penurunan sejak tahun 1994. Dilihat dari nilai ekspor memang mengalami kenaikan, tetapi pangsanya terhadap total ekspor ULI cenderung menurun dari
tahun ke tahun. Ada beberapa faktor yang dituding sebagai penyebab utama menurunnya
ekspor non migas. Pertama, menurunnya permintaan di negara-negara tujuan ekspor nonmigas dari Indonesia, yang bersamaan dengan faktor struktural
terutama meningkatnya persaingan dan menurunnya produktivitas. Kedua, menurunnya ekspor ULI disebabkan banyaknya perusahaan yang menutup
usahanya akibat krisis ekonomi maupun kalah bersaing dengan negara-negara pengekspor produk yang sama Kuncoro, 2006.
4.2.3. Periode Pasca Krisis
Pada periode ini industri pakaian jadi atau garmen memiliki nilai ekspor yang jauh lebih tinggi daripada nilai ekspor industri-industri lain yang tergabung
dalam industri tekstil dan produk tekstil TPT di Indonesia Gambar 4.1. Nilai ekspor dari industri pakaian jadi ditahun 2001 sebesar US 4.344 Juta meskipun
kemudian mengalami sedikit penurunan ditahun-tahun berikutnya, akan tetapi nilai dari industri-industri lainnya yang tergabung pada industri TPT ini tidak ada
yang mencapai US 4 Juta. Hal ini mengindikasikan bahwa produk pakaian jadi memiliki kualitas yang cukup tinggi.
Sumber: API, 2005 Keterangan :
Tanda menunjukkan data Januari-Juni
Gambar 4.1. Nilai Ekspor Industri yang Terdapat Pada Industri TPT Nasional Namun di sisi lain, terdapat permasalahan yang sedang dihadapi oleh
industri pakaian jadi nasional sebagai bagian dari industri TPT di Indonesia. Masalah mengenai penyelundupan saat ini dirasakan sangat merugikan industri
pakaian jadi bahkan bagi industri TPT nasional. Akibat penyelundupan tersebut, banyak produk-produk pakaian jadi dari Cina yang memenuhi pasar dalam negeri,
sehingga hal ini merugikan para produsen pakaian jadi dalam negeri. Menurut data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia, impor ilegal pakaian
jadi dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 terus meningkat sebesar 281 persen dari segi volume dan 136 persen dari segi nilai barang. Disamping itu bila
diperhatikan antara volume impor dengan nilai impor dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2005 pada kenyataannya indikasi barang-barang yang diimpor
merupakan kualitas rendah. Oleh karena itu, apabila tidak ada perlindungan dari pemerintah maka dapat dipastikan setengah dari jumlah pengusaha pakaian jadi
2.000.000 4.000.000
6.000.000 8.000.000
10.000.000
2001 2002
2003 2004
2004 2005
Thous a
nds
Fibers Yarn
Fabric Garment
Oth. Text. Prod. Total
menengah-kecil akan gulung tikar karena tidak mampu bersaing dengan produk- produk dari Cina.
Tabel 4.2. Ekspor dan Impor Industri Pakaian Jadi
Tahun Unit Ekspor
Impor Balance
Kg 339.627.367 7.878.191
331.749.176 1999
US 3.735.067.318 17.372.097
3.717.695.221 Kg 364.859.727
13.257.786 351.601.941
2000 US 4.561.846.704
25.458.645 4.536.388.059
Kg 317.514.266 11.946.656
305.567.610 2001
US 4.000.200.682 17.561.012
3.982.639.670 Kg 379.905.979
11.647.343 368.258.636
2002 US 3.805.458.457
27.635.883 3.777.822.574
Kg 314.613.600 3.623.365
310.990.235 2003
US 3.671.586.223 14.981.378
3.656.604.845 Kg 305.674.310
3.205.819 302.468.491
2004 US 4.037.110.492
27.708.497 4.009.401.995
Sumber: API, 2005
Data Asosiasi Pertekstilan Indonesia API menunjukkan total pertumbuhan impor pakaian jadi dari Cina yang tercatat resmi, belum yang
termasuk ilegal, dalam lima tahun terakhir tahun 2004 mencapai 380 persen. Akan tetapi sampai saat ini pakian jadi, termasuk industri TPT, masih menjadi sektor
ekspor non migas yang terbesar dan tempat paling fleksibel untuk menampung luapan tenaga kerja. Berdasarkan pada tabel 4.2 mengenai ekspor dan impor pada
industri pakaian jadi, dapat diketahui bahwa kinerja ekspor terus meningkat dari US 3,7 Miliar di tahun 1999 mengalami peningkatan terus hingga tahun 2001
sebesar US 4 Miliar. Akan tetapi penurunan sedikit terjadi pada tahun 2002 dan 2003 menjadi US 3,8 Miliar dan US 3,6 Miliar. Kemudian mengalami
peningkatan kembali pada tahun 2004 menjadi US 4 Miliar.
4.3. Struktur Biaya Industri Pakaian Jadi Indonesia