Dari kutipan kalimat di atas, beliau menggunakan kata kata dari bahasa Arab karena untuk menjelaskan tentang tafsir dari sebuah ayat
Al-
Qur‟an. d
Segi Retoris
Retoris dalam tulisan ini menggunakan grafis pada arti dari ayat Al-
Qur‟an seperti dalam kutipan berikut: “Ikutilah orang-orang yang dalam berdakwah tidak meminta
imbalan karena mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah
” QS. Yasin: 21.”
142
Juga menggunakan sebuah kaidah hukum Islam yang dicetak miring, sebagi berikut:
“Berdasarkan kaidah hukum Islam, apa yang haram diambil haram juga diberikan, maka haram hukumnya memberikan imbalan
kepada dai yang dalam dakwahnya meminta imbalan.”
143
5. Judul: Kode Etik Dakwah
a. Level Teks
1 Struktur Makro
a Segi Tematik
Topik dalam tulisan ini adalah muamalah. Gagasan intinya adalah menjelaskan tujuh kode etik dakwah bagi para dai.
144
2 Superstruktur
a Segi Skematik
Tulisan ini berjudul “Kode Etik Dakwah.” Pendahuluan tulisan
ini diawali dengan kalimat berikut:
142
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
143
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
144
Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA di kediaman beliau, Jakarta, 18 Mei 2015.
“Pada tahun 1116 Ittihadul Muballighin, Organisasi para mubalig yang dipimpin oleh KH. Syukron Ma‟mun,
menyele nggarakan Musyawarah Nasional Munas.”
145
Pendahuluan dalam tulisan ini menceritakan waktu terjadinya
Musyawarah Nasional. Inti dari tulisan ini berada dalam: “Salah satu keputusan penting yang diambil dalam Munas itu
adalah merumuskan Kode Etik Dakwah. Keputusan ini diambil karena pada waktu itu mulai muncul dai Walakedu Jual Agama Kejar
Duit. ”
146
Tulisan ini ditutup dengan ungkapan perasaan beliau yang
kecewa terhadap semakin maraknya fenomena dai bertarif di Indonesia ini. Kesimpulan dari tulisan ini adalah pengharapan beliau
agar rumusan kode etik itu dapat menjadi pedoman para dai atau
mubalig dalam menjalankan dakwahnya.
Story tulisan ini ingin memberikan pelajaran kepada para dai tentang tujuh kode etik dakwah yang telah disepakati oleh Ulama se-
Dunia, yang harus mereka laksanakan dalam dakwahnya agar
mendapat pahala dari Allah dan bukan mendapat laknat dari-Nya. 3
Struktur Mikro a
Segi Semantik
Elemennya adalah latar, detail, maksud, dan praanggapan. Latar tulisan ini berawal dari Musyawarah Nasional ke-4 tanggal 25-28 Juni
1996 yang meghasilkan kode etik dakwah bagi para dai. Detail tulisan ini sangat bagus, karena menjelaskan tujuan dibuatnya kode edik
dakwah, dapat dilihat dalam kutipan berikut:
145
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 105.
146
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 105.
“Pada tahun 1116 Ittihadul Muballighin, Organisasi para mubalig yang dipimpin oleh KH. Syukron Ma‟mun,
menyelenggarakan Musyawarah Nasional Munas. Salah satu keputusan penting yang diambil dalam Munas itu adalah merumuskan
Kode Etik Dakwah. Keputusan ini diambil karena pada waktu itu mulai muncul dai Walakedu Jual Agama Kejar Duit. Rumusan kode
etik itu diharapkan dapat menjadi pedoman para dai atau mubalig dalam menjalankan dakwahnya, sehingga mereka dapat mewarisi
tugas para Nabi, bukan justru mendapat laknat dari Allah swt. dalam berdakwah.”
147
Maksud dalam tulisan ini ialah memaparkan kode etik bagi para
dai. Terlihat dalam kutipan berikut: “Sekurang-kurangnya ada tujuh Kode Etik Dakwah, kode
pertama, tidak memisahkan antara perbuatan dan ucapan. Kode ini diambil dari Al-
Qur‟an Surah al-Shaff ayat 2-3.” “Kode kedua, tidak melakukan toleransi agama. Hal itu
berdasarkan Firman Allah swt. dalam surat Al- Kafirun.”
“Kode Ketiga, tidak mencerca sesembahan agama lain. Ini diambil dari surat Al-
An‟am ayat 108.” “Kode keempat, tidak melakukan diskriminasi. Tedapat dalam
surat Al- An‟am 52.”
“Kode kelima, tidak memungut imbalan. Kode ini diambil dari surat Saba‟ ayat 47.”
“Kode keenam, tidak berkawan dengan pelaku maksiat. Hal itulah yang telah terjadi atas kaum Bani Israil seperti diceritakan
dalam surat Al-Madinah ayat 78- 71.”
“Kode ketujuh, tidak menyampaikan hal-hal yang tidak diketahui. Kode ini diambil dari surat Al-
Isra ayat 26.”
148
Praanggapan dalam tulisan ini ialah memberitahu bahwa dai
bertarif tidak lenyap setelah dimunculkannya kode etik dakwah. Terlihat dalam kutipan berikut:
“Munas Ittihadul Muballigin dengan keputusan Kode Etik Dakwah itu telah berlalu 16 tahun yang lalu. Apakah dai-dai walakedu
147
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 105.
148
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 105-109.
menjadi lenyap? Tampaknya tidak demikian, justru semakin mendekat ke Hari Kiamat, fenomena munculnya dai walakedu semakin
ramai.”
149
b Sintaksis
Bentuk kalimat dalam tulisan ini menggunakan kalimat aktif
dengan awalan me-, dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Ketika Nabi saw. masih berada di Makkah dan mengajarkan
Islam kepada orang- orang miskin.”
150
“Akhirnya justru Allah swt. melaknat mereka semua.”
151
Koherensi dalam tulisan ini ditandai dengan kata hubung „namun‟ yang bermakna kausal atau sebab akibat, yang dapat dilihat
dalam kutipan berikut: “Namun bangsawan Quraisy ini tidak mau berdampingan
dengan rakyat kecil. Mereka minta kepada Nabi saw. untuk mengusir Bilal dan kawan-kawannya itu. Nabi saw. kemudian menyetujui
permintaan tersebut, namun akhirnya Allah menurunkan ayat yang mengkritik perilaku Nabi saw. itu, yaitu Surah al-
An‟am ayat 52.”
152
Kata „namun‟ dalam paragraf ini digunakan untuk menjelaskan
hubungan kausal, yaitu menjelaskan sikap Nabi saw. yang menjadi alasan turunnya surat al-
An‟am ayat 52 untuk mengkritik perilaku Nabi saw. itu.
Kata ganti dalam tulisan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Kode pertama ini juga diambil dari perilaku Rasulullah saw. di
mana secara umum beliau tidak memerintahkan sesuatu kecuali beliau
melakukannya.”
153
149
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 109.
150
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 107.
151
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 108.
152
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 107.
153
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 105.
Kata „beliau‟ dalam kalimat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. dan berfungsi sebagai penghormatan beliau
penagrang kepada Nabi Muhammad saw. c
Segi Stilistik Stilistik terdapat dalam kutipan berikut:
“Para dai yang runtang-runtung, gandeng renceng dengan
pelaku maksiat, mereka menjadi tidak mampu untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar.
”
154
“Munas Ittihadul Muballigin dengan keputusan Kode Etik Dakwah itu telah berlalu 16 tahun yang lalu. Apakah dai-dai
walakedu menjadi lenyap? Tampaknya tidak demikian, justru semakin mendekat ke Hari Kiamat, fenomena munculnya dai walakedu
semakin ramai”
155
Dari kutipan kalimat di atas, beliau menggunakan kata runtang-
runtung, gandeng renceng untuk menjelaskan berteman atau bergaul. Kemudian menggunakan kata walakedu jual ayat kejar duit untuk
menjelaskan dai yang bertarif.
d Segi Retoris
Retoris dalam tulisan ini menggunakan bentuk grafis terutama pada arti ayat Al-
Qur‟an dan hadis yang disampaikan dalam tulisan
ini, terdapat dalam kutipan di bawah ini:
“Para dai yang runtang-runtung, gandeng renceng dengan pelaku maksiat, mereka menjadi tidak mampu untuk melakukan amar
makruf dan nahi mungkar. ”
156
“Munas Ittihadul Muballigin dengan keputusan Kode Etik Dakwah itu telah berlalu 16 tahun yang lalu. Apakah dai-dai walakedu
menjadi lenyap? Tampaknya tidak demikian, justru semakin mendekat
154
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 108.
155
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 109.
156
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 108.
ke Hari Kiamat, fenomena munculnya dai walakedu semakin ramai”
157
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?Amat besar kebencian
di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.QS. Ash-Shaff: 2-3
”
158
“Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku. QS. Al- Kafirun
”
159
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi dari Kabilah Bani „Auf adalah satu bangsa dengan umat Islam. Bagi orang-orang Yahudi,
agama mereka dan bagi orang-orang Islam agama mereka. HR. Ibnu Hisyam
”
160
6. Judul: Dakwah dan Kearifan Lokal