- 55 - INDIKATOR
UTAMA KONSEPDEFINISI
INTEPRETASI
hal ini adalah harga transaksi secara tunai, yang terjadi antara
penjual dan pembeli dengan satuan eceran
pengeluaran yang harus ditanggung oleh masyarakat
untuk mempertahankan konsumsi terhadap komoditas
tersebut yang merupakan bagian dari kebutuhan dasarnya
Harga bahan kebutuhan
pokok Rp Harga ecerankonsumen bahan
kebutuhan pokok. Harga konsumeneceran dalam hal ini
adalah harga transaksi secara tunai, yang terjadi antara
penjual dan pembeli dengan satuan eceran
Semakin tinggi harga bahan kebutuhan pokok semakin berat
beban pengeluaran yang harus ditanggung oleh masyarakat
untuk mempertahankan konsumsinya terhadao
komoditas tersebut, yang merupakan bagian dari
kebutuhan dasarnya Rasio konsumsi
pangan normatif terhadap
ketersediaan pangan serealia
Rasio antara konsumsi normatif pangan serealia padi, jagung,
ubi kayu, dan ubi jalar dengan ketersediaan pangan serelia
yang dihasilkan di suatu daerah.
Kriteria penilaiannya adalah 1.
1,50 = sangat rawan 2.
1,25 – 1,50 = rawan 3.
1,00 – 1,25 = agak rawan 4.
0,75 – 1,00 = cukup tahan 5.
0,50 – 0,75 = tahan 6.
=0,5 = sangat tahan Semakin tinggi rasio ini semakin
tinggi tingkat kerawanan pangan masyarakat suatu
daerah. Ketika masyarakat mampu menyediakan bahan
pangan, minimal untuk memenuhi kebutuhan pangan
keseluruhan masyarakat secara lokal, tidak tegantung pada
daerah lain maka daerah tersebut relatif rendah rawan
pangannya dan dapat dikategorikan tahan pangan
Sumber
: Panduan Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan, TNP2K, 2012.
b. Data Pendukung
Data pendukung di bidang ketahanan pangan, antara lain berupa rasio konsumsi beras dan rasio konsumsi ubi jalar. Secara
umum rasio ini menunjukkan angka yang kurang dari 100. Gambaran indikator bidang ketahanan pangan, selengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.36 Indikator Bidang Ketahanan Pangan di Kota Surakarta Tahun
2010-2011 No.
Rasio Konsumsi Pangan Normatif terhadap Kesediaan Pangan Serelia
2010 2011
1 2
3 4
1. Rasio Konsumsi Beras
0.93 0.85
2. Rasio Konsumsi Ubi Jalar
0.98 0.95
Sumber
: Kantor Ketahanan Pangan Kota Surakarta
- 56 -
Selain rasio konsumsi beras dan rasio konsumsi ubi jalar, indikator bidang ketahanan pangan terkait dengan perkembangan
harga-harga kebutuhan pokok. Indikator harga-harga kebutuhan pokok utama di Kota Surakarta Tahun 2010-2011, selengkapnya
dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2.37 Indikator Bidang Ketahanan Pangan di Kota Surakarta Berdasar
Harga-Harga Kebutuhan Pokok Utama Rp Tahun 2010-2011 No.
Komoditas Harga Tahun 2010
Rp Harga Tahun 2011
Rp
1 2
3 4
01. Beras C4 super
8.000 7.941
02. Beras C4 biasa
7.200 7.209
03. Jagung Manis
4.000 4.691
04. Kedelai lokal
6.000 8.757
05. Kacang tanah
13.000 14.909
06. Ubi kayu ubi jalar
- 2.333
07. Cabe merah biasa
20.000 15.318
08. Cabe merah keriting
25.000 17.863
09. B Merah Brebes
14.000 14.783
10. Minyak goreng
11.000 17.572
11. Minyak curah
- 10.110
12. Gula pasir TM
10.000 9.891
13. Tepung Terigu
7.000 7.024
14. Daging sapi
60.000 60.070
15. Daging ayam
23.000 21.578
16. Telur ayam
13.500 13.257
17. Ikan teri
40.000 48.974
Sumber
: Kantor Ketahanan Pangan Kota Surakarta
c. Kondisi dan Implementasi
1 Stabilitas harga harus terus diupayakan agar daya beli
masyarakat, khususnya untuk kelompok masyarakat miskin tetap terjaga, sehingga tidak mengurangi proporsi pengeluaran
mereka, khususnya untuk membeli konsumsi kebutuhan dasar pokok.
2 Diversifikasi kebutuhan pangan yang mampu menggantikan
konsumsi dan komoditi beras sebaiknya terus dilakukan agar ketergantungan terhadap konsumsi beras dapat diimbangi
dengan ketersediaan komoditi lainnya. Hasil akhir program penanggulangan kemiskinan, diukur dengan
perbaikan dalam besaran Indeks Pembangunan Manusia IPM. Dengan nilai
- 57 -
IPM Provinsi Jawa Tengah sebesar 72,10, maka kabupatenkota yang masuk kategori ber-IPM tinggi ada 15 kabupatenkota, yaitu:
Kota Surakarta
sebesar 77,49 peringkat tertinggi, Kota Semarang, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten
Temanggung, Kabupaten Semarang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten
Klaten, dan Kabupaten Banyumas. Penjelasan secara grafis, dapat dilihat pada gambaran berikut ini.
Gambar 2.6 Grafik Perbandingan Nilai IPM Menurut KabupatenKota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009
Sumber
: Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah.
BAB III KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
TINGKAT NASIONAL DAN REGIONAL
A. Penanggulangan Kemiskinan: Amanat UUD 1945
Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan amanat konstitusi sesuai dengan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945 khususnya
untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan penanggulangan kemiskinan, yang tertuang dalam beberapa pasal sebagai berikut.
1.
Pasal 27 ayat 2: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
2.
Pasal 28 dan 28 A, B, C, D, F, G, H, I Pasal 28
a. Ayat 1: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
b. Ayat 3: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”.
Pasal 28 A: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”
Pasal 28 B, Ayat 2: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.” Pasal 28 C
a. Ayat 1: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
b. Ayat 2: “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”