Analisis Wacana Berdasarkan Kognisi Sosial

Juga menggunakan bentuk grafis dalam kalimat berikut: “Konferensi imam masjid yang pertama se-Dunia ini kemudian melahirkan organisasi imam masjid internasional yang disebut al- Majlis al- „Alami li „Aimmat al-Masajid atau ICIM International Council of Imam Masjid .” 207

B. Analisis Wacana Berdasarkan Kognisi Sosial

Penelitian mengenai kognisi sosial ini menyangkut kesadaran mental penulis dalam membentuk teks tersebut. Pendekatan ini berdasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh si pemakai bahasa, dengan kata lain, teks merupakan representasi dari si penulis. 208 Oleh karena itu dibutuhkan penelitian terhadap representasi kognisi dan strategi beliau dalam memproduksi teksnya. Buku Setan Berkalung Surban ini, merupakan salah satu karya yang mencerminkan kepribadian beliau sebagai Ulama yang kritis dalam menegakkan kebenaran sesuai ajaran agama Islam yang diperintahkan oleh Allah swt. dan Rasul-Nya. 209 Kehidupan beliau sebagai Ulama Besar di dunia, membuat beliau memiliki hubungan yang sangat erat dengan masalah sosial umat Islam se-Dunia, terkhusus di Indonesia sebagai tanah kelahiran beliau. Tugas mulianya ini pun, membuat beliau sangat produktif dalam membuat karya-karya bertema Islam, yang isinya kebanyakan membahas tentang fenomena sosial yang muncul di Indonesia. Setiap Tulisan beliau dalam buku ini, didasarkan pada analisis yang mendalam tentang pengetahuan agama Islam yang murni sesuai dengan Al- 207 Ali Mustafa Yaqub, Setan Berkalung Surban, h. 117. 208 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 74. 209 Wawancara Pribadi dengan Denden Taupik Hidayat, S.S, Lc. di Masjid Muniroh Salamah, Jakarta, 04 Mei 2015. Qur‟an dan Hadis, yang juga tetap menggunakan pendekatan disiplin ilmu pengetahuan lainnya. 210 Tulisan dalam buku ini seolah wujud dari adonan pengetahuan yang beliau racik, yang terdiri dari bahan ilmu pengetahuan agama Islam, ilmu pengetahuan umum, dan fenomena sosial. Sehingga memberi kesan bahwa beliau mampu merangkum berbagai disiplin ilmu dan berbagai fenomana lintas sektor kehidupan. Adapun representasi kognisi dari setiap tulisan ialah sebagai berikut, judul pertama “Setan Berkalung Surban” memuat banyak sekali nilai-nilai Islam di dalamnya yang beliau hubungkan dengan fenomena sosial yang ada. Kunci dari tulisan ini adalah sebuah kisah dari sebuah hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, yang menceritakan tentang kisah Abu Hurairah dengan Rasulullah saw. yang kemudian dihubungkan dengan fenomena yang ada di muslim Indonesia tentang para dai yang hanya bermodal surban untuk berdakwah yang mengedepankan hawa nafsu dan rayuan setan belaka. Dengan demikian, terlihatlah keabsahan representasi kognisi beliau dalam tulisan ini, karena dilandaskan dengan dalil yang kuat. Judul kedua “Surban dan Jubah Haram” memuat nilai-nilai Islam juga memuat nilai-nilai sosial dan budaya di dalamnya yang beliau hubungkan dengan fenomena sosial yang ada. Kunci dari tulisan ini adalah sebuah hadis riwayat Imam Ibnu Majah yang menjelaskan keharaman memakai baju syuhrah. Juga menjelaskan tentang bagaimana seharusnya seorang warga sebuah Negara bersikap dan berpakaian sesuai dengan budaya masing-masing, bukan justru membanggakan budaya lain apalagi sampai mengagungkan 210 Wawancara Pribadi dengan Muhammad Ali Wafa, Lc., S.S.I di Kantor Madrasah Darus- Sunnah, Jakarta, 11 Mei 2015. budaya itu. Kemudian dihubungkan tentang fenomena warga dan dai di Indonesia yang terkesan mengagungkan pakaian jubah dan menganggapnya sebagai syariat Islam, yang padahal pakaian itu adalah budaya dari pakaian Arab dan bukan merupakan syariat Islam. Dengan demikian terlihatlah kekayaan representasi kognisi beliau dalam tulisan ini. Judul ketiga “Dai Berbulu Musang” memuat banyak nilai Islam di dalamnya yang membahas tentang hukum memasang tarif dalam berdakwah menurut kajian fikih. Kunci dalam tulisan ini adalah ketiga kajian fikih tentang hukum memasang tarif dalam dakwah. Penjelasan beliau tentang hukum memasang tarif dalam tulisan ini sangat menggambarkan kekuatan representasi kognisi beliau yang dalam akan kajian fikih yang berdasarkan pada Al-Quran dan Hadis. Judul keempat “Dai-dai Sesat” memuat banyak nilai Islam yang membahas tentang hukum dai yang meminta tarif. Tulisan dalam judul ini sangat menunjukkan representasi kognisi beliau yang Istiqamah dalam menjelaskan hukum dai yang memasang tarif, dengan hukum haram. Kunci ini adalah Qs. Yasin ayat 21. Secara implisit atau mafhum mukhalafah dari ayat ini melarang umat Islam untuk mengikuti dai yang memasang tarif kalau tidak disebut haram. Judul kelima “Kode Etik Dakwah” memuat banyak nilai Islam di dalamnya yang membahas tentang tujuh kode etik bagi seorang dai yang disahkan oleh Musyawarah Nasional Munas Organisasi Ittihadul Muballighin pada tahun 1996. Kunci dalam tulisan ini adalah ketujuh kode etik dakwah tersebut, di mana semuanya berdasarkan pada Al- Qur‟an dan Hadis. Sehingga terlihatlah kredibilitas kognisi pemikiran beliau dalam menyampaikan tulisan ini, karena makna teks dalam tulisan ini dibuat dari perkumpulan resmi para dai se-Nasional yang berlandaskan pada Al- Qur‟an dan Hadis. Judul keenam “Dakwah dan Kearifan Lokal” memuat banyak nilai Islam dan nilai budaya di dalamnya. Kunci tulisan ini adalah kata „budaya‟ yang beliau kaitkan dengan fenomena yang ada di masyarakat juga sesuai dengan ajaran Islam. Di mana beliau menjelaskan dalam tulisan ini, bahwa kiat sukses dalam berdakwah itu harus menggunakan pendekatan budaya yang dimiliki masyarakat sekitar di mana tempat para dai berdakwah. Baik dalam kampung maupun dalam kota, baik kaya maupun miskin, dari Sabang sampai Merauke. Para dai harus menghormati kearifan lokal masyarakat. Bukan memaksakan budaya lain kepada mereka, bahkan sampai melarang budaya mereka, tentu saja kata budaya ini harus digaris bawahi yaitu hanya budaya yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, seperti gaya berpakaian, arsitektur bangunan, cara bersosialisasi, dan sebagainya yang masih bisa diterima oleh ajaran Islam. Dengan demikian terlihatlah garis merah dari representasi kognisi beliau dalam tulisan ini. Judul ketujuh “Keteladanan Buya Hamka” memuat pemikiran dan perasaan beliau tentang sosok Buya Hamka yang sangat beliau hormati. Tulisan ini menceritakan kisah Buya Hamka yang memiliki pemikiran sangat moderat dalam membela agama Allah swt. dalam dakwahnya dan tidak mementingkan keindahan dunia dalam hidupnya. Jika dibaca, maka tulisan ini akan menyentuh hati pembacanya karena memberikan nuansa yang mengharukan dan memotivasi untuk melakukan dakwah seperti sosok Hamka. Dari sini terlihat jelas representasi kognisi beliau berdasarkan pada pemikiran dan perasaan beliau yang setuju dengan metode dakwah Hamka. Judul kedelapan “Memberdayakan Imam Masjid” memuat nilai-nilai Islam dan juga nilai ekonomi di dalamnya yang dihubungkan dengan fenomena dai bertarif dan tentang peran penting imam masjid. Ide tulisan ini berasal dari dua perhelatan besar yang berkaitan dengan imam masjid, pertama perhelatan se-Indonesia yang diadakan 27-29 Juni 2003 di Batam Riau, kedua perhelatan se-Dunia yang diadakan 2-6 Desember 2003 di Pekanbaru Riau. Tulisan ini menjelaskan bahwa solusi berikutnya dalam meminimalisir dai bertarif adalah dengan memberdayakan peran imam masjid. Dari tulisan ini terlihat bahwa representasi kognisi beliau berdasarkan pada dua perhelatan yang besar tentang imam masjid, sehingga dapat meyakinkan para pembacanya terhadap apa yang beliau tuangkan dalam tulisan ini. Kognisi pemikiran beliau dalam 8 tulisan ini ialah banyaknya ayat-ayat Al- Qur‟an dan hadis-hadis Rasulullah saw. yang bernilai shahih dan dapat dijadikan hujjah atau dalil, yang dijadikan sebagai landasan berpikir beliau dalam berdakwah melalui buku ini. Dengan penonjolan berupa ayat Al- Qur‟an dan hadis Rasul saw. dalam buku ini, dapat diketahui bahwa kritik beliau sebagai Ulama di Indonesia adalah sebuah ilmu yang sangat bermanfaat bagi umat Islam di Indonesia. Dari hal ini juga dapat diketahui bahwa beliau memiliki kredibilitas yang tinggi sebagai komunikator yang menyampaikan pesan dakwah kepada umat Islam di Indonesia melalui bukunya Setan Berkalung Surban. Di mana kredibilitas komunikator adalah sarat utama untuk mewujudkan komunikasi yang efektif, karena komunikasi dikatakan berhasil jika gagasan atau pemikiran komunikator berhasil tersampaikan kepada komunikannya, hal ini didasarkan pada sebuah definisi komunikasi; “Komunikasi merupakan pertukaran sebuah pemikiran atau ga gasan.” 211 Akan tetapi tidak hanya sampai di sini, beliau memiliki tujuan agar umat Islam Indonesia merubah perilaku yang menyimpang itu menjadi perilaku yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Hal tersebut didasarkan pada sebuah definisi komunikasi yang menjelaskan bahwa pengiriman dan penerimaan pesan dilakukan dengan maksud tertentu; “Situasi-situasi tersebut merupakan sebuah sumber yang mengirimkan sebuah pesan kepada penerima dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi perilaku manusia.” 212 Hal ini diperkuat oleh keterangan beliau bahwa sosok yang mengisnpirasi beliau dalam menulis kritikan ini adalah Rasulullah saw. dan alhmarhum Ayah beliau. Rasulullah saw. bersabda: ُِِّاَصِيِتَف تعِطَختصَي تً َڝ تنِإَف ِهِدَيِب ُهت يَْغُيتيَف اًرَهتٌُِ تًُكتٌِِ ىَثَر تٌََ ِِّت تيَلِتَف تعِطَختصَي تًَڝ تنِإَف ًيصڞ هاور ِناٍَيِإا ُفَػ تض َ ث َمِڝَذَو Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beru ntung.” 213 211 John B. Hoben, “English Communication at Colgate Re-examined,” Journal of Communication 4, 1954: h. 77. 212 Gerald R. Miller, “On Defining Communication: Another Stab,” Journal of Communication 16, 1966: h. 92. 213 Muslim, Shahih Muslim, Mesir: Dar al-Hadis, 2010, juz 1, h. 50. Menurut beliau, merubah kemungkaran dengan tangan tidak selalu bermakna kekerasan apalagi peperangan. Pengertian kekerasan dan peperangan hanya ada zaman Rasul saw., karena situasi zaman dahulu yang memungkinkan untuk itu. Sedangkan zaman sekarang sudah berbeda dari zaman dahulu. Agama Islam itu rahmatan lil‟aalamiin rahmat bagi seluruh alam. Meskipun zaman sudah berbeda, tapi hukum Islam akan selalu bisa ditegakkan dan dijalankan. Salah satunya tentang menghilangkan kemungkaran, maka pada zaman sekarang pilihan terbaik dengan menggunakan tangan adalah dengan cara menulis, bukan kekerasan. 214 Begitulah representasi kognisi beliau dalam menyusun buku ini. Selanjutnya beliau selalu memberikan pengantar berupa cerita ataupun kisah nyata yang mayoritas berasal dari pertemuan-pertemuan yang beliau ikuti bersama tokoh-tokoh dunia. Dengan memberikan ilustrasi dan pengantar seperti ini, para pembaca pun akan mudah memahami apa yang hendak beliau sampaikan, dan para pembaca akan mudah menerima segala pesan beliau karena memiliki sumber yang dapat dipercaya. Terlebih pada bagian akhir dari setiap judul beliau memberikan ajakan dan menyampaikan doa dan harapan, dengan bahasa yang santun, agar dapat kembali pada ajaran Islam yang murni yang diridhai oleh Allah swt. agar selamat dunia dan akhirat. Begitulah strategi penyampaian pesan dakwah beliau dalam buku ini.

C. Analisis Wacana Berdasarkan Konteks Sosial