umat. Dai adalah orang yang meringankan beban umat bukan orang yang membebani umat.”
130
4. Judul: Dai-dai Sesat
a. Level Teks
1 Struktur Makro
a Segi Tematik
Topik dalam tulisan ini adalah muamalah. Gagasan intinya adalah menjelaskan haramnya dai memasang bertarif dan mengikuti
dai bertarif.
131
2 Superstruktur
a Segi Skematik
Tulisan ini berjudul “Dai-dai Sesat.” Pendahuluan tulisan ini
diawali dengan kalimat berikut: “Dalam Surat Yasin, ada kisah menarik yang berkaitan dengan
masalah dakwah. Dalam ayat 13 dan seterusnya, Allah swt. memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk menceritakan sebuah
kisah kepada kaum musyrikin Makkah yang mendustakan Nabi saw. Kisah itu adalah perilaku orang-orang dalam menyikapi para dai
utusan Allah.”
132
Pendahuluan dalam tulisan ini menceritakan sebuah kisah
kepada kaum musyrikin Makkah tentang perilaku orang-orang dalam menyikapi para dai. Inti dari tulisan ini berada dalam kutipan berikut:
“Melihat perilaku warga Anthakiyah yang tidak mau menerima ajakan dakwah para dai itu, datanglah kemudian seseorang dari tempat
yang jauh yang bernama Habib al-Najjar. Ia berusaha untuk menolong para dai itu dari ancaman penyiksaan dan pembunuhan warga
130
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 100-101.
131
Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA di kediaman beliau, Jakarta, 18 Mei 2015.
132
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 102.
Anthakiyah. Habib al-Najjar menasehati kaumnya agar mengikuti ajakan dakwah para dai itu. Kemudian Habib mengatakan
: :سي ن ْ دتْ م ْمه ًرْجأ ْمكل ْسي َ ْنم عبت
21 “Ikutilah orang-orang yang dalam berdakwah tidak meminta
imbalan karena mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah
” QS. Yasin: 21.”
133
Tulisan ini ditutup dengan penegasan dalam pelarangan mengikuti dai yang bertarif berdasarkan kaidah hukum Islam “apa
yang haram diambil haram juga diberikan .” Kesimpulan dari tulisan
ini adalah menjelaskan bahwa ayat 21 surat Yasin ini sangat tepat
untuk dijadikan petunjuk bagi kita dalam menyikapi perilaku sejumlah dai yang dalam dakwahnya menyimpang dari tuntunan Islam, dalam
hal ini para dai yang memasang tarif.
Story tulisan ini memberikan pandangan kepada orang-orang bagaimana cara berperilaku terhadap para dai. Jika seorang dai tidak
meminta imbalan dalam dakwahnya, maka kita harus mengikutinya. Tapi sebaliknya, jika seorang dai meminta imbalan dalam dakwahnya
maka kita tidak boleh mengikutinya kalau tidak disebut haram. Karena para dai yang bertarif tidak melandaskan dakwahnya karena Allah
swt. melainkan karena hawa nafsu dan godaan setan. 3
Struktur Mikro a
Segi Semantik
Elemennya adalah latar, detail, maksud, dan praanggapan. Latar tulisan ini perintah Allah swt. kepada Nabi saw. untuk menceritakan
sebuah kisan kepada kaum musyrikin. Detail tulisan ini sangat bagus,
133
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
karena menceritakan secara naratif kisah yang dimaksud dalam perintah Allah swt. itu, dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Disebutkan bahwa sebuah negeri yang menurut beberapa sumber disebut Negeri Anthakiyah didatangi oleh tiga orang utusan
Allah yang masing-masing bernama Shadiq, Shaduq, dan Syallom. Dalam riwayat lain disebutkan para utusan itu bernama Sam‟un,
Yohana, dan Bolus Paulus. Mereka memperkenalkan kepada warga negeri Anthakiyah bahwa mereka para dai yang diutus oleh Nabi Isa
al-Masih as. untuk berdakwah kepada warga Anthakiyah agar mereka hanya menyembah Allah swt. dan tidak menyekutukan-Nya. Warga
Anthakiyah saat itu dipimpin oleh raja yang bernama Antikhos yang menyembah patung.
Warga Anthakiyah ternyata tidak merespon dakwah para dai itu. Mereka menolak para dai itu bahkan mengatakan bahwa kamu semua
adalah orang-orang seperti kami, mana mungkin kamu mendapat wahyu dari Allah? Sekiranya kamu adalah utusan-utusan Allah,
niscaya kamu bukan manusia tapi malaikat. Mereka bahkan mengatakan bahwa keberadaan para dai itu telah mencelakakan
kehidupan mereka. Mereka mengancam apabila para dai itu tidak menghentikan dakwahnya, maka mereka akan melempari batu dan
menyiksanya.
Melihat perilaku warga Anthakiyah yang tidak mau menerima ajakan dakwah para dai itu, datanglah kemudian seseorang dari tempat
yang jauh yang bernama Habib al-Najjar. Ia berusaha untuk menolong para dai itu dari ancaman penyiksaan dan pembunuhan warga
Anthakiyah. Habib al-Najjar menasehati kaumnya agar mengikuti ajakan dakwah para dai itu.”
134
Maksud dalam tulisan ini ialah menentukan hukum dai bertarif
berdasarkan penafsiran beliau terhadap surat Yasin ayat 21, yang disampaikan dengan jelas dalam kalimat berikut:
“Menurut kajian ilmu Ushul Fiqh, teks Al-Qur‟an seperti ini memiliki dua pengertian dalalah, yaitu dalalah manthuq pengertian
tekstual atau tersurat dan dalalah mafhum pengertian kontekstual atau tersirat. Dalalah mafhum tersirat ada dua macam, mafhum
muwafaqah dan mafhum mukhalafah. Mafhum muwafaqah adalah pengertian tersirat yang sesuai dengan pengertian tersurat. Sedangkan
134
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 102-103.
mafhum mukhalafah adalah pengertian tersirat yang berlawanan dengan pengertian tersurat. Menurut para ahli Ushul Fiqh, baik
manthuq tersurat maupun mafhum tersirat adalah hujjah dalil dalam syari‟at Islam. Mafhum mukhalafah dari ayat di atas adalah
Allah memerintahkan kita agar tidak mengikuti para dai yang dalam berdakwah meminta imbalan karena mereka adalah orang-orang
sesat.”
135
Praanggapan dalam tulisan ini ialah menjelaskan keadaan
kebolehan memberi imbalan kepada dai, dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Apabila dalam dakwahnya dai tidak meminta imbalan, maka menurut mayoritas Ulama, kita boleh memberikan imbalan dan dai
boleh menerimanya. Semoga Allah melindungi kita semuanya dari larangan-
laranganNya.”
136
b Sintaksis
Bentuk kalimat dalam tulisan ini menggunakan kalimat aktif dengan awalan me-, dan imbuhan me- -kan, dapat dilihat dalam
kutipan berikut: “Prof. Dr. H. Ayyub Sani Ibrahim menulis sebuah artikel di
sebuah koran nasional berujudul Dai Berbulu Musang .”
137
“Banyak masyarakat yang gagal untuk mendatangkan seorang
dai.”
138
Koherensi dalam tulisan ini ditandai dengan kata hubung „karena‟ yang bermakna kausal atau sebab akibat, yang dapat dilihat
dalam kutipan berikut:
135
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
136
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 104.
137
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 98.
138
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 99.
“Kisah Habib al-Najjar ini kemudian menjadi firman Allah
karena disebutkan di dalam Al-Quran. ”
139
Kata „karena‟ dalam paragraf ini digunakan untuk menjelaskan
hubungan sebab akibat, yaitu menjelaskan kisah Habib al-Najjar yang menjadi alasan turunnya Al-Quran surat Yasin ayat 21.
Kata ganti dalam tulisan ini dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Bila demikian, maka pasang tarif dalam berdakwah juga sangat
diharamkan. Apabila dalam dakwahnya dai tidak meminta imbalan, maka menurut mayoritas ulama, kita boleh memberikan imbalan dan
dai boleh menerimanya. Semoga Allah melindungi kita semuanya dari larangan-laranganNya.
”
140
Penggunaan kata „kita‟ dalam kalimat ini menggambarkan tidak adanya batas antara penulis dan pembaca. Kesan ini berfungsi untuk
menciptakan perasaan yang sama antara penulis dan pembaca. Dengan
demikian pembaca dapat menerima dengan mudah penjelasan beliau. c
Segi Stilistik Stilistik terdapat dalam kutipan berikut:
“Menurut kajian ilmu Ushul Fiqh, teks Al-Qur‟an seperti ini
memiliki dua pengertian dalalah, yaitu dalalah manthuq pengertian tekstual atau tersurat dan dalalah mafhum pengertian
kontekstual atau tersirat. Dalalah mafhum tersirat ada dua macam, mafhum
muwafaqah dan
mafhum mukhalafah.
Mafhum muwafaqah adalah pengertian tersirat yang sesuai dengan pengertian
tersurat. Sedangkan mafhum mukhalafah adalah pengertian tersirat yang berlawanan dengan pengertian tersurat. Menurut para ahli Ushul
Fiqh, baik manthuq tersurat maupun mafhum tersirat adalah hujjah
dalil
dalam syari‟at Islam. Mafhum mukhalafah dari ayat di
atas adalah Allah memerintahkan kita agar tidak mengikuti para dai yang dalam berdakwah meminta imbalan karena mereka adalah orang-
orang sesat.”
141
139
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
140
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 104.
141
Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 103.
Dari kutipan kalimat di atas, beliau menggunakan kata kata dari bahasa Arab karena untuk menjelaskan tentang tafsir dari sebuah ayat
Al-
Qur‟an. d
Segi Retoris
Retoris dalam tulisan ini menggunakan grafis pada arti dari ayat Al-
Qur‟an seperti dalam kutipan berikut: “Ikutilah orang-orang yang dalam berdakwah tidak meminta
imbalan karena mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah
” QS. Yasin: 21.”
142
Juga menggunakan sebuah kaidah hukum Islam yang dicetak miring, sebagi berikut:
“Berdasarkan kaidah hukum Islam, apa yang haram diambil haram juga diberikan, maka haram hukumnya memberikan imbalan
kepada dai yang dalam dakwahnya meminta imbalan.”
143
5. Judul: Kode Etik Dakwah