang tercela dapat mempengaruhi rusaknya akahlak yang baik. 46

3) Akhlak mulia terhadap sesama manusia

Manusia adalah makhluk sosial yang kelanjutan eksistensinya secara fungsional banyak bergantung pada orang lain. Oleh karena ia perlu menciptakan suasana yang baik, satu dan lainnya saling berakhlak yang baik, di antaranya mengiringi jenazah, mengabulkan undangan, dan mengunjungi sakit. 47

Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena ia berjasa dalam ikut serta mendewasakan kita, dan merupakan orang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan, menghargainya dan sebagainya. 48

b. Akhlak Al-Mazmumah

46

Kutipan M. Ardani. Op. Cit., h.. 54 – 56

47

Ibid., h. 57

48


(42)

Adalah akhlak tercela yang secara umum sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik tersebut di atas. Berdasarkan petunjuk Islam macam akhlak tercela, diantaranya:

1) Berbohong, ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak cocok dengan yang sebenarnya. Berdusta ada tiga macam: a) berdusta dengan perbuatan, b) berdusta dengan lisan, c) berdusta dalam hati

2) Sombong(takabur), ialah merasa atau mengaku diri besar, tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa diri paling hebat. Takabur ada tiga macam: a) takabur kepada Tuhan, sikap yang tidak mau pedulikan ajaran-ajaranNya, b) takabur kepada RasulNya, berupa merasa rendah bila mengikuti dan mematuhi Rasul, c) takabur kepada manusia, menganggap dirinya lebih hebat dari orang lain

3) Dengki, ialah rasa atau sikap tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain, dan berusaha untuk menghilangkannya dari orang itubaik dengan maksud agar pindah ke tangan sendiri atau tidak

4) Kikir (bakhil), ialah orang yang sangat demikian hemat dengan apa yang dimilikinya, bahkan sangat sukar mengurangi sebagian yang milikinya itu untuk diberikan kepada orang lain. 49

Dari penjelasan kedua macam akhlak di atas, penulis menambahkan bahwa, manusia bebas memilih akhlak mana yang akan menjadi cerminan dirinya. Konsekwensinya hanya bertanggung jawab saja di hadapan Allah atas pilihannya kelak. Masing-masing akhlak mempunyai nilai di sisi Allah. Allah akan memberikan balasan yang setimpal sesuai perbuatan manusia dengan akhlak pilihannya. Seperti yang tercantum dalam firman Allah SWT, surah Al-Zalzalah (99) ayat 7 – 8:









“(7) Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (8) Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan

49


(43)

sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (Al-Zalzalah : 7 – 8). 50

3. Faktor Pembentuk Akhlak

Faktor-faktor pembentuk akhlak, adalah sebagai berikut.

1) Adat atau kebiasaan: Akhlak itu dibentuk melalui praktek, kebiasaan, banyak mengulangi perbuatan dan terus menerus pada perbuatan itu.

2) Sifat keturunan: Berpindahnya sifat-sifat orang tua kepada anak cucu. Sifat keturunan ini bukan yang tampak saja, tetapi juga yang tidak tampak, seperti kecerdasan, keberanian, kedermawanan, dan lain-lain

3) Lingkungan: Adalah lingkungan masyarakat yang mengitari kehidupan seseorang dari rumah, lembaga pendidikan, hingga ke tempat pekerjaan. 51 Dari teori faktor pembentukan akhlak di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak itu ada yang terbentuk karena adanya pembiasaan/latihan, dan ada juga karena sifat bawaan, namun keduanya bisa berkembang dengan adanya pengaruh lingkunga yang ada. Dengan demikian akhlakpun mengalami tahapan atau fase.

Adapun fase terjadinya akhlak dari Imam Abdul Mukmin Sa’adduddin dalam bukunya Meneladai Akhlak Nabi,adalah sebagai berikut:

1) Ide, yaitu kata hati atas suatu kecendrungan

2) Kecenderungan,yaitu tertuju kepada salah satu ide yang tergambar dalam hati dan ingin mencapainya. Jika salah satu kecenderungan mengalahkan kecenderungan lainnya, maka disebut harapan

3) Harapan, yaitu menangnya salah satu kecenderungan atas kecenderungan-kecenderungan lainnya dalam hati seseorang. Jika orang itu memikirkan dan mempertimbangkan harapan ini secara matang, lalu membulatkan tekad kepadanya, maka harapan ini menjadi suatu keinginan

4) Keinginnan, yaitu sifat diri yang telah membulatkan tekad pada salah satu harapan di atas untuk dapat dibuktikan. Jika keinginan ini terus berulang-ulang maka jadilah suatu adat/kebiasaan

50

Surat Az-Zalzalah (99) : 7-8, Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,

(Semarang: CV. AS-SYIFA’), h. 481

51Imam Abdul Mukmin Sa’aduddin,

Meneladani Akhlak Nabi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), cet. I, h. 41


(44)

5) Adat/kebiasaan, yaitu keinginan yang berulang-ulang, dan lahir dari keadaan bagian dalam. Adat inilah yang akhirnya disebut akhlak.52

4. Akhlak Siswa

Siswa biasa disebut dengan anak didik. Anak didik memiliki sifat yang unik dan khas, karena mereka memiliki perkembangan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Akhlak siswa dapat ditinjau dari sifat umum anak yang ada pada tahapan perkembangannya. Setiap tahapan memiliki sifat yang berbeda, beda jenjang pendidikan beda pula sifatnya. Anak sekolah

S.C. Utami Munandar dalam bukunya Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolahmengutip pendapat para ahli bahwa siswa Sekolah Dasarmasuk pada masa anak lanjut atau anak masa sekolah, yaitu usia 6-13 tahun. Masa kelas rendah sekolah dasar, sekitar usia 6-9 tahun, dan masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, sekitar usia 10 sampai 12 -13 tahun. 53

Pada usia-usia anak sekolah dasar khususnya kelas tinggi (kelas 4, 5, dan 6), akan ditemui sifat seperti antara lain:

a. Memilki minat pada kehidupan praktis kongkret sehari-hari; kecendrungan membandingkan pekerjaan yang praktis

b. Amat realistis, ingin tahu, ingin belajar

c. Mampu membuat peraturan sendiri dalam bermain

d. Memandang nilai angka rapor sebagai ukuran yang tepat terhadap prestasi sekolah.54

Havigurst dalam Munandar menjelaskan tentang tugas perkembangan anak yang oleh lingkungan sosial atau masyarakat diharap dapat dilaksanakan oleh anak, yaitu:

a. Mampu mengembangkan hati nurani dan sistem nilai sebagai pedoman prilaku

b. Belajar menjadi pribadi yang mandiri

52

Ibid., h. 42

53

KutipanS.C. Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah,

(Jakarta: PT. Gramedia, 1999), cet. III, h. 1

54


(45)

c. Belajar bergaul dan bekerja sama dengan kelompok sebaya d. Mampu mengembangkan konsep diri yang sehat.55

M. Ch. Mu’min, dalam bukunya Mengelola TK Al-Qur’an juga mengutip

pendapat para ahli bahwa anak dalam usia 10-12 berada di Periode intelektual, yaitu pada fase sintesa logis dengan ciri-ciri mulai tumbuh wawasan akal budinya. 56

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa akhlak siswa pada usia anak sekolah, terutama anak sekolah dasar pada kelas tinggi, bisa saja muncul akhlak yang baik atau akhlak yang buruk. Sifat dan tugas tugas perkembangan tersebut di atas, menunjukkan hal-hal yang positif dan yang negatif. Dapat dikatakan hal-hal tersebut adalah sifat bawaan, maka baik buruknya akhlak yang akan muncul adalah tergantung pada kekuatan pengaruh dari lingkungan pendidikan siswa.

Chatibul Umam dalam bukunya Aqidah Akhlaq menguraikan beberapa contoh akhlak baik dan akhlak buruk, seperti berikut ini: antara lain adalah:

Contoh akhlak baik:

a. Memiliki rasa cinta, taat,taqwa, tawakal, ridho, dan syukur kepada Allah b. Ikhlas karena Alah, dan khusyu’ beribadah

c. Mencintai, patuh, dan taat pada Rasulullah d. Berbakti kepada orang tua

e. Mampu mengendalikan hawa nafsu

f. Qana’ah, bersikap jujur, dan mempunyai rasa malu

g. Pemurah, menepati janji, menyambung silahturami, dan suka bermusyawarah

h. Saling maaf memaafkan, menghargai, menghormat, dan menutupi aib sendiri juga aib orang lain

i. Menyantuni orang lemah dan anak yatim

55

Havigurst dalam Munanda, Ibid. h, 7-8

56 Kutipan M. Chairul Mu’min,

Petunjuk Praktis Mengelola TK Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 1995), Cet. III, h. 26-27


(46)

j. Dan lain-lain. 57

Adapun contoh akhlak buruk, adalah antara lain: a. Bohong, ingkar janji, fitnah, dan munafik

b. Takabur, riya, dan ujub

c. Iri dengki (hasad), putus asa, pengecut, pemalas, fasiq, dan dendam d. Tamak, rakus, dan kikir

e. Dzalim, suka mengicuh, adu domba, dan memutuskan silahturrahim. f. Dan lain-lain. 58

5. Pembentukan Akhlak Siswa

Pembentukan adalah sebuah kata benda yang memiliki arti proses, cara, atau perbuatan membentuk.59 Bika demikian maka dapat disimpulkan bahwa pembentukan membutuh suatu cara, untuk melakukan sesuatu bentukan, dan hal itu melalui proses. Dapat dibayangkan bahwa pembentukan itu bukan hal yang mudah. Untuk hasil yang baik harus ada keahlian, kesungguhan dan ketulusan, karena semua itu dapat memberikan pengaruh yang baik pada bentuk yang akan dihasilkan. Hal tesebut di atas juga berlaku pada pembentukan akhlak siswa.

Dr. Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin dalam bukunya Meneladani Akhlak

Nabi menyampaikan pendapatnya tentang 5 (lima) cara atau metode dalam pembinaan akhlak, yaitu:

a. Memberikan pelajaran atau nasihat, menunjukkan yang baik dan maslahat dengan maksud agar menghindari mudarat.

b. Membiasakan akhlak yang baik, mengulangi kegiatan tertentu berkali-kali agar menjadi bagian hidup, seperti shalat dan shalat

c. Memilih teman yang baik, karena teman itu tak lepas dan saling mempengaruhi, dan temanlah yang menunjukkan tentang orang yang ditemaninya

57

Chatibul Umam, Aqidah Akhlaq untuk Madrasah Tsanawiyah kelas I, (Kudus: Menara Kudus, 1990), h. 175 - 176

58

Ibid., h. 176-177

59


(47)

d. Memberi pahala dan sanksi, untuk menumbuhkan kesadaran atas motivasi iman sehingga dapat memperbaharui niat dan pelaksanaannya.

e. Memberikan keteladanan yang baik, hal ini penting sebab anak-anak itu suka meniru orang-orang yang mereka lihat baik tindakan maupun budi pekertinya. 60

Memperhatikan pendapat di atas, penulis ingin menyampaikan juga pendapat yang selaras dengan apa yang disampaikan oleh Abdullah Nasih Ulwan, dalam bukunya Pendidikan Anak dalam Islam beliau mengutip dari pendapat para ahli bahwa metode pendidikan yang berpengaruh terhadap anak, dalam hal yang menyangkut iman, moral, mental, jasmani maupun rohani tersimpul dalam lima hal, yaitu:

a. Pendidikan dengan keteladanan: adalah pendidikan melalui keteladanan pendidik. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak-tanduk dan sopan-santunnya, disadari atau tidak, akan ditiru oleh mereka, baik perkataan atau perbuatan, akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak

b. Pendidikan dengan adat kebiasaan: adalah pendidikan yang menggunakan peranan pembiasaan, dalam pengajaran dan pendidikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menumbuhkan tauhid yang murni, budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur dan etika religi yang lurus

c. Pendidikan dengan nasihat: adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasihat-nasihat, karena nasihat memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak kesadaran akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasi dengan akhlak yang mulia, serta membekali dengan prinsip-prinsip Islam

d. Pendidikan dengan memberikan perhatian: adalah pendidikan yang senantiasi mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan

60Sa’aduddin,


(1)

HASIL WAWANCARA 3

Nama Responden : Anita Kusumawaty

Jabatan : Guru Kelas V/ Guru PAI

Hari/Tanggal Wawancara : Selasa 1 Mei 2012 Tempat Wawancara : SDIT As-Sa’adah

Pokok Pembicaraan

1. Sudah berapa lama ibu menjadi guru agama di SDIT Assa’adah ? Jawaban:Saya sudah 7 tahun menjadi guru di SDIT As-Sa’adah 2. Bagaimana penilaian ibu terhadap akhlak siswa di SDIT Assa’adah ?

Jawaban:Alhamdulillah cukup baik

3. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pembinaan akhlakul karimah siswa di SDIT Assa’adah ?

Jawaban:

a) Tidak ada keserasian usaha pembentukan sikap akhlak siswa antara guru dengan orang tua

b) Lingkungan rumah yang memberi dampak negatif bagi akhlak siswa c) Tidak ada ketegasan dalam menerapkan aturan/budaya sekolah terhadap

siswa

4. Langkah-langkah apa saja yang ibu lakukan dalam rangka membina akhlakul karimah siswa di SDIT Assa’adah ?

Jawaban:

a) Memberi keteladanan

b) Menjalin komunikasi yang baik dengan siswa


(2)

RUMUS-RUMUS YANG DIGUNAKAN

1. Rumus distribusi frekuensi:

� = �

� � 100% Keterangan:

P : Angka Prosentase

F : Frekwensi yang sedang dicari prosentasenya

N : Number of Cases atau jumlah siswa yang dijadikan hasil

perhitungan rata-rata 100% : Bilangan tetap (konstanta) 2. Rumus Korelasi Product Moment:

r

xy

=

�∑ − ∑ . (∑ )

√{�∑ 2− ∑ )2 . {�∑ 2− ∑ )2

Keterangan:

r xy = Angka indeks korelasi ‘r’ product moment

N = Jumlah Data (Number of Cases)

∑XY = Jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y Σx = Jumlah seluruh skor x

Σy = Jumlah seluruh skor y

3. Rumus Derajat Kebebasan atau DK (Degree of Freedom atau DF):

Keterangan :

df = Derajat Kebebasan (degrees of freedom) N = Jumlah Data (Number of Causes)

nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan.

df = N - nr


(3)

(4)

(5)

(6)

BIODATA PENELITI

Nama : Rostidja Ratna Leysiah Jenis kelamin : Perempuan

Tempat lahir : Jakarta

Tanggal lahir : 21 Oktober 1966

Agama : Islam

Alamat : Jl. H. Enjong I No. 12 RT 008 RW 01 Kelurahan Kalisari Kecamatan Pasar Rebo – Jakarta Timur

Riwayat pendidikan :

1. S1, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2009 –sampai sekarang (sedang proses) 2. D2, PGTKI Nurul Fikri, Depok, 2005-2007

3. D1, ITP Bumi Palapa Hotel & Tourism, Jakarta, 1985 - 1986 4. SMA, SMAK Budi Luhur, 1982 - 1985

5. SMP, SMPKr Widuri Sore, 1979-1982

6. SD, SDN 01 Lematang Pagi, Jakarta, 1973-1979 7. TK, TK Persit Chandra Kirana, Jakarta, 1972 Pengalaman mengajar :

1. Mengajar di PG/TKIT As-Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur, tahun 2006 sampai sekarang

2. Mengajar di TK, sebagai wali kelas TKA dan guru sentra Imajinasi di TKIT TERATAI HIJAU, Depok, tahun 2005-2006

3. Mengajar TPA di TPA MIFTAHUL HUDA, Jakarta Timur, tahun 2003-2005 Prestasi selama menjadi guru :

1. Pemenang Lomba Toyota Bercerita, kategori mengarang cerita untuk anak, tema Indahnya Indonesiaku, tahun 2006

2. Juara 2 Lomba bercerita dengan media, diselenggarakan oleh IGTK kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur, tahun 2006

3. Juara 1 Lomba Display Kelas, diselenggarakan oleh Global Islamic, Depok, tahun 2007