Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi Dalam Biografi The Swordless Samurai Karya Kitami Masao

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aliminsyah & Pandji. 2004. Kamus Istilah Manajemen. Bandung : CV. Yrama Widya

Aminuddin, 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Aglesindo.

Anoraga, Pandji dan Sri Sayuti. 1995. Perilaku Keorganisasian. Jakarta : PT DUNIA PUSTAKA JAYA

Astuti, Yulia. 2014. Kepemimpinan Tokoh Utama Sang Penakluk Dari Owari Dalam Novel Oda nobunaga Karya Sohachi Yamaoka. Skripsi. Medan : Universtas Sumatera Utara

Clark, Tim. (Ed.). 2013. The Swordless Samurai. Jakarta: Pustaka Inspira.

Dasril, 2013. Analisis Moralitas Kesetiaan Dalam Novel Uesegi Kenshin Karya Eij Yoshikawa. Skripsi.Medan : Universitas Sumatera Utara

Depdikbud. 2014. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS Fathurrohman, Pupuh, dkk. 2013.Pengembangan Pendidikan Berkarakter.

Bandung : PT Refika Aditama

Makawimbang. Jerry H. 2012. Kepemimpinan Pendidikan yang Bermutu. Bandung : CV. ALVABETA

Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia

Nurgiyanto, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press


(2)

Pradopo, Rahmat Djoko.2003. Beberapa Teori Sastra, Metode kriktik, dan penerapannya. Jakarta : Medpress

Ratna, Nyoman kutha. 2003. Paradigma Sosiologi sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra; Perkenalan Awal terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Safaria, Triantoro. 2004. Kepemimpinan.Yogyakata : Graha Ilmu. Semi, Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung : Angkasa.

Soekanto, Soerjono.2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Jakarta.

Soemarjdo, Jacob dan Saini K.M. 1991 Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama

Suroto. 1990. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama.

Suparno & Danim, Sudarwan. 2012. Menjadi pemimpin Besar Visioner Berkarakter. Bandung : ALFABETA.

Yaumi, Muhammad. 2014. Pendidikan Karakter : Lamdasan, Pilar, Dan Implmentasi. Jakarta : PRENADAMEDIA GROUP


(3)

BAB III

KEPEMIMPINAN TOYOTOMI HIDEYOSHI DALAM BIOGRAFI THE SWORDLESS SAMURAI

3.1 Sinopsis Cerita

Toyotomi Hideyoshi berasal dari keluarga petani miskin di daerah Owari. Ia berpostur tubuh pendek dan memiliki wajah yang jelek. Sepanjang hidupnya ia terkenal dengan sebutan “Monyet atau Tikus botak”. Ia berasal dari keluarga yang tidak berpendidikan dan juga tidak mahir menggunakan pedang. Walaupun demikian, Toyotomi Hideyoshi memiliki karakter pantang menyerah dalam hidup.

Pada umur lima belas tahun ia telah pergi meninggalkan rumah. Berkelana keliling Jepang demi bertahan hidup. Ia memulai langkah pertamanya untuk menjadi seorang pemimpin Jepang dengan menjadi bawahan Oda Nobunaga, seorang daimyo dari daerah Owari. Oda Nobunaga memiliki visi menyatukan Jepang dibawah satu kepemimpinan. Hal ini yang menarik perhatian Toyotomi Hideyoshi untuk mengabdikan diri.

Toyotomi Hideyoshi melakukan perkerjaan mulai dari pembawa sandal, pesuruh pribadi, pekerja dapur, pengawas arang, penjaga kandang, pengawas pembangunan, hingga akhirnya memimpin pasukan sebanyak 30 orang. Toyotomi Hideyoshi banyak menorehkan prestasi gemilang sebagai bawahan Oda Nobunaga. Secara perlahan dan meyakinkan, Toyotomi Hideyoshi berhasil memenangkan berbagai pertempuran, dan pangkatnya yang awalnya hanya pembawa sandal, kemudian menjadi seorang perwira. Toyotomi Hideyoshi akhirnya mendapatkan


(4)

kepercayaan penuh dari Oda Nobunaga untuk membawahi lebih dari 15.000 orang pasukan. Kekuasaan klan Oda sudah mencakup sebagian besar wilayah Jepang. Dan Oda Nobunaga telah dinobatkan Sebagai Shogun oleh kaisar Jepang.

Oda Nobunaga memimpin dengan cara yang kejam sehingga akhirnya ia tewas dibunuh oleh bawahannya sendiri. Toyotomi Hideyoshi mengambil alih melanjutkan visi menyatukan seluruh Jepang dalam satu kepemimpinan sebagai pengganti Oda Nobunaga. Banyak pesaing Toyotomi Hideyoshi dari kalangan bangsawan yang tidak menuyukainya.

Keberhasilan kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi bisa tercapai karena kemampuan memimpin anak buahnya. Membimbing anak buahnya untuk mencapai tujuan bersama. Menjadikan Toyotomi Hideyoshi sebagai panutan sehingga anak buahnya setia kepadanya. Toyotomi Hideyoshi memiliki sifat, kebiasaan, watak dan keperibadian yang unik dan khas, sehingga tingkah laku dan gayanya lah yang membedakan dirinya dari pemimpin yang lain. Gaya atau style hidupnya tersebut mewarnai perilaku dan karakter sebagai seorang pemimpin.

3.2 Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi

3.2.1 Karakter Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi

Didalam karakter kepemipinan ada delapan aspek karakter yang dibahas, Berikut penjelasannya :

1. Envision atau memiliki visi

Berikut karakter kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi yang memiliki visi tergambar dalam biografi The Swordless Samurai pada data berikut :


(5)

Cuplikan 1 (hal. 197-196) :

Saudara tiriku membuktikan kehebatannya dari satu misi ke misi lain. Ketika kami menginvasi Shikoku, ia mengambil alih komando seluruh pasukan. Pada waktu itu aku sedang sakit, tapi aku berkeras berangkat ke Shikoku untuk memimpin sepasukan prajurit. Hidenaga mendengar rencanaku dan mengirim surat, dengan lembut memaksaku berada di rumah.

“Pergi ke Shikoku hanya akan memperburuk keadaanmu,” tulisnya, “dan bisa merepotkan pergerakakan ku disini.” Hidenaga tau cara menjaga suasana hatiku tetap tenang sementara mengajukan saran yang baik. Tapi ia berani menentangku jika alasannya masuk akal.

Contohnya, Pada tahun 1586 seorang Wakil Provinsial Ordo Jesuit bernama Gaspar Coelho memberiku kunjungan kehormatan di Benteng Osaka dan bertanya tentang renacaku ke depan. “Saat selesai menciptakan perdamaian di Jepang,” aku memberitahunya,

Wajah Hidenaga memerah, dan tatapannya dialihkan ke lantai saat sang misionaris Portugis dan aku bicara. Setelah, sang pendeta pergi, Hidenaga mengajakku bicara di ruang tertutup dan mengemukakan keberatannya atas ideku menginvasi negara-negara lain. Sejak saat itu, kapan saja ia mendengarku membicara invasi keluar negeri, ia berkeras itu adalah rencana buruk. Belakangan aku baru menyadari betapa tepat nasihatnya.

“aku akan menyerahkan kepemimpinan kepada Hidenaga lalu berkonsentrasi menaklukkan Korea dan China.”

Analisis :

Pada cuplikan di atas, terlihat bahwa Toyotomi Hideyoshi sebagai seorang daimyo yang memiliki visi yang jelas. Ia menginginkan perdamaian di Jepang. Di


(6)

masa Toyotomi Hideyoshi, Jepang sedang mengalami zaman peperangan. Perang antar daimyo yang ingin memperebutkan kekuasaan. Akibat dari perang yang berlangsung selama seabad lamanya menjadikan rakyat Jepang sengsara. Ia mengininkan perdamaian di Jepang agar tidak ada kesengsaraan yang melanda rakyat. Hal ini yang terlihat pada cuplikan berikut “Saat selesai menciptakan perdamaian di Jepang,”

Kemudian visi yang lebih besar lagi ingin dicapai oleh Toyotomi Hideyoshi. Yaitu memperbesar kekuasaanya setelah negara Jepang bersatu. Setelah negara Jepang bersatu dan damai antar sesama daimyo ia ingin memperluas kekuasaannya ke negara tetangga yaitu China dan Korea. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut ,“aku akan menyerahkan kepemimpinan kepada Hidenaga lalu berkonsentrasi menaklukkan Korea dan China”.

Sebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan organinasi. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran (Makawimbang, 2014:27).

2. Integrity atau integritas

Integritas merupakan salah satu karakter kepemimpinan yang dimilki oleh Toyotomi Hideyoshi dalam biografi The Swordles Samurai yang di tunjukkan dalam cuplikan berikut :

Cuplikan 1 (hal. 123) :

Malam harinya, diam-diam aku masuk ke kamar tamu tempat Jirozaemon tidur. “Aku sudah berjanji bahwa aku takkan menyakitimu jika kau bergabung


(7)

dengan kami”,bisikku. “Sekarang, untuk sebuah alasan yang tidak mengerti, Lord Nobunaga sudah memerintahkan untuk membunuhmu. Aku tidak bisa menolak perintah tuanku sendiri, tapi aku juga tidak bisa mengingkari kata-kataku. Tidak ada jalan lain: hidupku ada di tanganmu.

Analisis :

Bunuhlah aku dan Lord Nobunaga akan berfikir bahwa aku mati saat menjalankan perintahnya. Kau akan melarikan diri dan meraih kebebasanmu, janjiku kepadamu tidak pernah teringakari.”

Pada cuplikan di atas terlihat bahwa Toyotomi Hideyoshi sangat konsisten terhadap ucapannya. Ia telah berjanji kepada mantan musuhnya yang sekarang telah menjadi sekutu, seperti cuplikan berikut ini “Aku sudah berjanji bahwa aku takkan menyakitimu jika kau bergabung dengan kami”. Ia tidak ingin ucapannya hanya sekedar omong kosong belaka. Ia merelakan dirinya dibunuh agar janjinya dapat terpenuhi. Hal ini terlihat dari cuplikan berikut “Aku tidak bisa menolak perintah tuanku sendiri, tapi aku juga tidak bisa mengingkari kata-kataku. Tidak ada jalan lain: hidupku ada di tanganmu.”

Seorang pemimpin yang baik harus memiliki intergritas, jika tidak maka pemimpin tersebut akan memjadi pemimpin yang menyusahkan para bawahan. Seorang pemimpin yang memiliki sikap intregritas maka para bawahan akan hormat kepadanya.

Intergritas adalah memahami kewajiban moral dan kejujran, berkemauan untuk ikut serta dalam pendapatan tujuan bersama, berkemampuan untuk menetapkan standar/norma tingkah laku pribadi yang akan menhasilkan sikap hormat dari orang lain (Millet dalam Sunindhia dan Widiyanti 1993 : 64).


(8)

3. Dedication atau dedikasi

Berikut karakter Toyotomi Hideyoshi yang berdedikasi ditunjukkan dalam cuplikan berikut :

Cuplikan 1 (hal. 25) :

Sutau ketika, pada hari yang membeku pada musim dingin, aku menunggu Lord Nobunaga di luar rumah kayu tempatnya mengadakan rapat, terus memegangi sandalnya. Meskipun kedinginan, aku terus mendekap erat sandalnya di dada untuk menghangatkannya. Saat Lord Nobunaga keluar dan melihat pengorbananku demi kenyamanannya, ia terharu. Tidak lama kemudian aku memperoleh kenaikkan pangkat yang signifikan

Analisis :

.

Berdasarkan cuplikan di atas dapat dlihat bahwa Toyotomi Hideyoshi memiliki karakter yang berdedikasi. Toyotomi Hideyoshi melakukan pengorbanan demi kenyaman tuannya. Toyotomi Hideyoshi rela kedinginan di musim dingin demi menjalankan tugas yang diemban kepadanya sebagai pembawa sandal Lord Nobunga. Toyotomi Hideyoshi tidak menganggap remeh pekerjaannya tersebut, ia malah bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya dan rela berkorban. Hal ini seperti di jelaskan dalam cuplikan berikut “Meskipun kedinginan, aku terus mendekap erat sandalnya di dada untuk menghangatkannya.

Sebagai pembawa sandal Lord Nobunaga, Toyotomi Hideyoshi sangat berdedikasi kepada lord Nobunaga. Lord Nobunaga yang melihat pengorbanan tersebut teharu dan tak lama kemudian menaikkan pangkat Toyotomi Hideyoshi. Seperti di jelaskan dalam cuplikan berikut ini “Saat Lord Nobunaga keluar dan


(9)

melihat pengorbananku demi kenyamanannya, ia terharu. Tidak lama kemudian aku memperoleh kenaikkan pangkat yang signifikan”.

Toyotomi Hideyoshi melakukan tugas dengan sebaik-baiknya sebagai pembawa sandal Lord Nobunaga. Toyotomi Hideyoshi bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang diembankan kepadanya, ia tidak menganggap remeh pekerjaannya sebagai pembawa sandal. Sehingga Lord Nobunaga yang melihat hal tersebut menaikkan pangkat Toyotomi Hideyoshi. Seperti yang di jelaskan Halaka dalam Suparno & Sudarwan Danim (2012:127) bahwa dedikasi adalah menghabiskan waktu atau energi apa saja yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya.

4. Humality atau Rendah Hati

Berikut karakter kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi yang rendah hati dalam biografi The Swordless Samurai ditunjukkan dalam cuplikan berikut :

Cuplikan 1 (hal. 134-135) :

Saat kelangsungan sebuah organisasi berada dalam saat genting, banyak pemimpin ingin menghemat uang semaksimal mungkin setiap pesernya dihemat. Mereka memotong biaya ketingkat yang paling rendah, terutama bila berhubungan dengan kebutuhan pekerja kelas bawah. Beberapa pesaingku bahkan hanya memberi para pembantu mereka cukup dengan makan agar keesokkan harinya masih hidup, memperlakukan mereka tak ubahnya binatang pembawa beban. Tapi aku tidak pernah mengambil jalan itu.

Sebaliknya, aku memperlakukan pengikutku seperti keluarga sendiri,dan memastikan mereka ke medan perang dalam keadaan kenyang. Sebelum


(10)

pertempuran shizugatake, aku membelanjakan persedian nasi dalam jumlah besar, cukup untuk memberi makan 50.000 orang lebih. Tak seorangpun yang mempertaruhkan nyawa dibawah komandoku akan mati kelaparan!. Selain itu aku belajar dari pengalaman pribadi bahwa semboyan kuno’tentara bertempur dengan perutnya’memang benar adanya.

Analisis :

Berdasar cuplikan yang tergambar di atas Toyotomi Hideyoshi merupakan sosok pemimpin yang memiliki karakter rendah hati. Sebagai pemimpin Toyotomi Hideyoshi tidak pernah lupa bahwa bawahannya juga merupakan manusia yang memerlukan kebutuhan hidup. Toyotomi Hideyoshi tidak seperti para rekan daimyo pesaingnya yang lain yang semana-mena terhadap bawahannya. Hal ini dapat dilihat dalam cuplikan berikut “Beberapa pesaingku bahkan hanya memberi para pembantu mereka cukup dengan makan agar keesokkan harinya masih hidup, memperlakukan mereka tak ubahnya binatang pembawa beban. Tapi aku tidak pernah mengambil jalan itu.

Toyotomi Hideyoshi memperlakukan para pengikutnya sebagai keluarga sendiri. Seperti yang tergambar dalam cuplikan berikut ini “Sebaliknya, aku memperlakukan pengikutku seperti keluarga sendiri,dan memastikan mereka ke medan perang dalam keadaan kenyang”. Seorang pemimpin yang rendah hati adalah pemimpin yang mengakui bahwa mereka tidak lebih baik atau lebih buruk dari pada anggota-anggota tim. Seorang pemimpin yang rendah hati tidak akan menonjolkan dirinya melainkan mencoba untuk mengankat semua orang. Pemimpin rendah hati juga memahami bahwa status mereka tidak membuatnya


(11)

merasa menjadi seorang dewa (Halaka dalamSuparno & Sudarwan Danim, 2012:128).

Cuplikan 2 (Hal. 137) :

Putra dan cucu laki-laki Yotokuin pergi bertempur dalam pasukan Oda, dan keduana terbunuh di hari yang sama pada sebuah misi yang kupimpin. Aku sangat kasihan pada Yotokuin , yang sangat membutuhkan kesetian kami sebagai balas budi dari pengorbanannya. Meskipun, aku tidak mahir menulis, aku memutuskan untuk mengirimkan surat tulisan tangan sendiri berisi simpatiku. Begini isi surat itu :

Utusanku bercerita bahwa Yotokuin menangis setelah membaca surat ini. “Aku mungkin tidak akan bisa mengetahui seberapa dalam kehilangan yang kau rasakan saat putra dan cucumu gugur pada saat yang bersamaan. Namun mulai sekarang, aku akan merasa sangat terhormat bila kau rela mengaggapku, Hideyoshi, sebagai putra keduamu, meskipun mungkin aku kurang pantas mendapatkannya. Kapan pun kau membutuhkan pertolongan, kau bebas memanggilku.”

Analisis :

Di tahun-tahun berikutnya, wanita tua itu memang memanggilku untuk dimintai bantuan, dan aku selalu membantunya dengan senang hati.

Berdasarkan cuplikan di atas digambarkan bahwa Toyotomi Hideyoshi sebagai pemimpin yang rendah hati. Toyotomi sangat peduli kepada keluarga dari pengikutnya yang kalah dalam peperangan. Toyotomi Hideyoshi mau menuliskan surat tulisan tangan sendiri. Ia menulis surat sendiri untuk memberikan


(12)

keperihatinan yang mendalam terhadap kesedihan keluarga yang ditinggalkan. Bahkan Toyotomi hideyoshi mau memberikan bantuan kepada keluarga bawahannya. Seperti yang yang tergambarkan dalam cuplikan berikut “Aku mungkin tidak akan bisa mengetahui seberapa dalam kehilangan yang kaurasakan saat putra dan cucumu gugur pada saat yang bersamaan. Namun mulai sekarang, aku akan merasa sangat terhormat bila kau rela mengaggapku, Hideyoshi, sebagai putra keduamu, meskipun mungkin aku kurang pantas mendapatkannya. Kapan pun kau membutuhkan pertolongan, kau bebas memanggilku.”

Sebagai pemimpin Toyotomi Hideyoshi mencoba menghilangkan kesedihan yang dialami keluarga bawahannya yang menjadi korban peperangan. Toyotomi Hideyoshi mencoba mengangkat semua orang dan membantu semampunya. Sorang pemimpin yang berusaha membantu kelurga bawahannya. Toyotomi Hideyoshi sebagai pemimpin membantu para pengikutnya dengan senang hati tanpa rasa malu. Hal ini dapat dilihat dalam cuplikan berikut “Di tahun-tahun berikutnya, wanita tua itu memang memanggilku untuk dimintai bantuan, dan aku selalu membantunya dengan senang hati”.

Seorang pemimpin yang rendah hati adalah pemimpin yang mengakui bahwa mereka tidak lebih baik atau lebih buruk dari pada anggota-anggota tim. Seorang pemimpin yang rendah hati tidak akan menonjolkan dirinya melainkan mencoba untuk mengankat semua orang. Pemimpin rendah hati juga memahami bahwa status mereka tidak membuatnya merasa menjadi seorang dewa (Halaka dalamSuparno & Sudarwan Danim, 2012:128).


(13)

5. Opennes atau Keterbukaan

Berikut cuplikan dalam Biografi The Swordless Samurai yang menunjukkan karakter kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi tentang keterbukaan, yaitu :

Cuplikan 1 (hal. 204-205) :

Kepindahan Hanbei ke pihak kami dalah langkah besar yang membuat kami berhasil menaklukan seluruh Provinsi Mino. Kemenangan kami sebagian besar akibat penilaian Hanbei dan keahlian militernya. Tapi kepiawaian berstrategi penasihat baruku tidak terbatas ada di medan perang saja. Setelah Lord Nobunaga menjadi wakil Shogun, dengan santai Hanbei memberi usul yang akan berdampak dramatis dalam kehidupanku.

“Lord Nobunaga sekarang memegang kendali pemerintahan. Katanya. “Dan akibat itu sikapnya akan berubah. Sejak sekarang, kecurigaanya terhadap niat orang lain akan lebih dalam daripada sebelumnya. Kelangsungan hidupmu di Klan Oda tergantung pada keyakinan Lord Nobunaga bahwa kesetiaanmu tidak diragukan. Hideyoshi, sebaiknya kau adopsi satu putranya.”

Ucapan Hanbei membuatku terenyak. Tentu saja! Mengapa aku tidak memikirkan ini sebelumnya ? Kebiasaan mengadopsi anak memang sudah biasa di lakukan di dalam atau bahkan antarklan, untuk mempererat ikatan di antara keduanya. Ini strategi umum, tapi aku belum pernah menerapkannya. Istriku mandul, dan sampai saat itu tidak punya keturunan kuanggap sebagai sebuah kelemahan. Nasihat Hanbei mengingatkanku Rahasia Bertahan Hidup: Ubah kesialan menjadi keberuntungan. Aku bisa mengubah kelemahanku menjadi kekuatan!


(14)

Aku segera berdiskusi dengan istriku dan menyiapkan permintaan kepada Lord Nobunaga. Aku senang sekali karena ia setuju dan mempercayakan putra keempatnya, Hidekatsu, kepada kami.

Analisis :

Jarang sekali ada orang begitu beruntung mendapatkan bimbingan berharga seperti yang di berikan Hanbei hari itu! Aku percaya keyakinan Lord Nobunaga akan kesetiaanku adalah akibat dari tindakan adopsi ini.

Berdasarkan cuplikan di atas digambarkan bahwa Toyotomi Hideyoshi mau menerima ide dari penasihat barunya yaitu Hanbei. Sifat mau menerima masukan dari orang lain membuat Toyotomi Hideyoshi menjadi pemimpin yang bijak. Hal ini seperti tergambar dalam cuplikan berikut “Ucapan Hanbei membuatku terenyak. Tentu saja! Mengapa aku tidak memikirkan ini sebelumnya ? Kebiasaan mengadopsi anak memang sudah biasa di lakukan di dalam atau bahkan antarklan, untuk mempererat ikatan di antara keduanya”.

Setelah menerapkan usulan yang dikemukakan oleh Hanbei Toyotomi Hideyoshi mendapatkan kepercayaan penuh dari Lord Nobunga. Hal ini seperti yang tergambarkan dalam cuplikan berikut ini “Jarang sekali ada orang begitu beruntung mendapatkan bimbingan berharga seperti yang di berikan Hanbei hari itu! Aku percaya keyakinan Lord Nobunaga akan kesetiaanku adalah akibat dari tindakan adopsi ini”.

Karakter keterbukaan berarti mampu mendengarkan ide ide baru, bahkan jika mereka tidak sesuai dengan cara berfikir biasa. Pemimpin yang baik menangguhkan penilaian saat mendengarkan ide ide orang lain serta menerima cara cara baru dalam melakukan sesuatu yang orang lain pikirkan. Keterbukaan


(15)

membangun saling menghormati dan kepercayaan antara pemimpin dan pengikut (Halakan dalam Suparno & Sudarwan Danim, 2012:128).

Cuplikan 2 (hal. 208) :

Bantuan yang diberikan istriku lebih dari sekedar urusan rumah tangga. Setelah menjadi penguasa Benteng Nagahama, aku merancang infrasruktur untuk daerah perkotaan yang akan dibangun dekat kastelku. Untuk menarik minat para pendatang, kubebaskan mereka dari kewajiban pajak. Itu menjadi insentif yang luar biasa, dan orang orang berbondong-bondong pindah kesana. Tapi karena aku adalah pemula dalam perencanaan tata kota, aku terkejut karena mendapati kemungkinan daerah tersebut menjadi terlalu padat dan dengan tergesa-gesa aku menarik kembali kebijakan bebas pajakku. Setelah mendengar keluhan dari penduduk kota, One mengusulkan agar aku memberlakukan kembali kebijakan bebas pajak sesegera mungkin.

“Kau tidak bisa menjanjikan sesuatu lalu menariknya kembali, Hideyoshi,” ia menegurku. “Orang akan menggapmu penguasa yang plin-plan.”

Analisis :

Tentu saja ia benar. Aku kembali memberlakukan kebijakan bebas pajak.

Berdasarkan cuplikan di atas, tergambar bahwa Toyotomi Hideyoshi memiliki karakter keterbukaan. Ia mau mendengarkan saran dari istrinya. Toyotomi Hideyoshi mendapatkan masukkan dari istrinya yang tergambar dalam cuplikan berikut “Kau tidak bisa menjanjikan sesuatu lalu menariknya kembali, Hideyoshi,” ia menegurku. “Orang akan menggapmu penguasa yang plin-plan.”


(16)

Seoang pemimpin pasti membutuhkan saran atau masukkan dari orang lain. Dan terkadang masukkan tersebut dapat kita temui dari orang-orang terdekat kita. Toyotomi Hideyoshi yang mendapatkan masukan dari istrinya langsung menerapkan kebijakan sesuai yang disarankan oleh istrinya. Seperti yang digambarkan dalam cuplikan berikut “Tentu saja ia benar. Aku kembali memberlakukan kebijakan bebas pajak”.

Seorang pemimpin tidak mungkin berjalan sendiri dalam meraih puncak kesuksesannya. Ia juga membutuhkan saran dari parah ahli. Pemimpin yang baik mampu memberikan penilaian saat mendengarkan ide-ide dari orang lain serta menerima masukan demi mencapai keberhasilan. Seperti yang dijelaskan dalam Halaka dalam Suparno & Sudarwan Danim (2102:128) Karakter keterbukaan berarti mampu mendengarkan ide ide baru, bahkan jika mereka tidak sesuai dengan cara berfikir biasa. pemimpin yang baik menangguhkan penilaian saat mendengarkan ide-ide orang lain serta menerima cara-cara baru dalam dalam melakukan sesuatu yang orang lain pikirkan. Keterbukaan membangun saling menghormati dan kepercayaan antara pemimpin dan pengikut.

6. Creativity atau Kreatifitas

Karakter Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi yang kreatif akan di tunjukkan dalam cuplikan berikut ini :

Cuplikan 1 (hal. 42-43) :

Dengan berat hati, dia memberikan keterangan mendetail. Pertama, kegiatan pembelian sungguh berantakan; ia tidak mengikuti prosedur pembelian secara wajar. Kedua, bawahannya yang mengatur perjanjian dengan pedagang. Ketiga,


(17)

pedaganglah yang dipercayakan untuk melaksanakan pembelian. Terakhir, kayu bakar harus melalui beberapa agen dalam perjalanan menuju kastel.

Tidak heran harga kayu bakar melonjoak! pikirku. Mengapa tidak memangkas jalur pembelian dari perantara dan membeli langsung dari produsen?

Saat aku berjalan menuju tempat pengrajin, menimbang-nimbang rencanaku untuk membeli langsung, aku melihat banyak pohon mati di daerah itu. Mendadak sebuah ilham terbesit di kepalaku. Aku berbalik kesebuah hutan dan malah menuju rumah seorang tetua kampung.

Pria tua itu tersenyum cerdik, menimbang-nimbang orang asing bertampang aneh yang ada di depannya ini bisa membawa keberuntungan bagi penduduk kampung. Lalu ia memberi tahu penduduk tentang penawaranku, dan tidak lama setelah itu, para petani mulai mengantarkan kayu bakar langsung ke markas besar kami., Tidak lama kemudian, Lord Nobunaga memanggilku ke ruangannya.

“Menurutmu, berapa banyak pohon mati yang ada di kampung ini?” Tanyaku pada sang kepala kampung. “Apakah kalian akan mengizinkanku mengambilnya tanpa membayar? Kalau kalian membawanya ke kastel, aku akan memberi lima bibit pohon untuk setiap pohon mati.”

Analisis :

“Aku mendengar kau telah menemukan cara jitu dalam hal pengadaan kayu bakar!” katanya.

Berdasarkan cuplikan di atas digambarkan bahwa Toyotomi Hideyoshi merupakan sosok pemimpin yang cerdik dan kreatif. Toyotomi Hideyoshi yang cerdik dan kreatif memanfaatkan situasi kondisi yang menguntungkannya tanpa merugikan orang lain. Ia bahkan memberikan manfaat kepada orang lain dengan


(18)

kecerdikannya. Ia juga berfikir cepat dan cerdas dan menemukan solusi dari masalah yang ia temui. Kreatifitas Toyotomi Hideyoshi tergambar dari cuplikan berikut “Menurutmu, berapa banyak pohon mati yang ada di kampung ini?” Tanyaku pada sang kepala kampung. “Apakah kalian akan mengizinkanku mengambilnya tanpa membayar? Kalau kalian membawanya ke kastel, aku akan membeli lima bibit pohon untuk setiap pohon mati”.

Disini Toyotomi Hideyoshi dipercayakan oleh Lord Nobunaga sebagai kepala pengelola kayu bakar. Ia berkesempatan mengelola persedian kayu bakar untuk keperluan benteng Kiyosu. Ia mendapati proses persediaan kayu bakar yang kurang sesuai dengan prosedur. Dan dengan cara yang cerdik dan kreatifitas Toyotomi Hideyoshi mendapatkan kayu bakar untuk keperluan benteng Kiyosu tanpa membayar, ia hanya perlu menggantikan lima bibit pohon untuk setiap pohon yang dibawa ke kastel. Setelah mendapatkan solusi jitu iapun mendapatkan pujian dari Lord Nobunaga seperti yang tergambar dalam cuplikan berikut ““Aku mendengar kau telah menemukan cara jitu dalam hal pengadaan kayu bakar!” katanya” ”.

Kreatifitas merupakan kemampuan untuk berfikir secara berbeda dan mendapatkan solusi untuk keluar dari aneka kendala. Kreatifitas pemimpin memampukan dirinya untuk melihat hal-hal yang orang lain tidak melihat dan dengan demikian dia memimpin pengikutnya dalam arah baru (Halaka dalam Suparno & Sudarwan Danim, 2012:128).


(19)

7. Fairness atau Keadilan

Berikut cuplikan dalam biografi The Swordless Samurai yang menunjukkan keadilan Toyotomi Hideyoshi sebagai seorang pemimpin yang berkarakter : Cuplikan 1 (hal. 151-152) :

“Setelah memikirkan apa yang terjadi,” ujar Hideyoshi, “aku sampai pada kesimpulan bahwa yang dikatakan Motoyuki adalah benar, menurut anggapannya sendiri. Ia mungkin memilih kata-katanya secara sembarangan, tapi ia berhak mengucapkannya. Langkahku dalam mengadakan pertunjukkan ini bukan karena kegilaan atau karena haus hiburan. Semua ini dilakukan untuk menunjukkan lawan yang sedang mempertahankan benteng bahwa kita merasa bahwa diri kita perkasa dan menganggap pertarungan dengan mereka bagai permainan anak-anak semata. Itulah strategiku untuk menurunkan semangat tentara musuh. Tapi Motoyuki tidak sadar tentang hal ini. Jadi, dari penafsiranya, sikapku terlalu konyol.

Mata Kagekatsu melebar, tapi ia menahan lidahnya.

“Jadi, akulah yang bersalah karena membiarkan harga diri menhalangi pertimbanganku. Semestinya aku memberi penghrgaan, bukan hukuman, kepada mereka yang telah mengutarakan pikiran mereka.”

“Ratusan pejabat dan samurai terkenal yang menghadiri pertunjukan ini tak sedikit pun memberi komentar. Bagi orang berpangkat rendah seperti Motoyuki untuk mempertanyakan hal itu di depan umum menunjukkan keberanian, sesuatu yang sebenarnya ingin kulihat dalam diri bawah-bawahanku.

“Motoyuki memang mengolok-olok diriku, tapi dengan melakukan hal itu ia menunjukkan bahwa ia adalah manusia merdeka yang bebas mengungkapkan


(20)

pikirannya bahkan tentang pejabat yang ada di tingkat paling tinggi. Dengan cara ini ia mengingatkanku pada diri sendiri saat masih muda dulu. Bagaimana mungkin aku menghukum orang yang memiliki sesuatu yang ku kagumi dalam diriku sendiri? Kita semua bisa belajar dari keberanian Motoyuki. Kagekatsu, sebaiknya kau masukkan Motoyuki kedalam pasukan utamamu dan jadikan dia letnan.”

Sebagai catatan, Kagekatsu benar benar mengangkat Motoyuki menjadi jenderal. Dan di tahun tahun berikutnya orang yang berani mempertanyakan kebijaksanaanku terus meraih prestasi lagi dan lagi.

Analisis :

Berdasarkan cupliakn di atas tergambar bahwa Toyotomi Hideyoshi sebagai pemimpin menunujukan sifat adil. Toyotomi Hideyoshi memeriksa semua fakta dan mendengar semua orang sebelum memberikan penilaian. Toyotomi Hideyoshi telah berhasil melihat fakta yang ada dan mencoba untuk memberikan penilaian. Seperti yang tergambarkan pada cuplikan ini ““Setelah memikirkan apa yang terjadi,” ujar Hideyoshi, “aku sampai pada kesimpulan bahwa yang dikatakan Motoyuki adalah benar, menurut anggapannya sendiri.” ”

Sebagai seorang pemimpin Toyotomi Hideyoshi memaafkan anak buahnya yang telah menglok-ngolok dirinya. Toyotomi Hideyoshi pun menyarankan kepada Kagetsugu agar Motoyuki diberikan penghargaan atas keberaniannya mengungkapkan apa yang ia pikirkan terhadap Toyotomi Hideyoshi. Seperti dalam cuplikan berikut ““Jadi, akulah yang bersalah karena membiarkan harga diri menhalangi pertimbanganku. Semestinya aku memberi penghrgaan, bukan hukuman, kepada mereka yang telah mengutarakan pikiran mereka” ”.


(21)

Seorang pemimpin yang adil adalah pemimpin yang tidak memihak dan konsekwen dalam memberikan penghargaan atau pidana. Menurut Halaka dalam Suparno & Sudarwan Danim (2012:128) keadilan berarti berhubungan dengan orang secara konsisten dan adil. Seorang pemimpin harus memeriksa semua fakta dan mendengarkan semua orang sebelum memberikan penilaian. Dia harus menghindari melompat ke kesimpulan berdasarkan bukti-bukti tidak lengkap. Ketika orang merasa diperlakukan dengan adil mereka akan mengapresiasi pemimpina dengan loyalitas dan dedikasi.

8. Assertiviness atau Ketegasan

Berikut cuplikan biografi The Swordless Samurai yang menunjukkan ketegasan Toyotomi Hideyoshi :

Cuplikan 1 (hal. 174-176) :

“Aku akan berkata jujur,” aku meberi tahu mereka. “Aku tidak ahli menggunakan tombak pendek, panjang atau diantara keduanya. Kalaupun aku mahir menggunakannya, tiga hari tidak akan cukup untuk mengajari kalian. Pelajaran apapun yang berhasil kalian dapatkan akan segera menguap dari benak kalian begitu menerima hantaman keras pertama. Butuh latihan lama dan intensif untuk menyempurnakan keahlian beladiri, dan seorang master yang layak memberi instruksi. Sayangnya, kalian tidak memiliki keduanya.”

Ini jelas bukan jenis pengarahan yang mereka harapkan. Mereka berpandangan dengan murung, kemudian mengarahkan mata kepadaku.

“Jika begitu kata orang pertama yang berani bicara, “mengapa tidak nyatakan dari sekarang bahwa pemenangnya adalah Mondo dan sudahi saja ?


(22)

Sudah cukup buruk dinyatakan kalah. Mengapa membiarkan kami mendapatkan pukulan yang sudah pasti dan tidak perlu ?”

Melangkah dengan cepat menghampiri pria itu, aku lalu mencengkram kedua bahunya dan menatap wajahnya lekat-lekat. Tapi ketika aku menjawab, nada bicaraku masih tetap ramah.

“Jadi maksud anda bagaimana ?” pria itu bertanya-tanya, melirik kawan-kawannya. “Kami harus muncul pada waktu yang di tentukan dengan membawa bedil ?”

“Dengarkan baik-baik,” aku memberitahunya. “Aku mengakui tidak punya kemahiran dengan tombak yang bisa kuajarkan, dan kalian tidak punya waktu untuk mempelajarinya. Tapi aku sama sekali tidak berkata apa-apa tentang kekalahan.”

“Taktik itu takkan berhasil,” tanggap seorang pria yang agak dungu, yang menyangka temannyatadi serius. “Lord Nobunaga takkan senang melihat hasilnya.

Mereka mengangguk dengan ragu-ragu, tidak ada yang mau menatapku. “Kalian tidak butuh bedil!.” Kataku. “Kalian berada di bawah pimpinanku, dan aku berjanji kalian untuk menang. Tapi kalian harus memiliki tekad untuk bertarung sebagai satu tim. Jika kalian mematuhi perintahku dan bertindak serentak kalian boleh menggunakan tombak semau kalian. Cukup tusuk lawan kalian keras-keras, dan mereka akan tumbang. Mengerti ?”

Analisis :

Bedasarkan cuplikan di atas digambarkan bahwa Toyotomi Hideyoshi memiliki sifat yang tegas sebagai pemimpin. Ketegasan Toyotomi Hideyoshi dapat dilihat dari cuplikan berikut “Dengarkan baik-baik,” aku memberitahunya.


(23)

“Aku mengakui tidak punya kemahiran dengan tombak yang bisa kuajarkan, dan kalian tidak punya waktu untuk mempelajarinya. Tapi aku sama sekali tidak berkata apa-apa tentang kekalahan”. Ia dengan tegas mengatakan bahwasanya ia tidak menginginkan kekalahan. Toyotomi Hideyoshi juga melihat fakta yang ada bahwasanya ia tidak mahir mengajarkan tombak dan anak buahnya tidak memungkinkan untuk mempelajari penggunaan tombak secepat mungkin dengan mahir.

Sebagai pemimpin Toyotomi Hideyoshi mengambil keputusan kepada anak buahnya agar bertekad bertarung sebagai satu dan mengikuti setiap perintah yang ia ucapkan agar memperoleh kemenangan. Hal ini digambarkan dalam cupikan berikut“ “Kalian tidak butuh bedil!.” Kataku. “Kalian berada di bawah pimpinanku, dan aku berjanji kalian untuk menang. Tapi kalian harus memiliki tekad untuk bertarung sebagai satu tim. Jika kalian mematuhi perintahku dan bertindak serentak kalian boleh menggunakan tombak semau kalian. Cukup tusuk lawan kalian keras-keras, dan mereka akan tumbang. Mengerti ?” ”

Menurut Pendidikan Brigade Mobil di Porong dalam Sunindhia dan Widiyanti (1993:86) Ketegasan artinya kesanggupan untuk mengambil keputusan-keputusan dengan segera jika di butuhkan dan mengutarakan keputusan-keputusan-keputusan-keputusan itu dengan tegas, lengkap dan jelas. Seorang pemimpin jika sudah mengambil keputusan sendiri maka ia mengambil keputusan dengan tidak menghiraukan kesimpulan kesimpulan yang lain. Setiap keadaan, setiap kesukaran mengembangkan keyakinan demikian rupa, sehingga dengan mempergunakan fakta-fakta ia akan mendapatkan mempertimbangan keadaan dengan segera dan akan sampai kepada keputusan yang sehat dan masuk akal.


(24)

3.2.2 Strategi dan gaya Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi 3.2.2.1 Strategi Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi

Berikut adalah strategi kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi dalam mempersatukan Jepang yang dapat dilihat memalui cuplikan :

Cuplikan 1 (hal. 227-228) :

Sampai tahun 1585, aku sudah menyatukan hampir seluruh wilayah Jepang dan karenanya, aku merasa berhak menyandang gelar Shogun, atau panglima besar. Aku meminta Yoshiaki, Shogun yang sudah tidak menjabat tapi masih memakai gelarnya, untuk menyerahkan gelar itu kepadaku, tapi ia menolak. Karena meskipun aku sudah menaklukkan semua lawan, aku bukan berasal dari keluarga bangsawan. Salah satu penasihatku menyarankanku untuk menerima jabatan lain, sebagai wakil kaisar. Aku tidak tahu apa-apa tentang posisi itu, tapi setelah diberi tahu bahwa wakil kaisar adalah orang kedua setelah kaisar sendiri, aku senang sekali! Kaisar Go-Yozei mencabut posisi tersebut dari orang yang menjabatnya dan memberikannya padaku.

Maka aku menjadi orang pertama dalam sejarah Jepang yang menempati posisi itu tanpa pertalian darah dengan kaum bangsawan. Kedudukan yang kudapatkan memang membuat gerah kalangan keluarga ningrat, tapi semua kuanggap angin lalu. Karena berasal dari kalangan petani, aku lebih menghargai kinerja dari pada keturunan. Meski demikian, aku mempelajari etiket lingkungan istana agar aku tidak mempermalukan diri sendiri di kalangan bangsawan!

Salah satu langkah awal yang kuambil begitu menjadi wakil kaisar adalah membentuk dewan Lima Pengurus: terdiri dari anggota lingkaran dalam penasihatku yang ditugaskan mengurusi hubungan dalam negeri. Aku


(25)

mengintruksikan mereka untuk bertindak berdasarkan beberapa patokan seperti : jangan hanya bela yang kaya, jangan benci yang miskin, jangan menerima suap, jangan pilih kasih, dan jangan menunda pekejaan yang dapat segera diselesaikan.

Menjalani Rahasia Melipatgandakan Diri, aku membiarkan para pemimpin andal ini bekerja dengan leluasa. Karena ingin melanjutkan pekerjaan administratif, adanya dewan Lima Komsaris membuatku mampu memusatkan perhatian untuk menyatukan seluruh negeri secara utuh.

Analisis :

Bedasarkan cuplikan di atas digambarkan bahwa strategi Toyotomi Hideyoshi untuk menciptakan kedamaian di Jepang ia membentuk Dewan Lima pengurus. Ia sebagai wakil kasisar membuat pondasi kepemerintahan yang kokoh agar masyarakat Jepang hidup dengan harmonis. Toyotomi Hideyoshi mempercayakan kepada para Dewan untuk dapat membuat daerah kekuasaanya damai. Sementara Toyotomi Hideyoshi sibuk memfokuskan diri untuk menyatukan daerah-daerah bagian Jepang yang masih belum menyatu dalam kepemerintahan.

Strategi Toyotomi untuk menyatukan negara Jepang dapat terlihat seperti cuplikan berikut “Salah satu langkah awal yang kuambil begitu menjadi wakil kaisar adalah membentuk dewan Lima Pengurus: terdiri dari anggota lingkaran dalam penasihatku yang ditugaskan mengurusi hubungan dalam negeri. Aku mengintruksikan mereka untuk bertindak berdasarkan beberapa patokan seperti : jangan hanya bela yang kaya, jangan benci yang miskin, jangan menerima suap, jangan pilih kasih, dan jangan menunda pekejaan yang dapat segera diselesaikan.”


(26)

Kebijakan yang dibuat oleh Toyotomi Hideyoshi sebagai wakil kaisar merupakan strategi yang ia buat demi tercapainya negara Jepang yang damai dan bersatu. Menurut Alimansyah dan Pandji (2004:81) mengartikan bahwa strategi adalah wujud rencana yang terarah untuk memperoleh hasil yang maksimal. Dalam hal ini strategi dalam setiap organisasi merupakan suatu rencana keseluruhan untuk mencapai suatu tujuan dengan merumuskan kebijakan dan teknik tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat.

Cuplikan 2 hal (228-229) :

Aku melakukan kebijakan Penyitaan Senjata pada tahun 1588 untuk menguatkan persatuan nasional. Selama zaman peperangan, penguasa feudal, yang kekurangan prajurit, biasanya merekrut petani sebagai pasukan infanteri, sementara para prajurit yang majikannya menderita kekalahan atau kebangkrutan biasanya menyembunyikan senjata mereka dan menjadi petani, menyebabkan terjadinya lingakran percekcokan tanpa henti. Demi menghindari terjadinya kembali kerusuhan dan pertumpahan darah yang berlangsung dari satu abad, aku memerintahkan para panglimaku untuk menyita semua pedang, panah, tombak, dan bedil yang dimilki penduduk desa serta melarang pemilikan senjata di kalangan sipil. Semuasenjata sitaan segera di lebur untuk membangun patung budha yang besar di kota Kyoto.


(27)

Analisis :

Bedasarkan cuplikan di atas dapat dilihat strategi Toyotomi Hideyoshi untuk meraih perdamaian di Jepang. Ia menyita senjata yang disimpan oleh para petani. Ia ingin mengahancurkan rantai peperangan yang sudah berakar seabad lamanya. Dengan diberlakukan kebijakan penyitaan senjata bagi warga sipil, maka otomatis hal ini meminimalisir pemberontakan. Dan juga melemahkan para musuh atau daimyo yang bersebrangan dengan visi Toyotomi Hideyoshi yaitu menjadikan Negara Jepang yang damai dan bersatu. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut “Aku melakukan kebijakan Penyitaan Senjata pada tahun 1588 untuk menguatkan persatuan nasional. Selama zaman peperangan, penguasa feudal, yang kekurangan prajurit, biasanya merekrut petani sebagai pasukan infanteri, sementara para prajurit yang majikannya menderita kekalahan atau kebangkrutan biasanya menyembunyikan senjata mereka dan menjadi petani, menyebabkan terjadinya lingakran percekcokan tanpa henti”.

Ia juga melakukan kebijakan untuk membangun patung budha yang besar dengan bahan baku senjata warga sipil yang disita oleh pemerintahan Toytomi Hideyoshi. Toyotomi Hideyoshi ingin senjata yang digunakan untuk berperang dialih fungsikan menjadi bahan baku pembuatan patung budha. Agar masyarakat Jepang lebih taat beragama daripada sibuk berperang. Seperti yang tergambar dalam cuplian berikut “semuasenjata sitaan segera di lebur untuk membangun patung budha yang besar di kota Kyoto”.

Kebijakan kebijakan yang di terapkan oleh Toyotomi Hideyoshi kepada para masyrakat Jepang memberi dampak positif. Sejak di berlakukanya penyitaan senjata maka semakin sedikit pemberontak dan turunnya angka peperangan. Hai


(28)

ini merupakan strategi Toyotomi Hideyoshi untuk meraih visinya yaitu negara Jepang yang damai dan bersatu. Menurut Alimansyah dan Pandji (2004:81) mengartikan bahwa strategi adalah wujud rencana yang terarah untuk memperoleh hasil yang maksimal. Dalam hal ini strategi dalam setiap organisasi merupakan suatu rencana keseluruhan untuk mencapai suatu tujuan dengan merumuskan kebijakan dan teknik tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat.

3.2.2.2 Gaya Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi

Berikut adalah gaya kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi yang dapat dilihat melalui cuplikan berikut :

1. Gaya Kharismatik :

Berikut cuplikan dalam biografi The Swordless Samuarai yang menunjukkan gaya kharismatik Toyotomi Hideyoshi, yaitu :

Cuplikan 1 Hal (202-203) :

“Aku akan membayarmu dengan seluruh gaji bulanan yang kuterima dari Lord Nobunaga,” janjiku.

Hanbei terperangah. Untuk pertama kalinya ia menyadari seberapa jauh aku akan berusaha menjadikannya penasihat. Setelah terdiam lama sekali, ia mengucapkan kata-kata yang telah ku tunggu selama berminggu-minggu.

“Seandainya Nobunaga sendiri yang datang menemuiku,” ujarnya perlahan, “ia akan pulang dengan tangan kosong. Tapi keteguhanmu dan kekuatan karaktermu membuat aku terpesona. Aku akan bergabung denganmu melawan Tatsuoki”.


(29)

Analisis :

Berdasarkan cuplikan di atas kharisma Toyotomi Hideyoshi dapat dilihat. Dengan kemampuan yang luar biasa Toyotomi Hideyoshi dapat meyakinkan Hanbei, seorang ahli strategi yang keluar dari jalan samurai yang muak terhadap perang. Dengan kerja keras yang ekstra Toyotomi dapat membujuk Hanbei ke pihaknya dan menjadikannya penasihat. Kharisma Toyotomi Hideyoshi dapat di lihat dari cuplikan berikut “Tapi keteguhanmu dan kekuatan karaktermu membuat aku terpesona. Aku akan bergabung denganmu melawan Tatsuoki”.

Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka (Riberu dalam Astuti, 2014: 15).

Cuplikan 2 (Hal. 115) :

Lord Kagekatsu setuju dengan Naoe dan datang menemuiku, hanya ditemani lima belas pengikut. Kami dengan segera mencapai persetujuan, dan Kagekatsu begitu senang dengan negoisasi tersebut hingga ia yang menemani kami sampai melewati Pantai Nyawa-Ditanggung-Sendiri dngan aman.

Seorang pengamat menulis bahwa, “Sikap Hideyoshi begitu memukau dan lepas dari segala pakem; tak seorang pun akan menduga bahwa ia ada di wilayah yang penuh dengan musuh yang mengancam, tanpa pertahanan. Kagekatsu begitu terkesan sehingga ia mulai melihat bahwa ia berurusan dengan seorang yang lebih hebat dari dirinya sendiri, dan menyimpulkan bahwa berperang melawan Hideyoshi sama sekali bukan hal yang bijaksana.”


(30)

Analisis :

Berdasarkan cuplikan di atas dapat dilihat kharisma Toyotomi Hideyoshi. Sikap Toyotomi Hideyoshi yang berani menuju ke wilayah yang penuh musuh yang mengancam demi meyakinkan Kagekatsu. Kagekatsu merupakan seorang daimyo yang ingin dijadikan Toyotomi Hideyoshi sekutu. Kagekatsu sampai terkesan dengan sosok Toyotomi Hideyoshi. Kagekastsu akhirnya rela tunduk kepada Toyotomi Hideyoshi demi penayatuan negeri Jepang. Kharisma Toyotomi Hideyoshi dapat dilihat dari cuplikan berikut “Kagekatsu begitu terkesan sehingga ia mulai melihat bahwa ia berurusan dengan seorang yang lebih hebat dari dirinya sendiri, dan menyimpulkan bahwa berperang melawan Hideyoshi sama sekali bukan hal yang bijaksana”

Para pengikut terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroik atau yang luar biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka (Riberu dalam Astuti, 2014: 15).

2. Gaya Trasnsaksional

Berikut cuplikan dalam biografi The Swordless Samuarai yang menunjukkan gaya Transaksional Toyotomi Hideyoshi, yaitu :

Cuplikan 1 (hal. 57-58) :

Kemudian aku memasang peta benteng di antara dua tonggak dan menjelaskan bagaimana proyek itu akan di kerjakan. Untuk mempercepat proses penyelesaian, aku membagi kelima ratus pekerja dalam sepuluh tim yang bersaing satu dengan yang lain.


(31)

Setelah aku memberi tanda, beberapa prajurit datang membawa sebuah peti yang penuh berisi uang tembaga dan meletakkan peti yang berat itu di atas sebuah tong kayu sampai berdebum.

“Kepada setiap anggota tim yang tercepat, Lord Nobunaga akan memberikan kalian--sebagai tambahan dari upah kerja harian—bonus istimewa sebesar lima ratus koin tembaga!” kataku.”beserta kecepatan, kualitas juga akan dievaaluasi. Pekerjaan asal-asalan akan dianggap sebagai tindakan mata-mata dan yang melakukannya akan memdapat ganjaran setimpal.”

“Bagaimana?” aku berteriak, sambil membenamkan telapak tangan ke dalam peti lalu memperdengarkan bunyi dentingan uang tembaga berjatuhan ke dalam peti. “Siapa yang mau mendapat bonus ?” Gumam kegembiraan menyebar diantara para pekerja.

Analisis :

Berdasarkan cuplikan di atas menunjukkan perilaku Toyotomi Hideyoshi yang tegas. Toyotomi Hideyoshi berperan sebagai mandor mengantikan mandor sebelumnya sebagai pemimpin para pekerja. Toyotomi Hideyoshi meminmpin para pekerja dengan pembagian tugas masing-masing agar proses pembangunan benteng pertahanan segera selesai. Toyotomi Hidyoshi memotivasi para pekerja yang melalukan tugas dengan baik dan menghukum mereka yang berkerja asal-asalan. Toyotomi Hideyoshi meberikan keputusan yang tegas kepada bawahannya seperti yang tercuplik sebagai berikut “Kepada setiap anggota tim yang tercepat, Lord Nobunaga akan memberikan kalian—sebagai tambahan dari upah kerja harian—bonus istimewa sebesar lima ratus koin tembaga!” kataku.”beserta kecepatan, kualitas juga akan dievaluasi. Pekerjaan asal-asalan akan dianggap


(32)

sebagai tindakan mata-mata dan yang melakukannya akan memdapat ganjaran setimpal”.

Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahan (Riberu dalam Astuti, 2014:15).

Cuplikan 2 (hal. 162) :

Sebelum meninggalkan titik pertemuanku dengan Shibata di Shizugatake untuk berurusan dengan Nobutaka di Gifu, kami memerlukan rencana cadangan seandainya Shibata menyerang saat aku sedang tidak ditempat.

Mitsunari dan anak buahnya kemudian berangkat lebih dulu mengatur jalur persediaan dan rute tempuh dari Gifu ke Shizugatake, berhenti di hampir setiap rumah untuk menyuruh penghuninya menyiapkan nasi kepal dan obor kayu cemara. Kemudian, saat pasukanku menempuh rute tersebut, mereka segera menyambar kepalan nasi dan obor untuk menerangi jalan menembus kegelapan.

Aku menjelaskan pada Mitsunari, salah seorang letnan kepercayaanku, bahwa tujuanku adalah bisa bergerak balik secepat mungkin dari Gifu ke Shizugatake, dengan sangat mendadak jika diperlukan. Bagaimana cara Mitsunari mencapai sasaran ini adalah urusannya; kebijakanku hanyalah menetapkan tujuan yang jelas, dan mencoba sedapat mungkin untuk tidak ikut campur.

Menyediakan perbekalan bagi 15.000 tentara dan kudanya adalah permasalahan logistik yang kadang menjengkelkan, tapi yang diperlukan oleh


(33)

orang-orangku, hanyalah sebuah tujuan yang jelas dan izin untuk menggunakan keahlian mereka.

Analisis :

Mitsunari dan timnya kemudian mendapatkan penghargaan yang berlimpah, berkat Akuntabilitas: Tetapkan tujuan yang jelas.

Cuplikan tersebut menggambarkan Gaya kepemimpinan transaksional Toyotomi Hideyoshi. Toyotmi Hideyoshi memberikan perintah kepada bawahannya dengan sangat jelas dan tegas. Toyotomi Hideyoshi ingin agar pergerkannya kembali kemarkas dapat berjalan dengan cepat dan aman. Toyotomi Hideyoshi sebisa mungkin untuk tidak ingin ikut campur dalam hal tata cara bagaimana bawahannya bisa menajalankan tugas. Gaya kepemimpinan Transaksional Toyotomi Hideyoshi dapat dilihat dari cuplikan berikut “Aku menjelaskan pada Mitsunari, salah seorang letnan kepercayaanku, bahwa tujuanku adalah bisa bergerak balik secepat mungkin dari Gifu ke Shizugatake, dengan sangat mendadak jika diperlukan. Bagaimana cara Mitsunari mencapai sasaran ini adalah urusannya; kebijakanku hanyalah menetapkan tujuan yang jelas, dan mencoba sedapat mungkin untuk tidak ikut campur”.

Toyotomi Hideyoshi memandu bawahannya dengan persyaratan peran dan tugas dengan jelas. Toyotomi juga memebrikan izin kepada bawahannya untuk menggunakan keahlian mereka. Seperti yang dicuplik sebagai berikut “tapi yang diperlukan oleh orang-orangku, hanyalah sebuah tujuan yang jelas dan izin untuk menggunakan keahlian mereka.”

Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih


(34)

berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahan (Riberu dalam Astuti, 2014:15).

3. Gaya Transformasional

Berikut cuplikan dalam biografi The Swordless Samuarai yang menunjukkan gaya transformasional Toyotomi Hideyoshi, yaitu :

Cuplikan 1 (hal. 164-165) :

Gempa bumi akan berseri-seri jika aku memmujinya. Wajahnya akan menjadi semerah kepiting rebus, sampai ke ujung telinganya yang besar. Aku senang sekali melihat wajahnya yang merah muda terang di atas tubuh raksasanya sehingga aku akan selalu mencari kesempatan untuk memujinya lagi dan lagi. Dan semakin aku sering melakukannya, semakin besar usahanya untuk mendapatkan pujian lewat kinerjanya yang memukau. Melihat hal ini, anak buahku yang lain berusaha untuk mendapatkan pujian, dan dalam usaha mereka untuk mendapatkan itu, mereka melakukan pencapaian yang lebih baik lagi.

Jauh sebelumnya dalam catatan karierku, seorang pengikutku bernama Miyabe pindah bekerja untuk jendral lain. Di kemudian hari, serelah pencapaianku terkenal di seluruh Jepang, jendral ini bertanya pada Miyabe bagaimana rasanya berkerja denganku. Bagaimana aku bias menyelesaikan tugas-tugas mustahil, terus tanpa henti, dalam sebuah rangkaian keberhasilan demi keberhasilan yang berturut-turut ?

Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahannya masing masing, sehingga seorang pemimpin harus mengembangkan kemampuan untuk menemukan dan memuji kelebihan-kelebihan yang ada pada diri setiap orang.


(35)

Analisis :

“Yah, Lord Hideyoshi tidak jauh berbeda dengan yang lain,” demikian catatan tentang komentar Miyabe,” kecuali caranya menghormati pujian dan penghargaan. Ia bahkan memuji pencapain remeh yang diraih bawahannya yang terendah sekalipun dan menghargai pencapaian pencapain yang luar biasa dengan imbalan yang jauh melampaui perkiraan. Itu membuat para pengikutnya meningkatkan pencapaian mereka lagi.”

Beradasarkan cuplikan di atas menunjukkan gaya kepemimpinan transformasinal Toyotomi Hideyoshi yang sangat perhatian kepada keberhasilan bawahannya. Toyotomi Hideyoshi memuji pencapaian dari bawahannya bahkan bawahan yang paling rendah sekalipun. Seorang bawahan yang mendapatkan pujian dari atasan merupakan sebuah hadiah yang istimewah bagi bawahan. Sehingga para bawahan berlomba-lomba untuk melakukan sebuah keerhasilan demi mendapatkan pujian dari atasan mereka. Seperti yang ada dalam cuplikan berikut “Melihat hal ini, anak buahku yang lain berusaha untuk mendapatkan pujian, dan dalam usaha mereka untuk mendapatkan itu, mereka melakukan pencapaian yang lebih baik lagi.

Sebagai pemimpin Toyotomi Hideyoshi mengubah cara pandang bawahan terhadap atasan. Atasan tidak selamanya sebagai sosok yang kejam. Toyotomi Hideyoshi telah berhasil mendapatkan kesetian bawahannya. Dengan memberikan pujian kepada bawahan menjadikan Toyotomi Hideyoshi telah menjadi pemimpin baik. Gaya kepemimpinan transformasional Toyotomi Hideyoshi ini dapat dilihat dari cuplikan berikut “Yah, Lord Hideyoshi tidak jauh berbeda dengan yang lain,” demikian catatan tentang komentar Miyabe,” kecuali caranya


(36)

menghormati pujian dan penghargaan. Ia bahkan memuji pencapain remeh yang diraih bawahannya yang terendah sekalipun dan menghargai pencapaian pencapain yang luar biasa dengan imbalan yang jauh melampaui perkiraan. Itu membuat para pengikutnya meningkatkan pencapaian mereka lagi”.

Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut. Pemimpin transormasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara yang baru, dan mereka mampu mengairahkan, membangkitkan dan mengilhami paa pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok (Riberu dalam Astuti, 2014:15).

Cuplikan 2 (Hal. 169-170) :

Pujian tertulis adalah bentuk penghargaan yang penting, karena bisa menentukan ururtan duduk pada saat rapat dewan petinggi militer. Pengikut yang mendapat pujian tertulis paling banyak akan duduk di sebelah jendral mereka. Jumlah pujian yang mereka terima juga menentukan hak mereka memberikan interupsi pada saat pengambilan keputusan. Hal-hal seperti ini cukup mengambil perhatian para samurai, yang sangat peduli dengan kedudukan meraka di dunia ini.

Pujian tertulis hanyalah satu dari sekian banyak penghargaan yang bukan berbentuk uang. Setiap kali sebuah peperangan berakhir, aku akan menhadiahkan pedang, baju zirah, dan hadiah-hadiah lain untuk mereka yang sudah melakukan sesuatu yang luar biasa. Aku selalu melakukannya saat itu juga, untuk memperingati sumbangsi mereka dalam hal ketangguhan dan keberanian sesegera


(37)

mungkin. Mereka yang menerima hadiah tersebut sangat bangga—dan biasana akan menjadikan hadiah hadiah secamam itu sebagai pusaka keluarga yang diwariskan ke setiap generasi.

Analisis :

Bedasarkan cuplikan yang tergambar di atas Toyotomi Hideyoshi memiliki gaya kepemimpinan transformasional. Toyotomi Hideyoshi mencurahkan perhatian kepada para bwahan. Toyotomi Hideyoshi memberikan penhargaan berupa hadiah kepada bawahannya. Hadiah pemberian Toytomi Hideyoshi dijadikan barang pusaka oleh para bawahannya. Karena seorang atasan yang memberikan hadiah kepada bawahan merupakan sebuah penghargaan yang luar biasa. Hal ini tentu mengubah cara pandang bawahan terhadap atasan.

Gaya kepemimpinan transformasional Toyotomi Hideyoshi dapat dilihat dari cuplikan berikut “Setiap kali sebuah peperangan berakhir, aku akan menhadiahkan pedang, baju zirah, dan hadiah-hadiah lain untuk mereka yang sudah melakukan sesuatu yang luar biasa. Aku selalu melakukannya saat itu juga, untuk memperingati sumbangsi mereka dalam hal ketangguhan dan keberanian sesegera mungkin. Mereka yang menerima hadiah tersebut sangat bangga—dan biasana akan menjadikan hadiah hadiah secamam itu sebagai pusaka keluarga yang diwariskan ke setiap generasi.”

Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan kebutuhan pengembangan dari masing-masing pengikut. Pemimpin transormasional mengubah kesadaran para pengikut akan persoalan-persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara yang baru, dan mereka mampu mengairahkan, membangkitkan dan mengilhami paa pengikut


(38)

untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai sasaran kelompok (Riberu dalam Astuti, 2014:15).

4. Gaya Visioner

Berikut cuplikan dalam biografi The Swordless Samuarai yang menunjukkan gaya transformasional Toyotomi Hideyoshi, yaitu :

Cuplikan 1 (hal. 109-110) :

“Mari duduk di sebelahku Yoshihisa,” ujarku, sambil menunjuk bangku di dekatku. Aku menanggalkan pedang dan kuletakkan dalam jangkauan sang samurai tangguh yang beberapa jam lalu masih menjadi musuh yang mematikan—dan yang keterampialnnya bertarung dengan tangan kosong jauh melebihiku. “Aku meminta maaf karena pengawalku menyita senjatamu,” kataku. “Kadang-kadang mereka memang berlebihan. Begitulah. Aku harus ingat menghukum mereka di masa depan. Sementara itu,” tambahku, sambil mengangguk kearah pedang,” kau boleh mengambil milikku jika kau mau,” Yoshihisa tetap tidak bergerak.

“Kita berdua tahu bahwa kau semestinya mati, berdasarkan aturan para samurai,” kataku. “Tapi zaman sudah berubah. Dan aku bakal membutuhkan bantuan sebanyak yang bisa kutemukan, jika aku mau membawa Jepang menuju hari yang baru. Dan jangan salah Yoshihisa.” Aku mencondongkan tubuh ke depan dan menatap tepat di matanya.

“Selain itu,” kataku, sambil kembali bersandar ke belakang

“Hari itu akan tiba. Sayang sekali jika kau tidak ada untuk melihatnya.”

, “seandainya aku hanya bergantung pada kemenangan di medan perang, dan menghancurkan


(39)

pemimpin Klan Shimazu yang luar biasa, aku akan menanggung malu sampai ke liang kubur. Aku tidak berperang untuk memusnahkan; aku hanya ingin membuat mereka yang memberontak tunduk.

Analisis :

Bedasarkan cuplikan di atas digambarkan Toyotomi Hideyoshi sebagai pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan yang visioner. Toyotomi Hideyoshi memiliki visi kedepan yang jelas. Toyotomi Hideyoshi ingin membawa negara Jepang ke zaman yang baru. Zaman tanpa peperangan, zaman yang damai untuk segenap rakyat Jepang. Seperti cuplikan berikut “Tapi zaman sudah berubah. Dan aku bakal membutuhkan bantuan sebanyak yang bisa kutemukan, jika aku mau membawa Jepang menuju hari yang baru.”

Toyotomi Hideyoshi ingin menjadikan negara Jepang yang damai. Toyotomi Hideyoshi ingin para daimyo pemberontak untuk tidak lagi berperang melawannya. Toyotomi Hideyoshi memberikan gambaran ke depan kepada para daimyo pemberontak untuk tunduk kepadanya agar tidak terjadi lagi peperangan dan pemberontakan. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut “ seandainya aku hanya bergantung pada kemenangan di medan perang, dan menghancurkan pemimpin Klan Shimazu yang luar biasa, aku akan menanggung malu sampai ke liang kubur. Aku tidak berperang untuk memusnahkan; aku hanya ingin membuat mereka yang memberontak tunduk”. Toyotomi Hideyoshi melihat kedepan apa yang terjadi jika ia memusnahkan klan Shimau. Toyotomi Hideyoshi memiliki gaya kepemimpinan yang visioner.

Gaya Visioner adalah kemampuan menciptakan dan mengartikuliasikan visi yang realitas, kredibel, dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit


(40)

organisasi yang tengah tumbuh dan membaik dibandingkan saat ini. Visi ini jika diseleksi dan diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan membangkitkan keterampilan, dan sumber daya untuk mewujudkannya (Riberu dalam Astuti, 2014:16) .


(41)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Melihat uraian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Toyotomi Hideyoshi merupakan seorang rakyat jelata yang berhasil meraih

puncak kepemimpinan tertinggi di Jepang. Karakter kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi terbentuk seiring perjalanan hidupnya meraih sukses dalam dunia kacauan di Jepang. Seorang pemimpin yang membuktikan diri bahwa kesuksesdan tidak dilihat dari garis keturunan. Pemimpin yang telah menyatukan negeri Jepang yang telah terpecah belah selama seabad lamanya. Karakter kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi sangat ideal untuk masyarakat Jepang pada saat itu. Seorang pemimpin yang memilk karakter envision atau memiliki visi, integrity atau integritas, dedication atau dedikasi, humility atau rendah hati, openness atau keterbukaan, creativity atau kreatifitas, fairness atau keadilan, dan ssertiveness atau ketegasan.

2. Toyotomi Hideyoshi merupakan sosok negarawan. Banyak strategi Toyotomi Hideyoshi untuk meraih kedamaian di Jepang, salah satunya adalah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan. Kebijakan Toyotomi Hideyoshi dalam kepemerintahannya membangun pondasi kepemerimtahan negara Jepang untuk generasi selanjutnya. Toyotomi Hideyoshi mengahapuskan sistem kepemilikan senjata bagi warga sipil. Toyotomi Hideyoshi membenahi infrastruktur negara. Membangun prasarana jalan, mengalihfungsikan instalasi militer. Toyotomi Hideyoshi juga melakukan kebikjakan sensus penduduk, melakukan survei kepemilikan tanah dan


(42)

menetapkan satuan tanah yang sama bagi seluruh warga Jepang. Toyotomi Hideyoshi juga melakukan kebijakan membersihkan para ronin di desa-desa dan juga menghapuskan perbudakan. Semua kebijakan bertujuan untuk meredam peperangan dan menciptakan perdamaian di Jepang.

3. Toyotomi Hideyoshi awalnya diragukan sebagi pemimpin dikarenakan rupa fisiknya yang tak menarik, tak memiliki pendidikan formal, dari kaum rakyat jelata, serta tidak memiliki hubungan darah dengan para bangswan. Tetapi itu semua dapat ia buktikan bahwa ia pantas menajadi seorang pemimpin. Berkat kerja keras, pantang menyerah serta pandai memahami karakter orang lain. Toyotomi Hideyoshi berhasil membuktikan dirinya. Sebagai seorang pemimpin Jepang yang memiliki gaya tersendiri dalam memimpin. Gaya kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi adalah gaya kharismatik, gaya transaksional, gaya transformasional, dan gaya visioner.

4.2 Saran

Toyotomi Hideyoshi merupakan seorang pemimpin yang berkarakter. Ia memiliki visi yang besar demi mencapai perdamaian di Jepang. Seorang pemimpin dari golongan rakyat jelata yang meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Untuk meraih kesuksesan dalam hidup ini, kita sendiri yang menentukan. Semangat untuk terus berjuang maju demi terwujudnya keinginan kita. Bukan dari rupa fisik, bukan pula dari hubungan darah dengan kaum elite. Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi yang terpaparkan dalam skripsi ini diharapkan menjadi acuan kita untuk meraih kesuksesan dalam hidup.


(43)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP BIOGRAFI, SETTING BIOGRAFI THE

SWORDLESS SAMURAI, SOSIOLOGI SASTRA, KEPEMIMPINAN,

KARAKTER

1.3Definisi Biografi

Biografi atau riwayat hidup adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain (sastrawan). Tugas penulis biografi adalah menghadirkan kembali jalan hidup seseorang berdasarkan sumber sumber atau fakta fakta yang dapat dikumpulkannya. Teknik penyusunan riwayat hidup itu biasanya kronologis: dimulai dari kelahiran, masa kanak-kanak, masa muda, dewasa, dan akhir hayatnya. Sebuah karya biografi biasanya menyangkut kehidupan tokoh tokoh penting dalam masyarakat atau tokoh tokoh sejarah (Soemardjo dan Saini K.M, 1991:22).

Biografi merupakan karya sastra yang mengandung unsur fakta dalam penulisannya. Unsur fakta dalam biografi dapat terlihat dari latar dan tokoh cerita. Latar tempat dalam biografi dapat diketahui dalam kenyataan geografis. Tokoh dalam biografi merupakan para tokoh yang telah tercatat dalam sejarah. Latar dan tokoh cerita biografi dapat dikenal dalam kenyataan.

Dalam penulisan biografi lebih menonjolkan unsur fakta. Tetapi unsur imajinasi atau khayali dalam penulisaanya juga masih ada. Penulis (sastrawan) berimajinasi dalam penulisan biografi untuk menyampaikan fakta-fakta yang ingin disampaikan. Sehingga jika bermacam-macam penulis (sastrawan)


(44)

menyampaikan fakta dalam membuat biografi, maka menghasilkan cara penyampaian yang berbeda yang satu dengan yang lain.

Dari sekian banyak karya sastra non imajinasi seperti essai, kritik, biografi, aoutobiografi, catatan harian, memoar dan sebagainya. Biografi merupakan karya sastra non imaginatif yang popular. Bentuk karya sastra ini yang paling banyak beredar karena cara penyampaiannya yang menarik. Cara penulis (sastrawan) menyampaikan fakta yang ingin diungkapkannya.

Dalam biografi banyak memberikan manfaat kepada pembacanya. Manfaat berupa kisah para tokoh penting. Para tokoh yang telah mempengaruhi kehidupan masyarakat dan merubah mereka. Sehingga kita dapat mengambil setiap pelajaran dari perjalanan hidup para tokoh.

2.1.1 Unsur Instrinsik

Unsur prosa terdiri dari dua unsur, yaitu unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah (2014:32), menyebutkan bahwa unsur instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur instrinsik prosa terdiri atas tema dan amanat, tokoh dan penokohan, alur, latar, dan sudut pandang.

a. Tema dan Amanat

Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini atau komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan


(45)

perbuatan tokoh cerita, semuanya di dasari oleh ide pengarang (Soemardjo dan Saini K.M, 1991:56).

Bila seorang pengarang mengemukakan hasil karyanya, sudah tentu ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Sesuatu yang menjadi persoalan atau pemikiran itulah yang disebut tema. Di sini tema tidak disampaikan begitu saja akan tetapi disampaikan melalui sebuah jalinan cerita. Kita hanya akan dapat menemukan tema sebuah cerita setelah kita membaca dan menafsirkannya. Disini tema berbeda dengan pokok cerita. Boleh dikatakan tema adalah pokok pemikiran atau pokok persoalan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui jalan cerita yang dibuatnya (Suroto, 1989:88).

Amanat biasanya memberikan manfaat dalam kehidupan secara praktis. Amanat dibuat oleh pengarang dapat disebut juga pesan terselubung yang disampaikan oleh pengarang (Sudjiman dalam Rokhmansyah 2014:33).

Berdasarkan pengertian tema yang sudah dijabarkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tema dari biografi The Swordless Samurai adalah tentang perjuangan hidup Toyotomi Hideyoshi, seorang dari kalangan rakyat jelata miskin yang berusaha dalam meraih puncak suksesnya sebagai pemimpin dan berhasil menyatukan negeri Jepang yang sudah lama berperang. Demi tercapainya visi yang mulia yaitu menjadikan negera Jepang yang damai tanpa peperangan. Sedangkan amat yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui buku biografi The Swordless Samurai adalah bagaimana menjadi seorang pemimpin yang ideal yang diinginkan oleh anggota organisasi.


(46)

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam cerita menurut Abram dalam Nurgiyantoro (2007:165) adalah orang – orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Sedangkan Penokohan menurut Aminuddin (2000 : 79) adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana pula perilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam penokohan ada dua hal penting, yaitu pertama berhubungan dengan teknik penyampaian dan yang kedua adalah berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal ini memiliki hubungan yang sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut.

Pengarang melukiskan tokoh melalui imajinasi atau fantasinya dengan cara berikut ini:

1. Pengarang melukiskan secara langsung bentuk lahir tokoh, misalnya raut wajah, kepala, rambut dan ukuran tubuh.

2. Pengarang melukiskan jalan pikiran tokoh atau apa yang terlintas dalam pikirannya.

3. Pengarang melukiskan reaksi tokoh terhadap suatu kejadian.

4. Pengarang melukiskan keadaan sekitar tokoh, misalnya keadaan kamar dan pekarangan rumah tokoh.


(47)

6. Pengarang menciptakan percakapan (dialog) antar tokoh tentang pribadi tokoh lain, misalnya tokoh utama.

Penokohan dalam biografi The Swordless Samurai adalah tokoh utama bernama Toyotomi Hideyoshi yang berpostur tubuh pendek, berwajah jelek, daun telinga yang besar, mata yang dalam, tubuh yang kecil, berwajah merah serta keriput, sehingga ia dijuluki “monyet” seumur hidupnya. Secara fisik tidak mencerminkan bahwa ia adalah seorang pemimpin.

c. Alur

Plot atau alur cerita adalah rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungkan dengan hukum sebab akibat. Artinya, peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan peristiwa ketiga, dan demikian selanjutnya, hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan terjadinya oleh peristiwa pertama (Soemardjo dan Saini K.M, 1991:139).

Alur sebuah cerita haruslah bersifat padu. Antara peristiwa yang satu dengan yang lain, antara peristiwa yang di ceritakan lebih dahulu dengan kemudian, ada hubungan, ada sifat saling keterkaitan. Kaitan antar peristiwa hendaklah logis, jelas, dapat yang mungkin di awal, tengah, atau akhir (Nurgiyantoro dalam Rokhmansyah 2014 : 37).

Menurut Suroto (1989: 89-90), pada umumnya alur pada cerita prosa disusun berdasarkan urutan sebagai berikut:

1. Perkenalan, pada bagian ini pengarang menggambarkan situasi dan memperkenalkan tokoh-tokohnya


(48)

2. Pertikaian, pada bagian ini pengarang mulai menampilakan pertikaian yang dialami sang tokoh

3. Perumitan, pada bagian ini pertikaian semakin menghebat 4. Klimaks, pada bagian ini puncak perumitan mulai muncul 5. Peleraian, disini persoalan demi persoalan mulai terpecahkan

Menurut susunannya alur tebagi dalam dua jenis, yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai dari peristiwa pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita itu berakhir. Alur mundur adalah alur yang susunannya dimulai dari peristiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya kembali pada peristiwa akhir tadi.

Adapun alur atau plot yang terdapat pada biografi The Swordless Samurai ini adalah alur mundur, dikarenakan biografi ini bercerita tentang Toyotomi Hideyoshi yang sudah dewasa menceritakan bagaimana Toyotomi Hdeyosshi kecil menjalani hidupnya semasa masih menjadi rakyat jelata dan mengabdikan diri kepada Lord Nobunaga sampai akhirnya ia menjadi seorang wakil kaisar.

d. Latar

Yang dimaksud dengan latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Sudah barang tentu latar yang dikemukakan, yang berhubugan dengan sang tokoh atau beberapa tokoh (Suroto, 1990: 94). Latar atau setting yang disebut juga sebagai landasan tempat , hubungan, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan


(49)

Latar atau setting yang terdapat dalam novel ini adalah negara Jepang. Dimana proses Toyotomi Hideyoshi menaklukan tiap-tiap daimyo yang ada di Jepang. Demi tercapainya tujuan negara Jepang dalam satu panji perdamaian. Latar waktu yang ada dalam biografi ini berkisar antara tahun 1536-1598.

e. Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) adalah posisi yang menjadi pusat kesadaran tempat untuk memahami setiap peristiwa dalam cerita. Sudut Pandang yang digunakan oleh pengarang pada karya sastranya merupakan cara pengarang untuk menceritakan cerita dalam karyanya ( Staton dalam Rokhmansyah, 2014:39).

Sudut pandang merupakan strategi, teknik dan siasat, dari pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya, selain itu posisi pengarang dalam cerita tersebut pula lah yang menjadi sudut pandang pembaca dalam mengikuti dan memahami jalannya cerita tersebut. Terdapat beberapa jenis sudut pandang (point of view), yaitu:

1. Pengarang sebagai tokoh utama.

Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.

2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan.

Disini pengarang ikut melibatkan diri dalam cerita. Akan tetapi ia menceritakan sang tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.

3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Disini pengarang menceritakan orang lain dalam segala hal.


(50)

Dalam biografi The Swordless Samurai , pengarang bertindak sebagai tokoh utama. Pengarang seolah-olah dalam biografi The Sworless Samurai ini menjadi Toyotomi Hideyoshi yang menceritakan kisahnya. Seakan-akan biografi ini merupakan memoar yang ditulis oleh Toyotomi Hideyoshi sendiri, sehingga kita akan terbawa ke dunia di mana Toyotomi Hideyoshi hidup.

2.1.2 Unsur Ekstrinsik

Unsur Ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar tubuh karya sastra itu sendiri. Unsur Ekstrinsik adalah unsur luar-sastra yang ikut mempengaruhi penciptaan karya sastra. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat-istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan agama dan lain-lain (Suroto, 1990:138).

2.2Setting Biografi The Sowrdless Samurai

Latar atau setting adalah penggambaran situasi, tempat, dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa (Aminuddin, 2000:94). Setting atau latar tempat terjadinya peristiwa peristiwa atau waktu berlangsugnya tindakan. Jadi, peristiwa peristiwa itu terjadi dalam latar tempat dan waktu (Sangidu dalam Pradopo, 2003:139)

Menurut Rokhmansyah (2014:38) latar dalam arti lengkap meliputi aspek raung dan waktu terjadinya peristiwa, serta aspek suasana.


(51)

Latar tempat merujuk pada tempat yang berlangsungnya peristiwa-peristiwa dalam biografi tersebut. Dalam biografi The Swordless Samurai karya Kitami Masao lokasi tempat berlangsungnya cerita adalah di Negara Jepang.

- Latar waktu

Latar waktu menunjukkan kapan terjadinya konflik dalam cerita. Dalam biografi The Swordless samurai karya Kitami Masao waktu terjadinya konflik dalam cerita berkisar antara tahun 1536-1596.

- Latar Sosial/Suasana

Latar Sosial atau suasana menunjukkan kondisi atau situasi saat terjadinya adegan atau konflik. Dalam biografi The Swordless Samurai karya Kitami Masao latar sosial yang terjadi pada masyarakat Jepang pada saat itu masa pemerintahan feodal.

2.3 Definisi Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) dan logi (logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan). Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, sosio/socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi, sosiologis berarti ilmu mengenai asal-usul pertumbuhan (evolusi) mayarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran kata tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan


(52)

alat untuk mengajar., buku, petunjuk atau buku pengajaran yang baik. Makna kata sastra lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik (Ratna dalam Astuti, 2014:37)

Sosiologi sastra adalah penelitian terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Jadi, penelitian sosiologi sastra, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan struktur sosial yang terjadi di sekitarnya (Ratna, 2003:25).

Menurut Endraswara dalam Rokhmansyah (2014:147) sosiologi sastra adalah penelitian tentang: (a) studi ilmiah manusia dan masyarakat secara obyektif, (b) studi lembaga lembaga sosioal lewat sastra dan sebaliknya, (c) studi proses sosial, yaitu bagaimana khidupan masyarakat bekerja dan bagaimana masyarakat melangsungkan kehidupannya.

Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi sosial Wellek dan Warren dalam Rokhmansyah (2014:148) membagi sosiologi sastra sebagai berikut :

1. Sosiologi pengarang , profesi pengarang, dan istitusi sastra, masalah yang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang sosial status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang di luat karya sastra karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan tempat tinggal berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi


(53)

pengarang akan memiliki peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang.

2. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. Beranggapan dengan berdasarkan pada penelitian Thomas Warton bahwa sastra mempunai kemampuan merekan cirri-ciri zamannya. Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban.

3. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra, penagarang, dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat; seni tdak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupan.

Menurut pandangan pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan disini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.

Hal terpenting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian, sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Dari sini, tentu sastra tidak semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan


(54)

sekedar copy-an kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan jiplakan kasar, melainkan sebuah refleksi halus estetis.

Tujuan dari pendekatan sosiologi sastra ini adalah untuk mendapat gambaran yang lengkap, utuh, serta menyeluruh tentang hubungan timbal balik, sastrawan, karya sastra dan masyarakat. Pada penelitian ini, karya sastra digunakan sebagai cerminan kehidupan masyarakat dengan berbagai masalah sosial yang dihadapi oleh Toyotomi Hideyoshi sebagai tokoh utama dalam biografi “The Swordless Samurai” karya Kitami Masao khususnya tentang kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi dan kehidupan masyarakat Jepang pada zaman Azuchimomoyama.

2.4Definisi Kepemimpinan

Kepemipinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan kemauan mereka, kemampuan dan usaha untuk mencapai tujuan pimpinan. Dalam hubungan dengan organisasi, kepemimpinan terletak pada usaha mempengaruhi individu dan kelompok untuk mencapai tujuan organisasi secara optimal (R.D Agarwal dalam Anoraga dan Suyati 1995:186).

Menurut Yukl dalam Makawimbang (2012:7) beberapa definisi yang dianggap cukup mewakili selama seperempat adab adalah sebagai berikut :

1. Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal)


(55)

2. Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi yang dijalankan dalam suatu pencpaian tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau bebrapa tujuan tertentu.

3. Kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksi.

4. Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi.

5. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan.

6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesedian untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk memcapaikan sasaran.

7. Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberikan kontribusi yang efektif terhadap orde sosial, serta yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya.

Berdasarkan penegertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang ada pada diri seseorang baik secara alamiah maupun melalui suatu pendidikan untuk mempengaruhi orang lain baik individu maupun kelompok dalam suatu organisasi dalam situasi tertentu sehingga dengan sukarela anggota organisasi melakukan tujuan yang hendak dicapai.


(56)

2.5Definisi Karakter

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus, dan perilaku jelek lainya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, ornag yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Secara etimologis, kata karakter bisa berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakn seseorang. Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, keperibadian, budi pekerti, atau akhlak (Fathurrohman dkk, 2013:17)

Menurut Parwez dalam Yaumi (2014:7) menurunkan definisi pendidikan karakter yang disimpulkan dari sekian banyak definisi yang dipahami oleh para penulis barat dewasa ini. Definisi tersebut dapat di jabarkan sebagai berikut:

1. Moralitas adalah karakter. Karakter merupakan sesuatu yang terukir dalam diri seseorang. Karakter merupakan kekuatan batin. Pelanggaran susila (amoralitas) juga merupakan karakter, tetapi untuk menjadi bermoral dan tidak bermoral adalah sesuatu yang ambigu.

2. Karakter adalah manifestasi kebenaran, dan kebenaran adalah penyesuaian kemunculan pada realitas.

3. Karakter adalah mengadopsi kebaikan dan kebaikan adalah gerakan menuju suatu tempat kedamaian. Kejahatan adalah perasaan gelisah yang tiada berujung dari potensialisasi manusia tanpa sesuatu yang dicapai, jika tidak mengambil arah namun tetap juga terjebak dalam ketidaktahuan, dan akhirnya nista.


(57)

4. Karakter adalah memiliki kekuatan terhadap diri sendiri; karakter adalah kemenangan dari penghambaan terhadap diri sendiri.

5. Dalam pengertian yang lebih umum, karakter adalah sikap manusia terhadap lingkungannya yang diekspresikan dalam tindakan.

Adapun yang dimaksud karakter dapat dikemukakan sebagai; karakter diterjemahakan dari pengertian moralitas yang mengandung beberapa pengertian, antara lain adat istiadat, sopan santun dan perilaku. Oleh sebab itu pengertian karakter yang paling hakiki adalah perilaku. Sebagai perilaku, karakter meliputi sikap yang di cerminkan oleh perilaku (Edi sedyawati dalam Fathurrohman dkk, 2013:18).

Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa karakter adalah moralitas, kebenaran, kebaikan, kekuatan, dan sikap atau perilaku seseorang yang ditunjukkan pada orang lain.


(1)

Disetujui oleh:

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, April 2016 Departemen Sastra Jepang Ketua

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum NIP. 19600919 1988 03 1 001


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang atas berkat, rahmat dan ridho – Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Juga shalawat serta salam semoga selalu tercurah keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini berjudul “Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi Dalam Biografi The Swordless Samurai Karya Kitami Masao”, merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik moril, materi dan ide dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih, penghargaan dan penghormatan kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M. Hum, Ph.D, selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan waktu dan pemikirannya dalam membimbing, mengarahkan serta memberikan saran – saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai.


(3)

4. Bapak Drs. Nandi, selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan waktu dan tenaga sedemikian besarnya untuk membimbing, memeriksa serta memberikan saran – saran kepada penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini hingga selesai.

5. Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu dosen, serta Staf Pegawai di Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang dengan penuh kesabaran telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis serta dukungan dalam menyelesaian skripsi ini.

7. Terima kasih yang tidak terhingga kepada ayahanda Musidi dan ibunda Sukartinah yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materil dan selalu mendoakan sampai penulis dapat menyelesaikan studinya dan dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa melindungi, memberikan kesehatan, rezeki, dan umur panjang yang diberkahi, serta membalas kebaikan mereka. Terima kasih kepada kakak Tri Dewi Kartika, abang Agung Mulyono dan adik Riyan Pambudi Utomo yang telah banyak memberikan moral, serta dukungan semangat.

8. Seluruh rekan – rekan seperjuangan stambuk 2011, para senpai dan kohai di Sastra Jepang yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan teman – teman lain yang selalu mengingatkan penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini.


(4)

9. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan anda semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi maupun uraiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca serta peneliti yang ingin melanjutkan studi mengenai Sosiologis Sastra, khususnya mahasiswa/ mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera lainnya.

Medan, Maret 2016 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Perumusan Masalah 3

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan 5

1.4 Tinjauan Pustata dan Kerangka Teori 5

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 12

1.6 Metode Penelitian 13

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP BIOGRAFI, SETTING BIOGRAFI THE SWORDLESS SAMURAI, SOSIOLOGI SASTRA, KEPEMIMPINAN, KARAKTER 2.1 Defenisi Biografi 15

2.1.1 Unsur Intrinsik 16

2.1.2 Unsur Ekstrinsik 22

2.2 Setting Biografi The Swordless Samurai 22

2.3 Defenisi Sosiologi Sastra 23

2.4 Definisi Kepemimpinan 26


(6)

BAB III KEPEMIMPINAN TOYOTOMI HIDEYOSHI DALAM BIOGRAFI THE SWORDLESS SAMURAI KARYA KITAMI MASAO

3.1 Sinopsis Cerita 30

3.2 Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi 31 3.2.1 Karakter Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi 31 3.2.2 Strategi dan Gaya Kepemimpinan Toyotomi Hideyoshi 51 3.2.2.1 Strategi Kepemimpinan 51 3.2.2.2 Gaya Kepemimpinan 55

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan 68

4.2 Saran 69

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK