Level Teks Judul: Surban dan Jubah Haram

d Segi Retoris Retoris dalam tulisan ini menggunakan bentuk ekspresi berupa peringatan tentang gangguan setan dan metafora dalam bentuk kiasan tentang setan, untuk menyampaikan pesannya kepada pembaca. Hal ini terlihat dari kutipan: “Hadis ini juga memberikan peringatan kepada kita agar hati-hati menghadapi rayuan setan karena boleh jadi setan betina tampil dengan jilbab dan busana muslimah dan setan jantan tampil dengan berkalung surban. ” 100

2. Judul: Surban dan Jubah Haram

a. Level Teks

1 Struktur Makro a Segi Tematik Topik dalam tulisan ini adalah muamalah. Gagasan intinya adalah menjelaskan tentang hukum pakaian syuhrah yaitu pakaian yang dipakai karena ingin tenar atau dikenal orang lain, dalam hal ini ingin dikenal sebagai seorang dai atau kiai. 101 2 Superstruktur a Segi Skematik Tulisan ini berjudul “Surban dan Jubah Haram”. Pendahuluan tulisan ini diawali dengan sebuah hadis sebagai berikut: َبَٓتڝ َ ث ًُٹ ،ِثٌَاَيِل ت ىا َمتَٔي مثىَذٌَ َبتَٔث ُها ُّ َصَب ت ى َ ث اَيتٺدا ِي مةَرتُٓش َبتَٔث َسِب َى تٌََ ّجاٌ َةا هاور اًراَُ ِّيِف 102 100 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 94. 101 Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA di kediaman beliau, Jakarta, 18 Mei 2015. 102 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Mesir: Dar ibn Haytsam, 2005, juz 4, h. 84. “Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada Hari Kiamat, kemudian ia dibakar dalam api neraka. HR. Ibnu Majah ” 103 Pendahuluan dalam tulisan ini menyampaikan sebuah hadis yang mengharamkan memakai pakaian syuhrah. Inti dari tulisan ini berada dalam kutipan berikut: “Menurut para Ulama, pakaian syuhrah adalah pakaian yang berbeda dari pakaian yang dipakai oleh penduduk negeri di mana pemakainya tinggal. Disebut pakaian syuhrah popularitas, karena pemakainya dengan pakaian tersebut ingin mudah dikenal oleh orang- orang. Pakaian syuhrah adakalanya berebda dari pakaian umumnya penduduk suatu negeri karena terlalu bagus atau berbeda karena terlalu buruk. Ketika pakaian itu berbeda dari yang lain karena terlalu bagus, pemakainya ingin tampil berbeda dari yang lain sehingga kemudian ia merasa bangga, sombong, ria, sum‟ah, dan lain sebagainya. Ketika pakaian itu berbeda karena sangat lebih buruk dari pakaian orang-orang pada umumnya, maka pemakainya ingin disebut sebagai orang yang zuhud, tidak mencintai dunia, dan lain sebagainya. ” 104 Tulisan ini ditutup dengan ajakan kepada kita untuk berpenampilan sesuai apa yang ada di budaya kita sendiri. Kesimpulan dari tulisan ini adalah menegaskan keharaman memakai pakaian syuhrah sesuai yang telah disepakati oleh para Ulama dan menganjurkan memakai pakaian sesuai budaya masing-masing seperti yang dicontohkan oleh Rasul saw. Story tulisan ini adalah memberikan penjelasan kepada orang- orang bahwa memakai pakian syuhrah adalah haram hukumnya, karena berbeda dari adat pemakainya berada dan terdapat niat yang buruk dalam memakainya, seperti ria, somobong, dan bahkan ingin 103 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 98. 104 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 95. dianggap zuhud. Dalam hal ini larangan bagi para dai untuk menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia, karena ingin dikenal sebagai dai. 3 Struktur Mikro a Segi Semantik Elemennya adalah latar, detail, maksud, dan praanggapan. Latar tulisan ini berawal dari sebuah hadis yang melarang memakai pakaian syuhrah, yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Detail tulisan ini sangat bagus, karena beliau menjelaskan secara naratif tentang hukum memakai pakaian syuhrah, dari mulai mendatangkan hadisnya, menjelaskan maknanya, sampai menyimpulkannya, yang terdapat dalam kutipan berikut: “Dalam kitab Sunan Ibn Majah, ada Hadis bahwa Rasulullah saw. mengatakan: َبَٓتڝ َ ث ًُٹ ،ِثٌَاَيِل ت ىا َمتَٔي مثىَذٌَ َبتَٔث ُها ُّ َصَب ت ى َ ث اَيتٺدا ِي مةَرتُٓش َبتَٔث َسِب َى تٌََ ّجاٌ َةا هاور اًراَُ ِّيِف “Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada Hari Kiamat, kemudian ia dibakar di api neraka.” HR. Ibnu Majah Menurut para Ulama, pakaian syuhrah adalah pakaian yang berbeda dari pakaian yang dipakai oleh penduduk negeri di mana pemakainya tinggal. Disebut pakaian syuhrah popularitas karena pemakainya dengan pakaian tersebut ingin mudah dikenal oleh orang- orang. Pakaian syuhrah adakalanya berbeda dari pakaian umumnya penduduk suatu negeri karena terlalu bagus atau berbeda karena terlalu buruk. Ketika pakaian itu berbeda dari yang lain karena terlalu bagus, pemakainya ingin tampil berbeda dari orang-orang pada umumnya. Akibatnya, dia merasa berbeda dari yang lain sehingga kemudian ia merasa bangga, sombong, ria, sum‟ah, dan lain sebagainya. Ketika pakaian itu berbeda karena sangat lebih buruk dari pakaian orang-orang pada umumnya, maka pemakainya ingin disebut sebagai orang yang zuhud, tidak mencintai dunia, dan lain sebagainya. Berdasarkan Hadis ini, para Ulama sepakat bahwa pakaian syuhrah adalah haram dikenakan. Dalam konteks Indonesia masa kini, pakaian sejenis surban dan jubah, yang di Saudi Arabia disebut tub, dapat masuk kategori pakaian syuhrah karena masyarakat Indonesia tidak lazim berpakaian seperti itu. Pada abad lalu, surban dan jubah mungkin sudah menjadi tradisi pakaian Ulama. KH Ahmad Dahlan, KH Hasy im Asy‟ari, Syeikh Ahmad al-Syurkati, Imam Bonjol, dan lain-lain, memakai surban. Maka pada masa itu, surban sudah menjadi tradisi para Ulama. Karenanya, sah-sah saja, Ulama memakai surban. Dasarnya adalah mengikuti tradisi adat dan tradisi dapat menjadi hukum, sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Memang, dalam Hadis yang sahih, Nabi saw. memakai surban karena bangsa Arab pada waktu itu juga mengenakan surban. Maka, surban penutup kepala dengan dua sampai tiga ubel-ubel adalah tradisi bangsa Arab pada saat itu. Orang Islam dan orang musyrikin juga sama- sama memakai surban.” 105 Maksud dalam tulisan ini ialah menerangkan hukum pakaian syuhrah dalam konteks Indonesia, yang disampaikan dengan jelas dalam kalimat berikut: “Dalam konteks Indonesia masa kini, pakaian sejenis surban dan jubbah, yang di Saudi Arabia disebut tub, dapat masuk kategori pakaian syuhrah, karena masyarakat Indonesia tidak lazim berpakaian seperti itu. Pada abad lalu, surban dan jubah mungkin sudah menjadi tradisi pakaian U lama. KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy‟ari, Syeikh Ahmad al-Syurkati, Imam Bonjol, dan lain-lain, memakai surban. Maka pada masa itu, surban menjadi tradisi para Ulama. Karenanya, sah-sah saja, Ulama memakai surban. Dasarnya adalah mengikuti tradisi adat dan tradisi dapat menjadi hukum, sepanjang tidak bertentangan dalam syariat Islam. ” 106 Praanggapan dalam tulisan ini ialah menghukumi penampilan syuhrah sama dengan hukum pakaian syuhrah, yang disampaikan dengan jelas dalam kalimat berikut: 105 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 95-96. 106 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 96. “Melihat makna hadis di atas, tampaknya bukan hanya pakaian syuhrah saja yang dilarang oleh Nabi saw., tetapi juga penampilan syuhrah .” 107 b Sintaksis Bentuk kalimat dalam tulisan ini menggunakan kalimat aktif, dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Berdasarkan hadis ini, para Ulama sepakat pakaian syuhrah adalah haram dikenakan. ” 108 Koherensi dalam tulisan ini ditandai dengan kata hubung „karena‟ yang bermakna kausal atau sebab akibat, yang dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Para Ulama papan atas dari Saudi Arabia seperti, Mufti Besar Syeikh Bin Baz rahimahullah, Mufti Besar masa kini Syeikh Abdul Aziz Alu al-Syaikh, Syeikh Shaleh bin Muhammad al- „Utsaimin, dan lain-lain, semuanya sepakat bahwa memakai surban bukan merupakan ibadah. Tidak sunah apalagi wajib, namun hanya mengikuti tradisi bangsa Arab pada saat itu. Hal itu dikarenakan tidak ada satu hadis pun yang shahih yang menerangkan keutamaan memakai surban. Semua hadis tentang keutamaan memakai surban adalah hadis-hadis palsu. ” 109 Kata „karena‟ dalam paragraf ini digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal sebab akibat, yaitu menjelaskan tidak adanya satu hadis pun yang shahih yang menjelaskan keutamaan memakai surban, sehingga memakai surban tidaklah mengandung ibadah sunah apalagi wajib. Kata ganti dalam tulisan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: 107 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 100. 108 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 95. 109 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 96. “Apabila masyarakat di mana kita tinggal tidak memelihara rambut panjang dan tidak memakai belangkon, maka berambut panjang dan memakai belangkon juga dilarang oleh Rasulullah saw. Di antara kita terkadang karena ketidaktahuannya menganggap pakaian yang dipakai adalah sebuah ibadah, sunah, dan mengikuti Nabi saw. padahal pakaian seperti itu justru dilarang oleh Rasulullah saw. ” 110 Penggunaan kata „kita‟ dalam kalimat ini menggambarkan tidak adanya batas antara penulis dan pembaca. Kesan ini berfungsi untuk menciptakan perasaan yang sama antara penulis dan pembaca. Dengan demikian pembaca dapat menerima dengan mudah penjelasan beliau. c Segi Stilistik Stilistik terdapat dalam kutipan berikut: “Menurut para ulama, pakaian syuhrah adalah pakaian yang berbeda dari pakaian yang dipakai oleh penduduk Negeri di mana pemakainya tinggal.” 111 “Memang, dalam hadis yang shahih, Nabi saw. memakai surban karena bangsa Arab pada waktu itu juga mengenakan surban. ” 112 Dari kutipan kalimat di atas, beliau menggunakan kata „syuhrah‟ unuk menjelaskan pakaian yang digunakan untuk dikenal orang lain atau pakaian yang berbeda dari budaya si pemakainya. Sedangkan kata „surban‟ untuk menjelaskan pakaian yang menjadi adat Arab yaitu penutup kepala dari kain yang dibelitkan. d Segi Retoris Retoris dalam tulisan ini menggunakan metafora dalam bentuk ungkapan sehari-hari seperti pada kalimat berikut: 110 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 97. 111 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 95. 112 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 96. “Karenanya, sah-sah saja, Ulama memakai surban.” 113 Juga menggunakan grafis pada arti dari hadis seperti dalam kutipan berikut: “Siapa yang memakai pakaian syuhrah di dunia, maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada Hari Kiamat, kemudian ia dibakar dalam api neraka. HR. Ibnu Majah ” 114 “Perbedaan antara surban kita dari surban orang musyrikin adalah memakai kopiah lebih dahulu.HR. Imam Abu Dawud dan Al- Tirmidzi” 115

3. Judul: Dai Berbulu Musang