57
Analisis :
Berdasarkan cuplikan di atas dapat dilihat kharisma Toyotomi Hideyoshi. Sikap Toyotomi Hideyoshi yang berani menuju ke wilayah yang penuh musuh
yang mengancam demi meyakinkan Kagekatsu. Kagekatsu merupakan seorang daimyo yang ingin dijadikan Toyotomi Hideyoshi sekutu. Kagekatsu sampai
terkesan dengan sosok Toyotomi Hideyoshi. Kagekastsu akhirnya rela tunduk kepada Toyotomi Hideyoshi demi penayatuan negeri Jepang. Kharisma Toyotomi
Hideyoshi dapat dilihat dari cuplikan berikut “Kagekatsu begitu terkesan sehingga ia mulai melihat bahwa ia berurusan dengan seorang yang lebih hebat
dari dirinya sendiri, dan menyimpulkan bahwa berperang melawan Hideyoshi sama sekali bukan hal yang bijaksana”
Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka
Riberu dalam Astuti, 2014: 15.
2. Gaya Trasnsaksional
Berikut cuplikan dalam biografi The Swordless Samuarai yang menunjukkan gaya Transaksional Toyotomi Hideyoshi, yaitu :
Cuplikan 1 hal. 57-58 :
Kemudian aku memasang peta benteng di antara dua tonggak dan menjelaskan bagaimana proyek itu akan di kerjakan. Untuk mempercepat proses
penyelesaian, aku membagi kelima ratus pekerja dalam sepuluh tim yang bersaing satu dengan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
58 Setelah aku memberi tanda, beberapa prajurit datang membawa sebuah peti
yang penuh berisi uang tembaga dan meletakkan peti yang berat itu di atas sebuah tong kayu sampai berdebum.
“Kepada setiap anggota tim yang tercepat, Lord Nobunaga akan memberikan kalian--sebagai tambahan dari upah kerja harian—bonus istimewa
sebesar lima ratus koin tembaga” kataku.”beserta kecepatan, kualitas juga akan dievaaluasi. Pekerjaan asal-asalan akan dianggap sebagai tindakan mata-mata dan
yang melakukannya akan memdapat ganjaran setimpal.”
“Bagaimana?” aku berteriak, sambil membenamkan telapak tangan ke dalam peti lalu memperdengarkan bunyi dentingan uang tembaga berjatuhan ke
dalam peti. “Siapa yang mau mendapat bonus ?” Gumam kegembiraan menyebar diantara para pekerja.
Analisis :
Berdasarkan cuplikan di atas menunjukkan perilaku Toyotomi Hideyoshi yang tegas. Toyotomi Hideyoshi berperan sebagai mandor mengantikan mandor
sebelumnya sebagai pemimpin para pekerja. Toyotomi Hideyoshi meminmpin para pekerja dengan pembagian tugas masing-masing agar proses pembangunan
benteng pertahanan segera selesai. Toyotomi Hidyoshi memotivasi para pekerja yang melalukan tugas dengan baik dan menghukum mereka yang berkerja asal-
asalan. Toyotomi Hideyoshi meberikan keputusan yang tegas kepada bawahannya seperti yang tercuplik sebagai berikut “Kepada setiap anggota tim yang tercepat,
Lord Nobunaga akan memberikan kalian—sebagai tambahan dari upah kerja harian—bonus istimewa sebesar lima ratus koin tembaga” kataku.”beserta
kecepatan, kualitas juga akan dievaluasi. Pekerjaan asal-asalan akan dianggap
Universitas Sumatera Utara
59 sebagai tindakan mata-mata dan yang melakukannya akan memdapat ganjaran
setimpal”. Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau
memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih
berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahan Riberu dalam Astuti, 2014:15.
Cuplikan 2 hal. 162 :
Sebelum meninggalkan titik pertemuanku dengan Shibata di Shizugatake untuk berurusan dengan Nobutaka di Gifu, kami memerlukan rencana cadangan
seandainya Shibata menyerang saat aku sedang tidak ditempat.
Mitsunari dan anak buahnya kemudian berangkat lebih dulu mengatur jalur persediaan dan rute tempuh dari Gifu ke Shizugatake, berhenti di hampir setiap
rumah untuk menyuruh penghuninya menyiapkan nasi kepal dan obor kayu cemara. Kemudian, saat pasukanku menempuh rute tersebut, mereka segera
menyambar kepalan nasi dan obor untuk menerangi jalan menembus kegelapan. Aku menjelaskan
pada Mitsunari, salah seorang letnan kepercayaanku, bahwa tujuanku adalah bisa bergerak balik secepat mungkin dari Gifu ke Shizugatake, dengan sangat
mendadak jika diperlukan. Bagaimana cara Mitsunari mencapai sasaran ini adalah urusannya; kebijakanku hanyalah menetapkan tujuan yang jelas, dan mencoba
sedapat mungkin untuk tidak ikut campur.
Menyediakan perbekalan bagi 15.000 tentara dan kudanya adalah permasalahan logistik yang kadang menjengkelkan, tapi yang diperlukan oleh
Universitas Sumatera Utara
60 orang-orangku, hanyalah sebuah tujuan yang jelas dan izin untuk menggunakan
keahlian mereka.
Analisis :
Mitsunari dan timnya kemudian mendapatkan penghargaan yang berlimpah, berkat Akuntabilitas: Tetapkan tujuan yang jelas.
Cuplikan tersebut menggambarkan Gaya kepemimpinan transaksional Toyotomi Hideyoshi. Toyotmi Hideyoshi memberikan perintah kepada
bawahannya dengan sangat jelas dan tegas. Toyotomi Hideyoshi ingin agar pergerkannya kembali kemarkas dapat berjalan dengan cepat dan aman. Toyotomi
Hideyoshi sebisa mungkin untuk tidak ingin ikut campur dalam hal tata cara bagaimana bawahannya bisa menajalankan tugas. Gaya kepemimpinan
Transaksional Toyotomi Hideyoshi dapat dilihat dari cuplikan berikut “Aku menjelaskan pada Mitsunari, salah seorang letnan kepercayaanku, bahwa
tujuanku adalah bisa bergerak balik secepat mungkin dari Gifu ke Shizugatake, dengan sangat mendadak jika diperlukan. Bagaimana cara Mitsunari mencapai
sasaran ini adalah urusannya; kebijakanku hanyalah menetapkan tujuan yang jelas, dan mencoba sedapat mungkin untuk tidak ikut campur”.
Toyotomi Hideyoshi memandu bawahannya dengan persyaratan peran dan tugas dengan jelas. Toyotomi juga memebrikan izin kepada bawahannya untuk
menggunakan keahlian mereka. Seperti yang dicuplik sebagai berikut “tapi yang diperlukan oleh orang-orangku, hanyalah sebuah tujuan yang jelas dan izin untuk
menggunakan keahlian mereka.” Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau
memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih
Universitas Sumatera Utara
61 berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk
menciptakan perubahan bagi bawahan Riberu dalam Astuti, 2014:15.
3. Gaya Transformasional