Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
                                                                                1. Tawuran  anak  SD  dengan  samurai  di  Jl.  Latumeten,  Jakarta  Barat,  sabtu
siang 2442010. Mereka saling serang dengan menggunakan batu, balok, kayu, dan samurai. Tawuran ini berawal dari saling ejek.
10
2. Empat  siswa  SD  di  Depok;  Rud  14,  Ald  14,  Ry  11,  dan  Oki  10,
memperkosa  secara  bergilir  2  siswi  SD  Kelurahan  Grogol,  Kecamatan Limo, Depok, Jawa Barat.
11
3. M  10,  siswa  kelas  1  SD  ditahan  dan  diperiksa  di  unit  pelayanan
perempuan,  polres  Jakarta  Timur  dikarenakan  membunuh  ibu  angkatnya dengan cara memukul balok dan martil lalu menikam punggung ibu dengan
pisau.
12
4. AM  13,  siswa  kelas  VI  SD  di  kawasan  Cinere,  Depok,  tega  menusuk
Saiful  temannya sendiri hingga kritis dan trauma.
13
Contoh-contoh  di  atas  adalah  bukti  hilangnya  nilai-nilai  luhur  yang seharusnya  tertanam.    Hal  ini  seakan  mengatakan  bahwa  ada  kesalahan  dalam
mendidik anak hingga mampu mempengaruhi akhlak anak seperti itu. Banyak hal yang mampu mempengaruhi akhlak anak.
Faktor  yang  paling  mempengaruhi  adalah  lingkungannya,  karena  setiap anak  dalam  perkembangannya  tidak  lepas  dari  lingkungan.  Lingkungannyalah
yang  akan  menjadi  pendidiknya.  Lingkungan  yang  baik  akan  memberikan pendidikan yang benar sehingga memberikan pengaruh yang baik juga, sebaliknya
lingkungan  yang  tidak  baik  akan  memberikan  pendidikan  dan  pengaruh  yang tidak  baik.    Telah  dikatakan  oleh  Umar  Tirtarahadja  dalam  bukunya  Pengantar
Pendidikan  bahwa  manusia  sepanjang  hidupnya  akan  selalu  menerima  pengaruh dari  tiga  lingkungan  pendidikan  yang  utama  yakni  keluarga,  sekolah,  dan
masyarakat.
14
10
Sugi  Yanto,  Anak  SD  Tawuran  dengan  Samurai,  Apa  Kata  Dunia,  2010, http:umum.Kompasiana.com
11
Adi, Waduh, 4 ABG Perkosa 2 Siswi SD, 2008,  http:www.suarakarya-online.com
12
Pur WD, Seorang Anak SD Membunuh Ibu Angkatnya, 2009, http:www.voa-Islam.com
13
Ayu Novita Pramesti, Sebuah Peristiwa Hukum: Siswa Kelas VI SD Menusuk Temannya Sendiri, 2012, http:hukum.kompasiana.com
14
Umar Tirtarahardja, Pengantar Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005, Cet. II, h. 166-167
Pengaruh  keluarga  adalah  pengaruh  dari  orangtuanya,  sementara  pengaruh sekolah  adalah  pengaruh  dari  gurunya,  sedangkan  pengaruh  lingkungan
masyarakat  untuk  anak  adalah  pengaruh  dari  teman-teman  sepermainannya. Kemungkinan besar ketiga hal di atas menjadi faktor kemerosotan akhlak anak.
Abdullah  Nashih  Ulwan  menyampaikan  pendapatnya  tentang  lingkungan keluarga dengan terlebih dahulu  menyampaikan nash  yang  berkailtan dengan hal
tesebut, hadits yang dimaksud adalah yang telah dikemukakan di atas, yaitu:
ِهْيَلَع ُهَللا ىَلَص ِهَللا ُلوُسَر َلاَقُلوُقَ ي َناَك ُهَنَأ َةَرْ يَرُه  َِِأ ْنَع ِهِناَدِوَهُ ي ُهاَوَ بَأَف ِةَرْطِفْلا ىَلَع ُدَلوُي  ََِإ ٍدوُلْوَم ْنِم اَم َمَلَسَو
ِهِناَ ِ َُ َو ِهِناَرِ َ ُ يَو
مل م حيحص ٤٨٠٣
“Dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah bersabda:“Seorang bayi tidak dilahirkan ke dunia ini melainkan ia berada
dalam kesucian fitrah.Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi
”. Shahih Muslim 4803.
15
Dari  hadits  ini  Abdullah  Nashih  Ulwan  mengatakan  bahwa  jika  seorang anak  mempunyai  kedua  orang  tua  muslim  yang  baik  yang  mengajarkan  kepada
dirinya prinsip-prinsip iman dan Islam, maka ia akan tumbuh dengan ikatan iman dan Islam, Inilah yang dimaksud dengan faktor lingkungan keluarga.
16
Pendapat di atas dapat memberikan gambaran bahwa pendidikan anak sedini mungkin  datang  dari  kedua  orangtuanya.    Kesalahanorang  tua  dalam  mendidik
anak  tidak  perlu  terjadi,  bila  orang  tua  mau  menyadari  untuk  menjalankan perannya  untuk  memberikan  yang terbaik, seperti  yang  dikatakan oleh Mardiana
S., dalam artikelnya yang berjudul Lima Peran Orang Tua, yaitu; 1.
Menjadi  contoh  teladan  qudwah  hasanah.  Orang  tua  harus  selalu  sadar, bahwa  segala  tuturan,  tingkah  laku,  dan  amalan  orang  tua  adalah  contoh
yang  akan  menjadi  ikutan  anak.  Jadi,  pastikan  bahwa  orang  tua  senantiasa
15
Shahih Muslim, loc.cit
16
Ulwan, op. cit., h. 187
berakhlak  mulia  selaras  dengan  akhlak  Rasulullah  SAW.    Misalnya berbicara dengan kalimat yang baik, selalu berbuat kebaikan, dan lain-lain.
2. Mengajar  dengan  kebiasaan  Islam  yang  menyarankan  agar  anak-anak
dididik dengan cara mengajarkan teori, kemudian dipraktikkan agar menjadi kebiasaan.  Misalnya  mengajarkan  tata  cara  ibadah  shalat,  kemudian
bersama-sama mempraktekkan ibadah shalat. 3.
Mendidik  melalui  nasihat  dengan  kelembutan  dan  kesabaran.  Menasihati anak  untuk  untuk  mengesakan  Allah,  berbuat  baik  kepada  orang  tua,
mendirikan  salat,  dan  berakhlak  mulia,  terutama  dengan  memberikan gambaran dengan contoh, baik akhlak mulia maupun akhlak buruk, disertai
dengan sebab dan akibat. 4.
Memberi  perhatian  dan  kesempatan.  Orang  tua  wajib  memperhatikan keperluan
dan memberikan
bimbingan bagi
pertumbuhan dan
perkembangan  anak,  sehinggasemua  kecerdasan  majemuknya  berkembang seimbang  secara  intelektual,  fisikal,  sosisal,  emosional,  kognitif,  bahasa,
kreativitas, dan estetika. Misalnya memberi kepercayaan kepada anak untuk melakukan sendiri semua kebutuhannnya.
5. Mendidik dengan kedisiplinan dan ketegasan, karena anak-anak belum tahu
maksud  dan  tujuan  setiap  aturan,  mereka  wajib  didisiplinkan  dengan ketegasan.  Seperti  yang  diajarkan  Rasulullah  SAW  bahwa  anak-anak
hendaknya  diperintahkan    shalat  ketika  mereka  berusia  tujuh  tahun,  dan boleh memukul mereka karena meninggalkan shalat, ketika mereka berusia
sepuluh tahun.
17
Di  samping  pengaruh  orang  tua  yang  melakukan  kesalahan  dalam melakukan  perannya,  pengaruh  teman  juga  menjadi  faktor  utama  pembentukan
akhlak  anak.  Seperti  yang  telah  diketahui  bahwa  teman  juga  dibutuhkan  anak dalam  perkembangan  sosialnya.    Anak  bisa  dengan  mudah  memiliki  teman,  dan
bisa dengan mudah pula terpengaruh oleh teman-temannya.
17
Mardiana  S. “Lima  Peran  Orang  Tua”,Majalah  KARIBKU  –  Bumiku  media  informasi
guru PAI dan anak TK Edisi 06November-Desember 2011, Tahun III2011. h. 6
Dalam  bukunya  Pengantar  Pendidikan  Umar  Tirtarahardja  menjelaskan bahwa  kelompok  sebaya  mungkin  paling  besar  pengaruhnya  terhadap
pembentukan akhlak siswa, terutama pada saat anak berusaha melepaskan diri dari pengaruh  kekuasaan  orang  tua.  Yang  dimaksud  dengan  kelompok  sebaya  adalah
kelompok  yang  terdiri  dari  orang-orang  yang  bersamaan  usianya;  kelompok bermain,  kelompok  monoseksual  kelompok  yang  hanya  beranggotakan  anak-
anak  sejenis  kelamin,  atau  ‘geng’  yaitu  kelompok  anak-anak  nakal.  Dampak edukatif dari keanggotaan dalam kelompok sebaya ini, antara lain karena adanya
interaktif  sosial  yang  intensif  dan  dapat  terjadi  setiap  waktu,  serta  melalui peniruan.
18
Berikutnya  adalah  pengaruh  yang  juga  memberikan  kontribusinya  terbesar dalam pembentukan akhlak siswa adalah peran sekolah.  Dr. Ahmad Tafsir dalam
bukunya  Ilmu  Pendidikan  dalam  Perspektif  Islam,  mengatakan  pendapatnya bahwa pengaruh yang diperoleh anak didik di sekolah hampir seluruhnya berasal
dari guru yang mengajar di kelas.
19
Umar  Tirtarahardja  juga  menjelaskan  bahwa  sekolah  merupakan  sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Dengan kemajuan
zaman  orang  tua  tak  mungkin  lagi  memenuhi  seluruh  kebutuhan  dan  aspirasi generasi muda terhadap iptek.
20
Semakin  maju  suatu  masyarakat  semakin  penting  peranan  sekolah  dalam mempersiapkan  generasi  muda  sebelum  masuk  dalam  proses  pembangunan
masyarakatnya itu. Sekolah menjadi pusat pendidikan yang mampu melaksanakan fungsi  pendidikan  secara  optimal,  dan  menjadi  suatu  tempat  pusat  latihan
training centre manusia.
21
Namun  dari  sisi  lain  sekolah  juga  menerima  banyak  kritik  atas  berbagai kelemahan dan kekurangannya. Sekolah dituntut untuk meningkatkan peranan dan
fungsi  sekolah  untuk  menghadapi  tantangan  zaman.  Sekolah  dapat  menjalankan
18
Tirtarahardja, Op. cit, h. 181
19
Ahmad  Tafsir,  Ilmu  Pendidikan  dalam  Perspektif  Islam,  Bandung:  PT.  Remaja Rosdakarya, 2010, cet. IX, h. 75
20
Tirtahardja, Op. cit, h. 172-173
21
Ibid.
perannya  dengan  memberikan  pengajaran  yang  mendidik,  peningkatan  dan pemantapan
program bimbingan
dan penyuluhan,
pengembangan perpustakaansumber  belajar,  dan  peningkatan  dan  pemantapan  program
pengelolaan sekolah, khususnya yang terkait dengan peserta didik.
22
Agar  peran  sekolah  menjadi  efektif  dalam  memberikan  pengaruhnya  pada pembentukan akhlak siswa, maka guru yang ada di dalamnya harus paham tentang
perannya dan bagaimana cara menjalankan perannya dengan baik, hingga mampu memberikan pengaruh positif  terhadap pembentukan akhlaknya.
E.Mulyasa dalam bukunya Menjadi Guru Profesional mengindentifikasikan sedikitnya  ada  19  peran  guru  yakni,  guru  sebagai  pendidik,  pengajar,
pembimbing,  pelatih,  penasihat,  pembaharu  innovator,  model  dan  teladan, pribadi,  peneliti,  pendorong  kreativitas,  pembangkit  pandangan,  pekerja  rutin,
pemindah kemah, pembawa ceritera, aktor, emansipator, evaluator, pengawet, dan kulminator mengantar anak pada tahap akhir.
23
Dapat dibayangkan betapa beratnya tugas seorang guru yang memilki peran demikian  beragam  pola  dan  macamnya.  Kemampuan  seorang  guru  bukan  hanya
pada  satu  hal  saja,  melainkan  banyak  hal,  seorang  guru  harus  mampu mengintegrasikan  segala  kemampuan  yang  mengaitkan  berbagai  aspek
kecerdasan,  yaitu  kecerdasan  emosi,  kecerdasan  intelektual,  dan  kecerdasan spiritual.  Semua  aspek  kecerdasan  itu  harus  dimiliki  oleh  seorang  guru,  dalam
menjalankan  perannya  agar  dapat  membentuk  akhlak  baik  siswa  yang  akan membantu anak bertahan pada fitrahnya
Telah dikatakan di awal bab, bahwa anak sudah memiliki fitrah yang murni ketika  dilahirkan,  guru  tinggal  mengembangkannya.  Namun  memang  tidak
semudah  yang  dibayangkan.  Fitrah  itu  tidak  bisa  berkembang  bahkan  bisa  mati, ketika guru melakukan kesalahan dalam melakukan perannya.
Tidak  ada  yang  menyangkal  bahwa  anak  akan  tumbuh  dengan  iman  yang benar,  berhiaskan  diri  dengan  dengan  etika  Islami,  bahkan  sampai  pada  puncak
22
Ibid
23
E.  Mulyasa,  Menjadi  Guru  Profesional,  Bandung:  PT.  Remaja  Rosdakarya,  2007,  cet. V, h. 37
nilai-nilai spirituil yang tinggi dan kepribadian yang utama, jika ia hidup dibekali dua faktor: pendidkan Islami yang utama dan lingkungan yang baik.
24
Hal  di  atas  menggambarkan    bahwa  salah  satu  langkah  awal  dalam mendidik yang benar adalah menanamkan Pendidikan Agama Islam ke dalam diri
anak  sedini  mungkin,  sehingga  anak  dapat  menerima  pemahaman  tentang  nilai- nilai  perilaku  yang  baik  dengan  mudah,  serta  terbiasa  berprilaku  baik  sejak
kecil.Untuk  itu  dibutuhkan  seorang  guru  Pendidikan  Agama  Islam  yang  akan lebih  fokus dan efektif dalam  melaksanakan perannya pada pembentukan akhlak
siswa.  Peran  guru  Pendidikan  Agama  Islam  harus  optimal  dilakukan,  agar  anak dapat  mampu  menyerap  nilai-nilai  murni  dari  pembelajaran  Pendidikan  Agama
Islam  yang  diterimanya,  kemudian  mampu  mengambil  hikmahnya,  hingga tertanam dan mempengaruhi bentukan akhlak yang diharapkan yaitu akhlak yang
baik. Dalam  melaksanakan  perannya  guru  Pendidikan  Agama  Islam  hendaknya
memperhatikan tujuan dari pendidikan yang tersirat dalamUndang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang tujuan  pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan
Nasional  berfungsi  mengembangkan  kemampuan  dan  membentuk  watak  serta peradaban  bangsa  yang  bermartabat  dalam  rangka  mencerdaskan  kehidupan
bangsa,  bertujuan  untuk  berkembangnya  potensi  peserta  didik  agar  menjadi
manusia  yang  beriman dan  bertakwa kepada Tuhan Yang  Maha Esa,  berakhlak mulia
, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokrasi serta bertanggung jawab.
25
Di  era  globalisasi  ini  pula  tanggung  jawab  guru  Pendidikan  Agama  Islam menjadi  semakin  berat,  dengan  maraknya  kemerosotan  akhlak  yang  ada.  Guru
Pendidikan Agama Islam harus cerdas dan cermat dalam melaksanakan perannya dengan baik, jangan sampai melakukan kesalahan, agar tidak memberikan dampak
atau  pengaruh  negatif  pada  akhlak  siswa,  karena  hal  itu  akan  memberikan  masa
24
Ulwan, op.cit.h. 186.
25
Undang-undang  RI  No.  20  tahun  2002  dalam  Abd.  Rozak,  Fauzan,  dan  Ali  Nurdin, Kompilasi  Undang-Undang  dan  Peraturan Bidang  Pendidikan,  Jakarta:  FITK  Press  UIN  Syarif
Hidayatullah, 2010, cet. I, h. 6
depan yang buruk bagi siswa. Seperti yang dikatakan oleh Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, yaitu:
“Apabila  guru  agama  di  Sekolah  Dasar  mampu  membina  sikap  positif terhadap  agama  dan  berhasil  dalam  membentuk  pribadi  dan  akhlak  anak,
maka untuk mengembangkan sikap pada masa remaja mudah dan anak telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi berbagai kegoncangan
yang  biasa  terjadi  pada  masa  remaja.  Demikian  pula  sebaliknya,  apabila guru agama gagal melakukan pembinaan sikap dan jiwa agama pada anak di
Sekolah  Dasar,  maka  anak  akan  memasuki  masa  goncang  pada  masa  usia remaja, dengan kegoncangan dan sikap yang tidak positif, selanjutnya akan
mengalami  berbagai  penderitaan,  yang  mungkin  tidak  akan  teratasi  lagi, sebagaimana
telah terjadi
sekarang ini
banyak kenakalan
dan penyalahgunaan  narkotika  dan  sebagainya,  akibat  kurang  positifnya
pembinaan pribadi mereka, sebelum memasuki usia remaja.”
26
Pernyataan  di  atas  memberikan  kesimpulan  bahwa  masa  depan  siswa memang ada di tangan Allah SWT, namun masa depan itu dapat diusahakan serta
dibentuk  oleh  pendidiknya.  Pendidiknya  harus  mahir  berperan  dalam melaksanakan  tugas-tugasnya.  Peran  guru  Pendididkan  Agama  Islam  dapat
memberikan  pengaruh  positif  terhadap  pembentukan  akhlak  siswa  dengan  izin Allah.  Setiap  siswa  yang  datang  ke  sekolah  sudah  membawa  bentukan  akhlak
sendiri,yang sudah terbentuk berdasarkan pengaruh dari orangtua dan temannya di luar sekolah. Guru Pendidikan Agama Islam harus mampu merubahnya, dari yang
tidak baik menjadi baik, kemudian mengantarkannya pada masa depan yang baik. Berangkat  dari  latar  belakang  masalah  yang  ada  maka  penulis  membuat
penelitian  yang dituangkan dalam skripsi dengan judul:
“Pengaruh Peran Guru Pendidikan  Agama  Islam  terhadap  Pembentukan  Akhlak  Siswa  Kelas  V
SDIT As- Sa’adah Kalisari Pasar Rebo Jakarta Timur.”
                