Level Teks Judul: Keteladanan Buya Hamka

“Dr. Purwadi M. Hum, Rektor Institut Kesenian Jawa di Jogjakarta, dalam bukunya Dakwah Sunan Kalijaga, menyebutkan bahwa para wali khususnya Kanjeng Sunan Kalijaga dalam mentransformasikan ajaran-ajaran Islam, beliau menciptakan tembang-tembang lagu-lagu seperti tembang Dhandang Gulo dan lain sebagainya. Dalam sastra Jawa dikenal ada Tembang Mocopat yaitu kumpulan beberapa tembang yang mencerminkan nasihat perjalanan hidup manusia. Tembang-tembang itu antara lain adalah Mijil , yang mengisahkan tentang kelahiran seorang manusia ke dunia, kemudian Sinom yang menceritakan tentang manusia yang muda, kemudian Asmoro Dono yang menceritakan tentang manusia yang sudah menginjak remaja yang sudah mencintai lawan jenisnya, Megatruh putus nyawa yang menceritakan tentang kematian manusia, Pucung alias menjadi pocong yang dibungkus kain kafan dan masuk liang lahat, dan lain- lain.” 175

7. Judul: Keteladanan Buya Hamka

a. Level Teks

1 Struktur Makro a Segi Tematik Topik dalam tulisan ini adalah muamalah. Gagasan intinya adalah menjelaskan kiprah keislaman Buya Hamka yang sampai akhir hayatnya masih tetap memegang ajaran Rasulullah saw. tanpa memikirkan kepentingan duniawi. 176 2 Superstruktur a Segi Skematik Tulisan ini berjudul “Keteladanan Buya Hamka.” Pendahuluan tulisan ini diawali dengan kalimat berikut: “Beberapa hari yang lalu, seorang staf di Kantor Perdana Menteri Malaysia menghubungi kami. Ia minta agar kami mencarikan 175 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 111-112. 176 Wawancara Pribadi dengan Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA di kediaman beliau, Jakarta, 18 Mei 2015. murid Buya Hamka yang dapat menceramahkan secara akademik pemikiran moderat almarhum Buya Hamka. Ceramah itu akan disampaikan dalam pertemuan berkala institut Wasatiyyah Malaysia IWM yang dijadwalkan pada bulan Juni 2014 mendatang.” 177 Pendahuluan dalam tulisan ini menceritakan latar belakang untuk menceritakan tentang permintaan Perdana Menteri Malaysia kepada beliau. Inti dari tulisan ini berada dalam kutipan berikut: “Sekurang-kurangnya, ada dua sikap Buya Hamka yang patut diteladani. Pertama, pada tahun 1982, ketika Buya Hamka masih menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI pusat. Waktu itu MUI mengeluarkan fatwa bahwa umat Indonesia tidak boleh menghadiri perayaan Natal bersama. Fatwa ini menimbulkan polemik antara pro dan kontra. Konon, Buya Hamka didesak untuk mencabut fatwa itu atau mengundurkan diri. Buya Hamka akhirnya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum MUI Pusat. Beliau lebih berprinsip pada penegakkkan yang hak sesuai tuntutan Al- Qur‟an dan Hadis.” 178 “Kedua, pada akhir tahun 1970-an, Buya Hamka juga melakukan kejutan besar yang dinilai bersebrangan dengan kelompoknya. Selama itu, dalam menetakan awal bulan Ramadan dan awal bulan Syawal, ada kelompok yang bersikukuh menggunakan metode hisab. Pada waktu itu, tampaknya Buya Hamka juga mengikuti metode kelompok tersebut. Namun, setelah mengetahui petunjuk Nabi saw. bahwa dalam menetapkan awal bulan Ramadan dan awal bulan Syawal haruslah menggunakan rukyat melihat bulan, Buya Hamka kemudian mengeluarkan pernyataan yang sangat mengejutkan, di mana beliau berkata “Saya kembali ke rukyat.” Pernyataan Buya Hamka ini, juga menimbulkan kegoncangan di kalangan umat Islam Indonesia. Tidak sedikit orang yang mencemoohkan, melecehkan dan mengolok-olokkan Buya Hamka karena sikap dan perilakunya itu. Namun Buya Hamka tetap memgang prinsip rukyat itu sampai beliau wafat pada tahun 1184.” 179 Tulisan ini ditutup dengan doa beliau terhadap almarhum Hamka dan harapan beliau kepada muslim Indonesia agar bisa 177 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 114. 178 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 114. 179 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 115. meneladani sikap dan perilaku Buya Hamka. Kesimpulan dari tulisan ini adalah menjelaskan bahwa Buya Hamka tidak merasa gengsinya akan jatuh dengan sikapnya yang moderat, justru dengan sikap itulah Buya Hamka merasa yakin atas kebenaran yang dipegangnya. Strory tulisan ini ingin memberikan kisah keteladanan Buya Hamka dalam melaksanakan dakwah Islam dengan ikhlas dan benar sesuai sumber yang terpercaya yaitu berasal dari ajaran Rasulullah saw. dan tidak mendahulukan kepentingan pribadi apalagi kepentingan duniawi sampai akhir hayatnya. 3 Struktur Mikro a Segi Semantik Elemennya adalah latar, detail, maksud, dan praanggapan. Latar tulisan ini berawal dari permintaan staf kantor perdana menteri Malaysia yang meminta kepada beliau untuk mencarikan salah satu murid Buya Humka untuk menyapaikan pemikiran moderat Buya Hamka. Detail tulisan ini sangat bagus, karena menampilkan latar belakang penulisan dengan jelas, dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Beberapa hari yang lalu, seorang staf di Kantor Perdana Menteri Malaysia menghubungi kami. Ia minta agar kami mencarikan murid Buya Hamka yang dapat menceramahkan secara akademik pemikiran moderat almarhum Buya Hamka. Ceramah itu akan disampaikan dalam pertemuan berkala Institut Wasatiyyah Malaysia IWM yang dijadwalkan pada bulan Juni 2014 mendatang. Dan melalui bantuan seorang kawan, akhirnya kami mendapatkan murid Buya Hamka yang dimaksud. Kami kemudian ternostalgia dengan kiprah keislaman Buya Hamka yang patut diteladani oleh tokoh dan umat Islam Indonesia.” 180 180 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 114. Maksud dalam tulisan ini ialah memaparkan prinsip Buya Hamka dalam berdakwah. Terlihat dalam kutipan berikut: “Buya Hamka bukanlah tipologi seorang yang disebut ulama “ulama” alias “usia lanjut makin ambisi”, namun beliau lebih berprinsip pada penegakan yang hak sesuai tuntutan al- Qur‟an dan Hadis. Beliau lebih memilih untuk meninggalkan jabatannya dan berpegang kepada prinsip al- Qur‟an dan Hadis.” 181 Praanggapan dalam tulisan ini terlihat dalam kutipan berikut: “Sikap dan perilaku Buya Hamka ini barangkali sulit ditemukan di negeri kita ini. Umumnya, orang justru mempertahankan jabatannya mati-matian. Seandainya ada tokoh yang mundur dari jabatannya, itu pun karena dia berambisi untuk mendapatkan jabatan lain yang lebih tinggi tingkatannya.” 182 “Bandingkan dengan ustaz-ustaz bawahan yang apabila memiliki pendapat, mereka pertahankan mati-matian pendapat itu kendati bertentangan dengan petunjuk Rasulullah saw.” 183 b Sintaksis Bentuk kalimat dalam tulisan ini menggunakan kalimat aktif dengan awalan me-, dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Buya Hamka juga melakukan sebuah kejutan besar.” 184 “Semoga Allah swt. menerima amal ibadah Buya Hamka.” 185 Juga menggunakan awalan ber-, dan imbuhan me- -kan, dalam kalimat berikut: “Beliau lebih memilih untuk meninggalkan jabatannya dan berpegang kepada prinsip al- Qur‟an dan Hadis.” 186 181 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 114. 182 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 114. 183 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 115. 184 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 115. 185 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 116. 186 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 115. Koherensi dalam tulisan ini ditandai dengan kata hubung „ketika‟ yang memiliki makna hubungan waktu, yang dapat dilihat dalam kutipan berikut: “Kami sungguh merasa terharu, ketika Buya Hamka telah meninggalkan kita 30 tahun yang lalu, negeri Jiran Malaysia mencari murid Buya Hamka dalam Islam. Kami teringat dengan sebuah pepatah yang menyatakan, “Seorang Nabi tidak dihormati di negerinya sendiri .” Betapapun, tokoh dan umat Islam Indonesia lebih berhak untuk meneladani sikap dan perilaku Buya Hamka, kendati kita tidak dapat melarang tokoh dan umat Islam di Malaysia dan di Negara lain juga akan meneladani sikap dan perilkau Buya Hamka.” 187 Kata „ketika‟ dalam paragraf ini digunakan untuk menjelaskan hubungan waktu di dalamnya, yaitu menjelaskan kiprah Buya Hamka dalam berdakwah yang tetap menjadi panutan bagi dunia, setelah 30 tahun sepeninggalannya. Kata ganti dalam tulisan ini adalah: “Beliau lebih memilih untuk meninggalkan jabatannya dan berpegang kepada prinsip al- Qur‟an dan Hadis.” 188 Kata „beliau‟ dalam kalimat ini ditujukan kepada Buya Hamka dan berfungsi sebagai bentuk penghormatan beliau pengarang kepada Buya Hamka. c Segi Stilistik Stilistik terdapat dalam kutipan berikut: “Beberapa hari yang lalu, seorang staf di Kantor Perdana Menteri Malaysia menghubungi kami. Ia minta agar kami mencarikan 187 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 115-116. 188 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 114. murid Buya Hamka yang dapat menceramahkan secara akademik pemikiran moderat almarhum Buya Hamka.” 189 “Bandingkan dengan ustaz-ustaz bawahan yang apabila memiliki pendapat, mereka pertahankan mati-matian pendapat itu kendati bertentangan dengan petunjuk Rasulullah saw.” 190 Buya Hamka tidak merasa bahwa dengan sikapnya untuk kembali ke rukyat itu gengsinya akan jatuh. ” 191 Dari kutipan kalimat di atas, beliau menggunakan kata moderat untuk menjelaskan orang yang selalu berada di tengah-tengah, dan orang yang berada dalam jalan yang benar. Kemudian menggunakan kata ustaz bawahan untuk menjelaskan dai yang tidak sesuai dengan kode etik dakwah, dan dai yang tidak memiliki pengetahuan yang tinggi. Juga menggunakan kata gengsi untuk menjelaskan harga diri. d Segi Retoris Retoris dalam tulisan ini menggunakan metafora dalam bentuk pepatah disampaikan kalimat di bawah ini dengan tulisan miring: “Kami teringat dengan sebuah pepatah yang menyatakan, “Seorang Nabi tidak dihormati di negerinya sendiri.” Betapapun, tokoh dan umat Islam Indonesia lebih berhak untuk meneladani sikap dan perilkau Buya Hamka, kendati kita tidak dapat melarang tokoh dan umat Islam di Malaysia dan di Negara lain juga akan meneladani sikap dan perilkau Buya Hamka.” 192

8. Judul: Memberdayakan Imam Masjid