di sini SPKD KOTA SURAKARTA

(1)

WALIKOTA SURAKARTA

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

NOMOR 2-H TAHUN 2013

TENTANG

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH

KOTA SURAKARTA


(2)

WALIKOTA SURAKARTA

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013

TENTANG

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURAKARTA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta, perlu adanya dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta sampai dengan Tahun 2015;

b. bahwa Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Kota Surakarta sampai dengan Tahun 2015 diperlukan untuk memberikan kepastian kebijakan dalam mengintegrasikan dan melaksanakan upaya penanggulangan dan pengentasan kemiskinan yang berkesinambungan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Strategi

Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota

Surakarta;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat Dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4421);


(3)

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang

Pengesahan International Covenant On Economic,

Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional

tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang

Pengesahan International Convenant On Civil and

Politic Right (Konvenan Internasional tentang

Hak-Hak Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700):

9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang

Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988,

tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);

12. Peraturan Pemerintah 38 tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737);


(4)

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;

14. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2008 Nomor 6) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2011 Nomor 14);

15. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Surakarta Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 Nomor 2);

16. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 – 2015 (Lembaran Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 Nomor 12).

Memperhatikan : 1. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan;

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun

2010 tentang Pedoman Pembentukan Tim

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Dan Kabupaten/Kota.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG STRATEG I

PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA

SURAKARTA.

Pasal 1

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta merupakan dokumen perencanaan strategi untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta sampai dengan Tahun 2015.

Pasal 2

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota

Surakarta merupakan landasan dan pedoman

operasional bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Surakarta dan stakeholders di Kota

Surakarta dalam menetapkan dan mensinergikan

program/kegiatan penanggulangan kemiskinan sampai dengan Tahun 2015.


(5)

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri dari:

a. Bab I : Pendahuluan

b. Bab II : Aspek dan Profil Kemiskinan di Kota Surakarta

c. Bab III : Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

Tingkat Nasional dan Regional

d. Bab IV : Rencana Aksi Penanggulangan

Kemiskinan Kota Surakarta

e. Bab V : Penutup

Pasal 4

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta beserta Lampirannya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

Pasal 5

Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta merupakan Operasionalisasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 – 2015 dalam bentuk Strategi, Kebijakan, dan Program/Kegiatan Pembangunan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta untuk masa kerja sampai dengan Tahun 2015.

Pasal 6

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Walikota ini dengan


(6)

i

Daftar Isi ... i

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar ... vi

Bab I Pendahuluan ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Maksud dan Tujuan ... 5

1. Maksud ... 5

2. Tujuan ... 6

C. Dasar Hukum ... 7

D. Kedudukan dan Ruang Lingkup ... 9

1. Kedudukan ... 9

2. Ruang Lingkup ... 10

E. Proses Penyusunan ... 10

F. Sistematika Pengkajian ... 11

Bab II Aspek dan Profil Kemiskinan di Kota Surakarta ... 13

A. Aspek Kemiskinan ... 13

1. Pengertian Kemiskinan ... 13

2. Jenis-Jenis Kemiskinan ... 15

3. Karakteristik Kemiskinan ... 16

4. Penyebab Kemiskinan ... 17

5. Program-Program Penanggulangan Kemiskinan ... 20

B. Profil Kemiskinan ... 22

1. Bidang Pendidikan ... 33

2. Bidang Kesehatan ... 38

3. Bidang Prasarana Dasar ... 42

4. Bidang Ketenagakerjaan ... 47

5. Bidang Ketahanan Pangan ... 54

Bab III Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Tingkat Nasional dan Regional ... 58

A. Penanggulangan Kemiskinan: Amanat UUD 1945 ... 58

B. Penanggulangan Kemiskinan: Tujuan Pembangunan Millenium ... 61

C. Penanggulangan Kemiskinan: RPJMN Tahun 2010-2014 ... 64

D. Penanggulangan Kemiskinan: Amanat Perpres No.15 Tahun 2010 ... 68


(7)

ii

Tengah ... 69

Bab IV Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan Kota Surakarta ... 74

A. Kebijakan Umum Penanggulangan Kemiskinan Kota Surakarta ... 74

B. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kota Surakarta ... 75

1. Tahap Perencanaan ... 77

2. Tahap Pelaksanaan ... 95

3. Tahap Monitoring dan Evaluasi ... 100

Bab V Penutup ... 103

A. Kaidah Pelaksanaan ... 103

B. Penutup ... 104


(8)

iii

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Menurut Jenis

Kelamin Tahun 2004 – 2011 ... 23 Tabel 2.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan

Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta

2011 ... 23 Tabel 2.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Usia Kerja dan

Jenis Kelamin di Kota Surakarta Tahun 2011 ... 24 Tabel 2.4 Penduduk Miskin Kota Surakarta Tahun 2002 – 2010 ... 25 Tabel 2.5 Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kota Surakarta Hasil PPLS

Tahun 2008 dan Tahun 2011 Berdasar Wilayah Kecamatan dan Kelurahan (dalam satuan KK : Kepala Keluarga) ... 27 Tabel 2.6 Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kota Surakarta Hasil PPLS

Tahun 2008 dan Tahun 2011 Berdasar Wilayah Kecamatan (dalam satuan KK : Kepala Kelurahan) ... 29 Tabel 2.7 Anggota Rumah Tangga (ART) di Kota Surakarta Hasil PPLS

Tahun 2008 dan Tahun 2011 Berdasar Wilayah Kecamatan dan Kelurahan (dalam satuan jiwa/orang) ... 30 Tabel 2.8 Anggota Rumah Tangga (ART) di Kota Surakarta Hasil PPLS

Tahun 2008 dan Tahun 2011 Berdasar Wilayah Kecamatan (dalam satuan jiwa/orang) ... 32 Tabel 2.9 Informasi Status Kesejahteraan Rumah Tangga Sasaran

(RTS) di Kota Surakarta (dalam satuan KK) ... 32 Tabel 2.10 Informasi Status Kesejahteraan Anggota Rumah Tangga

(ART) di Kota Surakarta (dalam satuan orang/jiwa) ... 33 Tabel 2.11 Indikator Utama, Konsep/Definisi dan Interpretasi Hasil

Pembangunan di Bidang Pendidikan ... 34 Tabel 2.12 Jumlah Anak yang Bersekolah di Kota Surakarta pada

Tahun 2011 ... 35 Tabel 2.13 Jumlah Anak yang Tidak Bersekolah di Kota Surakarta

pada Tahun 2011 ... 35 Tabel 2.14 Jumlah Anak yang Bersekolah Jenjang Pendidikan SD dan

yang Sederajat di Kota Surakarta Tahun 2011 ... 36 Tabel 2.15 Jumlah Anak yang Bersekolah Jenjang Pendidikan

SLTP/SMP dan yang Sederajat di Kota Surakarta Tahun


(9)

iv

2011 ... 37 Tabel 2.17 Jumlah Anak yang Bersekolah Jenjang Pendidikan

Perguruan Tinggi di Kota Surakarta Tahun 2011 ... 37 Tabel 2.18 Indikator Utama, Konsep/Definisi dan Interpretasi Hasil

Pembangunan di Bidang Kesehatan ... 38 Tabel 2.19 Indikator Utama Pembangunan di Bidang Kesehatan

di Kota Surakarta Tahun 2006-2011 ... 40 Tabel 2.20 Informasi Data Penyandang Cacat/Kecacatan (Kelompok

1, 2, 3) di Kota Surakarta (dalam satuan orang) ... 41 Tabel 2.21 Informasi Data Penyakit Kronis (Kelompok 1, 2, 3) di Kota

Surakarta (dalam satuan orang) ... 41 Tabel 2.22 Indikator Utama, Konsep/Definisi dan Interpretasi Hasil

Pembangunan di Bidang Prasarana Dasar ... 42 Tabel 2.23 Informasi Status Tempat Tinggal (Kelompok 1, 2, 3) di Kota

Surakarta Tahun 2011 (dalam unit/buah) ... 44 Tabel 2.24 Informasi Sumber Air Minum Rumah Tangga (Kelompok 1,

2, 3) di Kota Surakarta Tahun 2011 (dalam KK) ... 44 Tabel 2.25 Informasi Sumber Penerangan Utama Rumah Tangga

(Kelompok 1, 2, 3) di Kota Surakarta Tahun 2011

(dalam KK) ... 45 Tabel 2.26 Informasi Bahan Bakar Utama Rumah Tangga (Kelompok

1, 2, 3) di Kota Surakarta Tahun 2011 (dalam KK) ... 45 Tabel 2.27 Informasi Penggunaan Fasilitas Tempat Buang Air Besar

Rumah Tangga (Kelompok 1, 2, 3) di Kota Surakarta Tahun 2011 (dalam KK) ... 46 Tabel 2.28 Informasi Tempat Pembuangan Akhir Tinja Rumah Tangga

(Kelompok 1, 2, 3) di Kota Surakarta Tahun 2011

(dalam KK) ... 46 Tabel 2.29 Indikator Utama, Konsep/Definisi dan Interpretasi Hasil

Pembangunan di Bidang Ketenagakerjaan ... 48 Tabel 2.30 Indikator Utama Bidang Ketenagakerjaan di Kota Surakarta

Tahun 2006 – 2011 ... 49 Tabel 2.31 Informasi Kepala Rumah Tangga Perempuan (Kelompok 1,


(10)

v

Tabel 2.33 Informasi Lapangan Pekerjaan Kepala Rumah Tangga (Kelompok 1, 2, 3) di Kota Surakarta Tahun 2011

(dalam KK) ... 52 Tabel 2.34 Informasi Lapangan Pekerjaan Individu (ART) (Kelompok

1, 2, 3) di Kota Surakarta Tahun 2011 (dalam KK) ... 53 Tabel 2.35 Indikator Utama, Konsep/Definisi dan Interpretasi Hasil

Pembangunan di Bidang Ketahanan Pangan ... 54 Tabel 2.36 Indikator Bidang Ketahanan Pangan di Kota Surakarta

Tahun 2010-2011 ... 55 Tabel 2.37 Indikator Bidang Ketahanan Pangan di Kota Surakarta

Berdasar Harga-Harga Kebutuhan Pokok Utama Tahun

2010-2011 ... 56 Tabel 3.1 Program Penanggulangan Kemiskinan di Provinsi Jawa

Tengah ... 73 Tabel 4.1 Rancangan Awal Indikator Kemiskinan Kota Surakarta ... 79 Tabel 4.2 Proses Penyesuaian Rancangan Indikator Kemiskinan Kota

Surakarta ... 80 Tabel 4.3 Checklist RT/Individu Sasaran Program Penanggulangan

Kemiskinan di Kota Surakarta ... 83 Tabel 4.4 Prioritas Penanggulangan Kemiskinan ... 89 Tabel 4.5 Sinergitas Antarpelaku Pelaksanaan Program dan Kegiatan

Penanggulangan Kemiskinan ... 99 Tabel 4.6 Sinergitas Antarpelaku dalam Monitoring Evaluasi


(11)

vi

Gambar 1.1 Instrumen Penanggulan Kemiskinan ... 3 Gambar 1.2 Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan ... 4 Gambar 1.3 Alur Kerja TKPK di Kota Surakarta dalam Upaya

Penanggulangan Kemiskinan ... 11 Gambar 2.1 Kerangka Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di

Bidang Ekonomi ... 22 Gambar 2.2 Perbandingan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke

Atas menurut Usia Kerja dan Jenis Kelamin di Kota

Surakarta Tahun 2011 ... 24 Gambar 2.3 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antara Masing-Masing

Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional Tahun 2010 ... 26 Gambar 2.4 Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bln) se-Eks Karesidenan

Surakarta Tahun 2010 ... 27 Gambar 2.5 Grafik Persentase Perbandingan Upah Minimum

Kabupaten/Kota (UMK) terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Tengah Tahun

2010 ... 49 Gambar 2.6 Grafik Perbandingan Nilai IPM Menurut Kabupaten/

Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 ... 57 Gambar 3.1 Kerangka Implementasi Kebijakan dan Program

Penanggulangan Kemiskinan ... 72 Gambar 4.1 Strategi Penanggulangan Kemiskinan di Kota Surakarta ... 77 Gambar 4.2 Hubungan Renstra Masyarakat Kelurahan dengan

Dokumen Perancanaan Lainnya ... 95 Gambar 4.3 Mekanisme Kerja TKPK ... 97 Gambar 4.4 Pembagian Peran Kelompok Program dan Kelompok Kerja

pada TKPK ... 97 Gambar 4.5 Pelaksanaan Alur Kerja TKPK ... 98 Gambar 4.6 Pelaksanaan Rencana Aksi Penanggulangan

Kemiskinan ... 98 Gambar 4.7 Mekanisme dan Prosedur Monitoring Evaluasi


(12)

NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG

STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya sadar yang dilakukan oleh berbagai pihak, khususnya di bawah kendali pemerintah (baik di tingkat pusat maupun daerah) untuk memanfaatkan potensi yang tersedia, memecahkan permasalahan yang dihadapi serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menuju ke suatu kondisi kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan berkesinambungan.

Pendayagunaan berbagai potensi dan sumberdaya yang tersedia untuk mendukung terjadinya pembangunan telah digerakkan melalui berbagai dokumen perencanaan, baik dalam jangka panjang (RPJP N/D), jangka menengah (RPJM N/D) dan jangka pendek dalam bentuk program dan kegiatan tahunan (RKP / RKPD). Berbagai dokumen perencanaan

pembangunan tersebut kemudian diintegrasikan dengan dokumen

penganggaran (KUA, PPAS, RKA-SKPD, RAPBD, hingga DPA-SKPD), dengan harapan akan dicapai tujuan dan sasaran pembangunan seperti yang

diharapkan, termasuk di dalamnya, adalah upaya secara

berkesinambungan untuk mengurangi tingkat kemiskinan yang terjadi di masyarakat.

Kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan, baik di tingkat nasional, regional, maupun di tingkat kabupaten/kota. Data pada tahun 2010 menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan yang dihitung secara persentase di tingkat nasional masih sebesar 13,33%, dan mengalami penurunan menjadi sekitar 11,96% pada Maret 2012. Sementara target dalam dokumen RPJMN 2009-2014 sebesar 8-10%, target capaian dalam MDGs sebesar 7,5% pada tahun 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa tantangan penurunan kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia.


(13)

Di lain pihak, tingkat kemiskinaan di Provinsi Jawa Tengah yang pada tahun 2010 sebesar 16,11%, pada Maret 2012 menurun menjadi sekitar 15,34%. Tingkat kemiskinan di Kota Surakarta pada tahun 2010 masih sebesar 13,96%. Hal ini mengandung arti bahwa secara persentase, capaian sasaran kemiskinan di Kota Surakarta masih berada lebih baik dibanding dengan capaian di Provinsi Jawa Tengah, namun masih kalah dengan capaian di tingkat nasional. Selama tahun 2008–2010, tingkat kemiskian di Kota Surakarta cenderung mengalami penurunan, dari sekitar 16,13% (atau 83.400 jiwa) pada tahun 2008; menurun menjadi 14,99% (atau 78.000 jiwa) pada tahun 2009; dan menurun lagi menjadi sebesar 13.96% (atau 68.860 jiwa) pada tahun 2010. Dengan melihat persentase penduduk miskin selama 3 (tiga) tahun terakhir (tahun 2008-2010) yang cenderung mengalami penurunan sekitar 1,085% per tahun, maka jika kecenderungan capaian ini bisa dipertahankan, pada tahun 2012 persentase penduduk miskin di Kota Surakarta diperkirakan dapat mencapai angka sekitar 11,98%. Upaya penurunan capaian tingkat kemiskinan di Kota Surakarta, harus terus dilakukan hingga mencapai angka sebagaimana yang ditargetkan di tingkat nasional, yaitu mencapai angka 8-10% pada akhir tahun 2014 (sesuai dokumen RPJMN), atau sekitar 7,5% pada tahun 2015 (sesuai sasaran capaian MDGs).

Upaya untuk mengatasi kemiskinan telah banyak dilakukan, baik dari tingkat nasional hingga ke tingkat daerah (provinsi dan kabupaten / kota). Di tingkat nasional, berdasarkan Perpres No.15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, telah dinyatakan bahwa adanya upaya untuk menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) dilakukan untuk mencapai sasaran: (i) mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, (ii) meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, (iii) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil (UMK), dan (iv) Membentuk sinergi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Jika ke-4 strategi ini dikaitkan dengan program-program penanggulangan kemiskinan, secara diagramatis dapat dilihat seperti gambar berikut.


(14)

Gambar 1.1 Instrumen Penanggulangan Kemiskinan

Sumber: Bambang Widianto. (2012). Penanggulangan Kemiskinan dan Penguatan

Peran TKPK. hal. 10.

Untuk konteks di Provinsi Jawa Tengah, masalah kemiskinan masih menjadi isu utama dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Upaya mengatasi kemiskinan telah pula dilakukan oleh Pemprov Jateng dengan menyediakan beberapa kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perluasan kesempatan kerja dan pembangunan pertanian. Di samping itu juga telah dilakukan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) sehubungan dengan adanya kebijakan kenaikan harga (BBM) tahun 2005 sebagai bagian dari upaya menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Dari gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa penanggulangan kemiskinan telah menjadi salah satu prioritas pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat provinsi atau di tingkat pemerintah kabupaten/kota.

Dengan mempertimbangkan kompleksitas permasalahan kemiskinan, diperlukan penanganan yang komprehensif dan bersifat lintas sektor serta keterpaduan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholders). Kemiskinan merupakan permasalahan yang memerlukan langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh untuk mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara melalui pembangunan inklusif, berkeadilan dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.

Dalam rangka melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan

diperlukan upaya penajaman yang meliputi penetapan sasaran,


(15)

efektifitas anggaran. Tantangan utama dalam jangka pendek untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk miskin tersebut melalui pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan dan pengembangan usaha ekonomi produktif, serta penyediaan jaminan dan perlindungan sosial.

Sehingga diperlukan upaya penanggulangan kemiskinan secara

komprehensif dan terpadu agar terjadi perbaikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, serta peningkatan kesejahteraan penduduk miskin.

Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin, melalui program-program utama bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, dan pemberdayaan UMKM serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi. Selain itu diperlukan program-program pendukung dalam bentuk sinergi antarbidang

pembangunan. Jika permasalahan ini dikaitkan dengan upaya

penanggulangan kemiskinan menurut klaster, dapat diilustrasikan seperti gambar berikut.

Gambar 1.2 Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan

Sumber: TNP2K. (2012). Sistem Penetapan Sasaran Nasional dan Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial. hal. 3.

Dari berbagai paparan permasalahan kemiskinan seperti yang telah dipaparkan di atas, maka pendekatan secara terpadu, pelaksanaan secara bertahap dan terencana, serta berkesinambungan sangat diperlukan dalam usaha menanggulangi masalah kemiskinan. Di samping itu, keterlibatan semua pihak baik pemerintah (Pusat / Provinsi / Daerah), DPRD, dunia


(16)

usaha, akademisi, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan melalui peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPD). Tim ini harus mampu bergerak dan berperan dengan bertumpu pada pemberdayaan dan pemandirian penduduk miskin, sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perbaikan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, dan peningkatan kesejahteraan penduduk miskin.

Berdasar pada pemikiran di atas, maka dokumen perencanaan strategis yang mampu memberi arah dan pijakan bagi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah di Kota Surakarta dalam rangka penanggulangan kemiskinan sangat diperlukan. Dokumen perencanaan strategis dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta, dikenal dengan istilah Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah pada dasarnya menyesuaikan

dan menurunkan (breakdown) dari dokumen Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun 2010-2015, khususnya yang terkait dengan program-program dan indikasi kegitan yang terkait

dengan upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta. Untuk

efektivitas program dan rencana aksi perlu juga dilakukan pembaharuan

(up dating) data kemiskinan secara periodik dan berkesinambungan.

B. Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari penyusunan dokumen Strategi

Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta, adalah sebagai berikut:

1. Maksud

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota Surakarta dimaksudkan untuk memberi arah dan pedoman serta mensinergikan peran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), DPRD, pelaku usaha (swasta), masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya

(stakeholder) dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kota Surakarta. Secara rinci, maksud dari penyusunan dokumen ini, adalah sebagai berikut:

a. Memperluas kesempatan dan keterlibatan stakeholders dalam

perencanaan program dan indikasi kegiatan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya penanggulangan kemiskinan;


(17)

b. Memperkaya analisis dan pemahaman terhadap permasalahan kemiskinan (baik sektoral maupun spasial) serta potensi-potensi yang ada dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait;

c. Mendorong Pemerintah Kota Surakarta untuk lebih proaktif, peduli dan memiliki kemampuan dalam menyusun kebijakan yang berpihak kepada penduduk miskin (pro poor);

d. Mendorong kemandirian Pemerintah Kota Surakarta dalam

menerapkan pembangunan partisipatif melalui sinergi penyusunan program dan penganggaran yang berpihak kepada penduduk miskin.

2. Tujuan

Tujuan penyusunan dokumen Strategi Penanggulangan

Kemiskinan Daerah Kota Surakarta, adalah sebagai berikut:

a. Menegaskan komitmen pemerintah Kota Surakarta, Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM), Perguruan Tinggi (PT), organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, lembaga internasional, dan pihak-pihak yang peduli untuk memecahkan masalah kemiskinan;

b. Membangun konsensus bersama untuk mengatasi masalah

kemiskinan melalui pendekatan pemenuhan hak dasar dan pendekatan partisipatif dalam perumusan strategi dan kebijakan;

c. Menegaskan komitmen dalam mendukung pencapaian

Tujuan-tujuan Pembangunan Milenium (MDGs: Millennium Development

Goals) terutama tujuan yang terkait dengan usaha

penanggulangan kemiskinan;

d. Menyelaraskan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah Kota Surakarta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan, pelaku usaha, lembaga internasional, dan pihak yang peduli.

e. Operasionalisasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 – 2015 dalam bentuk Strategi, Kebijakan, dan Program/Kegiatan Pembangunan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta untuk masa kerja sampai dengan tahun 2015.

f. Menjadi landasan operasional dan acuan bagi Pemerintah, TKPKD, masyarakat, pelaku usaha, dan stakeholder di Kota Surakarta untuk melakukan kegiatan secara sistematis, selaras / sinkron


(18)

dan sinergi (kemitraan) dalam menyusun, mengimplementasikan, mengawasi (monitoring) dan melakukan evaluasi atas program-program penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta.

C. Dasar Hukum

Dasar hukum yang digunakan dalam penyusunan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta, adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 45);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4421);

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan

International Covenant On Economic, Social and Cultural Rights

(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4557);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan


(19)

Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);

8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700):

9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2049 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988, tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3373);

12. Peraturan Pemerintah 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4737);

13. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, tentang Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan;

14. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan

Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010;

15. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program

Pembangunan yang Berkeadilan;

16. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Surakarta Tahun 2005 – 2025;

17. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Surakarta Tahun 2010 – 2015;

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota;


(20)

19. Peraturan Walikota Surakarta Nomor 18-A Tahun 2012 tentang

Pedoman Penyelenggaraan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kota Surakarta Tahun 2013; 20. Keputusan Walikota Surakarta Nomor 412.6.05/72-A/I/2010 tentang

Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Kota Surakarta.

21. Keputusan Walikota Kota Surakarta Nomor 412.6.05/53-B/I/2011 tentang Perubahan atas Keputusan Walikota Surakarta Nomor

412.6.05/72-A/I/2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan

Kemiskinan (TKPK) Kota Surakarta.

D. Kedudukan dan Ruang Lingkup

Kedudukan dan ruang lingkup penyusunan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta, adalah sebagai berikut:

1. Kedudukan

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

merupakan dokumen strategis dan berisi rencana aksi untuk mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran target penanggulangan kemiskinan. Dokumen ini tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian dari dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Surakarta Tahun 2010-2015 yang memuat kebijakan pembangunan dan rencana kerja pemerintah selama 5 (lima) tahun. Secara khusus, strategi dan rencana penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu prioritas dalam penyusunan kegiatan yang dijabarkan setiap tahun dalam dokumen RKPD yang merupakan penjabaran dan pelaksanaan dari dokumen RPJM Daerah.

Dengan kata lain, dengan mengacu pada dokumen RPJMD, pemerintah Kota Surakarta pada setiap tahun akan menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagai penjabaran dan operasionalisasi RPJMD yang memuat kerangka regulasi, kerangka anggaran dan rincian program. Untuk memastikan terlaksananya strategi dan rencana aksi penanggulangan kemiskinan, maka strategi penanggulangan kemiskinan di daerah wajib dijabarkan atau dilaksanakan setiap tahun melalui dokumen rencana kerja pemerintah

daerah dan diintegrasikan menjadi dokumen Rencana Kerja


(21)

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah menjadi pedoman dan acuan seluruh pemangku kepentingan yang merupakan bagian integral dari rencana pembangunan daerah. Oleh sebab itu,

strategi, rencana aksi dan sasaran Strategi Penanggulangan

Kemiskinan Daerah tidak hanya menjadi rencana kerja dan program pemerintah, tetapi juga menjadi “gerakan bersama” semua pihak. Dengan demikian, tujuan dan sasaran Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah akan dapat terwujud sesuai dengan batas waktu yang telah direncanakan.

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta mencakup 4 (empat) hal, yaitu sebagai berikut:

a. Diagnosis kemiskinan terkait kondisi kemiskinan dan

suara/aspirasi penduduk miskin.

b. Rencana aksi yang memuat strategi dan program/kegiatan,

prioritas kebijakan serta langkah kebijakan termasuk sasaran target dan indikator kinerja.

c. Pembagian peran yang jelas antarpelaku pembangunan, baik Pemerintah Kota Surakarta, DPRD Kota Surakarta, instansi vertikal, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat, organisasi politik, organisasi masyarakat, perguruan tinggi, lembaga keuangan, organisasi profesi, dan pihak-pihak yang peduli lainnya. d. Tatacara pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana

aksi penanggulangan kemiskinan.

E. Proses Penyusunan

Proses penyusunan dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta ditempuh melalui 4 (empat) langkah, yaitu: (i) pengkajian permasalahan kemiskinan, (ii) pengkajian kebijakan yang terkait dengan usaha penanggulangan kemiskinan, (iii) pengkajian ulang kebijakan dan program untuk penanggulangan kemiskinan, serta (iv) pengembangan sistem monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan.


(22)

Gambar 1.3 Alur Kerja TKPK di Kota Surakarta dalam Upaya Penanggulangan Tingkat Kemiskinan

F. Sistematika Pengkajian

Sistematika dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta, adalah sebagai berikut:

BAB I : Memaparkan Pendahuluan, yang berisikan: (i) Latar

Belakang, (ii) Maksud dan Tujuan, (iii) Dasar Hukum, (iv) Kedudukan dan Ruang Lingkup, (v) Proses Penyusunan, dan (vi) Sistematika Pengkajian.

BAB II : Mengkaji Aspek dan Profil Kemiskinan di Kota Surakarta, yang mencakup bahasan mengenai Aspek Kemiskinan dan Profil Kemiskinan, yang dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bidang, yaitu: (i) Bidang Pendidikan, (ii) Bidang Kesehatan, (iii) Bidang Prasarana Dasar, (iv) Bidang Ketenagakerjaan, dan (v) Bidang Ketahanan Pangan.

BAB III : Membahas Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Tingkat

Nasional dan Regional, dengan uraian mencakup: (i) Penanggulangan Kemiskinan berdasar Amanat UU D 1945,

(ii) Penanggulangan Kemiskinan berdasar Tujuan

Pembangunan Millenium (MDG’s), (iii) Penanggulangan Kemiskinan berdasar dokumen RPJMN Tahun 2010-2014, (iv) Penanggulangan Kemiskinan berdasar Amanat Perpres No.15 Tahun 2010, serta (v) Penanggulangan Kemiskinan berdasar dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan


(23)

Daerah Provinsi Jawa Tengah.

BAB IV : Mengkaji Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan Kota

Surakarta, yang mencakup bahasan mengenai: (i)

Kebijakan Umum Penanggulangan Kemiskinan Kota Surakarta, dan (ii) Strategi Penanggulangan Kemiskinan Kota Surakarta, yang mencakup: Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan, dan Tahap Monitoring dan Evaluasi.

BAB V : Memaparkan Penutup yang berisi: (i) Kaidah Pelaksanaan,


(24)

ASPEK DAN PROFIL KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA

A. Aspek Kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sangat kompleks, bukan hanya terkait dengan masalah pendapatan, tetapi juga menyangkut kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Cara pandang yang berbeda akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks kemiskinan, bagaimana sebab-sebab kemiskinan dapat diidentifikasi, dan bagaimana masalah kemiskinan dapat diatasi. Agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara tepat, hal pertama yang harus dilakukan adalah memahami pengertian kemiskinan secara komprehensif.

1. Pengertian Kemiskinan

Jika dikaitkan dengan masalah kepemilikan (proper) kemiskinan dapat dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Sementara dalam arti luas, kemiskinan merupakan suatu fenomena yang multi aspek (multi face) yang

mencakup dimensi-dimensi: (i) Kemiskinan (proper); (ii)

Ketidakberdayaan (powerless); (iii) Kerentanan dalam menghadapi situasi darurat (state of emergency); (iv) Ketergantungan (dependence); dan (v) Keterasingan (isolation), baik secara geografis maupun sosiologis (Suryawati, 2005: 122).

BKKBN mengartikan kemiskinan sebagai keluaga miskin Pra Sejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya; tidak mampu makan 2 (dua) kali sehari; tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian; bagian terluas rumah berlantai tanah; dan tidak mampu membawa anggota keluarganya ke sarana kesehatan. Pengertian ini kemudian digunakan untuk mendefinisikan Keluarga Miskin, yaitu (Tim Crescent, 2003: 5): (i) Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging ikan/telur, (ii) Setahun sekali seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 (satu) setel pakaian baru, dan (iii) Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni. Sedang pengertian Keluarga Miskin Sekali,


(25)

salah satu atau lebih yang meliputi (Tim Crescent, 2003: 5-6): (i) Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali atau lebih, (ii) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, dan (iii) Bagian lantai yang terluas bukan dari tanah.

Kemiskinan juga terkait dengan masalah budaya, dimana menurut Oscar Lewis, budaya kemiskinan adalah gaya hidup yang khas, yang berkembang di sebagian besar lapisan masyarakat miskin dan cara hidupnya sangat berbeda dengan lapisan masyarakat lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa budaya kemiskinan adalah: (i) Masyarakat itu miskin, karena budaya dalam diri masyarakat tersebut, (ii) Masyarakat tidak terangsang untuk menyelenggarakan pembangunan, jadi sifatnya

fatalism, (iii) Tidak ada tantangan untuk maju, (iv) Tidak mampu

melihat hari esok dengan baik, dan (v) Cepat putus asa dalam menghadapi masalah. Sementara menurut John Kenneth Galbraith, budaya kemiskinan adalah cara penyesuaian yang sangat realistis terhadap keputusasaan. Budaya miskin dan kemiskinan merupakan proses saling memperkuat, semakin lebar putarannya/lingkarannya, akan semakin lebar kemiskinannya. Di lain pihak, Bill Waren (1982) telah menjelaskan bahwa ketergantungan adalah pengkondisian struktur kemiskinan. Sedang kemiskinan adalah hasil dari atau sama

dengan keterbelakangan. Pembangunan dan keterbelakangan

merupakan bagian yang terpisah (Pradhanawati, 2008).

Kebijakan pemerintah dalam menentukan jumlah dan persentase penduduk miskin, menggunakan perhitungan yang berdasarkan tingkat pengeluaran per kapita. Mereka yang memiliki tingkat pengeluaran lebih randah dari Garis Kemiskinan (GK) dikategorikan miskin. Garis kemiskinan, yang merupakan standar kebutuhan dasar tersebut terdiri atas 2 (dua) komponen, yaitu batas kecukupan makanan dan non makanan. GK ini pada prinsipnya adalah suatu standar minimum yang diperlukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan perkataan lain, GK adalah nilai pengeluaran untuk kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan per kapita per bulan.

Dalam konsep Bappenas (2004), kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang


(26)

atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Hak-hak dasar tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi pemenuhan hak lainnya.

2. Jenis-Jenis Kemiskinan

Nasikun (2001) dalam Suryawati (2005: 122) membagi kemiskinan ke dalam 4 (empat) bentuk, yaitu:

a. Kemiskinan Absolut. Suatu keluarga dikatakan berada dalam kemiskian absolut, bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan absolut diukur dengan menggunakan garis kemiskinan yang konstan sepanjang waktu yang biasanya berupa jumlah atau nilai pendapatan dan unit uang. Namun ukuran bisa pula berbentuk jumlah konsumsi kalori, atau lainnya, yang memungkinkan adanya perbedaan jumlah atau nilai perbedaan pendapatan dalam unit uang. Parameter ini merupakan ukuran yang tetap dan kriteria pengukuran seperti itu diperoleh dari pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan biologis dan pendekatan kebutuhan dasar.

b. Kemiskinan Relatif. Kondisi miskin yang disebabkan oleh pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau kepada seluruh lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan

terjadinya ketimpangan pada pendapatan, antarsatu

daerah/wilayah dengan daerah/wilayah lainnya. Berbeda dengan kemiskinan absolut, kemiskinan relatif pada dasarnya menunjuk pada perbedaan relatif tingkat kesejahteraan antarkelompok


(27)

masyarakat. Mereka yang berada di lapis terbawah dalam persentil derajat kemiskinan suatu masyarakat digolongkan sebagai penduduk miskin. Dengan kategorisasi seperti ini, dapat saja mereka yang digolongkan sebagai miskin sebenarnya sudah dapat mencukupi hak-hak dasarnya, namun tingkat keterpenuhinya masih berada di lapisan terbawah.

c. Kemiskinan Kultural. Jenis kemiskinan ini, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti: tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar, dan sebagianya.

d. Kemiskinan Struktural. Situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

Sedang Owin Jarnasi (2004) dalam Suryawati (2005: 122) menyatakan bahwa kemiskinan struktural lebih banyak menjadi sorotan sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya ketiga kemiskinan yang lain (absolut, relatif dan kultural). Sementara M. Mas’oed (1997) dalam Suryawati (2005: 122) membedakan kemiskinan menjadi 2 (dua) yaitu:

a. Kemiskinan Alamiah. Kemiskinan alamiah berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus.

b. Kemiskinan Buatan. Kemiskinan buatan lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya, sarana, dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata.

3. Karakteristik Kemiskinan

Pada tahun 1976, tepatnya saat pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Ekonomi Perencanaan FE-UI Jakarta pada 14 Pebruari 1976, Emil Salim pernah menjelaskan mengenai ciri-ciri penduduk miskin, yaitu (Salim, 1976: 12-3):

a. Sebagian terbesar penduduk miskin tinggal di perdesaan. Hal ini sangat terkait dengan mata pencahariannya, yang sebagian


(28)

besar adalah buruh tani yang tidak memiliki tanah sendiri. Kalaupun ada yang memiliki tanah, luasnya tidak seberapa dan tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup yang layak. b. Penduduk miskin pada umumnya adalah penganggur atau

setengah penganggur. Kalau ada pekerjaan sifatnya tidak teratur, atau pekerjaan tersebut tidak memberi pendapatan yang memadahi bagi tingkat hidup yang wajar. Mereka ini ada, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

c. Penduduk miskin biasanya berusaha sendiri dengan menyewa peralatan dari orang lain. Sifat usaha ini kecil atau usaha rumah tangga dan sangat terbatas karena tidak adanya modal untuk mendukung usahanya. Banyak dijumpai di perkotaan, tetapi dapat juga dijumpai di perdesaan.

d. Kebanyakan penduduk miskin tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah. Rendahnya pendidikan sering berdampak pada kurangnya kesempatan untuk memperoleh jumlah yang cukup akan bahan kebutuhan pokok, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan dan komunikasi serta fasilitas kesejahteraan sosial lainnya.

Dari ciri-ciri tersebut, dapat disimpulkan bahwa hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan yang rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Emil Salim dalam Alfian, dkk (1980: 35) juga telah mengungkapkan bahwa hal-hal yang tidak dimiliki oleh Penduduk Miskin, adalah: (i) Mutu tenaga kerja yang tinggi; (ii) Jumlah modal yang memadahi; (iii) Luas tanah dan sumber alam yang cukup; (iv) ketrampilan dan keahlian yang cukup tinggi; (v) kondisi fisik jasmaniah dan rohaniah yang cukup baik; serta (vi) lingkungan hidup yang memungkinkan perubahan dan kemajuan.

4. Penyebab Kemiskinan

Nasikun (2001) dalam Suryawati (2005: 123) telah menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:


(29)

a. Pol i cy Induces Pr ocesses: proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of

policy) di antaranya adalah kebijakan antikemiskinan, tetapi

realitanya justru melestarikan kemiskinan.

b. Soci o-Economi c Dual i sm: negara eks-koloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai oleh petani skala besar dan berorientasi ekspor.

c. Popul at i on Gr owt h: perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan penduduk seperti deret ukur sedang pertambahan pangan seperti deret hitung.

d. Recour ces Management and t he Envi r onment: adanya unsur

mis management sumber daya alam dan lingkungan, seperti

manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

e. Nat ur al Cycl es and Pr ocesses: kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya, tinggal di lahan kritis, di mana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.

f. T he Mar gi nal i zat i on of Woman: peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.

g. Cul t ur al and Et hni c Fact or s: bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif para petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.

h. Expl ot at i ve Int er medi at i on: keberadaan penolong yang menjadi penodong, seperti rentenir (lintah darat).

i. Int er nal Pol i t i cal Fr agment at i on and Ci vi l St r at fe: suatu kebijakan yang diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.

j. Int er nat i onal Pr ocesses: bekerjanya sistem-sistem internasional (kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.


(30)

Selain beberapa faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat disebabkan oleh keterbatasan aset yang dimiliki, yaitu (Nasikun (2001) dalam Suryawati, 2005: 123):

a. Nat ur al Asset s: seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata pencahariannya.

b. Human Asset s: menyangkut kualitas sumber daya manusia yang

relatif masih rendah (tingkat pendidikan, pengetahuan,

keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan teknologi).

c. Physi cal Asset s: minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum, seperti: jaringan jalan, listrik, dan komunikasi.

d. Fi nanci al Asset s: berupa tabungan (saving), serta akses untuk memperoleh modal usaha.

e. Soci al Asset s: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan keputusan-keputusan politik.

Merujuk pada dokumen Bappenas (2005: 70) tentang Strategi

Nasional Penanggulangan Kemiskinan, penyebab kemiskinan

bersumber dari ketidakberdayaan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar; kerentanan masyarakat menghadapi persaingan, konflik dan tindak kekerasan; lemahnya penanganan masalah kependudukan; ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender; dan kesenjangan pembangunan yang menyebabkan masih banyaknya wilayah yang dikategorikan tertinggal dan terisolasi. Masalah kemiskinan juga memiliki spesifikasi yang berbeda antar wilayah perdesaan, perkotaan, serta permasalahan khusus di kawasan pesisir dan kawasan tertinggal.

Ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi hak-hak dasar secara umum berkaitan dengan kegagalan kepemilikan aset terutama tanah dan modal; terbatasnya jangkauan layanan dasar terutama kesehatan dan pendidikan; terbatasnya ketersediaan sarana dan

prasarana pendukung; rendahnya produktivitas dan tingkat

pembentukan modal masyarakat; lemahnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik; pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan, tidak berwawasan lingkungan dan kurang melibatkan


(31)

masyarakat; kebijakan pembangunan yang bersifat sektoral, berjangka pendek dan parsial; serta lemahnya koordinasi antarinstansi dalam menjamin penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar.

5. Program-Program Penanggulangan Kemiskinan

Selama pemerintahan Orde Baru (ORBA) telah ada beberapa program yang dicanangkan untuk menanggulangi kemiskinan, yang antara lain dalam bentuk: Program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Tabungan Kesejahteraan Keluarga (TAKESRA) dan juga Kredit Usaha Kesejahteraan Keluarga (KUKESRA). IDT memiliki sasaran penduduk miskin yang ada di desa-desa tertinggal, sedang TAKESRA dan KUKESRA memiliki sasaran penduduk miskin yang berada di luar lokasi desa-desa tertinggal. Sasarannya dibatasi pada keluarga yang masuk dalam kategori Keluarga Prasejahtera (KP) dan Keluarga Sejahtera I (KS-I), hasil survei yang dilakukan oleh Badan Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Sejak tahun 1994, BKKBN mengembangkan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan keluarga dengan menggunakan indikator ekonomi, indikator kesehatan, indikator gizi, dan indikator sosial. Hasil dari penelitian tersebut dapat memetakan kesejahteraan dalam tingkatan dan ketegori: (i) Keluarga Prasejahtera (KP), (ii) Keluarga Sejahtera I (KS-I), (iii) Keluarga Sejahtera II (KS-II), dan (iv) Keluarga Sejahtera III Plus (KS-III Plus). Keluarga yang masuk kategori miskin adalah KP dan KS-I. Gambaran selengkapnya, antara lain dapat dilihat pada Sulistiani (2004: 35) dan juga Tim Crescent (2003: 5-6). Sementara, terkait dengan perbedaan kebijakan-kebijakan dalam penanggulangan kemiskinan (IDT, P3DT, PPK, P2KP, PDMDKE, PARUL, dan PSEM), dapat dilihat pada Sumodiningrat (2007: 72-6 [Tabel 4]).

Upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh

pemerintah, khususnya oleh pemerintah daerah, dilakukan melalui dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD). SPKD merupakan dokumen strategi penanggulangan kemiskinan daerah yang digunakan sebagai rancangan kebijakan pembangunan daerah di bidang penanggulangan kemiskinan dalam proses penyusunan RPJMD pada tahun-tahun selanjutnya. Penyusunan SPKD dilakukan di setiap daerah, baik di provinsi, kabupaten maupun kota. Pihak yang


(32)

bertanggungjawab dalam menyusun SPKD adalah Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Daerah. Selanjutnya, melalui TKPK Daerah dibentuk Tim Penyusun SPKD yang keanggotaannya melibatkan berbagai elemen dari lintas pelaku (multi-stakeholders).

SPKD merupakan representasi dari strategi dan prinsip

penanggulangan kemiskinan nasional. Secara konseptual, substansi SPKD harus disesuaikan dengan kondisi faktual di masing-masing daerah sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh daerah.

Strategi penanggulangan kemiskinan sebagaimana yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 15 Tahun 2010), mempuyai tujuan: (i) mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin, (ii) meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, (iii) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil (UMK), dan (iv) membentuk sinergi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Sementara, prinsip utama dalam penanggulangan kemiskinan yang komprehensif, ditempuh melalui: (i) perbaikan dan pengembangan sistem perlindungan sosial, (ii) pningkatan akses pelayanan dasar, (iii) pemberdayaan kelompok masyarakat miskin, dan (iv) pembangunan yang inklusif.

Dalam hal penangggulangan kemiskinan di bidang ekonomi, maka segenap upaya harus dilakukan agar kaum miskin tetap mendapatkan bagian dari kue perencanaan (baca: PDRB atau Produk Domestik

Bruto) yang merupakan hasil pelaksanaan program-program

pembangunan. Dengan identifikasi penduduk miskin sudah merujuk nama dan alamat (by name by address), akan ditemukan umur penduduk miskin yang bisa dikategorikan ke dalam: (i) Usia belum produktif (0-14 tahun). (ii) Usia produktif (15- 55 tahun), dan (iii) usia di atas produktif (di atas 55 tahun). Sasaran pelaksanaan program-program pembangunan sebaiknya disesuaikan dengan kelompok umur, di mana untuk kelompok usia produktif harus

lebih diutamakan. Kerangka pelaksanaan kebijakan

penanggulangan kemiskinan dari bidang ekonomi, selengkapnya dapat dilihat pada gambar berikut.


(33)

Gambar 2.1 K erangka K ebijakan Penanggulangan K emiskinan di Bidang Ekonomi

B. Profil Kemiskinan

Sebelum menjelaskan profil kemiskinan di Kota Surakarta akan dipaparkan terlebih dahulu kondisi kependudukan pada beberapa kurun waktu terakhir. Dari Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa selama tahun 2004-2011, jumlah penduduk di Kota Surakarta mengalami fluktuasi naik - turun pada kisaran angka sekitar 500.000 jiwa. Jumlah penduduk yang pada tahun 2004 mencapai 510.711 jiwa, pada tahun 2011 turun menjadi sekitar 501.650 jiwa. Penduduk perempuan selalu lebih dominan, jika dibanding dengan penduduk laki-laki. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya Rasio Jenis Kelamin (sex ratio) yang kurang dari 100. Gambaran jumlah penduduk di Kota Surakarta, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Aktivitas/Kegiatan Ekonomi (PDRB)

 Fasilitator

 Pelaku usaha (Masy)

 Pembiayaan

 Pendamping Usaha Aktivitas/Kegiatan

Ekonomi (PDRB)

Peningkatan Pendapatan Kaum Menengah dan Kaya

 CSR/PKBL

 Keu. Mikro

 Pasar dan Keterkaitan industri Keb. Dasar

(sesuai umur)

Tabungan

Bayar Pajak

Anggaran Publik (APBN/APBD)

 Modal Usaha

 Modal Manusia (Pendidikan, Kesehatan, dll)

 Keterampilan

Infrastruktur Publik

 Jalan, jembatan

 Pengolahan SDA

 Pembenahan Kelembagaan Keuangan Mikro

 Akses Modal

 Teknologi Tepat Guna

 Pelatihan Mgt Usaha


(34)

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Kota Surakarta Menurut Jenis Kelamin Tahun 2004 – 2011

Tahun

Jenis Kelamin

Sex Jumlah Rasio Jenis Kelamin

Year Laki-Laki

Male

Perempuan

Female

Total Sex Ratio

(1) (2) (3) (4) (5)

2004 249.278 261.433 510.711 95,35 2005 250.868 283.672 534.540 88,44 2006 254.259 258.639 512.898 98,31 2007 246.132 269.240 515.372 91,42 2008 247.245 275.690 522.935 89,68 2009 249.287 278.915 528.202 89,38 2010 243.296 256.041 499.337 95,02 2011 245.283 256.367 501.650 95,68

Sumber: BPS Kota Surakarta (2012). Surakarta Dalam Angka Tahun 2011/

2012

Jika dirinci menurut kecamatan, jumlah penduduk yang paling banyak ada di Kecamatan Banjarsari, yang pada tahun 2011 mencapai sebesar 177.985 jiwa, sedang kecamatan dengan penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Serengan, yaitu sekitar 63.491 jiwa. Kecamatan Banjarsari juga merupakan wilayah dengan luas terbesar (sekitar 14,81 km2). Gambaran

jumlah penduduk di Kota Surakarta berdasar pembagian wilayah kecamatan, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.2 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Rasio Jenis Kelamin dan Tingkat Kepadatan Tiap Kecamatan di Kota Surakarta 2011

Kecamatan

Luas Wilayah

Jumlah Penduduk

Number of Population

Rasio Jenis Kelamin

Tingkat Kepadatan

District Area

(km2)

Laki-Laki Male Perempuan Female Jumlah Total Sex Ratio (%) Population Density

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Laweyan 8,64 54.834 56.933 111.767 96,31 12.936 Serengan 3,19 31.239 32.252 63.491 96,86 19.903 Pasar Kliwon 4,82 43.799 45.365 89.164 96,55 18.499 Jebres 12,58 72.286 73.417 145.703 98,46 11.582 Banjarsari 14,81 88.287 89.698 177.985 98,43 12.018

Jumlah 44,04 290.445 297.665 588.110 97,57 13.354

Sumber: BPS Kota Surakarta (2012). Surakarta Dalam Angka Tahun 2011/ 2012

Jika dilihat dari sisi penduduk dalam kategori angkatan kerja dan bukan angkatan kerja, dari Tabel 2.3 dan Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa hingga tahun 2011, jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang jumlahnya 385.899 jiwa, sebanyak 266.308 jiwa merupakan angkatan kerja


(35)

dan sisanya sebanyak 119.591 jiwa masuk kategori bukan angkatan kerja. Gambaran, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.3. Sementara jika dilihat berdasar jenis kelamin, sebagian besar penduduk di Kota Surakarta yang bekerja adalah laki-laki (sekitar 75,78%), termasuk juga yang menganggur masih dominan yang laki-laki (sekitar 8,82%), sedang sebagian besar bukan angkatan kerja dalam kategori mengurus rumah tangga adalah wanita (sekitar 30,19%). Penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Tabel 2.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Usia Kerja dan Jenis

Kelamin di Kota Surakarta Tahun 2011 Penduduk Usia

Kerja

Laki-Laki Perempuan

Jumlah

Jumlah % Jumlah %

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Angkatan Kerja 151.069 56,73 115.239 43,27 266.308

- Bekerja 140.689 56,42 108.679 43,58 249.368 - Pengangguran 10.380 61,28 6.560 38,72 16.940 Bukan Angkatan

Kerja

34.575 28,91 85.016 71,09 119.591

- Sekolah 16.368 50,13 16.281 49,87 32.649 - Mengurus

Rumah Tangga

7.296 10,77 60.461 89,23 67.757

- Lainnya 10.911 56,87 8.274 43,13 19.185

Jumlah 185.644 48,11 200.255 51,89 385.899

Sumber: BPS Kota Surakarta (2012). Surakarta Dalam Angka Tahun 2011/ 2012

Gambar 2.2 Perbandingan Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Usia Kerja dan Jenis Kelamin di Kota Surakarta Tahun 2011

Sumber: BPS Kota Surakarta (2012). Surakarta Dalam Angka Tahun 2011/


(36)

Untuk kategori penduduk miskin, perkembangan jumlah penduduk miskin di Kota Surakarta dalam tahun 2002–2010 juga menunjukkan adanya fluktuasi yang naik turun, di mana jumlah penduduk miskin yang pada tahun 2002 sejumlah 64.400 jiwa atau sekitar 14,23% pada tahun 2010; telah meningkat menjadi sejumlah 69.800 jiwa atau sekitar 13,98%. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.4 Penduduk Miskin Kota Surakarta Tahun 2002 – 2010

Tahun Jumlah (orang) Persentase

(1) (2) (3)

2002 64.400 14,23

2003 72.800 15,00

2004 69.500 13,72

2005 69.100 13,34

2006 77.600 15,21

2007 69.800 13,64

2008 83.360 16,13

2009 77.970 14,99

2010 69.800 13,98

Sumber: BPS Kota Surakarta (2012). Surakarta Dalam Angka Tahun 2011/

2012

Di lain pihak, jika penduduk miskin di Kota Surakarta dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di kabupaten/kota yang lain di Jawa Tengah, data dalam dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah, menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di Kota Surakarta (sebesar 13,96%) bersama dengan Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Pati, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal, dan Kabupaten Batang (9 Kabupaten/kota) termasuk dalam kategori kedua (menengah), yaitu kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan di atas angka nasional (besarnya 13,33% pada bulan Maret tahun 2010) namun di bawah angka provinsi (besarnya 16,11% pada bulan Juli tahun 2010). Posisi tingkat kemiskinan di Kota Surakarta dibanding kabupaten/kota lain di Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar berikut.


(37)

Gambar 2.3 Perbandingan Tingkat Kemiskinan Antara Masing-Masing Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasional Tahun 2010

Sumber: Dokumen SPKD Provinsi Jawa Tengah.

Dari Gambar 2.3 di atas dapat dilihat bahwa Kota Surakarta yang digambarkan dengan diagram batang warna kuning, masuk kategori menengah, yaitu posisi tingkat kemiskinan penduduk berada di atas angka kemiskinan tingkat Nasional, namun berada di bawah angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah.

Tingkat kemiskinan di Kota Surakarta yang masih relatif tinggi, secara perlahan harus bisa diturunkan dan bisa masuk dalam kategori pertama, yaitu masuk jajaran kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan berada di bawah angka Nasional yaitu sebesar 13,33% pada bulan Maret tahun 2010. Di Provinsi Jawa Tengah ada 10 (sepuluh) kabupaten/kota yang masuk kategori pertama (tingkat kemiskinan rendah), yaitu: (i) Kabupaten Sukoharjo, (ii) Kabupaten Kudus, (iii) Kabupaten Jepara, (iv) Kabupaten Semarang, (v) Kabupaten Tegal, (vi) Kota Magelang, (vii) Kota Salatiga, (viii) Kota Semarang, (ix) Kota Pekalongan, dan (x) Kota Tegal.

Dengan membagi Garis Kemiskinan, menjadi: (i) Kategori Rendah, (ii) Kategori Sedang, dan (iii) Kategori Tinggi; Kota Surakarta masuk dalam kategori Garis Kemiskinan Tinggi. Garis Kemiskinan Tinggi adalah garis kemiskinan di kabupaten/kota yang berada di atas garis kemiskinan Nasional (bulan Maret 2010 sebesar Rp211.726,00/kapita/bulan). Ada 17


(38)

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang masuk dalam kategori Garis Kemiskinan Tinggi, yaitu: Kabupaten Banyumas, Kabupaten Klaten,

Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Rembang,

Kabupaten Pati, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Brebes, Kota Magelang, Kota Surakarta

(sebesar Rp.306.584,-/kapita/bulan dan menempati urutan teratas di Provinsi Jawa Tengah), Kota Salatiga, Kota Semarang, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal. Adapun perbandingan Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bln) se-Eks Karesidengan Surakarta Tahun 2010 adalah sebagai berikut.

Gambar 2.4 Garis Kemiskinan (Rp/Kap/Bln) se-Eks Karesidenan

Surakarta Tahun 2010

Sementara itu, tingkat kemiskinan di Kota Surakarta berdasar hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) Tahun 2011, menunjukkan bahwa jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebesar 36.933 Kepala Keluarga (KK), dan jika dihitung secara individu atau jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) sebesar 146.176 jiwa. Jumlah keseluruhan penduduk miskin di Kota Surakarta berdasar RTS dan ART berdasar wilayah kecamatan dan kelurahan, dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.5 Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kota Surakarta Hasil PPLS Tahun 2008 dan Tahun 2011 Berdasar Wilayah Kecamatan dan Kelurahan (dalam satuan KK: Kepala Keluarga)

No. Kecamatan dan

Kelurahan 2008 2011 Perubahan

(1) (2) (3) (4) (5)

I. Kec. Laweyan

01. Pajang 802 1.383 72,44%

02. Laweyan 62 144 132,26%

03. Bumi 264 386 46,21%


(39)

No. Kecamatan dan

Kelurahan 2008 2011 Perubahan

(1) (2) (3) (4) (5)

05. Sriwedari 119 161 35,29%

06. Penumping 111 181 63,06%

07. Purwosari 314 484 54,14%

08. Sondakan 378 593 56,88%

09. Kerten 245 497 102,86%

10. Jajar 170 377 121,76%

11. Karangasem 170 450 164,71%

Jumlah 2.915 5.204 78,52%

II. Kec. Serengan

01. Joyontakan 459 762 66,01%

02. Danukusuman 405 748 84,69%

03. Serengan 325 615 89,23%

04. Tipes 579 750 29,53%

05. Kratonan 170 262 54,12%

06. Jayengan 69 116 68,12%

07. Kemlayan 92 145 57,61%

Jumlah 2.099 3.398 61,89%

III Kec. Pasar Kliwon

01. Joyosuran 464 713 53,66%

02. Semanggi 2.101 2.927 39,31%

03. Pasar Kliwon 281 260 -7,47%

04. Baluwarti 275 460 67,27%

05. Gajahan 141 190 34,75%

06. Kauman 80 110 37,50%

07. Kampung Baru 130 147 13,08%

08. Kedung Lumbu 199 292 46,73%

09. Sangkrah 978 1.103 12,78%

Jumlah 4.649 6.202 33,41%

IV Kec. Jebres

01. Kepatihan Kulon 99 191 92,93%

02. Kepatihan Wetan 154 178 15,58%

03. Sudiroprajan 304 228 -25,00%

04. Gandekan 551 847 53,72%

05. Sewu 421 728 72,92%

06. Pucang Sawit 788 1,582 100,76%

07. Jagalan 605 965 59,50%

08. Purwodiningratan 223 372 66,82%

09. Tegal Harjo 182 209 14,84%

10. Jebres 1.056 1.945 84,19%

11. Mojosongo 977 2.748 181,27%


(40)

No. Kecamatan dan

Kelurahan 2008 2011 Perubahan

(1) (2) (3) (4) (5)

V. Kec. Banjarsari

01. Mangkubumen 417 645 54,68%

02. Timuran 121 131 8,26%

03. Keprabon 177 237 33,90%

04. Ketelan 228 262 14,91%

05. Punggawan 137 277 102,19%

06. Kestalan 106 192 81,13%

07. Setabelan 221 220 -0,45%

08. Gilingan 1.143 1.663 45,49%

09. Manahan 400 573 43,25%

10. Sumber 583 935 60,38%

11. Nusukan 1.236 2.296 85,76%

12. Kadipiro 1.850 3.991 115,73%

13. Banyuanyar 312 714 128,85%

Jumlah 6.931 12.136 75,10%

Kota Surakarta 21.954 36.933 68,23%

Sumber: BPS. (Maret 2012). Basis Data Terpadu untuk Pendataan Program

Perlindungan Sosial (PPLS 2011).

Dengan meringkas Tabel 2.5 berdasar wilayah kecamatan, dari 5 (lima) kecamatan yang ada Kota Surakarta, Kecamatan Banjarsari mempunyai jumlah penduduk miskin yang diukur dengan satuan Rumah Tangga Sasaran (RTS), menempati peringkat yang paling tinggi, yaitu sejumlah 12.136 KK. Gambaran selengkapnya lihat tabel berikut ini.

Tabel 2.6 Rumah Tangga Sasaran (RTS) di Kota Surakarta Hasil PPLS Tahun 2008 dan Tahun 2011 Berdasar Wilayah Kecamatan (dalam satuan KK: Kepala Keluarga)

No. Kecamatan 2008 2011 Perubahan

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Laweyan 2.915 5.204 78,52%

2. Serengan 2.099 3.398 61,89%

3. Pasar Kliwon 4.649 6.202 33,41%

4. Jebres 5.360 9.993 86,44%

5. Banjarsari 6.931 12.136 75,10%

Kota Surakarta 21.954 36.933 68,23%


(41)

Di lain pihak, dengan merinci jumlah Rumah Tangga Sasaran (RTS) ke dalam keseluruhan jumlah Anggota Rumah Tangga (ART) di Kota Surakarta yang dibagi berdasar wilayah kecamatan dan kelurahan, dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 jumlah keseluruhan RTS yang mencapai 36.933 KK jika dirinci menjadi ART secara keseluruhan mencapai sejumlah 146.176 jiwa. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2.7 Anggota Rumah Tangga (ART) di Kota Surakarta Hasil PPLS Tahun 2008 dan Tahun 2011 Berdasar Wilayah Kecamatan dan Kelurahan (dalam satuan jiwa / orang)

No. Kecamatan dan

Kelurahan 2008 2011 Perubahan

(1) (2) (3) (4) (5)

I. Kec. Laweyan

01. Pajang 2.724 5.646 107,27%

02. Laweyan 166 508 206,02%

03. Bumi 857 1.501 75,15%

04. Panularan 809 2.120 162,05%

05. Sriwedari 378 623 64,81%

06. Penumping 331 640 93,35%

07. Purwosari 1.040 1.834 76,35%

08. Sondakan 1.171 2.428 107,34%

09. Kerten 782 1.877 140,03%

10. Jajar 556 1.532 175,54%

11. Karangasem 567 1.766 211,46%

Jumlah 9.381 20.475 118,26%

II. Kec. Serengan

01. Joyontakan 1.608 2.919 81,53%

02. Danukusuman 1.353 2.620 93,64%

03. Serengan 1.026 2.278 122,03%

04. Tipes 1.895 2.942 55,25%

05. Kratonan 511 1.044 104,31%

06. Jayengan 199 453 127,64%

07. Kemlayan 279 564 102,15%

Jumlah 6.871 12.820 86,58%

III. Kec. Pasar Kliwon

01. Joyosuran 1.518 2.864 88,67%

02. Semanggi 7.415 11.861 59,96%

03. Pasar Kliwon 910 996 9,45%

04. Baluwarti 884 1.661 87,90%

05. Gajahan 440 738 67,73%

06. Kauman 270 395 46,30%

07. Kampung Baru 400 538 34,50%


(42)

No. Kecamatan dan

Kelurahan 2008 2011 Perubahan

(1) (2) (3) (4) (5)

09. Sangkrah 3.312 4.524 36,59%

Jumlah 15.827 24.771 56,51%

IV. Kec. Jebres

01. Kepatihan Kulon 322 680 111,18%

02. Kepatihan Wetan 476 573 20,38%

03. Sudiroprajan 1.014 901 -11,14%

04. Gandekan 1.839 3,202 74,12%

05. Sewu 1.436 2.943 104,94%

06. Pucang Sawit 2.695 5.915 119,48%

07. Jagalan 1.989 3.932 97,69%

08. Purwodiningratan 672 1.368 103,57%

09. Tegal Harjo 543 774 42,54%

10. Jebres 3.484 7.959 128,44%

11. Mojosongo 3.368 11.603 244,51%

Jumlah 17.838 39.850 123,40%

V. Kec. Banjarsari

01. Mangkubumen 1.350 2.504 85,48%

02. Timuran 353 445 26,06%

03. Keprabon 603 887 47,10%

04. Ketelan 751 935 24,50%

05. Punggawan 427 1.006 135,60%

06. Kestalan 293 707 141,30%

07. Setabelan 700 812 16,00%

08. Gilingan 3.901 6.496 66,52%

09. Manahan 1.299 2.200 69,36%

10. Sumber 1.962 3.860 96,74%

11. Nusukan 4.210 8.994 113,63%

12. Kadipiro 6.990 16.362 134,08%

13. Banyuanyar 1.147 3.052 166,09%

Jumlah 23.986 48.260 101,20%

Kota Surakarta 73.903 146.176 97,79%

Sumber: BPS. (Maret 2012). Basis Data Terpadu untuk Pendataan Program

Perlindungan Sosial (PPLS 2011).

Dengan meringkas Tabel 2.7 berdasar wilayah kecamatan, dari 5 (lima) kecamatan yang ada Kota Surakarta, Kecamatan Banjarsari mempunyai jumlah penduduk miskin dalam satuan Anggota Rumah Tangga (ART) yang paling banyak, yaitu sejumlah 48.260 jiwa / orang. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(1)

- 100 -

Aktor/ Pelaku Peran Langkah Aksi

(1) (2) (3)

Masyarakat, Organisasi Profesi dan Perguruan Tinggi

sosial terhadap pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

kaum perempuan, anak-anak, kelompok marjinal lainnya untuk memperjuangkan hak-hak dan kebutuhan mereka.

2) Melakukan kontrol sosial terhadap kinerja dan mutu layanan dasar yang dilakukan oleh pemerintah dan pelaku usaha.

3) Mendorong keterbukaan

pemerintah dalam pengambilan keputusan yang menyangkut pengelolaan anggaran yang berpihak pada kelompok miskin. 4) Bersama dengan pemerintah,

mengembangkan dan mendorong pelembagaan forum warga dan forum lintas pelaku sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam perumusan kebijakan berpihak pada kelompok miskin.

Forum stakeholder Kelurahan terdiri dari LKK, organisasi kemasyarakatan di tingkat kelurahan yang fokus pada penanggulangan kemiskinan, dan Penduduk Miskin Tingkat Kelurahan 1) Identifikasi permasalahan kemiskinan di lingkungannya

2) Monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program / kegiatan penanggulangan kemiskinan

3) Menerima pengaduan masyarakat atas program-program penanggulangan kemiskinan

1) Terlibat aktif dalam proses Analisis Kemiskinan Partisipatif (AKP); 2) Terlibat dalam proses penyusunan

strategi penanggulangan kemiskinan tingkat kelurahan

3.

Tahap

Moni t or i ng

dan Evaluasi

Kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengkaji relevansi, efisiensi,

efektivitas dan dampak suatu kebijakan penanggulangan kemiskinan

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Mekanisme

monitoring

dan

evaluasi di tingkat daerah terdiri atas 4 (empat) langkah, yaitu: (i)

Pengumpulan dan analisis data, (ii) Evaluasi dan pelaporan, (iii)

Desiminasi, dan (iv) Pemanfaatan hasil dan tindak lanjut.

a.

Mekanisme

Moni t or i ng

dan Evaluasi Program Penanggulangan

Kemiskinan

Strategi

monitoring

dan evaluasi pelaksanaan program dan

kegiatan penanggulangan kemiskinan dilandasi oleh prinsip

sinergis dan integratif. Artinya, kerja sama diantara para pelaku

dan diintegrasikan dalam sistem perencanaan dan penganggaran

daerah yang rutin, menjadi bagian tak terpisahkan dari sistem

monev RPJM, RKPD, dan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).

Ilustrasi

mekanisme

dan

prosedur

monitoring

evaluasi


(2)

penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta, dapat dilihat

seperti gambar berikut:

Gambar 4.7 Mekanisme dan Prosedur Monit or ing Evaluasi Penanggulangan

Kemiskinan di Kota Surakarta

b.

Sinergitas Antarpelaku dalam

Moni t or i ng

dan Evaluasi

Program Penanggulangan Kemiskinan

Sinergitas antar pelaku dalam

monitoring

dan evaluasi

program

penanggulangan

kemiskinan

di

Kota

Surakarta,

selengkapnya dapat dilihat seperti pada tabel berikut.

Tabel 4.6

Sinergitas antar Pelaku dalam Monitoring Evaluasi

Penanggulangan Kemiskinan Kota Surakarta

Unsur Pelaksanaan Output

(1) (2) (3)

Pelaku Monev TKPKD Memfasilitasi Forum Konsultasi Monitoring dan Evaluasi

Penanggulangan Kemiskinan Daerah Forum Konsultasi Monev

Daerah (forum lembaga-lembaga non pemerintah)

(1) Membahas dan mengkaji hasil-hasil monev yang telah

dikonsolidasi oleh Pokja Monev (2) Menyusun rekomendasi kebijakan

yang akan disampaikan ke TKPKD Kelompok Kerja Monitoring

dan Evaluasi

Kompilasi, verifikasi, dan konsolidasi hasil-hasil monev yang dilakukan oleh berbagai lembaga yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan, baik lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah

TKPK

Pokja Pengaduan Masyarakat

Forum Konsultasi Monev Daerah

Konsolidasi Monev PK Non Pemerintah

 LSM

 PT

 Dunia Usaha  Masyarakat

 Dinas

 Badan/Lembaga

Monev Oleh Komunitas/Lokal

Monev Internal Monev Independen

Pengaduan Masyarakat

DPRD

Konsolidasi Monev PK Pemerintah


(3)

- 102 -

Unsur Pelaksanaan Output

(1) (2) (3)

Internal SKPD dan internah pemerintah daerah

Memeriksa kesesuaian implementasi kegiatan dengan rencana

Perguruan tinggi, LSM Memonitor dan mengkaji implementasi kegiatan pelayanan hak dasar

kelompok miskin masyarakat penerima

program penanggulanan kemiskinan

Menyampaikan “suaranya” tentang pemenuhan hak dasar warga Waktu Pelaksanaan monev dapat

dilakukan setiap saat

Hasil monev disampaikan sebelum perencanaan tahun berikutnya dimulai

Pemanfaatan hasil monev

Hasil-hasil monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan menjadi umpan balik dan pertimbangan penting dalam proses perencanaan dan penganggaran

Perencanaan dan penganggaran daerah memiliki keberpihakan kepada penduduk miskin secara

berkelanjutan.

Kebutuhan pengembangan lembaga pelaksana dan sistem monev

Akurasi dan validasi Ketersediaan data jumlah orang miskin

(1)Kerja sama dengan berbagai lembaga untuk openyediaan data

(2)Updating instrumen penggalian

data dan indikator yang digunakan

(3)Updating data supaya akurat dan

valid dan pilah gender Aksesibilitas Penyajian

data kondisi kemiskinan

Menyebarluaskan hasil evaluasi kondisi pemenuhan hak dasar kelompok miskin

Pemanfaatan data Menindaklanjuti hasl monev dalam perencanaan program kegiatan tahun berikutnya


(4)

A.

Kaidah Pelaksanaan

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota

Surakarta merupakan bahan acuan bagi seluruh pelaku pembangunan di

Kota Surakarta dalam melakukan upaya penanggulangan kemiskinan.

Dokumen Penanggulangan kemiskinan ini telah disesuaikan dengan

karakteristik dan masalah kemiskinan yang terjadi di Kota Surakarta.

Dokumen SPKD ini diharapkan akan mampu menjadi pembawa arah bagi

upaya

penanggulangan

kemiskinan

dan

penciptaan

kesejahteraan

masyarakat di Kota Surakarta.

Dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) Kota

Surakarta secara umum digunakan untuk memberikan arah dan pedoman

bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kota Surakarta, DPRD,

swasta, masyarakat dan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan

kemiskinan, sehingga dapat dilaksanakan secara sistematis dan sinergis,

mencapai tujuan dan sasaran program dan kegiatan yang telah ditetapkan,

serta mampu menurunkan jumlah penduduk miskin di Kota Surakarta.

SPKD Kota Surakarta ini juga merupakan operasionalisasi dari

dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota

Surakarta Tahun 2010 – 2015 dalam bentuk Strategi, Kebijakan, Program/

Kegiatan Pembangunan. SPKD ini juga menjadi landasan operasional dan

acuan bagi Pemerintah Kota Surakarta, Masyarakat, dan

Stakeholder

untuk

sistematisasi, sinkronisasi dan sinergi (kemitraan) dalam menyusun,

mengimplementasikan,

monitoring

dan

evaluasi

program-program

penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta.

Sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat,

penanggulangan kemiskinan di Kota Surakarta dilaksanakan dengan

berbagai program dan kegiatan dari berbagai bidang/ sektor (SKPD). Untuk

meningkatkan akselerasi dan efektivitas penanggulangan kemiskinan di

Kota Surakarta, dikembangkan model program pembangunan yang terpadu

dan secara sinergis dapat dimplementasikan pada kantong-kantong

kemiskinan di lingkup kelurahan.

Penanggulangan kemiskinan memerlukan dukungan dan peran serta

seluruh pelaku pembangunan dari kalangan pemerintah, DPRD, Perguruan

Tinggi, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, swasta serta lembaga

internasional. Keterlibatan seluruh pelaku tersebut diterapkan dalam proses


(5)

- 104 -

penyusunan dokumen SPKD ini. Keterlibatan ini diharapkan terus berlanjut

sampai pada pelaksanaan rencana aksi penanggulangan kemiskinan, dan

evaluasi pencapaian hasil. Keterlibatan seluruh pelaku pembangunan

diharapkan akan mampu mendorong terbangunnya sebuah kesamaan cara

pandang, kesepakatan dan sinergi dalam melakukan upaya penanggulangan

kemiskinan.

B.

Penutup

Penghormatan, perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak dasar

mensyaratkan adanya komitmen yang kuat dari pemerintah daerah.

Penanggulangan kemiskinan selain membutuhkan ketersediaan sumberdaya

juga menuntut adanya perbaikan dalam pengelolaan anggaran pemerintah

daerah dengan mengalihkan pengeluaran yang tidak produktif dan

memperbesar pengeluaran yang dinikmati oleh sebagian besar masyarakat

khususnya penduduk miskin dan perlu adanya dukungan baik dari pihak

swasta maupun masyarakat.

Penanggulangan

kemiskinan

merupakan

bagian

dari

upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat di Kota Surakarta. Perbaikan

kesejahteraan akan dilakukan melalui serangkaian program pembangunan

untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja,

peningkatan akses pendidikan, kesehatan dan akses ke infrastruktur dasar.

Peningkatan

kesejahteraan

masyarakat

dalam

bentuk

percepatan

pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan

dan teknologi, peningkatan pendapatan, penurunan tingkat pengangguran

dan pengurangan kemiskinan, perbaikan kualitas hidup rakyat, mendorong

sektor riil (Industri, Pariwisata, Perdagangan, Jasa dsb.) dan pemihakan

kepada UKM dan Koperasi serta terjaganya dan terpeliharanya lingkungan

hidup secara berkelanjutan.

Di samping itu, penanggulangan kemiskinan juga perlu didukung oleh

upaya penciptaan tata pemerintahan yang baik, yaitu sebuah tata

pemerintahan yang mengedepankan hubungan sinergi antara

elemen-elemen pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dan berdasarkan

prinsip-prinsip partisipasi, akuntabilitas, dan transparansi dan pada pengutamaan

kepentingan masyarakat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Mely G. Tan dan Selo Sumarjan [Penyunting]. (1980).

Kemiskinan Struktural: Suatu Bunga Rampai

. Jakarta: Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.

Cahyat, Ade dan Moira Moeliono. (2005).

Pengarusutamaan Kemiskinan: Apa

Mengapa dan Bagaimana?

Governance Brief CIFOR (Center for

Internatonal Forestry Research), Desember, Nomor 25, hal.1-5.

Hakim,

Lukman.

(2007).

Model Pengembangan Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan Menurut Pandangan Pemangku Kepentingan

”. Usul Penelitian Hibah Bersaing, PIPW-LPPM

UNS Surakarta.

Peraturan Presiden No.7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009.

Pradhanawati, Ari. (2008). “Teori Kemiskinan”,

Supplement

Mata Kuliah

Sosiologi Pembangunan Program Doktor Ilmu Ekonomi UNDIP

Semarang.

Wrihatnolo, Randy R. dan Riant Nugroho D. (2007).

Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat

. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Salim, Emil. (1976a).

Perencanaan Pembangunan dan Perataan Pembangun-an

[Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ekonomi

Perencanaan FE-UI, 14 Februari]. Jakarta: Lembaga Penerbut FE-UI.

_________. (1976b).

Masalah Pembangunan Ekonomi Indonesia

, Cetakan

Ketiga.

Sulistiyani,

Ambar

Teguh.

(2004).

Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan

, Edisi Pertama, Cetakan. Yogyakarta: Penerbit Gava

Media.

Sumodiningrat, Gunawan. (2007).

Pemberdayaan Sosial: Kajian Ringkas tentang Pembangunan Manusia Indonesia

. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas. Jakarta: Lembaga Penerbut FE-UI.

Suryawati,

Chriswadani.

(2005).

Memahami Kemiskinan secara Multidimensional

. JMPK, September, Vol. 08, No. 03, hal. 121-129.

Tim Crescent. (2003).

Menuju Masyarakat Mandiri: Pengembangan Model