BAB II ASPEK DAN PROFIL KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA
A. Aspek Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang sangat kompleks, bukan hanya terkait dengan masalah pendapatan, tetapi juga menyangkut
kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Cara pandang yang berbeda
akan menentukan pemahaman tentang kondisi, sifat dan konteks kemiskinan, bagaimana sebab-sebab kemiskinan dapat diidentifikasi, dan
bagaimana masalah kemiskinan dapat diatasi. Agar upaya penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara tepat, hal pertama yang harus
dilakukan adalah memahami pengertian kemiskinan secara komprehensif.
1. Pengertian Kemiskinan
Jika dikaitkan dengan masalah kepemilikan proper kemiskinan dapat dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk
menjamin kelangsungan hidup. Sementara dalam arti luas, kemiskinan merupakan suatu fenomena yang multi aspek multi face yang
mencakup dimensi-dimensi:
i Kemiskinan
proper; ii
Ketidakberdayaan powerless; iii Kerentanan dalam menghadapi situasi darurat state of emergency; iv Ketergantungan dependence;
dan v Keterasingan isolation, baik secara geografis maupun sosiologis Suryawati, 2005: 122.
BKKBN mengartikan kemiskinan sebagai keluaga miskin Pra Sejahtera yang tidak dapat melaksanakan ibadah menurut agamanya;
tidak mampu makan 2 dua kali sehari; tidak memiliki pakaian berbeda untuk di rumah, bekerja dan bepergian; bagian terluas rumah
berlantai tanah; dan tidak mampu membawa anggota keluarganya ke sarana kesehatan. Pengertian ini kemudian digunakan untuk
mendefinisikan Keluarga Miskin, yaitu Tim Crescent, 2003: 5: i Paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging ikantelur, ii
Setahun sekali seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 satu setel pakaian baru, dan iii Luas lantai rumah paling kurang 8
m
2
untuk tiap penghuni. Sedang pengertian Keluarga Miskin Sekali, yaitu keluarga yang karena alasan ekonomi tidak dapat memenuhi
- 14 -
salah satu atau lebih yang meliputi Tim Crescent, 2003: 5-6: i Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 kali atau lebih, ii
Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerjasekolah dan bepergian, dan iii Bagian lantai yang terluas
bukan dari tanah. Kemiskinan juga terkait dengan masalah budaya, dimana menurut
Oscar Lewis, budaya kemiskinan adalah gaya hidup yang khas, yang berkembang di sebagian besar lapisan masyarakat miskin dan cara
hidupnya sangat berbeda dengan lapisan masyarakat lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa budaya kemiskinan adalah: i Masyarakat itu
miskin, karena budaya dalam diri masyarakat tersebut, ii Masyarakat tidak terangsang untuk menyelenggarakan pembangunan, jadi sifatnya
fatalism, iii Tidak ada tantangan untuk maju, iv Tidak mampu melihat hari esok dengan baik, dan v Cepat putus asa dalam
menghadapi masalah. Sementara menurut John Kenneth Galbraith, budaya kemiskinan adalah cara penyesuaian yang sangat realistis
terhadap keputusasaan. Budaya miskin dan kemiskinan merupakan proses saling memperkuat, semakin lebar putarannyalingkarannya,
akan semakin lebar kemiskinannya. Di lain pihak, Bill Waren 1982 telah menjelaskan bahwa ketergantungan adalah pengkondisian
struktur kemiskinan. Sedang kemiskinan adalah hasil dari atau sama dengan
keterbelakangan. Pembangunan
dan keterbelakangan
merupakan bagian yang terpisah Pradhanawati, 2008. Kebijakan pemerintah dalam menentukan jumlah dan persentase
penduduk miskin, menggunakan perhitungan yang berdasarkan tingkat pengeluaran per kapita. Mereka yang memiliki tingkat
pengeluaran lebih randah dari Garis Kemiskinan GK dikategorikan miskin. Garis kemiskinan, yang merupakan standar kebutuhan dasar
tersebut terdiri atas 2 dua komponen, yaitu batas kecukupan makanan dan non makanan. GK ini pada prinsipnya adalah suatu
standar minimum yang diperlukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dengan perkataan lain, GK adalah nilai
pengeluaran untuk kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan per kapita per bulan.
Dalam konsep Bappenas 2004, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan
pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang
- 15 -
atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar terdiri dari hak-hak
yang dipahami masyarakat miskin sebagai hak mereka untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam
peraturan perundang-undangan. Hak-hak dasar yang diakui secara umum antara lain meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan
atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Hak-
hak dasar tidak berdiri sendiri tetapi saling mempengaruhi satu sama lain sehingga tidak terpenuhinya satu hak dapat mempengaruhi
pemenuhan hak lainnya.
2. Jenis-Jenis Kemiskinan